• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Daya Dukung Lingkungan

Salah satu konsep daya dukung ditemukan sebagai baku mutu untuk air laut menurut KepmenLH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut, baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Selanjutnya terdapat pembagian baku mutu air laut untuk perairan pelabuhan, wisata bahari, dan biota laut. Menurut Undang- undang RI No. 27 tahun 2007, daya dukung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kemampuan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain.

Menurut Dahuri et al. (2001), daya dukung lingkungan suatu kawasan ditentukan oleh kemampuannya menyediakan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan bagi kehidupan mahluk hidup serta kegiatan manusia, yaitu (1) ketersediaan ruang yang sesuai untuk tempat tinggal dan berbagai kegiatan pembangunan, (2) ketersediaan sumberdaya alam untuk keperluan konsumsi dan proses produksi lebih lanjut, (3) kemampuan kawasan untuk menyerap/mengasimilasi limbah sebagai hasil samping kegiatan manusia dan pembangunannya, (4) kemampuan kawasan menyediakan sistem-sistem penunjang kehidupan dan kenyamanan seperti udara bersih, air bersih, siklus hidrologi, siklus hara, siklus biogeokimia, dan tempat-tempat yang indah serta nyaman untuk rekreasi dan pemulihan kedamaian jiwa.

Kapasitas lingkungan dibatasi oleh karakter fisik dan ekologi pada daerah tertentu, sedangkan daya dukung tergantung dari karakteristik dan teknologi produksi seperti volume dan konsentrasi limbah. Kapasitas lingkungan adalah sifat yang melekat pada lingkungan untuk menyediakan barang-barang lingkungan dan untuk mengasimilasi atau memproses limbah dan meminimalkan dampak dari setiap kegiatan alam atau antropogenik. Kapasitas asimilatif adalah sifat yang melekat dari lingkungan untuk mengasimilasi atau memproses limbah dan meminimalkan dampak dari setiap kegiatan alam atau antropogenik. Jadi daya dukung lingkungan merupakan jumlah aktifitas tertentu yang diberikan pada lingkungan yang dapat ditampung dalam kapasitas lingkungan pada kawasan tertentu (Southall et al. 2004).

Dalam perencanaan suatu sistem produksi budidaya perikanan, nilai daya dukung dimasukan sebagai faktor penting untuk dapat menjamin siklus produksi dalam waktu yang cukup lama sehingga berhubungan dengan produktivitas lestari perairan tersebut, termasuk nilai mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisika, kimia, dan biologi) dalam suatu kesatuan ekosistem. Estimasi daya dukung lingkungan perairan untuk menunjang budidaya ikan di KJA merupakan ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa ikan budidaya yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan tanpa menimbulkan degradasi lingkungan atau jika telah ditentukan banyaknya ikan budidaya dalam satu KJA, estimasi ini akan menunjukan berapa unit KJA yang boleh ditanam dalam luasan area yang telah ditentukan. Menghindari degradasi lingkungan dalam hal ini berhubungan dengan kualitas perairan, apabila beban limbah yang masuk melebihi kemampuan daur ulang dan kekuatan pencucian badan air maka perairan menjadi tercemar.

Budget nitrogen tahunan untuk kerapu (Ephinephelus areolatus) budidaya memenuhi persamaan Konsumsi (C) = input makanan (I) dikurangi limbah makanan (W) atau sama dengan produksi (P) + mortalitas (M) + ekskresi (E) + fekal produksi (F). Di laboratorium diperoleh hasil 27,5% disalurkan untuk pertumbuhan, 64,4% diekskresikan dalam bentuk ammonia, 8,1% hilang dalam bentuk feces. Efisiensi N-asimilasi yaitu 91,9%, sedangkan efisiensi N-retensi bersih sebesar 29,9%. Pada keramba di laut terbuka hanya 8,6% total N masuk ke lahan peternakan dipanen dalam bentuk produksi ikan, sementara kerugian akibat mortalitas sebesar 3,7%. Kehilangan akibat ekskresi ammonia sebesar 46,0%, diikuti pemborosan pakan 37,7% dan produksi fekal sebesar 4,0%. 66,0% masukan total N di laboratorium dapat diperhitungkan untuk individu kerapu, tetapi hanya 48,0% total N masuk ke dalam sistem budidaya dapat dihitung budget nitrogen tahunan dibangun untuk membuat keramba. Diperkirakan 87,7% masukan total N itu hilang ke lingkungan (setara dengan produksi ikan 321 kg/tahun). Nilai kehilangan N ini hampir 3 kali lebih tinggi dari budidaya salmon di daerah temperate (Leung et al. 1999). Jumlah nitrogen ini berhubungan dengan kapasitas asimilasi dan beban limbah yang masih dapat ditoleransi oleh lingkungan. Menurut Putri (2007), kondisi muara Sungai Batang Arau Sumatera

Barat dengan nilai ammonia (NH3) rata-rata 0,499 mg/l, nitrat (NO3) rata-rata

2,472 mg/l, dan othophospat (PO4) rata-rata 2,779 mg/l dengan tipe pasut semi

diurnal tide, tunggang pasut 1,10 m, flushing time 6,832 hari dan kecepatan arus

berkisar 0,18 – 0,35 m/s, walaupun terjadi penurunan kualitas air tetapi belum menimbulkan tekanan ekologis yang dapat mengganggu kestabilan ekosistem atau kapasitas asimilasi bahan pencemar belum melebihi daya dukung lingkungan karena didukung oleh proses hidrodinamika perairan sehingga beban pencemar tidak menumpuk di muara melainkan segera terbilas.

Membandingkan data pengamatan oleh Romimohtarto et al. (1986) di perairan Desa Tamanjaya Teluk Selamat Datang Propinsi Banten dengan KepmenLH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut diperoleh bahwa pada kondisi musim peralihan (September – Oktober 1982), musim kemarau atau musim timur (Juli 1983), dan musim penghujan atau musim barat (Desember 1983), besar kecepatan angin berkisar antara 2 – 5 knot yang menunjukan lemahnya pengaruh system angin musim yang ada di Laut Cina Selatan hingga Laut Jawa. Tinggi gelombang menunjukan kondisi tenang yaitu kurang dari 30 cm, tunggang pasut tertinggi pada Bulan Desember 1983 sebesar 151 cm, kecepatan arus antara 20 – 80 cm/s, sebaran suhu pada Bulan Desember 1983 sebesar 28,56 – 29,50 oC, salinitas sebesar 32,87 – 33,64 o/oo, kadar oksigen terlarut sebesar 3,82 – 4,35 ml/l, kadar fosfat pada lapisan permukaan berkisar antara 0,01 – 0,09 µg at. dengan rata-rata 0,48 µg at., kadar nitrat berkisar antara 0,01 – 3,82 µg at. dengan rata-rata 0,49 µg at., kadar nitrit berkisar antara 0 – 0,16 µg at. dengan rata-rata 0,09 µg at., dan derajat keasaman berkisar antara 7,9 – 8,5 dengan rata-rata 8,29. Berdasarkan nilai-nilai ini disimpulkan bahwa pada perairan Teluk Selamat Datang dapat dikembangkan budidaya ikan kerapu dengan sistem kurungan (cage culture).

Daya dukung lingkungan perairan mengenai logam berat (satuan µg/l) dalam sistem Jawa Timur dan Bali, serta sub-sistem Kali Solo, Kali Porong, Kali Surabaya, Selat Madura, Laut Jawa, Selat Bali, Selat Lombok, dan Samudera Hindia menunjukan untuk Kali Porong pada stasiun jangkar saat kemarau dengan salinitas 2,35±2,85 o/oo diperoleh data logam berat Fe 3,88±1,25, Ni 0,36±0,22, Cu 2,27±0,63, Zn 0,90±0,40, Cd 0,17±0,11, dan Pb 0,27±0,19, saat penghujan

dengan salinitas 0,14±0 o/oo diperoleh data logam berat Fe 33,90±13,05, Ni 0,15±0,08, Cu 2,70±0,62, Zn 2,74±1,40, Cd 0,07±0,04, dan Pb 1,14±0,58, dan pada air tawar dengan salinitas 0,00 o/oo diperoleh data logam berat Fe 6,83±1,86, Ni 0,36±0,16, Cu 2,27±0,28, Zn 0,99±0,43, Cd 0,22±0,16, dan Pb 0,68±0,21. Untuk Selat Madura jejak ke 3 saat kemarau dengan salinitas 31,79±0,42 o/oo diperoleh data logam berat Fe 1,83±0,30, Ni 1,68±2,20, Cu 0,36±0,14, Zn 0,92±0,62, Cd 0,08±0,08, dan Pb 0,52±0,27, sedangkan saat penghujan dengan salinitas 31,84±0,94 o/oo diperoleh data logam berat Fe 16,18±8,77, Ni 0,15±0,05, Cu 1,49±0,61, Zn 1,36±0,38, Cd 0,06±0,02, dan Pb 1,23±0,74. Untuk Laut Jawa saat kemarau dengan salinitas 32,65±0,98 o/oo diperoleh data logam berat Fe 0,55±0,38, Ni 0,32±0,12, Cu 0,18±0,06, Zn 0,27±0,13, Cd 0,09±0,06, dan Pb 0,11±0,04, sedangkan saat penghujan dengan salinitas 33,21±0,49 o/oo diperoleh data logam berat Fe 13,99±16,20, Ni 0,28±0,07, Cu 0,32±0,12, Zn 0,84±0,74, Cd 0,12±0,09, dan Pb 0,42±0,13. Dari sajian data ini disimpulkan bahwa secara keseluruhan sebaran logam terlarut diatur oleh proses percampuran antara air sungai yang berkadar logam tinggi dengan air laut yang berkadar logam rendah. Beberapa unsur logam memperlihatkan penaikan kadar di musim penghujan dengan contoh Pb. Proses pelarutan kembali logam-logam dari sedimen juga dapat mempertinggi kadar logam terlarut. Sumbangan unsur logam dari limbah kota sudah terlihat pada Kali porong dan Selat Madura (Ilahude et al. 1990). Sedangkan logam berat terlarut di Teluk Kelabat di Pulau Bangka dilaporkan Pb (1,0 – 26,0 µg L-1), Cd (<0,1– 3,0 µg L-1), Cu (1–2,0 µg L-1) dan Zn (1,0–4,0 µg L-1). Konsentrasi rata-rata logam berat dalam sedimen Pb (11.46 mg kg-1), Cd (0,10 mg kg-1), Cu (2,50 mg kg-1) dan Zn (13,64 mg kg-1). Akumulasi Pb dan Cu tertinggi yaitu pada siput gonggong (Strombus canarium) (Arifin 2011).

Dokumen terkait