Jumlah Koloni BAL Produk Kapsulasi
Metode, bahan kapsulasi dan interaksinya berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap jumlah koloni BAL yang dihasilkan. Metode kapsulasi freeze - dried dan
bahan kapsulasi kontrol (tanpa kapsulasi) menghasilkan jumlah koloni BAL lebih tinggi (P < 0.05) dibandingkan dengan sodium alginat dengan metode yang sama (6.92 vs 6.75 dan 6.04 log10 cfu/g). Hal ini terkait dengan temperatur yang digunakan pada metode freeze - dried. Penggunaan temperatur yang rendah pada metode kapsulasi freeze - dried (-90 s/d -1030 C) tidak menurunkan BAL, tetapi penurunan jumlah koloni BAL tejadi manakala digunakan temperatur tinggi (160 s/d 1800 C) pada metode spray - dried. Hal ini mengindikasikan bahwa BAL pada penelitian ini lebih toleran terhadap suhu rendah (-90 s/d -1030 C) dibandingkan dengan suhu tinggi (160s/d 1800 C). Penurunan viabilitas jumlah koloni BAL pada penelitian Zamora et al. (2006) yang melaporkan bahwa BAL yang diisolasi dari darah menggunakan metode spray - dried (800 s/d 1700 C) mengalami penurunan viabilitas sebesar 50 % dibandingkan dengan metode freeze - dried (-150 C s/d 150 C). Carvalho et al. (2004a) menambahkan bahwa L bulgaricus masih dapat hidup dan tumbuh dengan menggunakan metode freeze - dried. Rataan jumlah koloni BAL dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Rataan jumlah koloni BAL (log10 cfu/g) dengan berbagai bahan dan metode kapsulasi Bahan Kapsulasi Metode Kontrol (tanpa kapsulasi) Sodium Alginat Karragenan Rataan Spray Dried 6.11 d ±0.38 6.83 b ±0.20 4.53 e ±0.52 5.82b ±0.36 Freeze Dried 6.92 a ±2.08 6.75 c ±1.28 6.04 d ±0.15 6.90a ±0.17 Rataan 6.51a ±1.23 6.79a ±0.74 5.79b ±0.33
Ket : Superskip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05)
Bahan kapsulasi sodium alginat menghasilkan jumlah koloni BAL lebih tinggi (P < 0.05) dibandingkan karragenan, tetapi tidak berbeda nyata dengan tanpa kapsulasi (6.79 vs 6.51 dan 5.79 log10 cfu/ml). Hal ini diduga karena sodium alginat dan karragenan mempunyai gelatinisasi yang berbeda. Gelatinisasi pada sodium alginat yang dicampur dengan bahan polimer CaCl2 lebih kuat dibandingkan karragenan dalam melindungi BAL. Afnitas kation divalen Ca2+ pada sodium alginat lebih cepat dan kuat dibandingkan karragenan dalam pembentukan gelnya. Anal dan Steven (2005) melaporkan bahwa bahan kapsulasi menggunakan sodium alginat dan
polimer CaCl2 akan membentuk ion sodium lebih kuat sehingga proses gelatinisasi yang dihasilkan semakin baik.
Karakteristik daya larut alginat dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis garam calsium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis garam potasium lebih sulit larut. Selanjutnya pembentukan gel alginat dalam bentuk garam calsium lebih mudah larut dalam air suhu yang rendah dibandingkan suhu yang tinggi. Pembentukan gel alginat dipengaruhi oleh kelarutan, pH dan temperatur yang digunakan (FMC 2003).
Gel karragenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karragenan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman 1983). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1988).
Hal lain diduga karena jenis karragenan yang digunakan berasal dari kappa karragenan yang tidak cocok apabila direaksikan dengan bahan polimer CaCl2. Pembentukan gel kappa karragenan lebih cocok bila direaksikan dengan bahan polimer KCl. Audet et al. (1988) menyebutkan bahwa pembentukan gel karragenan menggunakan bahan polimer KCl mampu melindungi viabilitas BAL S. thermophilus dan L. bulgaricus.
Karragenan memiliki kemampuan vsikositas yang lebih rendah dibandingkan dengan alginat. Semakin tinggi konsentrasi gel yang digunakan maka vsikositas yang dihasilkan semakin besar. Viskositas gel karagenan dan alginat akan menurun seiring dengan peningkatan suhu. Suhu optimal untuk pembentukan gel karagenan dan alginat sebesar 750 C dan 600 C. Apabila dipanaskan pada suhu 1050 C maka kehilangan kemampuan gel pada karragenan lebih kecil dibandingkan alginat. Selanjutnya karragenan lebih kuat dan baik pembentukan gelnya apabila direaksikan dengan bahan polimer dengan kandungan unsur kation K+, Rb +, Cs+ sedangkan alginat lebih cocok apabila direaksikan dengan Ca+.
Interaksi metode freeze - dried dan kontrol (tanpa kapsulasi) menghasilkan jumlah koloni BAL yang lebih tinggi (P < 0.05) dibandingkan dengan interaksi perlakuan lainnya (Tabel 11). Hal ini karena temperatur yang digunakan pada metode freeze - dried (-90 s/d -1030 C) lebih rendah dibandingkan dengan metode spray - dried (160 s/d 1800 C). Dengan demikian rendahnya temperatur yang digunakan pada perlakuan kontrol (tanpa kapsulasi) diduga BAL tidak mengalami proses cekaman dan kondisi stress yang tinggi sehingga jumlah koloni BAL yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan interaksi spray - dried dan bahan kapsulasi lainnya. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Lee (2004) yang melaporkan bahwa proses kapsulasi bakteri L. bulgaricus KFRI 673 dengan menggunakan kombinasi freeze - dried serta alginat dan chitosan dapat meningkatkan jumlah koloni BAL.
Daya Hambat Kapsul BAL terhadap E. coli
Bahan kapsulasi dan interaksinya berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap daya hambat yang dihasilkan, sedangkan metode kapsulasi yang digunakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Rataan daya hambat kapsul BAL terhadap E. coli disajikan pada Tabel 12.
Metode kapsulasi freeze - dried tidak berpengaruh nyata dibandingkan spray - dried dalam menghasilkan daya hambat BAL terhadap E. coli (0.26 vs 0.29 cm). Meskipun perbedaan konsentrasi jumlah BAL pada freeze - dried lebih tinggi dibandingkan dengan spray - dried sebesar 1.08 log10 cfu/g (Tabel 12), tetapi perbedaan ini belum dapat mempengaruhi daya hambat terhadap E. coli. Kemungkinan besar jika perbedaan konsentrasi jumlah koloni BAL lebih besar dari 1.08 log 10 cfu/gmaka daya hambat yang dihasilkan akan berbeda (P < 0.1).
Daya hambat yang dihasilkan pada perlakuan kontrol (tanpa kapsulasi) lebih tinggi (P < 0.05) dibandingkan sodium alginat dan karragenan (Tabel 12) pada metode spray - dried. Hal ini diduga karena BAL lebih leluasa dan mudah dalam menghasilkan daya hambat dibandingkan dengan penggunaan bahan kapsulasi sodium alginat dan karragenan. Hasil penelitian ini ternyata tidak sesuai dengan hasil penelitian Ivanova (2000) yang melaporkan bahwa proses kapsulasi bakteri Enterococcus faecium 2000 dengan menggunakan calsium alginat dapat meningkatkan daya hambat sebesar 50% dibandingkan tanpa dikapsulasi.
Tabel 12 Rataan diameter zona bening (cm) terhadap E. coli (9 x 10 8 cfu/ml) dengan konsentrasi BAL (x 106 cfu/g)
Bahan Kapsulasi Metode
Kontrol
(tanpa kapsulasi) Sodium Alginat Karragenan
Rataan Spray - Dried 0.50 a ±0.03 0.16 cd ±0.01 0.12 d ±0.01 0.26a ±0.02 Freeze- Dried 0.33 b ±0.07 0.22 c ± 0.02 0.34 b ±0.07 0.29a ±0.05
Rataan 0.42b ±0.03 0.19c ± 0.02 0.23b ±0.07
Ket : Superskip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05)
Interaksi spray - dried dan perlakuan kontrol menghasilkan daya hambat paling tinggi (P < 0.05) dibandingkan interaksi lainnya. Daya hambat yang tinggi pada interaksi ini juga diduga karena BAL mengalami proses cekaman dan stress yang tinggi akibat penggunaan temperatur yang tinggi (1600 s/d 1800 C) pada metode spray - dried. Cekaman dan kondisi stress yang tinggi tersebut diduga BAL lebih memiliki kemampuan untuk menghasilkan daya hambat yang lebih besar dibandingkan interaksi pelakuan lainnya (Tabel 12). Doleyres et al (2002) menyatakan bahwa tingkat toleransi stress dan cekaman BAL dipengaruhi oleh teknologi kapsulasi dengan penggunaan temperatur yang tinggi. Lebih lanjut Anal dan Singh (2007) menyebutkan bahwa keberhasilan kapsulasi bakteri asam laktat dipengaruhi oleh pH, pengaruh stress, temperatur yang digunakan dan aktivitas enzim.
Jumlah Koloni dan Daya Hambat Kapsul BAL Menggunakan pH yang Berbeda pada Saluran Pencernaan Ayam (in vitro)
Simulasi pada pencernaan unggas pada pH 3 (proventriculus), pH 5.5 (tembolok), pH 6 (duodenum), pH 6.5 (jejenum), pH 7.5 (ileum) dan pH 8 (rectum) menunjukkan bahwa jumlah koloni BAL yang dikapsul baik dengan pengeringan spray - dried dan freeze - dried lebih tahan terhadap berbagai pH dalam saluran pencernaan dibandingkan dengan kontrol (Tabel 13 dan 14 )
Tabel 13 Jumlah koloni BAL (log10 cfu/g)dengan berbagai pH dan lama inkubasi pada metode kapsulasi spray - dried.
Variasi Derajat Keasaman (pH)
Bahan Kapsulasi 3 1) 5.5 2) 6 3) 6.5 4) 7.5 5) 8 6) Kontrol
(Tanpa Kapsulasi) 2.30 2.70 2.30 2.39 2.00 0.00
Sodium Alginat 5.06 4.84 4.84 4.60 4.39 4.30
Karragenan 5.00 5.04 4.95 4.81 4.74 4.30
Ket : 1) lama inkubasi 90 menit, 2) lama inkubasi 50 menit, 3) lama inkubasi 8 menit, 4) lama inkubasi 30 menit, 5) lama inkubasi 70 menit, 6) lama inkubasi 25 menit.
Tabel 14 Jumlah koloni BAL (log10 cfu/g)dengan berbagai pH dan lama inkubasi pada metode kapsulasi freeze - dried.
Variasi Derajat Keasaman (pH)
Bahan Kapsulasi 3 1) 5.5 2) 6 3) 6.5 4) 7.5 5) 8 6) Kontrol (Tanpa Kapsulasi 2.00 2.00 2.30 2.00 0.00 0.00
Sodium Alginat 5.00 5.04 4.74 4.30 4.30 4.30
Karragenan 4.95 4.87 4.74 4.30 4.69 4.39
Ket : 1) lama inkubasi 90 menit, 2) lama inkubasi 50 menit, 3) lama inkubasi 8 menit, 4) lama inkubasi 30 menit, 5) lama inkubasi 70 menit, 6) lama inkubasi 25 menit.
Pada kontrol (tanpa kapsulasi) BAL mengalami cekaman yang lebih tinggi karena penggunaan berbagai pH pada saluran pencernaan bagian atas sehingga jumlahnya menurun. Hasil penelitian ini sesuai yang dilaporkan Lee (2000) yang mengatakan bahwa cekaman yang tinggi pada uji saluran pencernaan (in vitro) mengakibatkan kualitas bakteri asam laktat tanpa kapsulasi lebih rendah dibandingkan dengan kapsulasi.
Penggunaan bahan kapsul dalam penelitian ini (karragenan dan sodium alginat) menghasilkan viabilitas yang relatif sama. Meskipun demikian daya hambat yang dihasilkan lebih tinggi untuk BAL yang dikapsul dengan sodium alginat pada metode spray dried. Hal ini terkait dengan konsep pembentukan gel alginat yang lebih memiliki kemampuan untuk melindungi BAL, sehingga semakin kuat kemampuan gel alginat maka semakin tinggi pula penetrasi nutrisi dan oksigen yang berasal dari BAL antara lain hidrogen peroksida (H2O2) dalam membatasi kerja bakteri patogen (Srinivasulu et al. 2003). Mekanisme kerjanya adalah BAL menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), karena adanya oksigen sehingga terjadi reaksi flavoprotein oksidasi atau nicotinamida adenin hidroxy dinucleotida (NADH)
peroksida. Hidrogen peroksida berasal dari oxidation sulfhydril yang disebabkan oleh denaturasi dari sejumlah enzim berasal dari peroksidase membrane lipids sehingga meningkatkan membran permeabilitas (Kong dan Davison 1980). Hal ini senada dengan yang dilaporkan Talwalkar et al. (2003) yang menyatakan bahwa Lactobacillus dan Bifidobacterium yang dikapsul dengan calsium alginat dapat tumbuh dengan baik dengan adanya oksigen yang berasal dari hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan produk metabolit sekunder dari fermentasi heterofermentatif BAL bermolekul rendah yang membantu kerja enzim dalam mambatasi kerja dari bakteri patogen.
Pengkapsulan BAL baik menggunakan sodium alginat dan karragenan menunjukkan bahwa BAL tetap stabil dengan menggunakan variasi derajat keasaman (pH) dibandingkan dengan kontrol (tanpa kapsulasi). Hal ini mengindikasikan bahwa BAL yang terkapsul lebih terjaga kestabilannya sampai dilepaskan pada organ target yang diinginkan (saluran pencernaan bagian bawah). Mekanismenya adalah BAL akan berkompetisi terhadap reseptor pelekatan pada permukaan saluran pencernaan, ketika BAL ini terikat pada usus maka bakteri patogen tidak ada tempat lagi untuk melekat sehingga mengurangi kerja dari bakteri patogen. Hal ini senada dengan pernyataan Ouwehand et al. (1999) yang melaporkan bahwa BAL yang menempel pada permukaan saluran pencernaan dapat meningkatkan immune modulation, mengeluarkan bakteri patogen, mencegah melekatnya patogen dan membentuk kolonisasi sementara.
Tabel 15 Diameter zona bening terhadap E. coli (cm) dengan berbagai pH dan lama inkubasi pada metode kapsulasi spray- dried.
Variasi Derajat Keasaman (pH)
Bahan Kapsulasi 3 1) 5.5 2) 6 3) 6.5 4) 7.5 5) 8 6) Kontrol
(Tanpa Kapsulasi) 0.20 0.01 0.02 0.01 0.01 0.00
Sodium Alginat 0.51 0.49 0.61 0.28 0.23 0.18
Karragenan 0.48 0.04 0.02 0.01 0.02 0.00
Ket : 1) lama inkubasi 90 menit, 2) lama inkubasi 50 menit, 3) lama inkubasi 8 menit, 4) lama inkubasi 30 menit, 5) lama inkubasi 70 menit, 6) lama inkubasi 25 menit.
Lebih lanjut Surono (2004) menyatakan bahwa berbagai rintangan yang harus dihadapi mikroba dalam saluran pencernaan dari mulut sampai rectum. Pada perjalanannya melintasi berbagai sistem pencernaan khususnya yang dijumpai
diantarnya enzim lisosom pada air liur, asam lambung, garam empedu dan senyawa metabolit oleh BAL terutama asam laktat. Diantara yang telah disebutkan diatas, hambatan paling berarti asam lambung dan garam empedu (pH rendah). Sedangkan pada usus besar (pH tinggi) hampir tidak ditemukan lagi hambatan yang cukup berarti kecuali terjadinya kompetisi terhadap nutrisi.
Tabel 16 Diameter zona bening terhadap E. coli (cm) dengan berbagai pH dan lama inkubasi pada metode kapsulasi freeze- dried.
Variasi Derajat Keasaman (pH)
Bahan Kapsulasi 3 1) 5.5 2) 6 3) 6.5 4) 7.5 5) 8 6) Kontrol
(Tanpa Kapsulasi 0.00 0.02 0.10 0.06 0.07 0.08
Sodium Alginat 0.48 0.50 0.58 0.15 0.17 0.14
Karragenan 0.49 0.06 0.02 0.01 0.04 0.00
Ket : 1) lama inkubasi 90 menit, 2) lama inkubasi 50 menit, 3) lama inkubasi 8 menit, 4) lama inkubasi 30 menit, 5) lama inkubasi 70 menit, 6) lama inkubasi 25 menit.
Daya hambat BAL yang dikapsul dengan sodium alginat mulai mengalami penurunan setelah melewati pH 6 dengan penurunan berkisar antara (54.10% – 76.66%). Sedangkan yang dikapsul dengan karragenan menurun drastis setelah melewati pH 3 (proventriculus). Pada pH 3 BAL yang dikapsul sodium alginat dan karragenan memperlihatkan daya hambat yang relatif sama. Hansen et al. (2002) melaporkan bahwa uji saluran pencernaan (invitro) menggunakan Bifidobacterium longum yang dikapsulasi calsium alginat lebih resisten pada pH 2 – 5.
Daya hambat BAL pada saluran pencernaan dengan perlakuan karragenan dan kontrol (tanpa kapsulasi) lebih rendah dibandingkan dengan daya hambat bakteri asam laktat yang dikapsul dengan sodium alginat, sedangkan perlakuan kontrol hanya memiliki daya hambat yang relatif tinggi pada pH 3 (proventriculus) saja. Lee (2000) menyatakan Bifidobacteria yang dikapsulasi dengan calcium alginat dapat bertahan dalam saluran pencernaan ayam pada berbagai pH, meskipun jumlah koloni BAL yang diperoleh semakin menurunsebesar 7.81%.
Kestabilan BAL yang terkapsul sedikit mengalami menurun berkisar antara (1.79% – 15.03 %) untuk setiap saluran pencernaan. Hal ini diduga tekait dengan kemampuan gelatinisasi pada sodium alginat dan karragenan. Kemampuan gelatinisasi pada sodium alginat dan karragenan yang tinggi mengakibatkan
kestabilan BAL pada saluran pencernaan rectum (pH 8) sedikit mengalami penurunan. Penurunan stabilitas BAL yang terkapsul ini kemugkinan dipengaruhi oleh ketidaksesuaian antara bahan pengkapsul dengan kondisi pH yang digunakan pada saluran pencernaan, dimana bahan gelatinisasi sodium alginat lebih resiten pada pH 2 – 5 selanjutnya kemampuan gelatinisasinya sedikit menurun pada pH > 5, beda halnya dengan gelatinisasi karragenan yang lebih resisten pada pH > 5. Imeson (2003) menyebutkan stabilitas gelatinisasi karragenan masih tetap resisten pada pH maksimum 9. Secara umum resistensi bahan pengkapsul baik sodium alginat dan karragenan mampu melindungi kestabilan BAL pada berbagai saluran pencernaan
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 3.0 5.5 6.0 6.5 7.5 8.0
PH saluran pencernaan ayam
K e st ab ilan b a k ter i as am lak tat ( % )
Sodium alginat karragenan kontrol
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 3 5..5 6 6.5 7.5 8
PH saluran pencernaan ayam
K e st ab ila n b a k ter i as am lak tat ( % )
Sodium alginat karragenan kontrol
Gambar 11 Kestabilan BAL dalam saluran pencernaan ayam (invitro) dengan di spray-dried dan freeze-dried
Stabilitas BAL pada kontrol (tanpa kapsulasi) menurun drastis dibandingkan dengan yang dikapsulasi baik menggunakan sodium alginat maupun karragenan
dengan kisaran (14.82% – 100%) dan stabilitas BAL sudah tidak terdeteksi lagi pada pH 8 (Rectum). Pada perlakuan kontrol (tanpa kapsulasi) menghasilkan kestabilan BAL yang cenderung menurun dibandingkan sodium alginat dan karragenan dimulai pada pH 6 – 8 baik pada metode spray- dried dan freeze - dried. Drastisnya penurunan stablitas BAL pada perlakuan kontrol (tanpa kapsulasi) diduga karena BAL tidak mampu bertahan hidup akibat stress dan cekaman yang tinggi karena penggunaan variasi pH pada saluran pencernaan (invitro). Desmond (2002) juga menyebutkan bahwa stress yang tinggi pada uji simulasi saluran pencernaan (invitro) mengakibatkan kualitas L. paracasei NFBC 338 pada saluran pencernaan dengan tanpa kapsulasi lebih rendah dibandingkan dengan kapsulasi menggunakan gum acacia.
Kapsulasi menggunakan bahan karragenan dan sodium alginat sangat efektif untuk melindungi stabilitas BAL sampai organ target yang diinginkan yaitu saluran pencernaan bagian bawah. Adapun mekanisme proses kapsulasi BAL adalah kapsul menyebar melewati membran semipermeable dengan mudah. Membran tersebut berjalan seiring lepasnya inti dari kapsulasi tersebut, sehingga memperkecil kontaminasi dari lingkungan sekelilingnya. Kemudian kapsul ini melepaskan beberapa material melalui mekanisme memecah dinding sel dan menyebarluaskan isolat bakteri BAL tersebut pada saluran pencernaan (Franjione dan Vasishtha 1995).
Lepasnya beberapa material BAL dari bahan pengkapsul pada saluran pencernaan tersebut mengakibatkan bakteri asam laktat lebih mudah untuk bersimbiosis dengan bakteri – bakteri yang menguntungkan yang sudah ada pada saluran pencernaan. Selanjutnya BAL tersebut menstimulasi perkembangan dari mikroba pada saluran pencernaan. Hal ini mengakibatkan viabilitas bakteri – bakteri yang menguntungkan yang ada dalam saluran pencernaan lebih memiliki kemampuan dalam membatasi kerja dari bakteri patogen (tidak diinginkan) sehingga memiliki kontribusi yang positif antara lain mampu memproduksi antimikroba, mempunyai kemampuan merangansang sistem kekebalan tubuh, berpengaruh terhadap aktivitas metabolisme antara lain poduksi vitamin, assimilasi kolesterol dan aktivitas laktosa (Salminen et al. 1996).
Dari pemaparan diatas dapat dijelaskan bahwa BAL produk silase ransum komplit lebih cocok dikapsul menggunakan sodium alginat dan spray - dried mengingat jumlah koloni BAL dan daya hambat terhadap E. coli lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa atau kapsulasi karragenan, sehingga kombinasi tersebut digunakan untuk penelitian Tahap III.
Tahap III Daya Simpan Kapsul BAL serta Evaluasi Kualitasnya