• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2. Kajian Ekowisata pada CTNNB

5.2.1. Daya Tarik Wisata Alam

Berdasarkan PP No. 50 tahun 2011, Daya Tarik Wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Salah satu bagian yang penting dalam pengembangan konsep ekowisata adalah obyek dan daya tarik wisata. Kemampuan dari ODTWA merupakan faktor yang sangat penting untuk memotivasi wisatawan. Wisatawan tertentu akan menyukai sebuah atraksi dari obyek tertentu yang menyebabkan mereka kembali untuk melakukan sebuah perjalanan wisata.

Sebagai salah satu negara yang dijuluki negara megabiodiversity, Indonesia memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata alam. Dalam buku Rencana Pengembangan Pariwisata Alam Nasional di Kawasan Hutan, Ditjen PHKA (2001), disebutkan bahwa potensi hutan Indonesia antara lain 27.000 tumbuhan berbunga (10%) dari jumlah spesies di dunia, 515 jenis dari kelas mamalia (12%) dari jumlah spesies di dunia, 1.539 jenis Aves (17%) dari jumlah spesies di dunia, 511 jenis dari kelas Reptilia (16%) dari jumlah spesies di dunia dan 8.270 jenis dari kelas Amphibia (16%) dari jumlah spesies di dunia. Selain itu, Indonesia juga mempunyai 128 gunung berapi, fenomena alam seperti air terjun, sumber air panas, kawah, sungai, gua, danau, perairan karang, hutan mangrove, padang laut dan rumput laut. Kekayaan alam tersebut merupakan potensi obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) yang dalam pengembangan pariwisata alam perlu penanganan yang serius agar tetap terjaga kelestarian dan keberadaannya.

Hasil penilaian menunjukkan bahwa kawasan CTN Nantu-Boliyohuto memiliki potensi daya tarik wisata yang tinggi (Tabel 5.4).

Tabel 5.4. Penilaian Daya Tarik Wisata CTN Nantu-Boliyohuto

No Sub Unsur Nilai

1

Keindahan Alam :

1. Pandangan lepas dalam obyek/variasi pandangan dalam obyek 2. Pandangan lepas menuju obyek

3. Keserasian & komposisi daya tarik dalam obyek 4. Suasana yang dihadirkan dalam obyek wisata 5. Pandangan/kondisi lingkungan obyek wisata

30

2 Keunikan SDA : Sumber air panas, Air terjun, Flora fauna, Adat istiadat 25 3 Banyaknya potensi SDA yang menonjol: Flora, Fauna, Air, Gejala alam 30 4 Keutuhan SDA: Geologi, Flora, Fauna, Lingkungan (ekosistem) 25 5 Kepekaan SDA : Batuan, Flora, Fauna, Erosi, Ekosistem 25 6 Pilihan kegiatan/aktivitas wisata (jumlah aktivitsa): Trekking, Mendaki,

Rafting, Camping, Pendidikan, Religius, Hiking, Canoeing, Memancing 25

7

Kebersihan udara & lokasi,tidak ada pengaruh dari: Alam, Industri, Jalan, ramai, motor/mobil; Pemukiman penduduk; Sampah; Binatang; Corat-coret (vandalisme)

25

8 Ruang gerak wisatawan (luas intensif) (dalam hektar) 15 Nilai Dasar = Jumlah Nilai 195

Nilai Bobot = (Nilai Dasar X Bobot 6) 1170

Gambar 5.6. Pemandangan selama perjalanan melalui jalur sungai menuju ke CTN Nantu-Boliyohuto (Foto: Hamidun, 2006)

Pandangan lepas menuju obyek dapat disaksikan di sepanjang perjalanan (melalui jalur sungai) menuju kawasan CTNNB bagian SM Nantu (Gambar 5.6.). Obyek yang dapat dilihat di sepanjang perjalanan melalui jalur sungai tersebut bervariasi, seperti pemandangan pegunungan, perbukitan, hamparan pepohonan, hutan dan perkebunan rakyat (jagung dan kelapa disepanjang jalur sungai) serta panorama alam. Selain Pemandangan ini menjadi lebih indah terlihat dengan kehadiran burung-burung yang terbang kesana kemari disepanjang sungai dan di tepian sungai serta kehadiran beberapa satwa lainnya seperti biawak dan monyet. Sementara itu pandangan dalam obyek (dalam kawasan) dapat diamati pada jalur tracking yang dilalui dalam melakukan penjelajahan hutan. Terlihat beragam jenis tmbuhan yang juga merupakan suatu pemandangan yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi para petualangan/penjelajah. Daya tarik ini ditunjang dengan keberadaan beberapa jenis flora yang merupakan endemik Sulawesi. Demikian pula perjumpaan dengan beberapa satwa yang tergolong endemik Sulawesi seperti yaki, rangkong dan beberapa jenis burung lainnya dapat terjadi. Selain itu, pada lokasi air terjun kedua yang letaknya tidak jauh dari Desa Pangahu (masih berada di dalam lokasi), jika dilakukan pendakian lebih ke atas (±1 jam perjalanan) akan dijumpai pemandangan lepas menuju perkampungan Desa Pangahu dan rumah Polahi yang merupakan suku terasing masyarakat Gorontalo. Deskripsi ini menggambarkan bahwa kawasan SM Nantu memiliki semua sub unsur dari keindahan alam.

Keunikan sumber daya alam (SDA) dapat dilihat terdapatnya kubangan air panas yang merupakan sumber mata air panas asin yang mengandung belerang (salt-lick) (Gambar 5.7.). Hasil analisis tanah pada salt-lick tersebut terdapat kandungan mineral seperti Sulfur-Sulphate (SO4S), Besi (Fe), Natrium (Na), Mangan (Mn), dan Kalsium (Ca). Kandungan mineral tersebut (terutama garam dan belerang) berbeda nyata dengan kandungan kedua zat itu di luar kubangan tersebut. Mineral ini sangat penting untuk satwa karena dapat membantu proses metabolisme di dalam tubuh satwa. Kubangan ini dikelilingi oleh berbagai jenis tumbuhan hutan primer. Salt-lick merupakan salah satu habitat satwa yang terkenal dan terpenting karena merupakan tempat berkumpulnya beberapa jenis satwa endemik dan unik. Tempat ini merupakan habitat terbaik mamalia endemik

dan langka seperti babirusa, anoa dan monyet hitam khas Gorontalo serta beberapa jenis burung untuk berendam, bermain, makan ataupun minum. Kejadian seperti ini dapat disaksikan sekitar jam 06.00 atau jam 16.30-18.00. Satwa liar ini setiap hari mengunjugi tempat ini dari jarak yang cukup jauh, yaitu sekitar 8-12 Km (Clayton, 1996; Mustari et al, 2003). Akses ke wilayah ini sangat mudah karena hanya membutuhkan waktu 10 menit berjalan kaki dari Pos Jaga Adudu di kawasan SM Nantu. Atraksi yang ditampilkan pemandangan alami satwa-satwa yang endemik dan langka, berupa perilaku makan, minum, kawin, dan bermain. Atraksi ini sangat menarik dan sangat jarang ditemukan di tempat lain di belahan dunia manapun. Keberadaan salt-lick beserta kehadiran satwa langka dan endemik di dalamnya menjadi daya tarik utama kegiatan wisata alam di SM Nantu.

Gambar 5.7. Babirusa sedang berada di kubangan saltlick (Foto: Hamidun, 2006) Pada kawasan CTNNB ini banyak dijumpai air terjun, antara lain berada pada lokasi yang dekat dari jalur masuk SM Nantu, yaitu air terjun sungai Adudu dan air terjun Desa Pangahu (Gambar 5.8.). Air terjun di sungai Adudu terletak di sebelah utara Pos Jaga Adudu mempunyai ketinggian ± 10 m. Perjalanan memakan waktu sekitar 20 menit dapat ditempuh dengan jalan kaki menyusuri

sungai Adudu yang dangkal dan jernih serta sejuk. Sepanjang perjalanan ke lokasi air terjun dapat disaksikan pemandangan khas hutan hujan tropik dataran rendah seperti pohon berdiameter besar yang tumbuh menjulang tinggi serta tajuk yang sangat rapat. Sedangkan air terjun di Desa Pangahu dapat ditempuh dengan jalan kaki melewati perkampungan penduduk, kebun dan areal persawahan dan dilanjutkan dengan memasuki kawasan. Perjalanan menuju air terjun ini memakan waktu sekitar 30 menit dari Desa Pangahu. Keunikan dari air terjun di Desa Pangahu adalah memiliki 3 curahan air sekaligus dengan jarak antar curahan air sekitar 2 meter. Tinggi air terjun ini bervariasi mulai dari 5 meter sampai dengan 10 meter. Lokasi air terjun ketiga terdapat pada kawasan bagian HPT Boliyohuto. Perjalanan ke lokasi ini ditempuh dari jalur masuk Desa Sidoharjo selama sekitar 2 jam.

Gambar 5.8. Air terjun di kawasan CTNNB (Foto: Hamidun, 2006)

Vegetasi hutannya banyak didominasi oleh tegakan pohon-pohon yang tinggi dengan tajuk mahkota yang sangat rapat. Umumnya tegakan tersebut berasal dari suku Anacardiaceae, Flacourtiaceae, Guttiferae, Datiscaceae, Annonnaceae, Ebenaceae, Myristicaceae, Apocynaceae, Moraceae, Ebenaceae dan Sapotaceae dan sebagian kecil dari suku Dipterocarpaceae. Terdapat berbagai pohon berukuran raksasa dan tersebar di berbagai tempat. Ukuran pohon

terbesar yang dijumpai mempunyai diameter 400 cm, yaitu pohon beringin (Ficus sp). Jenis pohon berukuran raksasa lainnya yang banyak dijumpai adalah pohon nantu (Palaqium obovatum Engl.) sehingga kawasan ini juga dinamakan Hutan Nantu. Umumnya pohon-pohon yang berukuran besar juga merupakan pohon yang mempunyai nilai INP tinggi, yang artinya jenis pohon yang banyak dijumpai.

Potensi fauna yang terdapat di Taman Nasional Nantu terdiri atas jenis mamalia dan jenis burung, yang bisa ditawarkan karena adanya kemudahan untuk melihat di habitat aslinya. Kawasan ini mempunyai potensi satwa yang sangat unik untuk dikembangkan sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia Bagian Timur. Berdasarkan hasil analisa data yang didapatkan terlihat ada 5 jenis yang termasuk dilindungi dan merupakan jenis endemik. Mamalia dari jenis Babirusa atau Babyrousa babyrussa sangat mendominasi. Babirusa merupakan binatang paling aneh yang terdapat di pulau Sulawesi. Ciri khas dari babirusa yang memiliki tubuh pendek dan agak membulat ini adalah adanya dua taring atas yang tumbuh ke atas menembus pipi dan melengkung ke belakang ke arah mata. Menurut Mardiastuti dan Soehartono (2003), barirusa Sulawesi ini berada dalam status perlindungan berdasarkan PP No 7 tahun 1999 dan sudah terdaftar dalam CITES untuk kategori Appendix 1 yaitu jenis yang jumlahnya di alam sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah. Jenis lain yang tidak kalah menariknya dari daya tarik fauna di salt-lick adalah keberdaan monyet hitam khas Gorontalo atau yang lebih dikenal dengan yaki (Macaca heckii). Menurut Kinnaird (1997), dibandingkan dengan tempat manapun di seluruh dunia Sulawesi mempunyai paling banyak jenis monyet makaka. Tujuh jenis monyet dan tiga jenis tangkasi, yang hanya terdapat di Sulawesi.

Selain keberadaan jenis-jenis satwa liar tersebut, kawasan SM Nantu juga memiliki beberapa jenis burung endemik Sulawesi. Pengamatan yang dilakukan Dunggio (2005) pada tipe vegetasi hutan dataran rendah menemukan 49 jenis burung yang bisa diamati dan 24 jenis atau 49% adalah endemik Sulawesi. Kekayaan jenis burung Sulawesi merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Dari 24 jenis burung endemik, 12 jenis diantaranya telah dilindungi undang-undang yang tercantum dalam PP No 7 tahun 1999. Bahkan terdapat 3 jenis burung yang

terancam punah keberadaannya, seperti serindit paruh merah (Loriculus exilis), raja udang merah (Ceyx fallax) dan kepudang sungu belang (Coracina bicolor). Salah satu jenis burung yang paling menonjol dan sangat mudah dijumpai di semua tingkatan habitat di kawasan ini adalah burung rangkong atau alo (Rhyticeros cassidix). Rangkong termasuk jenis burung yang mempunyai variasi bunyi bermacam-macam dan terdengar dari jarak 300 meter. Tingginya keanekaragaman jenis burung di kawasan ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman habitat karena habitat merupakan tempat untuk mencari makan, minum, istirahat dan berkembang biak. Selain itu ditunjang oleh adanya sumber makanan berupa buah-buahan yang tersedia sepanjang tahun seperti buah ara yang merupakan sumber makanan utama bagi jenis burung.

Keutuhan sumberdaya alam dan ekosistem kawasan CTNNB merupakan satu kesatuan yang menjadikan kawasan ini memiliki nilai daya tarik yang tinggi. Potensi keanekaragaman hayati ini didukung oleh keadaan ekosistem yang stabil. Sungai Nantu yang mengalir di sepanjang kawasan SM Nantu berfungsi sangat vital karena merupakan sarana transportasi yang menghubungkan antar desa yang ada di sekitar kawasan. Air sungai Nantu juga sering digunakan untuk keperluan air minum, mencuci dan pengairan lahan-lahan pertanian. Potensi fisik yang dimiliki oleh sungai ini adalah adanya view atau pemandangan hutan pegunungan dan puncak Gunung Boliyohuto yang merupakan gunung tertinggi di Provinsi Gorontalo yang bisa dinikmati selama perjalanan menuju kawasan SM Nantu. Di samping pemandangan berupa hutan pegunungan bawah, kita juga akan disuguhkan dengan alam pedesaan yang terdapat di sepanjang sungai Nantu.

Potensi daya tarik wisata kawasan ini memungkinkan pengelola untuk merancang dan mengembangkan kegiatan-kegiatan wisata alam seperti : agrowisata, photo hunting, mendaki dan berkemah, menyusuri hutan (tracking), wisata pendidikan, pengamatan burung (birdwatching), pengamatan satwa liar, wisata panorama alam, wisata sungai, bersampan, dan arung jeram, pemandian di air terjun, dan wisata budaya.

Dokumen terkait