• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

2. Data Primer

Berdasarkan data primer yang diperoleh secara langsung dari Bapak Agus Haryoto selaku bagian Pelayanan di PT. Pos Indonesia (Persero) Purbalingga, diperoleh data sebagai berikut:

2.1. Bahwa dalam hal ganti rugi yang diberikan kepada konsumen apabila terjadi kesalahan dalam pembayaran rekening listrik secara online adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang berlaku tentang Pos.

2.2. Bahwa PT. Pos Indonesia (Persero) menyelenggarakan pelayanan sebagai berikut:

a. Layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, seperti: surat menyurat dan e-mail.

b. Layanan Paket, seperti: Paket kilat c. Layanan logistik, seperti: Paket pos.

d. Layanan Transaksi keuangan, seperti: wesel pos dan giro.

e. Layanan Keagenan Pos, seperti: Pembayaran rekening listrik, telepon, pembayaran cicilan motor.

2.3. Kasus hasil pembayaran rekening listrik yang tidak sampai pada pihak penerima, dalam hal ini PT. PLN (Persero) sangat jarang terjadi, karena dalam hal ini PT. Pos Indonesia (Persero) mempunyai pusat rekonsiliasi data yang dilakukan setiap hari, dan jika terjadi perbedaan data yang ada di PT. Pos Indonesia (Persero) dengan PT. PLN (Persero) maka akan dilakukan cetak ulang.

2.4. PT. Pos Indonesia (Persero) memberikan pelayanan informasi dan menindaklanjuti apabila ada keterlambatan maupun apabila dalam perkembangannya ada kehilangan bukti penerimaan pembayaran rekening listrik yang telah dibayarkan.

B. PEMBAHASAN

Pengertian perlindungan hukum adalah segala upaya yang ditujukan untuk

memberikan rasa aman.34

Sudikno Mertokusumo memberikan gambaran terhadap pengertian perlindungan hukum sebagai berikut:

Segala upaya yang dilakukan untuk menjamin adanya kepastian hukum berdasarkan pada keseluruhan peraturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam suatu kehidupan bersama. Keseluruhan peraturan ini dapat dilihat

baik di Undang-Undang, Ratifikasi maupun Konvensi Internasional.35

Dari pengertian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa perlindungan hukum adalah segala upaya untuk memberikan rasa aman bagi seseorang dengan membatasi hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat berdasarkan sekumpulan peraturan yang mengatur tata tertib bertingkah laku dalam masyarakat.

Menurut AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah anatara pihak satu sama lain

berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.36

Pengertian konsumen menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:

34

Iswanto, Pengantar Ilmu Hukum, Purwokerto, UNSOED, 2004, hal 40

35

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003, hal 20.

36

36

A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, 1995, hal 64-65

Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tdak untuk diperdagangkan.

A. Z. Nasution memberikan rumusan pengertian tentang konsumen sebagai berikut:

Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/ atau jasa

digunakan untuk tujuan tertentu.37

Berdasarkan data nomor 1.1.6. tentang pengertian nasabah, jika dikaitkan dengan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, serta pendapat A.Z. Nasution mengenai konsumen maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumen merupakan seseorang atau badan hukum atau badan usaha/ lembaga lainnya yang mendapatkan pelayanan jasa penerimaan pembayaran tagihan listrik secara online yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia yang dalam hal ini dapat dideskripsikan yaitu PT. PLN (Persero).

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan didalam Pasal 1 angka (3) yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah:

Setiap orang perorangan yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik diri sendiri

37

A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta, Diadit Media, 2006, hal 26

maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai kegiatan ekonomi.

Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha dalam pengertian tersebut adalah perusahaan, korporasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), importer, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Menurut A. Z. Nasution, pelaku usaha terdiri dari:

a. Pelaku usaha sebagai pencipta/ pembuat barang yang menjadi sumber terwujudnya barang yang aman dan tidak merugikan konsumen.

b. Pedagang sebagai pihak yang menyampaikan barang kepada konsumen.

c. Pengusaha jasa.38 (pelaku usaha yang member pelayanan dan/atau

menjual sebuah prestasi kepada konsumen).

Berdasarkan data nomor 1.1.1.2. Tentang Pengertian Pos Indonesia, serta data nomor 1.1.31. Tentang layanan Pos, jika dihubungkan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, serta pendapat A.Z. Nasution tentang pengertian pelaku usaha maka dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha adalah Setiap orang atau badan usaha atau badan hukum yang

38

menyelenggarakan pembayaran tagihan rekening listrik secara online yang dalam hal ini adalah PT. Pos Indonesia.

Mengenai resiko-resiko yang timbul dan juga untuk memperjelas pihak-pihak mana yang akan bertanggung jawab maka diperlukan suatu perangkat hukum baik berupa peraturan perundang-undangan atau lembaga pengawas yang dapat melindungi kepentingan konsumen dalam menggunakan jasa layanan pos.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) sebagai pelaku usaha kepada pengguna jasa layanan PT. Pos Indonesia, yang dalam hal ini adalah PT. PLN sebagai konsumen jasa layanan penerimaan pembayaran tagihan listrik secara online harus berpedoman pada ketentuan perlindungan konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Perlindungan hukum ini berkaitan dengan hak-hak konsumen yang harus dilindungi dan sebagai konsekuensinya menimbulkan kewajiban pada pihak PT. Pos Indonesia (Persero) untuk memberikan Perlindungan kepada konsumennya.

Tanggung jawab pelaku usaha menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 19 yaitu:

1. Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan;

2. Ganti rugi sebagaimana yang disebut ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau pengembalian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santuanan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi;

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan;

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Tanggung jawab PT. Pos Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos terdapat dalam Pasal 31 yang menyebutkan:

1. Penyelenggara pos wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh pengguna layanan pos akibat kelalaian dan/atau kesalahan penyelenggara pos;

2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika kehilangan atau kerusakan karena bencana alam, keadaan darurat, atau hal lain diluar kemampuan manusia;

3. Ganti rugi sebagaimana disebutkan ayat (1) diberikan oleh penyelenggara pos sesuai kesepakatan antara pengguna layanan dan penyelenggara layanan pos;

4. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggung oleh penyelenggara pos apabila:

a. Kerusakan terjadi karena sifat atau keadaan barang yang dikirim, atau

b. Kerusakan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengguna layanan pos.

5. Tenggang waktu dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna layanan pos dengan penyelenggara pos;

6. Barang yang hilang dan ditemukan kembali diselesaikan berdasarkan kesepakatan penyelenggara pos dan pengguna layanan pos.

Terkait hubungan hukum diantara para pihak yaitu PT. Pos Indonesia selaku Pelaku usaha dengan PT. PLN selaku konsumen yaitu adalah hubungan hukum pelayanan jasa. Perjanjian pelayanan jasa ini berdasarkan dengan Pasal 1601 KUHPerdata dimana menurut Prof. Subekti, perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu maksudnya suatu pihak menghendaki pihak lawannya untuk dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan

tersebut sama sekali terserah pihak lawannya itu.39 Penerimaan pembayaran

tagihan listrik ini dimasukan ke dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, seperti yang disebutkan dalam Pasal 1601b KUHPerdata, perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Menurut Subekti, perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seorang yang bertindak sebagai orang yang memberikan pekerjaan dengan pihak lain yang memborongkan pekerjaan, dimana pihak pertama menghendaki suatu hasil

39

pekerjaan yang disanggupi dengan pihak lawan dengan membayar sejumlah uang

tertentu sebagai harga pemborongan.40 Penerimaan pembayaran rekening listrik

yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia merupakan kegiatan pelayanan jasa karena dalam kegiatan penerimaan pembayaran rekening listrik yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia merupakan kegiatan pelayanan jasa untuk menerima pembayaran tagihan listrik yang dilakukan masyarakat selaku nasabah PT. PLN kepada PT. Pos Indonesia yang selanjutnya PT. Pos menyetorkan dana hasil penerimaan pembayaran tagihan listrik kepada PT. PLN, dan PT. Pos Indonesia mendapatkan imbalan atas jasa yang telah dilakukan tersebut sebesar yang telah ditentukan dalam perjanjian antara PT. Pos Indonesia dengan PT. PLN.

Berdasarkan pengertian perjanjian pemborongan pekerjaan dalam Pasal 1601b KHUPerdata, serta pendapat prof. Subekti tentang pengertian pemborongan pekerjaan, jika dihubungkan dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengenai tanggung jawab pelaku usaha, serta Pasal 31 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos mengenai kewajiban Penyelenggara Pos, maka dapat dideskripsikan bahwa PT. Pos merupakan pelaku usaha dalam perjanjian pemborongan pekerjaan penerimaan pembayaran tagihan listrik dan tagihan lainnya secara terpusat yang bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi apabila ada kesalahan dalam pelaksanaan perjanjian penerimaan pembayaran tagihan listrik dan tagihan lainnya secara terpusat.

40

Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah mengatur tentang hak-hak konsumen sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 4 yaitu:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara ketat;

f. Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Terkait dengan pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud dari perlindungan terhadap konsumen maka penulis hanya meneliti dan membahas

pemenuhan hak konsumen yang berkaitan dengan hak yang diatur dalam Pasal 4 huruf a dan huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Ketiga hak tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Salah satu hak konsumen adalah konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian.

Menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos, menyatakan bahwa:

Penyelenggaraan pos dilakukan dengan pelayanan prima dan berpedoman pada standar pelayanan.

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodho berpendapat tentang hak keselamatan dan keamanan, yaitu:

Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang dan jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis)

apabila mengkonsumsi suatu produk.41

Menurut Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani menyatakan bahwa:

41

Dari sembilan hak konsumen yang diberikan diatas, terlihat bahwa masalah keamanan, kenyamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam

hal perlindungan konsumen barang dan jasa yang

penggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat.

Berdasarkan pada data sekunder nomor. 1.1.9. tentang pengertian nomor referensi, 1.2.4.1. tentang kewajiban untuk menjamin menyediakan back up jaringan komunikasi data, data nomor 1.2.4.2. tentang jaminan atas segala layanan yang disepakati, data nomor 1.2.4.4. tentang jaminan akan menyetorkan hasil penerimaan, data nomor 1.2.4.8 tentang kewajiban memelihara keandalan dan pelayanan, data nomor 1.2.5 tentang rekonsiliasi data, pada data primer nomor 2.1.4. tentang PT. Pos menindaklanjuti apabila ada keterlambatan maupun kehilangan bukti penerimaan pembayaran rekening listrik, jika dikaitkan dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos, Pendapat Ahmadi Miru dan Sutarman Yodho, dan pendapat Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, serta data sekunder dan data data primer yang disebutkan diatas, maka dapat dideskripsikan bahwa PT. Pos Indonesia memberikan keamanan, kenyamanan dan keselmatan kepada PT. PLN (Persero) selaku konsumen dalam penerimaan pembayaran rekening listrik secara online.

b. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Sebagai konsekuensinya pelaku usaha dibebani kewajiban untuk memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 7 huruf f Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan bahwa:

Kewajiban pelaku usaha adalah memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan suatu barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

Pasal 19 angka (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang tanggung jawab pelaku usaha juga menentukan bahwa:

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Pasal 19 angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa:

Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perwatan kesehatan dan/atau pemberian santuanan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 19 angka (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa:

Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

Menurut Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 mengenai ganti rugi menyatakan bahwa:

Penyelenggara pos wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh pengguna layanan pos akibat kelalaian dan/atau kesalahan penyelenggara pos.

Sidharta menyatakan bahwa:

Jika konsumen merasa kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang

diberikannya, ia berhak mendapat ganti kerugian yang pantas.42

42

Menurut Gunawan Widjaya danAhmad Yani, pemberian ganti kerugian merupakan suatu pembuktian yang dilakukan oleh konsumen yaitu sebagai berikut:

1) Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian 2) Konsumen juga harus membuktikan bahwa kerugian

tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian barang dan/atau jasa tertentu yang tidak layak.

3) Bahwa ketidaklayakan dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian barang dan/atau jasa tersebut merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha tertentu.

4) Konsumen tidak berkontribusi secara langsung maupun

tidak langsung atas kerugian yang dideritanya. 43

Berdasarkan data sekunder nomor 1.5.1. tentang pemberian ganti rugi sesuai dengan kerugian, data nomor 15.2. tentang jumlah sanksi apabila terjadi keterlambatan penyetoran, data primer nomor 2.1. tentang ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila dihubungkan dengan Pasal 4 huruf h mengenai hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian sebagaimana mestinya, pasal 7 huruf f dan Pasal 19 angka (1), (2), (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang tanggung jawab pelaku usaha, Pasal 31 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 mengenai ganti rugi, pendapat Sidharta mengenai hak mendapatkan ganti kerugian yang pantas, pendapat Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani mengenai Pemberian ganti kerugian memerlukan

43

suatu pembuktian yang dilakukan oleh konsumen, maka dapat dideskripsikan bahwa PT. Pos Indonesia (Persero) Purbalingga akan memberikan ganti kerugian kepada PT. PLN (Persero) sebagai pengguna jasa layanan penerimaan pembayaran rekening listrik secara online melalui PT. Pos Indonesia (Persero) yang mengalami kerugian serta dapat membuktikannya, bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan dari pihak PT. Pos Indonesia (Persero).

BAB V

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan data, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

Bahwa PT. Pos Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya dibidang pelayanan jasa pos, berkaitan dengan hak konsumen untuk mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa sebagaimana termuat dalam Pasal 4 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, telah terpenuhi melalui PKS 18/DIRTEKJASKUG/0210 dalam Pasal 1 ayat (8) yang mengatakan nomor referensi merupakan nomor unique sebagai pengaman bukti keabsahan pembayaran setiap transaksi, Pasal 4 ayat (5) dimana PT. Pos Indonesia wajib menyediakan back up jaringan komunikasi data, Pasal 5 ayat (1) yang mengatakan bahwa Pos akan menjamin segala layanan-layanan yang telah disepakati dengan PT. PLN, Pasal 5 ayat (3) yang mengatakan bahwa PT. Pos menjamin akan menyetorkan hasil penerimaan pembayaran tagihan listrik dan tagihan lainnya secara terpusat ke rekening PT. PLN, Pasal 11 ayat (9) yang mengatakan bahwa PT. Pos berkewajiban untuk menjaga keandalan dan pelayanan PT. Pos Indonesia, SE 18C/DIRBISKUG/0306 Tanggal 8 Maret 2006 disebutkan bahwa sebelum PT. Pos menyetorkan dana dan data-data kepada PT. PLN, PT. Pos melakukan

rekonsiliasi data yang telah diterima dengan switching company untuk mengecek kesesuaian laporan yang diterima PT. Pos Indonesia dan PT. PLN, serta data primer yang mengatakan PT. Pos akan menindaklanjuti apabila ada keterlambatan maupun kehilangan bukti penerimaan pembayaran rekening listrik.

Berkaitan dengan hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya sebagaimana termuat dalam Pasal 4 huruf h Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, hal ini juga telah terpenuhi melalui PKS 18/DIRTEKJASKUG/0210 Pasal 7 ayat (7) yang mengatakan bahwa PT. Pos akan dikenai denda apabila terjadi keterlambatan dalam menyetorkan hasil pembayaran tagihan listrik dan tagihan lainnya secara terpusat sesuai dengan lama keterlambatan, dalam SE 18C/DIRBISKUG/0306 Tanggal 8 Maret 2006 yang menyebutkan PT. Pos akan mengganti kerugian apabila pembayaran tagihan Listrik tidak sampai kepada pihak PT. PLN, data primer yang mengatakan bahwa ganti rugi sesuai dengan perundang undangan yang berlaku.

Dokumen terkait