Density-based clustering algoritma (algoritma penggerombolan berbasis kepadatan) mengelompokkan titik berdasarkan kepadatan data di suatu wilayah. Algoritma DBSCAN diperkenalkan pertama kali oleh Ester tahun 1996. Algoritma DBSCAN mengidentifikasi anggota suatu penggerombolan dari kepadatan suatu titik. Ide dasar DBSCAN yaitu untuk setiap titik dari penggerombolan sekitar radius tertentu harus memiliki setidaknya minimum jumlah titik sehingga wilayah dengan kepadatan yang tinggi menandakan terdapat
suatu penggerombolan sedangkan wilayah dengan kepadatan rendah diidentifikasi sebagai titik noise.
Jika neighboorhood dengan radius dari suatu objek disebut sebagai Eps-
neighborhood dari suatu objek dan MinPts merupakan jumlah minimum tetangga dari pusat objek (core) suatu penggerombolan. Konsep DBSCAN adalah sebagai berikut (Ester et al. 1996) :
1. Eps-neighborhood dari suatu titik p, dinotasikan dengan yang didefinisikan oleh . Titik p merupakan
directly density-reachable dari titik q wrt Eps, MinPts jika
dan
| (kondisi titik pusat).
2. Core objek merupakan titik yang memiliki jumlah minimum (MinPts) pada
radiusEps neighborhood.
3. Suatu objek p merupakan directly density reachable dari objek q jika p berada pada radius epsilon dari q dan q merupakan core objek.
4. Titik p merupakan density reachable dari titik q wrt. Eps dan MinPts jika terdapat rantai titik sehingga directly density reachable
dari sehubungan dengan Eps dan MinPts, untuk . Gambar 5 merupakan hubungan q sebagai core point dan p sebagai border point. Titik p
directly density reachable dari q sedangkan q tidak directly density reachable
dari p. Directly density-reachable simetrik untuk pasangan titik pusat tetapi tidak simetrik jika salah satunya merupakan titik border.
p q
Gambar 5 Directly density reachable
5. Suatu objek merupakan density-connected pada objek q sehubungan dengan Eps dan MinPts dalam himpunan objek D jika terdapat suatu objek
sehingga kedua p dan q merupakan density reachable dari 0 sehubungan dengan Eps dan MinPts (Gambar 6).
o p
q
Gambar 6 Density connected
DBSCAN mencari sebuah cluster dengan memeriksa Eps-neighborhood
pada setiap titik dalam suatu basis data. Jika Eps-neighborhood dari suatu titik x memiliki lebih dari MinPts, suatu penggerombolan baru dengan titik x sebagai pusat penggerombolan terbentuk, kemudian secara iteratif menggabungkan penggerombolan density-reachable sampai tidak terdapat lagi titik yang dapat ditambahkan dalam penggerombolan.
2.11. ST-DBSCAN
Algoritma ST-DBSCAN memerlukan empat parameter input yaitu Eps1, Eps2, MinPts dan . Eps1 digunakan untuk mengukur parameter jarak pada atribut spasial (lintang dan bujur). Eps2 digunakan untuk mengukur parameter jarak untuk atribut non spasial. MinPts merupakan jumlah minimum anggota titik didalam Eps1 dan Eps2. Parameter terakhir digunakan untuk mencegah penemuan penggerombolan gabungan karena perbedaan kecil nilai non spasial dari lokasi tetangga.
Algoritma ST-DBSCAN dibangun dengan memodifikasi algoritma DBSCAN. Berbeda dengan algoritma penggerombolan berbasis kepadatan lainnya, Algoritma ST-DBSCAN memiliki kemampuan untuk menemukan penggerombolan yang berkaitan dengan nilai-nilai non spasial, spasial dan temporal dari objek. Ketiga modifikasi yang dilakukan dalam algoritma DBSCAN adalah sebagai berikut, (i) algoritma ST-DBSCAN dapat mengelompokkan data
spatiotemporal sesuai dengan atribut non spasial, spasial dan temporal. (ii) DBSCAN tidak mendeteksi titik noise ketika kepadatan bervariasi tetapi algoritma ini mengatasi masalah ini dengan menetapkan faktor kepadatan untuk setiap penggerombolan. (iii) Untuk mengatasi konflik pada perbatasan objek dilakukan
dengan membandingkan nilai rata-rata penggerombolan yang akan datang dengan nilai baru (Birant & Kut 2007).
Algoritma dimulai dengan titik pertama p dalam basis data D dan mengambil semua titik density reachable dari p sehubungan dengan Eps1 dan Eps2. Jika p adalah objek inti, penggerombolan terbentuk. Jika p adalah border
objek, tidak ada poin yang density reachable dari p dan algoritma akan mengunjungi titik berikutnya dari basis data.
2.12. Metode Prototipe
Prototipe merupakan salah satu pengembangan model yang berkembang (evolutionary process model). Model ini merupakan model iterasi yang dikelompokan dalam berbagai cara yang memungkinkan software engineer
mengembangkan perangkat lunak lebih lengkap Gambar 7 ( Pressman 2005).
Gambar 7 Metode Prototipe (Pressman)
Metode prototipe biasanya digunakan jika pengguna hanya mampu
mendefinisikan tujuan umum perangkat lunak tetapi tidak mampu
mengidentifikasi detail input, pemrosesan, atau kebutuhan output. Dalam kasus lain pengembang tidak yakin pada keefisienan algoritma, penyesuaian sistem operasi atau bentuk interaksi pengguna dan mesin yang seharusnya sehingga pengembangan prototipe menjadi pilihan yang terbaik. Iterasi model prototipe adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi.
Proses ini merupakan suatu proses dimana terdapat pertemuan antara pengembang aplikasi dan pengguna dan mendefinisikan keseluruhan kebutuhan perangkat lunak, mengidentifikasi kebutuhan yang diketahui dan skema yang diperintahkan.
2. Perencanaan dan Perancangan
Melalui perencanaan dan pemodelan yang merupakan keseluruhan perancangan desain cepat terfokus kepada representasi aspek perangkat lunak yang terlihat oleh pengguna (seperti disain antar muka/format tampilan output). Desain cepat akan memandu dalam proses pembuatan prototipe.
3. Pembangunan Prototipe
Prototipe menyajikan mekanisme untuk mengidentifikasi kebutuhan perangkat lunak.
4. Evaluasi user dan feedback
Feedback digunakan untuk menyaring kebutuhan perangkat lunak, iterasi sebagai prototipe beralih untuk melengkapi kebutuhan pengguna dalam waktu yang sama memungkinkan pengguna lebih mengerti apa yang dibutuhkan.
3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Kerangka Berpikir
Kebakaran hutan yang sering terjadi di Indonesia berkaitan erat dengan dua faktor utama yaitu faktor alam dan faktor manusia. Kemungkinan terdapat karakteristik yang dapat ditemukan baik pola waktu maupun pola lokasi terjadinya kebakaran yang disebakan kedua faktor utama tersebut.
Karakter waktu dapat ditemukan pada beberapa faktor alami penyebab kebakaran hutan seperti iklim (kemarau panjang, petir dan daya alam lainnya). Adanya kemungkinan bahwa kebakaran hutan terjadi pada musim musim tertentu dan periode bulan tertentu memberi asumsi terdapatnya pola secara temporal terjadinya kebakaran hutan.
Faktor manusia sebagai penyebab kebakaran hutan dipicu oleh kegiatan perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah, pola perilaku manusia setempat, dan pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk industri kayu maupun perkebunan kelapa sawit. Terdapat kemungkinan bahwa pembukaan hutan yang dilakukan oleh para pemegang HPH dan petani tradisional dengan perladangan berpindah pindah dilakukan pada periode waktu tertentu. Misalnya periode waktu dimana kondisi alam mendukung dilakukannya pembakaran seperti kondisi musim kering, tidak lembab dan sebagainya. Hal ini juga memberikan asumsi bahwa kebakaran hutan memiliki pola temporal dalam periode waktu tertentu dan spasial pada lokasi lahan para pemegang HPH dan petani tradisional. Meskipun perilaku masyarakat seperti kebiasaan dalam membakar tanah gambut, semak belukar dan sebagainya muncul sebagai kondisi bebas kapanpun dan dimanapun dapat terjadi kebakaran hutan. Dari asumsi – asumsi tersebut maka terdapat kemungkinan bahwa kebakarn hutan memiliki karakter-karakter pola persebaran tertentu secara spatiotemporal.
Sangat diperlukan pengenalan pola karakter kebakaran hutan baik itu secara spasial maupun temporal dalam mengatasi kebakaran hutan. Dimana secara logis berdasarkan Hukum Geografi 1 Tobler hotspot akan mengelompok karena kedekatan lokasi dan waktu sehingga terdapat kemungkinan bahwa hotspot tidak
tersebar secara acak tetapi terdapat pola penggerombolan secara alami. Jika lokasi dan pola persebaran kebakaran hutan diketahui maka pihak terkait mampu melakukan perencanaan dalam melakukan manajemen pengelolaan kebakaran hutan. Misalnya untuk daerah yang dinilai rawan dalam waktu tertentu dan lokasinya pada batas administrasi maka diperlukan pengelolaan yang terpadu pada wilayah yang bersangkutan yang pada saat ini pengelolaannya dipisahkan.
Saat ini tingkat kerawanan kebakaran hutan dilakukan dengan melakukan metode expert dan densitas, dimana kedua metode ini menggerombolkan hotspot kebakaran hutan tidak secara alami yaitu dengan membagi kelompok berdasarkan kedekatan sifat pada setiap hotspot melainkan dengan mengukur densitas kelompok kebakaran hutan yang berada di suatu lokasi tertentu. Sehingga kelompok kebakaran hutan tidak selalu memiliki karakter yang sama baik secara lokasi maupun waktu. Metode yang telah digunakan tidak sesuai dengan Hukum Geografi 1 Tobler yang seharusnya mengelompok karena kedekatan karakter baik lokasi maupun waktu.
Alternatifnya adalah melakukan penggerombolan hotspot kebakaran hutan
dengan menggunkan suatu metode, dimana metode tersebut akan
mengelompokkan hotspot berdasarkan kedekatan karakter dari hotspot tersebut baik lokasi maupun waktu secara alami. Tehnik yang sesuai dengan metode ini diantaranya adalah DBSCAN dan ST-DBSCAN. DBSCAN melakukan penggerombolan dengan mengukur kedekatan anggota dalam setiap gerombolnya dengan jarak tertentu. ST-DBSCAN melakukan penggerombolan dengan mengukur kedekatan anggota dalam setiap gerombolnya dengan jarak dan waktu tertentu. Sehingga dengan melakukan penggerombolan menggunakan DBSCAN dan ST-DBSCAN dapat diperoleh gambaran penggerombolan yang anggota penggerombolannya memiliki sifat yang mirip satu dengan lainnya. Terdapat
kemungkinan ditemukannya karakter dan pola spasiotemporal dari
penggerombolan yang dihasilkan dimana karakter dan pola tersebut sangat diperlukan menyangkut isu-isu manajemen pengelolaan kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Kerangka berpikir pada penelitian ini terdapat pada Gambar 8.
Rujukan Teori Teori Hukum Geografi 1 Tobbler
Penelitian Asumsi
Hotspot tidak tersebar secara acak tetapi memiliki pola penggerombolan diantaranya disebabkan faktor manusia dan faktor alami Masukan Analisis Solusi - Penggerombolan DBSCAN (jarak) - Penggerombolan ST-DBSCAN (jarak dan waktu) digunakan untuk mengetahui pola
persebaran hotspot kebakaran
hutan - Hotspot biasanya muncul,
bisa teratur atau tidak teratur
- Untuk mengendalikan hotspot diperlukan pengenalan karakter
Masalah
Gambar 8 Kerangka berfikir
3.2.Tahapan Penelitian
Pada penelitian ini untuk mendeterminasi penggerombolan titik-titik rawan kebakaran hutan dengan menggunakan metode DBSCAN dan ST-DBSCAN tahap–tahap yang akan dilakukan terdapat pada Gambar 9.
Mulai Penggerombolan ST-DBSCAN Output Penggerombolan Analisis Visualisasi Penggerombolan Selesai Pengumpulan Data dan Praproses Data Hasil Praproses Penggerombolan DBSCAN Output Penggerombolan
Gambar 9 Diagram alir tahap-tahap penelitian
3.2.1. Sumber Data dan Praproses
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat telah mengidentifikasi daerah rawan kebakaran hutan Sumatera Selatan merupakan salah satu diantaranya. Selain Sumatera Selatan terdapat juga provinsi Riau, Sumatera Utara, Jambi, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
Data spasial yang digunakan adalah hotspot kebakaran hutan di Sumatra Selatan tahun 2002-2003. Data hotspot yang digunakan diperoleh dari Fire Information For Resource Management System (FIRMS) yang merupakan data
hotspot MODIS yang disediakan oleh National Aeronautics and Space
Administration (NASA).
Data Sumatera Selatan dan data tahun 2003 sudah cukup mewakili pengembangan metode dalam melakukan salah satu usaha pemecahan masalah kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah rawan bencana kebakaran. Analisis time series
dalam melakukan prediksi bencana kebakaran masih memerlukan cakupan data dengan periode tahun yang lebih panjang.
Tahapan praproses dilakukan terhadap semua data yang digunakan. Tahapan praproses data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan Data
Pada proses ini dilakukan pemilihan data hotspot yang terjadi di provinsi Sumatra Selatan pada tahun 2002-2003. Pada data tersebut akan dilakukan pemilihan field data yang diperlukan untuk mempercepat perhitungan data.
Field data yang diperlukan yaitu lintang, bujur, dan tanggal.
Untuk penggerombolan menggunakan DBSCAN, data dikelompokkan per bulan sedangkan penggerombolan ST-DBSCAN seluruh data akan diproses tanpa melakukan pengelompokan data.
2. Tranformasi Data Tanggal
Data tanggal akan disamakan dalam format dd-mm-yyy, setelah itu sebelum diolah dalam Matlab akan diubah lagi dalam format number.
3. Pembersihan Data
Pada semua data dilakukan pembersihan data untuk mengganti nilai atribut yang hilang atau kosong.
3.2.2. Perhitungan Jarak
Dalam perhitungan radius epsilon (Eps) dan untuk mengukur kesamaan suatu titik apakah dimasukan dalam satu penggerombolan atau tidak digunakan suatu parameter dist (jarak). Pengukuran jarak menggunakan Euclidean distance
Dimana dan j merupakan objek data dua dimensi.
Pada data DBSCAN digunakan satu parameter jarak yaitu Eps untuk mengukur persamaan data spasial sedangkan pada data ST-DBSCAN digunakan dua parameter jarak yaitu Eps1 untuk mengukur persamaan jarak data spasial yaitu jarak titik geografis dan Eps2 untuk mengukur persamaan data non spasial dalam penelitian ini menggunakan atribut waktu (tanggal terjadi kebakaran).
3.2.3. Penentuan Eps dan MinPts
Menentukan parameter Eps dan MinPts dari penggerombolan terkecil pada basis data dapat dilakukan melalui observasi k-dist (Gambar 10). Berikut langkah- langkah penentuan nilai Eps dan MinPts dari k-dist.
k-dist
Ambang batas
point
penggerombolan noise
Gambar 10 Grafik nilai Eps
1. Komputasikan k-dist untuk seluruh titik pada beberapa k. Urutkan dalam urutan menurun dan plot nilai yang telah diurutkan.
2. Perubahan tajam pada nilai k-dist yang berhubungan dengan nilai Eps dan nilai k gunakan sebagai MinPts yang sesuai.
3. Poin yang k-dist lebih kecil dari Eps akan disebut sebagai core point (titik inti), sementara titik lain akan dilabeli sebagai titik noise atau titik border. 4. Jika k terlalu besar maka penggerombolan kecil (ukuran kurang dari k)
cenderung diberi label sebagai titik noise. Jika k terlalu kecil maka titik noise
atau outlier akan salah diberi label sebagai penggerombolan.
3.2.4. Penggerombolan DBSCAN
Data hasil praproses yang telah dikelompokkan per bulan akan dilakukan penggerombolan menggunakan DBSCAN. Setelah ditemukan nilai Eps dan MinPts yang sesuai dengan algoritma sebagai berikut (Tan et al. 2006 ):
Menghilangkan titik noise dengan
1. Melakukan pengelompokan pada titik yang tersisa dengan cara
menghubungkan semua titik inti (core) dengan jarak yang kurang dari Eps satu sama lain
2. membuat setiap kelompok dari titik inti yang terhubung menjadi penggerombolan yang terpisah
3. menetapkan setiap titik perbatasan ke salah satu penggerombolan rekanannya
3.2.5. Penggerombolan ST-DBSCAN
Setelah diperoleh nilai Eps1 dan Eps2 data hasil praproses akan dilakukan penggerombolan dengan menggunakan algoritma ST-DBSCAN dengan dimulai dengan titik pertama p dalam basis data D dan mengambil semua titik density reachable dari p sehubungan dengan Eps1 dan Eps2.
1. Titik p diproses sesuai dengan algoritma DBSCAN dan titik berikutnya diambil.
2. Fungsi Retrieve_Neighbors (objek, Eps1, Eps2) mengambil semua titik
density reachable dari objek yang dipilih sehubungan dengan Eps1, Eps2 dan
MinPts. Jika titik yang kembali berada dalam Eps neigborhood lebih kecil dari nilai MinPts, objek dinilai sebagai titik noise.
3. Titik noise dapat diubah kemudian jika titik bukan directly density reachable
tetapi merupakan density reachable.
4. Jika titik dipilih adalah titik core, maka sebuah penggerombolan baru dibangun. Kemudian seluruh titik directly density reachable neighborhood
dari titik core akan dimasukkan dalam penggerombolan.
5. Kemudian algoritma secara iteratif mengumpulkan objek density reachable
dari core objek.
6. Jika objek tidak ditandai sebagai titik noise atau tidak dalam penggerombolan dan perbedaan antara nilai rata-rata dari penggerombolan dan nilai baru lebih
7. Jika dua kelompok C1 dan C2 dekat satu sama lain, sebuah titik p mungkin milik kedua C1 dan C2. Kemudian titik p dimasukkan dalam penggerombolan pertama yang menemukan titik tersebut.