• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV STABILISASI MATERIAL

IV.2. Teknologi Daur Ulang (Recycling)

IV.2.2 Deep Lift Stabilisation

Yang dimaksud dengan Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) adalah proses daur ulang material ditempat baik yang berupa material berbutir kasar/halus ataupun campuran aspal yang telah mengalami kerusakan dengan kedalaman lapisan lebih dari 300 mm dengan satu kali pengerjaan sekaligus dengan menggunakan peralatan large reclaimer/stabilizer/recycler [24].

Keberadaan dan penemuan peralatan untuk stabilisasi memungkinkan dibuatnya DLIPR dengan mudah dan handal. Peralatan tersebut antara lain heavy duty recycler Wirtgen WR-2500 atau CMI RS 500/650 atau yang lainnya. Penggunaan

berbagai macam bahan pengikat/binder serta proses blending untuk mendapatkan hasil yang optimum juga telah banyak dilakukan. Wilmot [6] telah mendokumentasikan dengan baik hal tersebut. Proses pekerjaan DLIPR ini dilakukan seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 4.10. Metode Pelaksanaan DLIPR [20]

Untuk dapat melakukan proses ini terlebih dahulu diperlukan penyelidikan/investigasi secara menyeluruh dan kemudian dilakukan perencanaan perkerasan dengan cara mekanistik empiris. Investigasi yang dibutuhkan antara lain jumlah lalu lintas yang akan melewati jalan tersebut, pemeriksaan visual lapangan, tes pit dan pengambilan sample, pengukuran lendutan, pengukuran

Hal – hal yang wajib dipersiapkan sebelum pelaksanaan deep lift [12] : 1. Pelaksanaan survei.

Sebelum dimulai pekerjaan di tempat, survei bentuk jalan yang ada wajib dilakukan. Pelaksanaannya setiap jarak 20 meter dengan pemeriksaan titik tengah dan tepi kedua sisi. Pada saat yang bersamaan juga memastikan lokasi dan kedalaman urung – urung untuk menentukan apakah cukup melingkupi semuanya.

2. Disain jalan.

Secara umum, lebar jalan 3,5 m dan bahu jalan 0,5 – 1,2 m, tetapi tetap bergantung spesifikasi pekerjaan yang ada.

3. Penambalan pada lapisan aspal yang ada.

Disarankan sebelum memulai pekerjaan, tambalan – tambalan dibongkar dan diganti dengan kerikil yang cocok digunakan dengan aditif yang akan dipakai. Segala yang berukuran > 100 mm di dalam perkerasan akan menyebabkan alat melambat dan menyebabkan kebocoran.

4. Disain perkerasan. 5. Sumber air.

Selama proses stabilisasi insitu, mesin pencampur akan membutuhkan lima tangki air setiap hari, yang berarti 75.000 l, tergantung kelembaban yang dibutuhkan perkerasan. Jadi sangat penting menentukan lokasi dan kualitas sumber air.

1. Keuntungan biaya langsung.

Rehabilitasi menggunakan teknik stabilisasi umumnya menghemat biaya 30 – 50 % dibanding dengan rekonstruksi kembali.

2. Keuntungan sosial.

Rehabilitasi perkerasan dengan stabilisasi insitu biasanya lebih cepat dibanding alternatif lain, karena tidak adanya penggalian dan sedikitnya material yang dibawa keluar, dan juga mengurangi penundaan karena cuaca buruk.

3. Keuntungan bagi lingkungan.

Mengurangi : penggalian material yang ada, pengangkutan material, pembuangan material galian yang mana masih memiliki nilai, memungkinkan penggunaan timbunan, pemakaian material yang merupakan sumber daya yang terbatas, pergerakan truk keluar, energi yang digunakan dan gas emisi yang dihasilkan.

Kinerja Deep Lift Insitu Pavement Recycling [24] :

Banyak percobaan maupun riset telah dilakukan untuk melihat kinerja lapangan dari DLIPR ,tetapi kinerja yang terukur dan terdokumentasi dengan baik adalah apa yang dikenal sebagai The Cooma Accelerated Lading Facilities Trial. Penelitian COOMA ALF ini bertujuan:

1. Menentukan kinerja DLIPR dengan menggunakan peralatan yang ada pada lapisan tanah dasar yang lunak maupun tanah dasar yang berkekuatan baik. 2. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai mekanisme

distress yang terjadi dan menentukan pengaruh tebal recycling terhadap kinerja perkerasan.

3. Membandingkan rumus - rumus fatigue yang ada dengan hasil penelitian. 4. Mendapatkan semua data yang diperlukan untuk pembuatan spesifikasi.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Dari percobaan accelerated loading ,seluruh DLIRP yang di tes yang berada pada subgrade dengan CBR 4 % memberikan fatigue lives

sekurang - kurangnya dua kali dari beban yang diestimasikan pada Monaro Highways,NSW,Australia [ 5.3 *10^6 ESAL].

2. Dengan menggunakan alat pemadat yang umum dipakai maka didapatkan untuk DLIRP yang tebalnya > 300 mm,akan dijumpai pada sepertiga tebal terbawah pengurangan sekitar 5 % relatif density,dengan demikian diperlukan pemadat yang cocok untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.

3. Penggunaan nuclear densytometer tidak dianjurkan jika tebal DLIRP lebih besar dari 300 mm.Dengan demikian cara coring/destructive testing lebih sesuai.

4. Untuk mencegah erosi dan untuk mendapatkan lapisan yang cukup kaku maka jumlah minimum binder yang digunakan adalah 4 %.

5. Modulus perencanaan untuk DLRIP adalah 5000 MPA.

IV.3 Ringkasan.

Stabilisasi material dapat dilakukan di tempat (insitu) maupun di pabrik (inplant). Teknologi daur ulang dapat membantu penghematan penggunaan

material baru dan menjaga elevasi perkerasan. Akan tetapi teknologi daur ulang memiliki beberapa kelemahan, seperti : relatif lebih mahal, membutuhkan ruang gerak yang luas, dan kebutuhan akan air yang besar.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan Tugas Akhir ini antara lain :

1. Stabilisasi dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat bahan yang digunakan dan untuk meningkatkan daya dukung konstruksi jalan.

2. Semua tanah yang distabilisasi dengan bahan stabilisasi akan membutuhkan proses pemadatan, yang dapat dilakukan dengan cara menekan, menumbuk , menguli, maupun menggetar tanah untuk memberi energi.

3. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan penstabilisasi, diantaranya : cuaca dan drainase, penyelidikan perkerasan, pengambilan contoh dan pengujian bahan, penilaian awal terhadap jenis stabilisasi yang diperlukan, dan pemilihan akhir jenis stabilisasi.

4. Semen atau campuran semen dengan bahan pozolanik lainnya sangat efektif digunakan untuk menstabilisasi bahan yang memiliki nilai indeks plastis (IP) lebih kecil dari 10. Untuk bahan yang lebih bersifat plastis, proses stabilisasi akan sangat efektip bila digunakan kapur atau campuran kapur dengan bahan pozolanik lainnya. 5. Sehubungan dengan mudahnya Kalsium klorida (garam) luruh dari tanah, maka

secara umum, perawatan dengan garam harus diulang setiap tahun dan kelipatannya. Perawatan yang bersifat sementara ini menyebabkan metode ini tidak efektif secara ekonomis.

6. Abu sekam padi (rice husk ash) dapat menurunkan indeks plastisitas tanah, mengurangi kepadatan kering tanah, dan dapat meningkatkan kekuatan tekan ultimate.

7. Apabila abu terbang dicampur dengan tanah, maka kemungkinan yang terjadi adalah partikel tanah akan terikat lebih kuat, perubahan komposisi fraksi tanah, tanah menjadi kedap air, kerapatan tanah akan makin besar karena rongga udara akan semakin padat, yang mana akan menambah kekuatan tanah.

8. Stabilisasi berkembang dengan sangat cepat dikarenakan beberapa alasan : peningkatan volume lalulintas, peningkatan jumlah kendaraan berat, perbaikan teknik perancangan perkerasan, perbaikan pabrik dan peralatan stabilisasi, peningkatan jumlah bahan pengikat yang efekif, biaya rehabilitasi jalan yang lebih murah, peningkatan keuntungan sosial dan lingkungan berkaitan dengan daur ulang dan efisiensi konstruksi, adanya pengakuan kecepatan dan berkurangnya hambatan lalu lintas selama proyek konstruksi, perbaikan pengertian industri pada proses stabilisasi. 9. Perawatan yang umum dilakukan adalah penambalan ataupun pelapisan ulang

(overlay), yang mana hal ini dapat menyebabkan elevasi jalan jauh melampaui desain awalya. Teknologi daur ulang (recycling) dapat mengatasi masalah ini dan juga dalam pemanfaatan material yang telah ada, sehingga akan sangat menghemat kebutuhan akan material baru, tetapi tentu tentu saja terdapat beberapa kelemahan dari teknik stabilisasi ini.

10.Proses stabilisasi dapat dilakukan dengan dua metode, yakni : Insitu – material perkerasan eksisting dibongkar dan bahan aditif dicampur dengan material tanpa memindahkannya dari lokasi, dan Inplant – material eksisting dibongkar dan diangkat ke pabrik pengolahan, dicampur dengan aditif dan diangkut kembali ke lokasi untuk dipadatkan dan dilapis dengan aspal.

11.Foam bitumen atau sering juga disebut foamed asphalt atau expanded asphalt adalah campuran antara udara, air dan bitumen yang dicampur dengan komposisi tertentu dengan suatu tekanan udara yang menimbulkan bertambahnya luas permukaan dan

menurunnya viskositas aspal secara signifikan. Foam bitumen lebih fleksibel dibanding bahan stabilisasi lain.

12.Yang dimaksud dengan Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) adalah proses daur ulang material ditempat baik yang berupa material berbutir kasar/halus ataupun campuran aspal yang telah mengalami kerusakan dengan kedalaman lapisan lebih dari 300 mm dengan satu kali pengerjaan sekaligus dengan menggunakan peralatan large reclaimer/stabilizer/recycler.

Daftar Pustaka

1. Achieving Density in Stabilised materials Using Static Compaction, AustStab Construction Tip (2007).

2. Alderson, A. (2001), Ancillary Information : Fatigue Properties of Bitumen/ Lime Stabilised Materials.

3. Das, B. M. (1995), Mekanika Tanah Jilid 1, Penerbit Erlangga , Jakarta.

4. Evans, P. (1997), Update on Lime Stabilisation, Paper presented at QMR Technology Transfer Seminar.

5. Evans, P. Smith, W. dan Vorobieff, G. Rethink of The Design Philoshopy of Lime Stabilisation.

6. Hunt, R. E. (1986), Geotchnical Engineering Analysis And Evaluation, Mc Graw-Hill, USA.

7. Jones, D. dan Emery, S. (2003), The Development of A Research Protocol and Fit – For – Purpose Certification.

8. Jones, D. dan Mitchley, M. (2001), A Reassessment of The Use of Ligro Sulphonate as an Additive for Unsealed Roads, Paper from 20th ARRB Conference.

9. Jones, D. Sadzik, E. dan Wolmarans, I. (2001), The Incorporation of Dust Palliatives As a Maintenance Option in Unsealed Road Management Systems, Paper from 20th ARRB Conference.

10.Kendall, M. dkk (2001), Foamed Botumen Stabilisation – The Queensland Experience, Paper from 20th ARRB Conference.

11.Kezdi, A (1979), Stabilized Earth Roads, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.

12.Krsul, J (2001), Deep lift insitu recycling construction phase, Special report Bega District Office, RTA, NSW, Australia.

13.Kusnianti, N. (2008), Pemanfaatan Mineral Asbuton Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah, Puslitbang Jalan Dan Jembatan, Bandung.

14.Lacey, G. (2006), Design and Performance of Dry Powdered Polymers, AustStab workshop on Road Stabilisation in QLD.

15.Leek, C. An Investigation of The Performance Properties of Insitu Foamed Bitumen Stabilised Pavements, Institute of Public Works Engineering Australia, Foundation Funded Reserch Project.

16.Leek, C. (2001), Insitu Foamed Bitumen Stabilisation – The City of Canning Experience, Paper from 20th ARRB Conference.

17.Lambe, T.W. : Soil Stabilization, chapter 4, in Leonards G.A. : Fondation Engineering, Mc Graw Hill, New Work 1960.

18.Leksiminingsih, (2006), Penelitian Penggunaan Berbagai Bahan Stabilisasi Tanah Untuk Perkerasan Jalan, Jurnal Jalan – Jembatan Vol. 23 No. 2.

19.Nelson,J.D. dan D.J.Miller (1992),Ekpansive Soils Problems and Practice in Fondation and Pavement Engineering, John Wiley & Son, inc, USA.

20.Pavement Recycling and Stabilisation Guide, AustStab, Sydney, 2011. 21.Profilers Versus Stabilisers, (2000), AustStab Construction Tips.

22.Rahadian, H. Dkk, (2001), Perilaku Penurunan Timbunan Di Atas Tanah Lunak Menggunakan Teknologi Kombinasi Cerucuk Kayu Dan Stabilisasi Cleanset, Makalah Pada Seminar HATTI, Bandung.

23.Ramanujam, J. M. dan Jones, J. D. (2000), Characterisation of Foamed Bitumen Stabilisation, Road System & Engineering Technology Forum.

24.Rasidi, S. dan Muis, Z. A. Deep – Lift Insitu Pavement Recycling Sebagai Alternatif Teknik Rehabilitasi Jalan di Provinsi Sumatera Utara.

25.Review of Foamed Bitumen Stabilisation Mix Design Methods (2011), Austroads Technical Report.

26.Review of Primes and Primeseal Design, (2011), Austroads Technical Report.

27.Roadway, B. (2001), Polymer Stabilisation of Clayey Gravels, Paper from 20th ARRB Conference.

28.Smith, W. (2010), A Review of Patching As a Pavement Maintenance Tool, Paper from 20th ARRB Conference.

29.Smith, W. (2005), Recognition of Environmental and Social Advantages of Using Stabilisationin Road Rehabilitation, IPWEA NSW Division Annual Conference.

30.Soeteddi, D. Dkk, Puslitbang Prasarana Transportasi.

31.Sukirman, S. (1992), Pekerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.

32.Tjahyati, H. (1998), Simple Technology Of Soil stabilization, Jurnal Puslitbang Jalan No.I Thn..XV, Bandung.

33.Tschebotarioff, G. P. (1951), Soil Mechanics, Foundations, And Earth Structures, Mc Graw-Hill, New York.

34.Vorobieff. G. (2006), A New Approach To Determining Working Time For Road Stabilisation For All Binder Types, Paper from 22nd ARRB Conference.

35.Vorobieff. G. (2006), A New Approach to Laboratory Testing of Stabilised Materials, Paper from 22nd ARRB Conference.

36.Vorobieff. G. (2004), Chemical Binders Used in Australia, NZIHT Stabilisation of Road Pavements Seminar.

37.Vorobieff. G. (2005), Design of Foamed Bitumen Layers For Roads, AustStab Workshop on Road Stabilisation in QLD.

38.Vorobieff. G. (2004), Stabilisation Practices in Australia, NZIHT Stabilisation of Road Pavements Seminar.

39.Vorobieff. G. Wallis, M. dan Murphy, G. Maintaining the Road Infrastructure in Saline Prone Area.

40.Vorobieff. G. (2004), Bitumen Stabilisation – An Australian Perspective, NZIHT Stabilisation of Road Pavements Seminar.

41.Vorobieff. G. (2006), Model Specification for Insitu Granular Stabilisation of Local Government Riads, AustStab.

42.Vorobieff. G. (2006), Model Specification for Plant – Mix Stabilisation of Main Roads Using Bituminous Binders, AusStab.

43.Vorobieff. G. (2005), Pavement Detailing For Foamed Bitumen Works, AustStab Workshop on Road Stabilisation Wagga Wagga (NSW).

44.Vorobieff. G. dan Wilmot, T. (2001), Australian Experience on Subgrade Stabilisation and Pavement Recycling, Salamanca, Spain.

45.Widajat, D., Daur Ulang Campuran Dingin Dengan Bahan Pengikat Foam Bitumen, Balai Bahan Dan Perkerasan Jalan, Pusjatan.

Dokumen terkait