• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebanyak 5 g kapsul BAL disimpan dalam 20 kantong plastik steril pada suhu kamar (270 C – 280 C) dengan kelembaban relatif (75% – 89%) selama 4 minggu. Masing – masing sampel setiap minggu diambil untuk dianalisis jumlah koloni dan daya hambat BAL melawan E. coli.

Perhitungan Kestabilan Jumlah Koloni BAL selama Penyimpanan

Pengujian jumlah koloni BAL didalam kapsul pada masing – masing perlakuan penyimpanan diukur menggunakan metode Total Plate Count (TPC) menurut Fardiaz (1992). Kapsul yang berisi BAL dilarutkan terlebih dahulu menggunakan NaCl sebelum dilakukan penghitungan jumlah koloni BAL. Begitu juga untuk pengujian daya hambat terhadap E. coli. Jumlah koloni dan daya hambat BAL yang diperoleh selanjutnya dikonversi melalui penghitungan kestabilan BAL.

Kestabilan BAL dihitung berdasarkan jumlah koloni BAL yang diperoleh sebelumnya dengan asumsi bahwa jumlah koloni BAL yang tertinggi (awal) mempunyai nilai 100%, selanjutnya diperoleh % penurunan kestabilan BAL seiring dengan semakin menurunnya juga jumlah koloni yang dihasilkan. Begitu juga dengan penghitungan kestabilan BAL dalam menghambat E. coli.

Kestabilan Jumlah Koloni BAL = Jumlah koloni BAL terendah x 100 % Jumlah koloni BAL tertinggi

Kestabilan BAL Menghambat E. coli = Daya hambat BAL terendah x 100 % Daya hambat BAL tertinggi

Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan (lama penyimpanan 0 – 4 minggu) dan 4 ulangan. Data dianalisis ragam dengan program SAS versi 6.12 dan bila berbeda nyata diuji Duncan (Steel and Torrie 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I Isolasi dan Uji Kualitas BAL

Jumlah Koloni BAL Silase Ransum Komplit

BAL yang diperoleh pada penelitian ini merupakan isolat hasil sentrifugasi tiga jenis silase ransum komplit (silase berbasis by product jagung, sawit dan ubi kayu). Jumlah koloni BAL tertinggi sampai terendah berturut-turut terdapat pada isolat silase ransum komplit jagung (IJ) (6.05 log10 cfu/g), isolat ransum komplit sawit (IS) (5.82 log10 cfu/g) dan isolat silase ransum komplit ubikayu (IU) (5.14 l0g10 cfu/g). Rataan jumlah koloni BAL silase ransum komplit perlakuan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan jumlah koloni BAL silase ransum komplit

Perlakuan Jumlah koloni BAL (log10 cfu/g)

IJ 6.05 a ±0.19

IS 5.82 b ±0.07

IU 5.14 c ±0.03

Ket : IJ = Isolat Jagung, IS =Isolat Sawit, IU = Isolat Ubikayu

Jumlah koloni BAL IJ lebih tinggi (P < 0.05) dibandingkan dengan jumlah koloni BAL IS dan IU (Tabel 9). Tingginya jumlah BAL asal IJ ini disebabkan kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (WSC) pada IJ yang cukup optimal untuk mendukung pertumbuhan BAL, sehingga BAL lebih mudah memanfaatkan substrat yang tersedia untuk proses regenerasi lebih lanjut. Mc Donald (1991) menyebutkan bahwa kandungan WSC optimal dalam proses fermentasi untuk mendukung pertumbuhan BAL adalah sebesar 3 – 5% BK. Lendrawati (2008) menyatakan bahwa kandungan WSC berbasis silase ransum komplit jagung (SRKJ), sawit (SRKS) dan ubi kayu (SRKU) setelah 6 minggu ensilase sebesar (4.54% BK), (3.25% BK) dan (7.46% BK).

Meskipun WSC yang terdapat pada ubi kayu lebih tinggi dibandingkan sawit dan jagung, tetapi jumlah koloni BAL pada jagung (SRKJ) ternyata lebih tinggi dibandingkan sawit (SRKS) dan ubi kayu (SRKU) (9.2x105 vs 8.5x104 dan 8.0x104 cfu/g ) (Lendrawati2008). Tetapi jumlah koloni BAL pada IU ternyata lebih rendah (P < 0.05) dibandingkan dengan IJ dan IS. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan

IU memiliki kandungan antinutrisi HCN sehingga menghambat pertumbuhan dan regenerasi BAL.

Selain itu silase ransum komplit berbasis jagung mempunyai komponen daun (jerami jagung) lebih banyak dibandingkan kedua silase lainnya. Daun yang banyak umumnya akan mempunyai kandungan BAL yang banyak pula. McDonald et al. (1991) melaporkan bahwa jumlah BAL lebih dominan pada bagian daun daripada bagian batang tanaman.

Tingginya jumlah koloni BAL pada penelitian ini juga disebabkan oleh lebih lengkap dan tersedianya nutrien yang ada pada ketiga silase ransum komplit tersebut dimana selain hijauan yang digunakan sebagai bahan utamanya, juga menggunakan konsentrat sebagai bahan pakan tambahan lainnya, sehingga jumlah koloni BAL yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan silase yang berbahan tunggal. Jumlah koloni BAL yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah koloni BAL hasil penelitian Kimoto et al (2004) menggunakan rumput gajah sebagai bahan silase (106 vs 10 4 cfu/g).

Daya Hambat BAL terhadap E. coli

BAL yang berasal dari isolat silase ransum komplit jagung, sawit dan ubi kayu mempunyai daya hambat yang baik terhadap E. coli yang ditunjukkan dengan adanya zona bening. Zona bening ini terjadi karena tidak adanya pertumbuhan bakteri patogen pada medium agar. Daya Hambat BAL dari masing-masing silase terhadap E. coli disajikan pada Gambar 10 dan Tabel 10.

Gambar 10 Daya hambat BAL isolasi dari 3 jenis silase ransum komplit terhadap E. coli

BAL asal IJ memiliki daya hambat yang lebih tinggi (P < 0.05) dibandingkan perlakuan IS dan IU (0.38 vs 0.27 dan 0.22 cm), sedangkan perlakuan IS dan IU tidak menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini diduga karena BAL asal IJ didominasi oleh BAL tipe heterofermentatif yang produk fermentasinya selain menghasilkan

Diameter lubang awal (1cm)

Zona bening yang terbentuk

asam laktat juga menghasilkan asam asetat dan asam propionat. Kombinasi asam – asam tersebut memiliki kemampuan untuk menekan keja bakteri patogen lebih baik dibandingkan dengan satu jenis asam saja. Axelsson (1998) menyatakan bahwa kombinasi asam laktat, asetat dan propionat mampu menekan kerja dari bakteri patogen yang diindikasikan dengan semakin besarnya daya hambat yang dihasilkan. Alakomi et al. (2000) menambahkan bahwa membran lapisan luar bakteri gram negatif akan rusak oleh kombinasi asam – asam yang dihasilkan BAL. Shin et al. (2000) melaporkan bahwa kombinasi asam laktat, asetat dan propionat dapat menekan kerja bakteri patogen E. coli 0157:H7 dibandingkan menggunakan asam laktat saja.

Reaksi fermentasi heterofermentatif pada perlakuan IJ ini diduga selain menghasilkan produk primer seperti asam laktat dan asam asetat juga menghasilkan produk sekunder seperti CO2, diasethil, hidrogen peroksida dan bakteriosin. Produk-produk sekunder ini memiliki kemampuan untuk menghambat kerja dari bakteri patogen. Hotchkiss (1999) menyebutkan bahwa CO2 dapat menghambat mikroba pembusuk makanan. Piard dan Desmazeaud (1992) juga menyatakan bahwa diasethil dapat menghambat pertumbuhan S. aureus, S. typhimurium dan E. coli. Hidrogen peroksida berasal dari oxidation sulfhydril disebabkan karena denaturasi dari sejumlah enzim berasal dari peroksidase membrane lipids sehingga meningkatkan permeabilitas membran (Kong danDavison 1980) dan Jack et al. (1996) mengatakan bahwa bakteriosin gram positif ini aktif dalam pembentukan membran sitoplasma sehingga dalam spektrum luas mampu menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap E. coli.

Tabel 10 Rataan diameter zona bening BAL terhadap E. coli (9 x 108 cfu/g ) (cm).

Konsentrasi Bakteri Asam Laktat (cfu/g) Isolat Silase 106 104 101 Rataan IJ 0.54 ab ± 0.10 0.36 bc ± 0.18 0.23 cd ± 0.01 0.38 a± 0.10 IS 0.61 a ± 0.04 0.19 cd ± 0.15 0.01 d ± 0.01 0.27b ± 0.07 IU 0.21cd ± 0.08 0.36 bc ± 0.12 0.08 d ± 0.03 0.22 b ± 0.08 Rataan 0.45 a ± 0.08 0.30 b ± 0.15 0.10 c ± 0.02

Ket : Superskip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05). (IJ = Isolat Jagung, IS = Isolat sawit, IU = Isolat ubi kayu, Diameter sumur = 1 cm

Konsentrasi BAL yang digunakan berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap daya hambat yang dihasilkan. Konsentrasi BAL 106 cfu/g mempunyai daya hambat

yang lebih tinggi dibandingkan pada konsentrasi 104 dan 101 cfu/g (0.45 cm vs 0.30 cm dan 0.10 cm) dan konsentrasi BAL 104 cfu/gmemiliki daya hambat lebih baik (P < 0.05) dibandingkan konsentrasi 101 cfu/g. Daya hambat BAL yang semakin rendah diduga semakin rendahnya konsentrasi yang digunakan sehingga produk - produk metabolit yang dihasilkan BAL tersebut menjadi rendah yang selanjutnya akan berimplikasi semakin menurunnya kemampuannya dalam menghambat E. coli. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jin et al. (2000) yang menyebutkan semakin tinggi konsentrasi BAL yang digunakan maka kemampuan BAL dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen E. coli juga semakin baik.

Tingginya konsentrasi BAL berkaitan juga dengan semakin cepatnya penurunan pH. Penurunan pH ini mengakibatkan BAL memiliki kemampuan aktivitas mikroba. Lindgren dan Dobrogosz (1990) melaporkan bahwa penurunan pH mampu menghasilkan minimum inhibitory concentration (MIC), sehingga asam laktat dapat menghambat kerja Clostridium tyrobutyricum, Enterobacter sp dan Propionibacterium freudenreichii ssp. Isomer L- asam laktat memiliki aktivitas antimikroba yang lebih besar dibandingkan dengan D- isomer (Benthin dan Villadsen 1995).

Daya hambat BAL pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Jansson (2005) yang melaporkan bahwa L. plantarum M14 dan L. coryniformis (5 x 106 cfu/g) memiliki daya hambat terhadap Clostridia butyricum 203, Clostridia tyrubutyricum 208 dan Clostridia tyrubutyricum 213 masing-masing sebesar 0.13, 0.10 dan 0.13 cm ; serta 0.13, 0.09 dan 0.12 cm dengan konsentrasi bakteri patogen masing - masing sebesar 106 cfu/ml. BAL yang diisolasi dari isolat jagung (IJ) lebih baik dibandingkan bakteri asam laktat yang diisolasi dari isolat sawit (IS) dan isolat ubi kayu (IU) khususnya dalam menghasilkan jumlah koloni BAL dan daya hambat terhadap E. coli. Oleh karena itu BAL asal isolat jagung (IJ) digunakan untuk penelitian Tahap II.

Tahap II Pembuatan Kapsul BAL Isolasi dari Silase Jagung dan

Dokumen terkait