• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

Pembentukan varietas sorgum toleran tanah masam dengan produktivitas tinggi di Indonesia sangat penting, karena lahannya banyak didominasi tanah masam. Seleksi galur mutan sorgum toleran tanah masam dengan produktivitas tinggi telah dilakukan dan sebagai langkah awal dalam rangka pembentukan varietas perlu dilakukan uji daya hasil guna pembentukan galur mutan harapan. Penelitian bertujuan menguji daya hasil dan mengindentifikasi galur-galur mutan sorgum yang memiliki potensi hasil lebih tinggi dari varietas pembanding. Percobaan menggunakan rancangan kelompok teracak lengkap dengan perlakuan 24 genotipe sorgum dan tiga ulangan di Lampung Timur. Materi genetik merupakan hasil percobaan penapisan dan participatory varietal selection yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil percobaan menunjukkan galur mutan GH-ZB43-07, PSj-95-05, ZH30-29-07, dan ZH30-30-07 adalah galur yang teridentifikasi mempunyai potensi hasil biji lebih tinggi dari varietas pembanding, sedangkan galur mutan yang teridentifikasi mempunyai produktivitas bioetanol lebih tinggi dari varietas pembanding adalah ZH30-35-07, BR-ZH30-06-07, dan PSj-95-05. Galur mutan PSj-95-05 adalah galur dengan produktivitas biji dan bioetanol tinggi.

Kata kunci: galur mutan sorgum, tanah masam, uji daya hasil ABSTRACT

Development of high yielding and acid soil tolerant varieties to acid soil are needed because of the dominance of acid soils in Indonesia. Selection of sorghum mutant lines for tolerance to acid soil with high productivity have resulted in tolerant lines. The objective of this study was to conduct prelimenary yield trials to identify mutant lines with higher yield potential under acid soil condition than varieties have released. The trial was conducted in East Lampung in a randomized complete block design with 24 sorghum lines as treatment and three replications. The lines were those selected from from screening and participatory varietal selection. The results showed that sorghum mutant lines i.e GH-ZB43-07, PSj-95-05, ZH30-29-07, and ZH30-30-07 were identified as high yielding in grain production, and ZH30-35-07, BR-ZH30-06-07, and PSj-95-05 were identified as high ethanol production compared to national varieties. Mutant line PSj-95-05 was identified as both high yielding in grain and ethanol production.

Key words: sorghum mutant lines, acid soil, yield testing PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sorgum saat ini merupakan tanaman serealia penting ke lima di dunia setelah gandum, padi, jagung, dan barley. Secara alamiah tanaman ini tahan

terhadap panas dan kekeringan sehingga banyak dikembangkan di berbagai negara tropis, termasuk di negara dengan empat musim yang ditanam pada musim panas (Tribe, 2007). Walaupun Indonesia merupakan negara tropis yang sangat ideal untuk pengembangan sorgum, namun tanaman ini belum populer karena belum dimanfaatkan sebagai komoditi ekonomi. Berdasarkan potensinya yang sangat tinggi apabila digunakan untuk bahan pangan, bahan baku bioetanol, dan pakan ternak (FAO, 2007), sorgum saat ini menjadi perhatian masyarakat Indonesia baik kalangan peneliti, akademisi, dunia usaha maupun pengambil kebijakan.

Sorgum apabila dikembangkan di Indonesia terutama di luar Pulau Jawa, terlebih jika menggunakan lahan sisa garapan yang telah diusahakan akan dihadapkan pada lahan marjinal, yaitu lahan kelas IV dan VI (Sopandie, 2006). Lahan marjinal yang dominan adalah tanah masam yang banyak terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua (Hidayat dan Mulyani, 2002). Tanah yang bereaksi masam di wilayah tersebut banyak didominasi oleh jenis tanah Aluvial, Latosol, Organosol, Podsol, dan Podsolik (Arief, 1990). Kendala fisio-kimia pada tanah tersebut adalah kandungan bahan organik rendah, kahat unsur hara makro dan mikro, serta kelarutan Al tinggi (Sanchez, 1992). Kelarutan Al yang tinggi meracuni tanaman sehingga menjadi faktor pembatas produktivitas yang utama (Wright, 1989), dan pada serealia dapat menurunkan produktivitas hingga 63% (Sierra et al., 2005). Sorgum adalah jenis tanaman serealia yang sensitif terhadap cekaman Al tinggi (Duncan et al., 1983; Anas dan Yoshida, 2000).

Pembentukan varietas sorgum toleran tanah masam dengan produktivitas tinggi menjadi sangat penting, karena produktivitas tanaman sangat tergantung pada kesesuaian varietas yang digunakan, teknik bercocok tanam, dan kondisi tempat tumbuh (Maryanto et al., 2002; Thony et al., 2008). Pada penelitian ini, pembentukan varietas tersebut menggunakan metode participatory plant breeding

secara langsung di lingkungan target, yaitu tanah masam. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan peran lingkungan yang meliputi kondisi biofisio-kimia dan sosial, sehingga varietas yang dihasilkan secara teknis toleran terhadap tanah masam dan secara sosial dikehendaki oleh petani dan stakeholders lainnya.

Dua percobaan telah dilakukan dalam rangka pembentukan varietas sorgum unggul spesifik lokasi tanah masam dengan produktivitas biji dan atau bioetanol

117 tinggi dengan metode di atas, yaitu penapisan (screening) terhadap plasmanutfah galur mutan di tanah masam dan participatory varietal selection. Percobaan tersebut telah menghasilkan beberapa galur mutan sorgum toleran tanah masam dan dipilih oleh petani. Tahap selanjutnya adalah melakukan Uji Daya Hasil Pendahuluan (UDHP) terhadap galur-galur pilihan tersebut.

UDHP pada percobaan ini menggunakan varietas Kawali dan Numbu sebagai varietas pembanding. Idiotipe tanaman sorgum yang dikehendaki untuk produktivitas biji tinggi dan adaptif pada tanah masam adalah tajuk tidak terlalu tinggi sehingga tahan terhadap kerebahan, bobot biomasa tinggi, malai panjang, dan bobot biji/malai tinggi. Pada varietas unggul nasional, kriteria ini dimiliki oleh varietas Kawali dengan keragaan tinggi tanaman sekitar 135 cm, panjang malai 28-29 cm, umur panen antara 100-110 hari, dan produktivitas biji 2,96 ton/ha (Rahmi et al., 2009). Disisi lain, idiotipe tanaman sorgum yang dikehendaki sebagai penghasil bioetanol dengan sumber nira batang (stem juice) adalah tajuk tanaman dan bobot biomasa tinggi sehingga nira yang dihasilkan banyak, serta mempunyai total sugar pada nira tinggi. Karakter ini dimiliki oleh varietas Numbu dengan tinggi tanaman sekitar 187 cm (Rahmi et al., 2009) dengan kandungan total sugar sekitar 14,81% (Laboratorium B2TP, BPPT Lampung Tengah, 2007).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil galur-galur mutan sorgum hasil seleksi di tanah masam dan mengidentifikasi galur-galur mutan yang memiliki potensi hasil baik biji maupun bioetanol yang lebih tinggi dari varietas yang sudah dikembangkan di tanah masam.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Desa Gunung Mekar, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur. Lahan yang digunakan merupakan lahan kering milik petani setempat yang biasa ditanami jagung. Hasil pengujian terhadap

kemasaman tanah di lokasi percobaan menunjukkan pH tanah rata-rata 4,8. Tanah dengan pH 4,8 termasuk jenis tanah masam (Pusat Penelitian Tanah, 1983).

Percobaan dilaksanakan dari bulan Mei sampai Oktober 2009 yang meliputi tahap persiapan, pelaksanaaan percobaan di lapang, pengamatan secara on farm

terhadap keragaan karakter agronomi tanaman, dan secara off farm terhadap hasil bioetanol dan kadar pati biji sorgum.

Bahan Genetik

Bahan utama percobaan ini adalah genotipe sorgum yang terdiri dari 20 galur mutan dan 4 varietas. Galur mutan yang disertakan merupakan galur toleran dan moderat terhadap tanah masam hasil percobaan sebelumnya (penapisan dan

participatory varietal selection). Galur mutan toleran tanah masam terdiri dari ZH30-29-07, ZH30-30-07, ZH30-33-07, ZH30-35-07, GH-ZB41-07, BR-ZH30- 05-07, BR-ZH30-07-07, YN30-38-07; dan galur moderat terdiri dari ZH30-23- 07, YT30-39-07, YT30-40-07, GH-ZB42-07,GH-ZB43-07, BR-ZH30-06-07, B- 76, B-83, B-90, B-92, B-100, dan PSj-95-05. Dari galur-galur yang disertakan tersebut galur yang dipilih oleh petani melalui participatory varietal selection

adalah ZH30-29-07, ZH30-30-07, ZH30-35-07, B-76 dan B-92.

Varietas sorgum unggul nasional yang digunakan sebagai pembanding pada percobaan ini adalah Kawali dan Numbu. Kawali digunakan sebagai pembanding untuk produktivitas biji, sedangkan Numbu untuk hasil bioetanol. Varietas lain yang disertakan pada percobaan ini adalah Durra dan Mandau.

Metode Penelitian Metode Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Teracak Lengkap (RKTL) dengan 24 perlakuan dan 3 ulangan yang digunakan sebagai kelompok. Perlakuan berupa ragam genotipe sorgum yang terdiri dari galur mutan dan varetas, yaitu ZH30-29-07, ZH30-30-07, ZH30-33-07, ZH30-35-07, GH-ZB41-07, BR-ZH30- 05-07, BR-ZH30-07-07, YN30-38-07, ZH30-23-07, YT30-39-07, YT30-40-07,

119 GH-ZB42-07,GH-ZB43-07, BR-ZH30-06-07, B-76, B-83, B-90, B-92, B-100, PSj-95-05, Kawali, Numbu, Durra dan Mandau.

Data hasil pengamatan berupa keragaan karakter agronomi genotipe sorgum dianalisis dengan sidik ragam dan untuk membandingkan keragaan nilai tengah galur mutan dengan nilai tengah varietas pembanding digunakan uji t-Dunnet dengan taraf nyata 5% dan 1%.

Pelaksanaan Percobaan

Pengolahan lahan. Tanah lokasi percobaan dibajak kemudian digemburkan sebagaimana pengolahan tanah yang umum dilakukan petani. Setelah itu dibuat petak percobaan atau unit percobaan dengan ukuran 3m x 4m sebanyak 24 petak untuk setiap ulangan, sehingga total unit percobaan adalah 72 petak.

Penanaman. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal, yaitu benih sorgum dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan kedalaman ± 3 cm yang telah dibuat sebelumnya. Jumlah benih yang dimasukkan sekitar 3-4 butir per lubang tanam kemudian ditutup dengan pupuk kandang yang telah diayak. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm dalam baris dan 80 cm antar baris, sehingga diperoleh populasi tanaman sekitar 62.500 per hektar.

Pemupukan. Pupuk yang digunakan untuk menambah unsur hara di dalam tanah adalah Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing 100, 60, dan 60 kg/ha. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan sekaligus pada saat tanam, sedangkan pupuk Urea diberikan dua kali, yaitu 2/3 bagian pada saat tanam dan 1/3 bagian pada saat tanaman berumur 7 MST (minggu setelah tanam). Aplikasi pupuk dimasukkan ke dalam lubang yang telah ditugal dengan jarak sekitar 10 cm di sisi lubang tanam. Khusus untuk aplikasi 1/3 bagian dosis pupuk Urea pada 7 MST ditambahkan media pasir untuk menambah volume sebar.

Pemeliharaan. Pemeliharaan meliputi penjarangan, pengendalian gulma, hama dan penyakit tanaman. Penjarangan dilakukan apabila benih yang tumbuh pada lubang tanam lebih dari satu dan bertujuan untuk mendapatkan kondisi tanaman seragam, yaitu satu tanaman per lubang tanam. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST. Pengendalian gulma (weeding) dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul, sekaligus digunakan untuk

pembumbunan tanah pada baris tanaman agar tanaman kokoh sehingga tidak mudah rebah. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan kondisi lapang berdasarkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Pengamatan. Variabel pengamatan pada Uji Daya Hasil Pendahuluan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil. Komponen pertumbuhan terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun, lingkar batang dan bobot biomasa; sedangkan komponen hasil dan hasil terdiri dari panjang malai, bobot biji/malai, bobot 1000 butir, dan hasil biji/ha. Pengamatan terhadap komponen pertumbuhan dan komponen hasil dilakukan pada 20 tanaman contoh.

Selain pengamatan di atas, dilakukan pula pengamatan terhadap hasil bioetanol dari nira batang dan kadar pati pada biji. Komponen pengamatan untuk mengetahui produktivitas bioetanol dari batang sorgum dilakukan pengukuran terhadap total sugar pada nira batang (stem juice) dan bobot batang pada saat panen (umur tanaman 110 hari). Kadar pati dianalisis di laboraorium B2TP-BPPT di Lampung Tengah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Pertumbuhan tanaman sorgum di UDHP secara umum baik, namun dari 24 genotipe yang diuji terdapat satu galur yaitu YN-30-38-07 (daya adaptasi toleran terhadap tanah masam) tidak tumbuh di semua ulangan. Gangguan hama dan penyakit tidak menyebabkan kerusakan pada tanaman. Pengamatan visual menunjukkan serangga yang dominan pada pertanaman sorgum adalah belalang dan kutu daun (Aphis sp.), namun kedua jenis serangga tersebut tidak berkembang menjadi hama yang merugikan.

Curah hujan selama percobaan berlangsung, yaitu Mei-September 2009 rata- rata 40,67 mm/bulan, dengan kelembaban udara rata-rata 79,8% (Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Masgar, 2010). Pada rentang waktu tersebut, di bulan Agustus 2009 tidak terdapat curah hujan sama sekali di lokasi percobaan.

121

Keragaan Komponen Pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman sorgum sangat dipengaruhi oleh keragaman genotipe yang ditunjukkan oleh pengaruh genotipe yang nyata terhadap karakter jumlah daun, dan sangat nyata terhadap karakter tinggi tanaman, lingkar batang, dan bobot biomassa tanaman (Tabel 41). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi tanaman, lingkar batang, dan bobot biomasa adalah karakter yang menyebabkan keragaman pada populasi tanaman sorgum. Adanya keragaman pada populasi tanaman akan memudahkan program seleksi untuk memilih galur yang sesuai dengan idiotipe yang dikehendaki.

Tabel 41. Pengaruh genotipe terhadap keragaan pertumbuhan tanaman sorgum di tanah masam

Karakter KT Genotipe Rata-rata Kisaran

Tinggi tanaman (cm) 1.110,06 ** 140,11± 19,24 111,35-183,83

Jumlah daun (helai) 1,19 * 9,17±0,63 8,13-10,55

Lingkar batang (mm) 26,02 ** 18,51±2,94 13,95-23,76

Bobot biomasa (g) 29.765,23 ** 422,98±99,61 229,33-628,17

Keterangan: *) berbeda nyata pada taraf 5%, **) berbeda sangat nyata pada taraf 1% uji F

Tinggi tanaman

Dalam program pemuliaan tanaman, karakter tinggi tanaman sangat penting dalam karakterisasi untuk pembentukan suatu varietas. Percobaan uji daya hasil pada tanaman serealia sebagain besar mengukur keragaan tinggi tanaman, dan karakter ini umumnya dituliskan pada deskripsi tanaman. Karakter tinggi tanaman menjadi sangat penting karena sifat tersebut mudah diturunkan, dapat dengan mudah dilihat oleh mata, dan dapat terekspresi pada seluruh lingkungan (KNPN, 2004). Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator pertumbuhan dan merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan terutama cahaya matahari yang bertindak sebagai fotomorfogenesis (Taiz and Zeiger, 2002). Pada lingkungan tanah masam, adanya cekaman Al yang tinggi dan rendahnya unsur hara yang tersedia maupun yang diserap oleh tanaman menyebabkan tanaman menjadi kerdil (Kochian et al., 2004; Ma et al., 2005). Indikator utama yang tampak pada tanaman yang kerdil akibat pertumbuhan yang terhambat adalah tinggi tanamannya tidak proporsional.

Secara ekonomis dan biologis, tinggi tanaman pada tanaman sorgum sangat ditentukan oleh peruntukannya. Untuk sorgum sebagai penghasil biji (grain sorghum) menghendaki tanaman tidak terlalu tinggi karena hasil yang akan diambil adalah biji yang akan menghasilkan pati. Pada tanaman serealia yang tumbuhnya seragam, peningkatan hasil biji banyak terdapat pada tanaman yang rendah karena alokasi fotosintat banyak ke biji daripada ke batang (Salisbury dan Ross, 1985). Namun, pada tanaman sorgum yang diperuntukan sebagai penghasil bioetanol (sweet sorghum) dengan sumber nira batang, karakter tanaman yang tinggi adalah ideal untuk menghasilkan bobot batang dan nira yang tinggi. Selain nilai total sugar, hasil bioetanol berbanding lurus dengan produktivitas nira. Tabel 42. Keragaan tinggi tanaman dan jumlah daun 23 genotipe sorgum pada Uji

Daya Hasil Pendahuluan di Tanah Masam Lampung Timur

Genotipe sorgum Tinggi tanaman Jumlah daun

Galur mutan: --- cm --- --- helai ---

B-100 159,53 ** 9,60 tn B-76 163,60 ** (9,47) * B-83 146,67 ** (8,47) ** B-90 163,27 ** (9,03) ** B-92 157,28 ** (9,33) * BR-ZH-30-05-07 138,58 tn 9,53 tn BR-ZH-30-06-07 (125,30) * 9,82 tn BR-ZH-30-07-07 (113,17) ** (8,47) ** GH-ZB-41-07 148,45 ** (9,20) ** GH-ZB-42-07 (123,07) ** (8,60) ** GH-ZB-43-07 (120,93) ** (8,45) ** PSj-95-05 (111,35) ** (8,82) ** YT-30-39-07 168,90 ** (8,83) ** YT-30-40-07 144,92 * 9,53 tn ZH-30-23-07 (120,10) ** (8,77) ** ZH-30-29-07 141,02 tn 10,07 tn ZH-30-30-07 131,85 tn 9,60 tn ZH-30-33-07 (124,15 ) * (8,52) ** ZH-30-35-07 (122,20) * (8,70) ** Varietas pembanding: Kawali (biji) 135,05 10,07 Numbu (bioetanol) 183,83 9,37 Nilai t-Dunnett 0,05=8,48; 0,01=10,74 0,05=0,58; 0,01=0,74

Keterangan: tn) tidak berbeda nyata; *) berbeda nyata pada taraf 5%; dan **) berbeda sangat nyata pada taraf 1% uji t-Dunnett. Nilai dalam kurung menunjukkan lebih rendah dari nilai pembanding

123 Tinggi tanaman galur mutan sorgum rata-rata 140,11±19,24 cm dengan kisaran antara 111,35-183,83 cm (Tabel 41). Kisaran ini cukup lebar yang menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada galur mutan sangat beragam, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi. Rata-rata tinggi tanaman galur mutan sekitar 140 cm; hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman galur mutan lebih tinggi dibandingkan varietas Kawali, yang pada percobaan ini tingginya sama dengan deskripsinya, yaitu 135,05 cm (Tabel 42). Jika idiotipe tanaman sorgum sebagai penghasil biji adalah seperti varietas Kawali, maka masih banyak galur mutan sorgum yang belum ideal tinggi tanamannya. Keragaan tanaman yang terlalu tinggi sangat potensial menyebabkan terjadinya kerebahan akibat gaya yang ditimbulkannya (Yamin dan Moentono, 2005). Pada tanaman serealia, kerebahan dapat menurunkan produktivitas tanaman (Wahyuni et al., 2005).

Berdasarkan UDHP ini, dari 19 galur mutan yang dibandingkan tinggi tanamannya dengan tinggi tanaman varietas Kawali (135,05 cm), terdapat tiga galur yang mempunyai tinggi tanaman tidak berbeda nyata, satu galur berbeda nyata lebih tinggi, 8 galur berbeda nyata sampai sangat nyata lebih rendah, dan 7 galur berbeda sangat nyata lebih tinggi. Tiga galur mutan dengan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan varietas Kawali adalah BR-ZH30-05-07 (138,58 cm), ZH30-29-07 (141,02 cm), dan ZH30-30-07 (131,85 cm) (Tabel 42). Galur- galur ini mempunyai arsitekstur yang ideal sebagai sorgum penghasil biji seperti varietas Kawali.

Keragaan tinggi tanaman galur mutan untuk tujuan sebagai penghasil bioetanol dengan sumber nira batang, pembandingnya adalah varietas Numbu yang pada percobaan ini tingginya mencapai 183,83 cm. Galur mutan tertinggi pada hasil percobaan ini adalah YT-30-39-07 (168,90 cm), dan berdasarkan uji statistika hasilnya berbeda sangat nyata lebih rendah dari varietas Numbu (Tabel 42). Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka seluruh galur mutan yang ada pada percobaan ini tinggi tanamannya tidak ada yang sama atau melebihi tinggi tanaman varietas Numbu. Dengan demikian, belum ada galur mutan pada UDHP ini yang arsitekturnya ideal sebagai galur penghasil bioetanol dengan sumber nira batang berdasarkan karakter tinggi tanaman.

Jumlah daun

Sebagaimana tinggi tanaman, jumlah daun pada tanaman juga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Jumlah bakal daun yang terdapat pada embrio biji yang masak merupakan karakteristik spesies tertentu. Karakterisitik jumlah daun pada tanaman sorgum berkisar antara 7-14 helai tergantung pada varietas tanaman (Gardner et al., 1991). Daun adalah organ utama fotosintesis pada tanaman yang menghasilkan fotosintat sebagai sumber energi (Wahid et al., 1996). Dengan mengabaikan ukuran daun lainnya, semakin banyak daun maka akumulasi fotosintat yang dihasilkan akan semakin banyak. Para pemulia tanaman banyak mengekploitasi karakter daun yang meliputi jumlah dan bentuk daun untuk meningkatkan produktivitas tanaman.

Jumlah daun galur mutan hasil UDHP rata-rata 9,17±0,63 helai dengan kisaran yang sempit, yaitu antara 8,13-10,55 helai (Tabel 41). Varietas Kawali sebagai pembanding pada UDHP ini mempunyai jumlah daun rata-rata 10,07 helai. Berdasarkan hasil tersebut, dari 19 galur mutan yang dibandingkan jumlah daunnya dengan varietas Kawali terdapat enam galur yang jumlah daunnya tidak berbeda nyata, yaitu B-100 (9,60 helai), BR-ZH30-05-07 (9,53 helai), BR-ZH30- 06-07 (9,82 helai), YT30-40-07 (9,53 helai), ZH30-29-07 (10,07 helai), dan ZH30-30-07 (9,60 helai) (Tabel 42). Galur-galur yang mempunyai jumlah daun tidak berbeda nyata dengan varietas Kawali potensial menghasilkan biji dengan produktivitas tinggi karena mempunyai organ fotosintesis yang banyak.

Lingkar batang

Lingkar batang pada tanaman sorgum menunjukkan besar atau kecilnya batang sorgum sebagai hasil dari proses petumbuhan yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkar batang tanaman sorgum sangat berpengaruh terhadap keragaan bobot biomasa yang merupakan karakter penentu daya adaptasi sorgum di tanah masam. Hasil percobaan menunjukkan bahwa lingkar batang galur mutan yang diuji rata-rata 18,51±2,94 mm dengan kisaran antara 13,95- 23,76 mm (Tabel 41). Keragaan ini menunjukkan bahwa sebagian besar lingkar batang galur mutan sorgum yang diuji berada di bawah rata-rata varietas Kawali yang mempunyai lingkar batang 19,64 mm (Tabel 43).

125 Tabel 43. Keragaan lingkar batang dan bobot biomasa 23 genotipe sorgum pada

Uji Daya Hasil Pendahuluan di Tanah Masam Lampung Timur

Genotipe sorgum Lingkar batang Bobot biomasa

Galur mutan: --- mm --- --- g --- B-100 (14,91) ** (317,33) ** B-76 (15,23) ** (404,50) ** B-83 (14,69) ** (229,33) ** B-90 (15,27) ** (385,83) ** B-92 (16,26) ** (426,67) ** BR-ZH-30-05-07 (17,65) ** (360,17) ** BR-ZH-30-06-07 23,76 ** 458,75 tn BR-ZH-30-07-07 21,92 ** 554,67 tn GH-ZB-41-07 (17,62) ** (387,83) ** GH-ZB-42-07 20,48 tn (339,67) ** GH-ZB-43-07 21,65 ** (379,83) ** PSj-95-05 21,20 ** 548,83 tn YT-30-39-07 (14,78) ** 461,13 tn YT-30-40-07 18,50 tn (415,33) ** ZH-30-23-07 21,85 ** (438,67) * ZH-30-29-07 21,23 * 628,17 ** ZH-30-30-07 20,56 tn 554,58 tn ZH-30-33-07 19,86 tn (389,67) ** ZH-30-35-07 20,21 tn 558,00 tn Varietas pembanding: Kawali (biji) 19,64 508,17 Numbu (bioetanol) 15,19 367,17 Nilai t-Dunnett 0,05=1,22; 0,01=1,55 0,05=56,22; 0,01=71,23

Keterangan: tn) tidak berbeda nyata; *) berbeda nyata pada taraf 5%; dan **) berbeda sangat nyata pada taraf 1% uji t-Dunnett. Nilai dalam kurung lebih rendah dari nilai pembanding

Pada lingkar batang, dari 19 galur mutan yang dibandingkan terdapat lima galur tidak berbeda nyata, enam galur berbeda nyata sampai sangat nyata lebih besar, dan delapan galur berbeda sangat nyata lebih kecil dari lingkar batang varietas Kawali. Enam galur mutan yang mempunyai lingkar batang lebih besar dari Kawali adalah BR-ZH30-06-07 (23,76 mm), BR-ZH30-07-07 (21,92 mm), GH-ZB43-07 (21,65 mm), PSj-95-05 (21,20 mm), ZH30-23-07 (21,85), dan ZH30-29-07 (21,23 mm) (Tabel 43). Galur mutan sorgum yang mempunyai lingkar batang lebih besar dari lingkar batang varietas pembanding Kawali berpotensi menjadi galur yang mempunyai bobot biomasa tinggi sehingga adaptif pada kondisi tanah masam dengan produktivitas tinggi.

Bobot biomasa

Bobot biomasa adalah karakter penting pada tanaman sorgum yang dibudidayakan di tanah masam, karena karakter ini merupakan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman Al tinggi. Hasil percobaan sebelumnya menunjukkan bahwa bobot biomasa mempunyai nilai duga heritabilitas dalam arti luas tinggi, dan berkorelasi langsung terhadap hasil. Hal ini menunjukkan bahwa keragaan karakter bobot biomasa lebih ditentukan oleh faktor gen daripada lingkungan dan sangat menentukan produktivitas biji. Sebagai hasil akumulasi dari proses pertumbuhan yang terjadi pada tahap sebelumnya, bobot biomasa juga merupakan karakter penting yang menentukan produktivitas bioetanol dengan sumber nira batang. Biomasa yang tinggi akan menghasilkan nira dalam jumlah yang banyak sehingga hasil bioetanolnya juga akan tinggi.

Hasil percobaan UDHP di tanah masam Lampung Timur menunjukkan bahwa bobot biomasa galur mutan sorgum rata-rata 422,98±99,61 gram dengan kisaran antara 229,33-628,17 gram (Tabel 40). Nilai kisaran tersebut sangat lebar sehingga karakter ini sangat menentukan keragaman tanaman sorgum di lapang. Dari 19 galur mutan yang diuji dan dibandingkan dengan bobot biomasa varietas Kawali (508,17 g), terdapat enam galur tidak berbeda nyata, satu galur berbeda nyata lebih tinggi, dan sisanya berbeda nyata sampai sangat nyata lebih rendah dari bobot biomasa varietas Kawali. Enam galur yang tidak berbeda nyata adalah BR-ZH30-06-07 (458,75 g), BR-ZH30-07-07 (554,67 g), PSj-95-05 (548,83 g), YT30-39-07 (461,13 g), ZH30-30-07 (554,58 g), dan ZH30-35-07 (558,0 g), dan satu galur yang berbeda sangat nyata lebih tinggi adalah ZH30-29-07 (628,17 g) (Tabel 43). Galur-galur yang mempunyai bobot biomasa tidak berbeda nyata sampai berbeda sangat nyata lebih tingi berpeluang untuk menjadi galur mutan

Dokumen terkait