• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berbagai Bahan Stabilisasi Tanah Dasar untuk Perkerasan Jalan Raya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Berbagai Bahan Stabilisasi Tanah Dasar untuk Perkerasan Jalan Raya"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

BERBAGAI BAHAN STABILISASI TANAH DASAR

UNTUK

PERKERASAN JALAN RAYA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas

Dan Memenuhi Syarat Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

ELSA B. E. SIAGIAN

05 0404 129

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang MahaEsa, karena hanya atas berkat dan kasih karuniaNya sajalah, saya dimampukan menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.

Adapun Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Dimana judul Tugas Akhir yang saya tulis ini adalah : “ Berbagai Bahan Stabilisasi Tanah Dasar untuk Perkerasan Jalan Raya ’’ .

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, saya tidak dapat terlepas dari budi baik dan bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, saya ingin menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng,Sc. selaku pembimbing saya dalam penulisan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT; Bapak Medis Surbakti, ST, MT; dan Bapak YusandI Aswad, ST, MT, selaku pembanding saya dalam penulisan Tugas Akhir ini.

(3)

6. Almarhum Opung, kedua orangtua, dan seluruh keluaga besar saya, terutama kepada

Aju Ir. Pinta Simanungkalit dan Udak Kemal Sianipar, SH.

7. Seluruh rekan – rekan saya angkatan 2005, terutama kepada : Elly, Iges, Gonduth, Sondank, Dian, Ema, Tere, Heidy, Trisna, Imelda, Grace, Enny, Icha, Sakinah, Bokem, Fahreja, Juara, Alkes, Lutfy dan Tonggo.

8. Seluruh Kakak dan Abang angkatan 2000, 2002, 2003, 2004, terutama Bang Candra, dan juga adik – adik angkatan 2006, 2007, dan 2008 yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya disini.

Saya sangat menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada penulisan Tugas Akhir ini, dan masih jauh dari kesempurnaan. Saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, saya sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Medan, Juni 2012

Penulis,

Elsa B. E. Siagian

(4)

ABSTRAK

Stabilisasi merupakan upaya untuk meningkatkan dan memperbaiki

kualitas material agar dapat memenuhi standart yang ditetapkan. Stabilisasi dapat

dilakukan secara mekanik, kimia maupun campuran. Tanah yang akan digunakan

sebagai lapisan tanah dasar (subgrade ) untuk jalan raya harus memenuhi syarat –

syarat teknis tertentu, tanah yang terdapat dilapangan bersifat sangat lepas, atau

bersifat sangat mudah tertekan, mempungyai indeks konsistensi yang tidak sesuai,

atau mempunyai nilai permeabilitas yang terlalu tinggi, maka tanah tersebut harus

distabilisasi.

Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan

stabilisasi. Stabilisasi kapur tidak dianjurkan untuk tanah berpasir tanpa butiran

halus dan tidak efektif untuk tanah lanau. Sementara garam (Kalsium klorida)

dikarenakan mudahnya luruh dalam tanah, maka perawatan dengan garam harus

diulang setiap tahun, dan stabilisasi dengan semen bila ditambah dengan senyawa

alkali atau alkali hidroksida akan meningkatkan kekuatan tanah semen.

Pada struktur perkerasan yang telah mengalami kegagalan, perbaikan

yang umum adalah pelapisan ulang (overlay), atau membongkar lapisan beraspal

lama yang diiikuti dengan perbaikan dan penambahan lapis pondasi serta memberi

lapis beraspal baru sebagai penutupnya, yang memerlukan material baru yang

kualitasnya harus lebih baik dari yang lama. Teknologi daur ulang dapat

memanfaatkan kembali material yang lama dan dapat mempertahankan elevasi

jalan raya. Teknologi daur ulang (recycling) menggunakan metode foam bitumen

dan deep lift sangat membantu dalam pemanfaatan kembali bahan yang telah ada

sehingga sangat ramah lingkungan. Teknologi ini juga dapat dilakukan di tempat

(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Abstrak ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum ... 1

I.2. Latar Belakang ... 3

I.3. Tujuan dan Manfaat ... 11

I.4. Pembatasan Masalah ... 11

I.5. Metodologi Penulisan ... 11

I.6. Sistematika Penulisan ... 11

(6)

II.2. Latar Belakang Stabilisasi ... 17

II.3. Manfaat Stabilisasi ... 20

II.4. Ringkasan ... 26

BAB III STABILISASI TANAH III.1. Stabilisasi Mekanik... 27

III.2. Stabilisasi dengan Campuran ... 29

III.3. Ringkasan ... 46

BAB IV STABILISASI MATERIAL IV.1. Stabilisasi Agregat... 48

IV.2. Teknologi Daur Ulang (Recycling) ... 51

IV.2.1 Foam Bitumen... 51

IV.2.2 Deep Lift Stabilisation ... 60

IV.3. Ringkasan ... 65

KESIMPULAN

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kategori kerusakan perkerasan & penyebabnya ... 20

Tabel 2.2. Estimasi Biaya Rehabilitasi Perkerasan ... 22

Tabel 2.3. Panduan memilih bahan pengikat untuk stabilisasi ... 23

Tabel 2.4. Pemilihan Metode Stabilisasi (Metode SSIS) ... 24

Tabel 2.5. Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Stabilisas ... 25

Tabel 3.1. Beberapa Cara pemadatan Tanah ... 29

Tabel 3.2. Bahan pengikat stabilisasi lapis perkerasan ... 31

Tabel 3.3. Persyaratan Stabilisasi tanah dengan kapur ... 33

Tabel 3.4. Jenis Kapur untuk Stabilisasi Tanah... 34

Tabel 3.5. Kandungan Kapur ... 35

Tabel 3.6. Tipe Stabilisasi Dangkal ... 36

Tabel 4.1. Distribusi ukuran butiran untuk filler bitumen ... 50

(8)

DAFTAR

GAMBAR

Gambar 1.1 Potongan Melintang Jalan ... 2

Gambar 1.2 Lapisan Perkerasan Lentur ... 3

Gambar 1.3 Penyebaran beban Lalu Lintas ... 6

Gambar 1.4 Tanah dasar dari tanah timbunan ... 8

Gambar 1.5 Tanah dasar dari tanah galian ... 8

Gambar 1.6 Lapisan perkerasan lentur ... 10

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur ... 14

Gambar 2.2 Grafik Penurunan Kondisi Perkerasan ... 15

Gambar 2.3 Pelaksanaan Stabilisasi pada Tahun 80an ... 17

Gambar 2.4 Diagram Hirarki peminimalisan limbah ... 19

Gambar 3.1. Proses perubahan limestone menjadi kapur ... 34

Gambar 4.1. Penurunan Kondisi Perkerasan ... 48

Gambar 4.2. Mesin skidsteer pada proses perbaikan jalan ... 50

Gambar 4.3. Proses Terjadinya Foamed Bitumen ... 52

Gambar 4.4. Grafik distribusi butiran material perkerasan ... 53

(9)

Gambar 4.6. Proses Perataan Permukaan ... 54

Gambar 4.7. Proses Penghamparan Kapur ... 54

Gambar 4.8. Proses Pencampuran dan Penyuntikan Foam Bitumen ... 55

Gambar 4.9. Proses Penutupan Lapisan ... 55

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk.

Dengan demikian, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas

ini akan menjadi sebuah kebutuhan. Jalan raya merupakan salah satu prasarana

transportasi darat yang menunjang pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah,

serta akan membuka hubungan sosial, ekonomi dan budaya antar daerah.

Sebagai sarana penghubung, pada hakekatnya jalan merupakan unsur penting

dalam mewujudkan sasaran pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan

ekonomi dan tercapainya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Namun

banyak lahan yang tersedia untuk lokasi jalan tidaklah selalu siap untuk

digunakan, ditinjau dari segi teknis. Hal ini berkaitan dengan tidak terpenuhinya

syarat – syarat stabilitas dan deformasi, apabila lahan itu dihubungkan dengan

beban – beban yang diharapkan harus didukung oleh lahan tersebut. Kondisi jalan

yang ada juga karena berbagai faktor menjadi tidak/ kurang mampu melayani

(11)

ABSTRAK

Stabilisasi merupakan upaya untuk meningkatkan dan memperbaiki

kualitas material agar dapat memenuhi standart yang ditetapkan. Stabilisasi dapat

dilakukan secara mekanik, kimia maupun campuran. Tanah yang akan digunakan

sebagai lapisan tanah dasar (subgrade ) untuk jalan raya harus memenuhi syarat –

syarat teknis tertentu, tanah yang terdapat dilapangan bersifat sangat lepas, atau

bersifat sangat mudah tertekan, mempungyai indeks konsistensi yang tidak sesuai,

atau mempunyai nilai permeabilitas yang terlalu tinggi, maka tanah tersebut harus

distabilisasi.

Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan

stabilisasi. Stabilisasi kapur tidak dianjurkan untuk tanah berpasir tanpa butiran

halus dan tidak efektif untuk tanah lanau. Sementara garam (Kalsium klorida)

dikarenakan mudahnya luruh dalam tanah, maka perawatan dengan garam harus

diulang setiap tahun, dan stabilisasi dengan semen bila ditambah dengan senyawa

alkali atau alkali hidroksida akan meningkatkan kekuatan tanah semen.

Pada struktur perkerasan yang telah mengalami kegagalan, perbaikan

yang umum adalah pelapisan ulang (overlay), atau membongkar lapisan beraspal

lama yang diiikuti dengan perbaikan dan penambahan lapis pondasi serta memberi

lapis beraspal baru sebagai penutupnya, yang memerlukan material baru yang

kualitasnya harus lebih baik dari yang lama. Teknologi daur ulang dapat

memanfaatkan kembali material yang lama dan dapat mempertahankan elevasi

jalan raya. Teknologi daur ulang (recycling) menggunakan metode foam bitumen

dan deep lift sangat membantu dalam pemanfaatan kembali bahan yang telah ada

sehingga sangat ramah lingkungan. Teknologi ini juga dapat dilakukan di tempat

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk.

Dengan demikian, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas

ini akan menjadi sebuah kebutuhan. Jalan raya merupakan salah satu prasarana

transportasi darat yang menunjang pertumbuhan dan pengembangan suatu daerah,

serta akan membuka hubungan sosial, ekonomi dan budaya antar daerah.

Sebagai sarana penghubung, pada hakekatnya jalan merupakan unsur penting

dalam mewujudkan sasaran pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan

ekonomi dan tercapainya stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Namun

banyak lahan yang tersedia untuk lokasi jalan tidaklah selalu siap untuk

digunakan, ditinjau dari segi teknis. Hal ini berkaitan dengan tidak terpenuhinya

syarat – syarat stabilitas dan deformasi, apabila lahan itu dihubungkan dengan

beban – beban yang diharapkan harus didukung oleh lahan tersebut. Kondisi jalan

yang ada juga karena berbagai faktor menjadi tidak/ kurang mampu melayani

(13)

Gambar 1.1 Potongan Melintang Jalan

Perkerasan jalan merupakan sistem yang memiliki jangka waktu. Dimana

seringkali kerusakan terjadi sebelum umur rencana perkerasan tersebut.

Permukaan jalan yang retak, bergelombang, dan berlubang merupakan beberapa

contoh kerusakan jalan yang umum. Kerusakan yang terjadi pada perkerasan

sangat beragam.

Beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan pada perkerasan, seperti :

1. Peningkatan beban dan pengulangan beban yang berlebihan.

2. Naiknya air akibat kapilaritas.

3. Pengolahan sistem bahan yang kurang baik dan kualitas bahan yang kurang

(14)

4. Suhu udara dan cu

curah hujan yang umumnya tinggi di Indonesia

asar yang tidak stabil.

an yang kurang baik.

KANG

kerasan lentur terdiri dari lapisan – lapisan yan

ng telah dipadatkan. Lapisan – lapisan tersebut

lu – lintas dan menyebarkannya ke lapisan di ba

hkan ke perkerasan jalan melalui bidang konta

tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan

lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

Gambar 1.2 Lapisan Perkerasan Lentur [19].

flexible pavement) terdiri atas beberapa lapisan,

(15)

Lapisan tanah setebal 50 – 100 cm, dimana di atasnya akan diletakkan lapisan

podasi bawah. Tanah dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan galian,

atau permukaan tanah timbunan yang merupakan permukaan dasar untuk

perletakan bagian bagian perkerasan lainnya. Pemadatan yang baik akan

diperoleh jika dilakukan pada kondisi air optimum dan diusahakan kadar air

tersebut konstan selama umur rencana.Hal ini dapat dicapai dengan

perlengkapan drainase yang memenuhi syarat.

2. Lapis podasi bawah (Subbase coarse).

Lapisan antara lapisan tanah dasar dan lapispondasi atas, yang berfungsi :

1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah

dasar.

2. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah

dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.

3. Mengurangi tebal lapis di atasnya yang lebih mahal.

4. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan

dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar

dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda

– roda alat berat.

6. Lapisan untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke

lapis pondasi atas.

(16)

Merupakan lapis perkerasan yang teletak diantara lapis pondasi bawah dan

lapis permukaan. Karena terletak tepat di bawah permukaan perkerasan, maka

lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan paling menderita akibat

muatan, oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas sanagt

tinggi dan pelaksanaan konstruksi harus dilakukan dengan cermat.

Secara umum base course mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

4. Lapis permukaan (surface).

Merupakan lapisan perkerasan paling atas yang memiliki fungsi sebagai

berikut :

1. Lapisan perkerasan penahan beban roda, dengan persyaratan harus

mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa

pelayanan.

2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh ke atasnya tidak meresap ke

lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.

3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat

rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul

(17)

Karakteristik perkerasan lentur :

1. Bersifat elastis jika menerima beban, sehinga memberikan kenyamanan bagi

pengguna jalan.

2. Seluruh lapisan ikut menanggung beban.

3. Penyebaran tegangan ke lapisan tanah dasar sedemikian, sehingga tidak

merusak lapisan tanah dasar.

4. Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.

5. Umur rencana maksimum 20 tahun.

Perkerasan lentur (flexible pavement) memiliki dua persyaratan yakni

persyaratan struktural dan persyaratan fungsional.Persyaratan fungsional

mencakup empat hal, yaitu : ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan

beban / muatan lalu lintas ke tanah dasar, kedap terhadap air, sehingga air tidak

mudah meresap ke lapisan di bawahnya, permukaan mudah mengalirkan ai,

sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat dengan cepat dialirkan, dan

konstruksi harus cukup kuat, mampu memikul beban lalu litas sehingga tidak

mudah hancur. Sementara persyaratan fungsionalnya mencakup tiga hal, yaitu :

permukaan yang rata, tidak bergelombang, dan tidak melendut, juga permukaan

tidak mengkilap, tidak silau bila terkena matahari atau lampu, dan permukaannya

cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan, sehingga

tidak mudah slip.

Mengingat vitalnya peranan jalan dalam kehidupan masyarakat dan kemajuan

(18)

kendala seperti terhambatnya lalu – lintas, kecelakaan kendaraan, peningkatan

biaya operasional kendaraan, dan sebagainya.

Gambar 1.3 Penyebaran beban Lalu Lintas.

Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas :

1. Muatan kendaraan berupa gaya vertikal.

2. Gaya rem kendaraan berupa gaya horizontal.

3. Pukulan roda kendaraan berupa getaran – getaran.

Oleh karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing –

masing lapisan berbeda dan semakin ke bawah semakin kecil. Lapisan permukaan

harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi atas

menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya

menerima gaya vertikal saja. Oleh karena itu terdapat perbedaan syarat – syarat

(19)

Sebagai bahan konstruksi, tanah dasar dituntut untuk mempunyai kekuatan

tertentu. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan

oleh daya dukung tanah dasar yang ada. Perubahan bentuk tanah dasar akibat

pembebanan, mengembang dan

menyusutnya tanah dasar akibat perubahan kadar air sehingga volume tanah dasar

berubah akan membawa dampak pada lapisan perkerasan yang ada diatasnya.

Tanah dasar adalah lapisan tanah yang diatasnya akan diletakkan lapisan

pondasi bawah. Tanah dasar dapat berupa :

1. Tanah asli yang dapat dipadatkan bila tanah aslinya baik

2. Tanah yang didatangkan dari tempat lain kemudian dipadatkan.

3. Tanah asli yang digali sesuai kebutuhan.

4. Tanah yang di stabilitasi dengan bahan tambah ( adiktif )

Umumnya persoalan yang menyangkut tanah lempung sebagai tanah dasar

adalah sebagai berikut (SKBI-2.3.26.1987) :

1. Perubahan bentuk tetap ( deformasi permanen ) dari tanah akibat beban lalu

(20)

akan mengakibatkan jalan tersebut rusak. Tanah dengan plastisitas tinggi

cenderung mengalami hal ini. Tanah lempung sebagai tanah dasar harus

diperhatikan. Daya dukung tanah dasar yang ditunjukkan oleh nilai CBRnya

dapat merupakan indikasi dari perubahan bentuk yang dapat terjadi.

2. Sifat mengembang dari macam tanah tertentu akibat perubahan kadar air. Hal

ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum

mencapai kepadatan tertentu sehingga perubahan volume yang terjadi dapat

dikurangi. Kondisi drainase yang baik dapat menjaga kemungkinan

berubahnya kadar air pada lapisan tanah dasar.

3. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada

daerah pada macam tanah yang sangat berbada sifat dan kedudukannya.

4. Lendutan (deflaksi) dan pengembangan kenyal yang besar selama dan sesudah

pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.

5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang

diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar ( granular soil ) yang tidak

dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

Jenis lapis pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia :

1. Pasir dan batu (sirtu) kelas A, B atau C.

2. Tanah/ lempung kepasiran.

3. Lapis aspal beton (laston).

4. Tanah atau agregat yang telah distabilisasi.

(21)

1. Batu pecah kelas A, B atau C.

2. Tanah/ lempung kepasiran.

3. Lapis aspal beton (AC/ ATB).

4. Agregat yang telah distabilisasi.

5. Penetrasi macadam (lapen)

Jenis lapisan permukaan yang umum digunakan di Indonesia :

1. Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston) atau Hot Roll Sheet (HRS).

Merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi

timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu,

yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.

2. Lapis Aspal Beton (Laston)

Laston (AC) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari

campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai agregat yang mempunyai

gradasi menerus, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu.

3. Asphalt Treated Base (ATB)

Merupakan formulasi untuk meningkatkan keawetan dan ketahanan kelelehan.

Material lapisan ini hampir sama dengan campuran dari Laston.

(22)

Merupakan lapis

huan kita tentang stabilisasi perkerasan jalan ra

(23)

Metode penulisan yang dilakukan pada penulisan Tugas Akhir ini adalah Studi

Literatur dengan mengumpulkan data - data dan keterangan dari buku - buku dan

jurnal - jurnal yang berhubungan dengan pembahasan mengenai bahan dan

metode stabilisasi perkerasan jalan raya ini serta masukan dari dosen pembimbing.

I.6 SISTEMATIKA PENULISAN.

BAB III STABILISASI TANAH DASAR (SUBGRADE)

1. Stabilisasi Mekanik

2. Stabilisasi dengan Campuran

(24)

b. Hydrated Lime

c. Qiuck Lime

d. Sodium chloride

e. Fly ash

f. Ronald road packer

g. Rice Husk Ash (abu sekam padi)

h. Lime stone

i. Clean set cement

j. Bitumen

k.Calcium acrylate

l. Aniline furfural

m. Sulphite liquor

3. Ringkasan

BAB IV STABILISASI MATERIAL

1. Stabilisasi Agregat

2. Teknologi Daur Ulang (Recycling)

(25)

K

han penstabilisasi untuk konstruksi jalan telah

abilisasi dapat dilakukan di tempat pada posisi

lalu diangkut ke tempat yang dimaksud dan dip

sedur stabilisasi yang akan digunakan dibahas

vitas, segi ekonomi, dan kemudahan dalam im

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur [19].

d stabilisasi adalah suatu proses yang dilaku

ningkatkan load bearing capacity dan stabilita

si perkerasan sudah dikenal sejak lama , ada

perlunya peninjauan konsep konsep yang ada.

a kendaraan kendaraan dengan muatan berleb

(26)

konsep pendekatan rasional dalam perhitungan tebal perkerasan,perkembangan

jenis bahan pengikat (binder), karakterisasi material yang semakin baik serta

keberadaan peralatan khusus untuk pembuatan stabilisasi. Di samping itu isu

mengenai conserve resources dan lingkungan , membuat perkembangan dibidang

ini jauh lebih cepat dari yang diramalkan [22].

Gambar 2.2 Grafik Penurunan Kondisi Perkerasan [44].

Tanah yang akan dijadikan sebagai lapisan tanah dasar untuk konstruksi jalan

raya harus memenuhi syarat – syarat teknis tertentu, tanah yang terdapat di

lapangan bersifat sangat lepas atau bersifat sangat mudah tertekan, dan

mempunyai indeks konsistensi yang tidak sesuai, atau mempunyai tanah yang

akan dijadikan sebagai lapisan tanah dasar untuk konstruksi jalan raya

permeabilitas yang terlalu tinggi, maka tanah tersebut harus distabilisasi.

Stabilisasi pada subgrade biasanya dimaksudkan untuk menambah kekuatan pada

subgrade, sebagai working flatform untuk peralatan konstruksi,merubah kualitas

(27)

konstruksi yang berhubungan dengan variabilitas kekuatan subgrade serta

menjadikan lapisan kedap air.

Banyak faktor penyebab terjadinya kerusakan jalan dengan berbagai tingkatan,

diantaranya keterbatasan dana yang ada untuk pemeliharaan jalan ditambah

dengan seringnya terjadi kerusakan pada jalan yang telah direhabilitasi, beban

kendaraan yang berlebih (overloading), mutu pelaksanaan pekerjaan yang tidak

sesuai, drainase yang kurang/ tidak berfungsi,

perencanaan yang tidak tepat, keterlambatan pengeluaran anggaran, serta prioritas

penanganan yang kurang tepat [22]. Untuk pemeliharaan, peningkatan, dan

pembangunan jalan diperlukan agregat dan aspal dengan volume besar.

Secara umum, prosedur stabilisasi yang akan digunakan dibahas terlebih

dahulu berdasarkan efektivitas, segi ekonomi, dan kemudahan dalam

implementasinya [18].

Stabilisasi dapat dilakukan di tempat pada posisi asli tanah atau sebagai timbunan,

juga dapat dilakukan di pabrik lalu diangkut ke tempat yang dimaksud dan

dipadatkan.

Stabilisasi berkembang dengan sangat cepat dikarenakan beberapa alasan [20]

:

1. Peningkatan volume lalulintas.

2. Peningkatan jumlah kendaraan berat.

3. Perbaikan teknik perancangan perkerasan.

(28)

5. Peningkatan jumlah bahan pengikat yang efekif.

6. Biaya rehabilitasi jalan yang lebih murah.

7. Peningkatan keuntungan sosial dan lingkungan berkaitan dengan daur ulang

dan efisiensi konstruksi.

8. Adanya pengakuan kecepatan dan berkurangnya hambatan lalu lintas selama

proyek konstruksi.

9. Perbaikan pengertian industri pada proses stabilisasi.

Gambar 2.3 Pelaksanaan Stabilisasi pada Tahun 80an [36].

Pelaksanaan stabilisasi jalan dengan semen pada masa lampau, masih

menggunakan metode konvensional, yakni membariskan kantong semen 40 kg di

permukaan jalan dan meratakannya menggunakan penggaruk sampai serata

(29)

ton, menyebarkan langsung pada permukaan jalan dan dapat mencatat jumlah

semen yang telah digunakan secara elektronik.

II.2 Latar Belakang Stabilisasi

Pada struktur perkerasan yang telah mengalami kegagalan, perbaikan yang

umum dilakukan adalah memperbaiki bagian – bagian yang rusak dan

meningkatkan daya dukung perkerasan tersebut dengan jalan memberikan lapis

tambah baru (overlay) atau membongkar lapisan beraspal lama yang diikuti

dengan perbaikan dan penambahan lapis pondasi serta memberikan lapis beraspal

baru sebagai lapis penutupnya, yang memerlukan material baru yang kualitasnya

harus lebih baik dari yang lama. Peningkatan daya dukung dengan mempertebal

lapisan perkerasan akan kurang efektif bila memiliki batasan vertikal (trotoar),

yang mana harus diikuti dengan perbaikan trotoar juga, dan dapat memicu konflik

dengan masyarakat karena penambahan elevasi permukaan jalan yang menerus,

sehingga lebih tnggi dari lantai rumah mereka. Stabilisasi dilakukan dengan tujuan

untuk memperbaiki sifat bahan yang digunakan dan atau untuk meningkatkan

daya dukung konstruksi jalan.

Menurut Neni [12], terdapat beberapa alasan konvensional yang melatarbelakangi

stabilisasi :

1. Kondisi tanah dasar yang jelek.

Stabilisasi tanah dasar adalah untuk meningkatkan mutunya, sehingga tebal

perkerasan dapat dikurangi.

(30)

Tingginya plastisitas bahan yang sering dijumpai pada bahan lapis pondasi

marjinal memerlukan semen atau kapur untuk dapat menurunkannya.

3. Pengendalian debu.

Beberapa negara telah mengembangkannya, sementara di Indonesia belum

begitu popular.

4. Pengendalian kadar air.

Terdapat beberapa bahan kimia yang dapat menahan air di dalam tanah,

sehingga pada musim kemarau tanah mudah untuk dipadatkan, demikian

sebaliknya.

5. Mendapatkan bahan lapis pondasi yang lebih unggul.

Penggunaan lapis pondasi yang unggul, missal lapis pondasi distabilisasi

semen (cement treated base) dan lapis pondasi beton aspal, seringkali

diperlukan baik pada perkerasan beton aspal maupun perkerasan beton semen.

Lapis pondasi tersbut dapat menyumbangkan kekakuan yang berarti terhadap

perkerasan, sehingga perkerasan lebih tahan terhadap keruntuhan lelah.

Ada juga alasan lain : makin meningkatnya beban lalu – lintas, meningkatnya

kecanggihan alat untuk stabilisasi, makin meningkatnya kesadaran terhadap

(31)

Gambar 2.4 Diagram Hirarki peminimalisan limbah [44]

Stabilisasi tanah merupakan upaya untuk merubah sifat – sifat tanah yang

bertujuan untuk menigkatkan nilai teknisnya [16], seperti :

1. Meningkatkan atau menurunkan kekuatan tanah, atau mengurangi

sensitivitas kekuatan terhadap perubahan lingkungan, khususnya

perubahan kelembapan.

2. Meningkatkan atau menurunkan permeabilitas tanah.

3. Mengurangi kompressibilitas.

4. Mengurangi dampak pengaruh dari pembekuan.

Stabilisasi pada lapisan subbase dan base biasanya bertujuan meningkatkan

kualitas material base yang kurang baik, mengurangi tebal lapisan perkerasan,

menambah kekuatan material base, mencegah retak refreksi serta mengurangi

(32)

bermakna untuk keadaan lalu lintas sedang sampai berat yang berada diatas

subgrade yang berkekuatan rendah,untuk daerah daerah yang selalu tergenang air.

Tabel 2.1. Kategori kerusakan perkerasan & penyebabnya (AUSTROADS)

II.3 Manfaat Stabilisasi

Untuk pemeliharaan atau peningkatan atau pembangunan jalan [43]:

1. Diperlukan agregat dengan volume besar yang ketersediaannya semakin

terbatas dan penambangannya merusak lingkungan.

2. Perlu aspal dengan volume yang cukup besar yang harganya saat ini semakin

(33)

Kepedulian lingkungan

Konstruksi jalan konvensional sangat bergantung pada quarry, yang merupakan

sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, proses stabilisasi telah

berkembang umumnya di daerah yang sulit mendapatkan material. Kepedulian

pada masa lampau sangat sedikit akan sumber daya alam, terutama karena

langsung siap pakai. Merupakan tanggung – jawab para insinyur dan perancang

untuk pemeliharaan sumber daya alam meliputi semua bentuk konstruksi,

khususnya konstruksi jalan untuk generasi mendatang.

Menurut Warren [27], terdapat tiga keuntungan penggunaan teknik stabilisasi

insitu dalam upaya rehabilitasi perkerasan, yaitu :

1. Penghematan biaya secara langsung.

Dibanding dengan rekonstruksi, proses stabilisasi biasanya dapat menghemat

biaya sekitar 30 % bahkan dapat lebih besar dari 50 %.

2. Keuntungan sosial.

Stabilisasi insitu biasanya lebih cepat dibanding alternatif lain dikarenakan

tidak adanya penggalian dan pemindahan material yang sedikit dari dan ke

lokasi pekerjaan. Dan juga dengan mendaur ulang material di tempat, resiko

penundaan pekerjaan karena cuaca buruk dapat diperkecil.

(34)

Dapat menghemat beberapa hal, yakni :

a. Penggalian material lama.

b. Pemindahan material yang tidak terpakai.

c. Pembuangan material bongkaran yang masih memiliki nilai.

d. Kemungkinan penggunaan timbunan.

e. Penggunaan material baru, yang merupakan sumber daya alam yang

terbatas.

f. Pengangkutan material pengganti ke tepi lokasi.

g. Tenaga dan emisi gas dari keseluruhan pekerjaaan.

Manfaat utama dari stabilisasi adalah [20] :

1. Penggunaan kembali material perkerasan yang ada, yang mana mengurangi

landfill dan penggunaan sumber daya alam yang terus berkurang.

2. Memperkuat perkerasan yang telah ada.

3.Meningkatkan permeabilitas perkerasan, mengurangi penyebab utama

kerusakan perkerasan – tempat masuk air.

4. Mengurangi waktu pembangunan dn penutupan area secara drastic.

5. Mengurangi biaya konstruksi karena penggunaan material baru, pengangkutan

material dan penggunaan energi yang lebih sedikit.

6. Perbaikan tanah dasar dalam hal peningkatan kekuatan untuk waktu yang lama.

(35)

Tabel 2.2. Estimasi Biaya Rehabilitasi Perkerasan [27].

(36)

Stabilisasi perkerasan tradisional memiliki khas dengan penggunaan semen dalam

jumlah yang besar yang berkembang menjadi lapis pondasi yang distabilisasi

semen. Sehubungan dengan kekakuan yang tinggi dari lapisan, pengurangan retak

melintang sepanjang perkerasan [21].

Semen atau campuran semen dengan bahan pozolanik lainnya sangat efektip

digunakan untuk menstabilisasi bahan yang memiliki nilai indeks plastis (IP) lebih

kecil dari 10. Untuk

bahan yang lebih bersifat plastis, proses stabilisasi akan sangat efektip bila

digunakan kapur atau campuran kapur dengan bahan pozolanik lainnya. Material

yang distabilisasi menggunakan semen atau kapur akan akan bersifat semi kaku

atau bahkan cenderung getas, semakin tinggi perentase pemakaian semen atau

kapur, semakin getas bahan yang dihasilkan, sehingga bahan yang distabilisasi

(37)
(38)
(39)

II. 4 Ringkasan

Yang dimaksud dengan stabilisasi adalah upaya - upaya yang dilakukan

untuk meningkatkan load bearing capacity dan stabilitas dari material. Untuk

pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan jalan diperlukan agregat dalam

jumlah besar, sementara sumber daya alam terbatas, sehingga diperlukan metode

yang ramah lingkungan dan hemat energi dengan memanfaatkan material yang

(40)

BAB III

STABILISASI TANAH DASAR

(SUBGRADE)

III.1 Stabilisasi Mekanik

Semua tanah yang distabilisasi dengan bahan stabilisasi tanah, akan

membutuhkan proses pemadatan. Pemadatan tanah dapat diperoleh dengan

memberikan energi pada tanah yang akan dipadatkan dengan cara antara lain :

1. Cara menekan ( Static Weight )

Pemadatan tanah dilakukan dengan cara menekan udara yang ada didalam

butiran tanah secara perlahan guna menghilangkan udara di dalam pori

pori tanah semaksimal mungkin, dan mengeluarkan kelebihan air dalam

tanah. Alat yang digunakan umumnya mesin penggilas yang

berpermukaan licin sehingga permukaan rata, padat, dan sekaligus

meningkatkan tegangan geser tanah.

2. Menguli padat ( Kneading Action )

Pemadatan tanah dilakukan dengan cara meremas remas tanah oleh suatu

(41)

akan memudahkan penguapan air yang ada didalam tanah dan akibat dari

pekerjaan ini permukaan tanah tidak rata.

3. Menumbuk padat ( impact)

Cara pemadatan ini sering dilakukan di laboratorium, dengan menjatuhkan

benda dari ketinggian tertentu. Cara ini akan meninggikan shear strenght

tanah. Untuk gaya pembebanan itu, cara impact akan menghasilkan

gradasi yang baik. Misalnya, butiran batu pecah akan memperbaiki gradasi

tanah tersebut, sebaliknya gaya yang berlebihan dapat menimbulkan

kehancuran pada permukaan tanah/ batu, sehingga menghilangkan

interlocking antar butir - butir tanah.

4. Menggetar padat (vibrating)

Cara ini akan menurunkan shear stenght butir - butir tanah akibat gaya

berat dan akan bergerak menggeser air pada bentuk terpadat, dengan

mengurangi semaksimal mungkin rongga rongga antar butir butir tanah

tersebut. Cara vibration sangat baik untuk memadatkan tanah yang tidak

memiliki kohesi ( mis : pasir ).

(42)

Pada umumnya untuk mendapatkan pemadatan tanah yang baik sistem /

cara pemadatan tidak dilakukan dengan satu sistem/cara, tetapi dengan

penggabungan variasi dari beberapa cara pemadatan tersebut diatas.

Tabel 3.1. Beberapa Cara pemadatan Tanah

III.2 Stabilisasi dengan Campuran

Sifat – sifat tanah dapat diubah melalui beberapa cara, diantaranya adalah

melalui proses kimia, pemanasan atau mekanis. Namun demikian perlu

diperhatikan bahwa karena variabilitas tanah, tidak ada satu carapun yang dapat

berhasil untuk semua jenis tanah, maka pemilihan bahan stabilisasi sering kali

tergantung pada jenis- jenis tanah dimana bahan stabilisasi tersebut dapat

(43)

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan stabilisasi adalah :

1. Cuaca dan drainase.

2. Penyelidikan perkerasan.

3. Pengambilan contoh dan pengujian bahan.

4. Penilaian awal terhadap jenis stabilisasi yang diperlukan.

5. Pemilihan akhir jenis stabilisasi.

Ingels dan Metcalf menyebutkan ada beberapa karakteristik utama tanah yang

harus dipertimbangkan berkaitan dengan masalah stabilisasi tanah :

1. Stabilitas volume..

Perubahan volume sangat erat kaitannya dengan perubahan kadar air. Banyak

jenis tanah lempung yang mengalami susut dan kembang karena kepekaan

terhadap perubahan kadar airnya (water content), dimana perubahan kadar air

sejalan dengan perubahan musim di wilayah tersebut, misalnya akan retak –

retak pada musim kemarau dan mengembang pada musim hujan. Masalah ini

biasanya diatasi dengan waterproofing dengan berbagai bahan seperti bitumen.

2. Kekuatan

Parameter yang umum digunakan untuk mengetahui kekuatan tanah adalah

dengan percobaan kuat geser dan daya dukung tanah.

3. Permeabilitas

Permeabilitas pada umumnya diakibatkan oleh timbulnya tekanan air dan

terjadinya aliran perembesan (seepage flow), sedangkan pada tanah lempung

(44)

baik. Karena itu keadaan ini dapat diatasi dengan pembuatan system drainase,

pelaksanaan pemadatan dan stabilisasi yang baik.

4. Durabilitas

Durabilitas adalah daya tahan bahan konstruksi terhadap cuaca, erosi, dan

kondisi lalu lintas diatasnya. Pada tanah yang distabilisasi, durabilitas yang

buruk biasanya disebabkan oleh pemilihan jenis stabilisasi yang keliru, bahan

stabilisasi yang tidak sesuai, atau karena masalah cuaca.

5. Kompresibilitas

Kompressibilitas tergantung dari kandungan mineral lempung.

(45)

* Kapur.

Stabilisasi dengan menggunakan kapur bukanlah merupakan hal yang baru.

Penggunaan berbagai bentuk kapur banyak dipakai untuk konstruksi bahkan

sebelum ditemukannya semen Portland pada abad 19, tembok besar Cina

dibangun dengan mortar yang distabilisasi kapur, seperti halnya bangunan

pertama di pelabuhan Arthur, bahkan sejak jaman Romawi, mereka telah

menggunakan kapur untuk menstabilisasi jalan [4].

M.Shouman menjelaskan stabilitasi tanah dengan kapur :

Jenis kapur yang digunakan :

CaO : Quick Lime, dihasilkan dari batu kapur (CaCO3) dengan

pembakaran pada temperatur tinggi untuk menguraikan batu kapur menjadi

quicklime. Ini merupakan hasil alkali dengan pH > 12, dan seringkali berupa

tepung atau butiran dengan berat jenis lebih besar dari 1000 kg/m3.

Ca(OH)2 : Hydrated Lime, dihasilkan dari quicklime yang dicampur di air

dengan memberikan panas dari luar. Merupakan hasil alkali dengan pH > 12,

dan berupa tepung halus dengan berat jenis bervariasi dari 450 – 780 kg/m3.

a. Hydration

1 Quick Lime segera bereaksi dengan air dalam tanah

(46)

3.Untuk lime colums atau layers : timbulnya panas dan ekspansi kapur

menambah efek konsolidasi.

b. Flocculation

1. Bila kapur dicampur dengan lempung, Na+ dan beberapa kation pada

permukaan mineral lempung akan diganti oleh Ca++ dari kapur.

2. Akibat hal diatas struktur mineral lempung menjadi saling berhubungan

(flocculated) dan plastisiti berkurang.

c. Cementation

1. Tahap kedua dari reaksi soil lime adalah menggeser silica dari mineral

lempung (Cementation)

2. Cementation adalah kontribusi utama terhadap kenaikan kekuatan tanah

3. Cementation dibatasi oleh jumlah silica yang tersedia. Jumlah kapur

tidak bisa melebihi silica.

4. Perbaikan berkelanjutan dalam jangka pangjang.

d. Carbonation.

Reaksi antara kapur dengan CO2 diudara terbuka membentuk cementing

agent yang relatif lemah.

- Quicklime dan hydrated lime dapat memperbaiki nilai teknis tanah lempung

atau tanah lanau berpasir. Lempung – material berpasir telah berhasil

distabilisasi untuk digunakan sebagai lapis pondasi perkerasan jalan.

Stabilisasi kapur tidak dianjurkan untuk tanah berpasir tanpa butiran halus dan

(47)

Tabel 3.3. Persyaratan Stabilisasi tanah dengan kapur (SNI 03-3638-1994)

- Penambahan kapur mempengaruhi sifat tanah yaitu [16]:

1. Plastisitas

Secara umum kapur meningkatkan indeks plastisitas pada tanah dengan

plastisitas rendah, dan menurunkannya pada tanah dengan indeks

plastisitas tinggi.

2. Densitas.

Secara umum kapur menyebabkan pengurangan kepadatan tertekan

maksimum, dan peningkatan kadar air terendam optimum.

(48)

Secara umum, kapur meningkatkan kekuatan pada hampir semua jenis

tanah.

(49)

Tabel 3.4. Jenis Kapur untuk Stabilisasi Tanah

Beberapa keuntungan penambahan kapur terhadap tanah adalah [12] :

1. Menimbulkan pengaruh yang cepat terhadap tanah, sehingga melalui

penggumpalan butir – butir (flocculation) akan memperbaiki gradasi dan sifat –

sifat yang diperlukan untuk kemudahan pengerjaan. Besarnya pengaruh

tersebut bervariasi menurut kandungan aktual mineral.

2. Mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap kekuatan, sehingga terjadi

peningkatan kekuatan yang menerus.

3. Memungkinkan pengurangan tebal perkerasan, karena bahan yang distabilisasi

dapat dianggap sebagai lapis pondasi bawah.

(50)

Tabel 3.5. Kandungan Kapur [20]

(51)

*Garam

Nelson & Miller [19] menjelaskan bahwa garam yang umum digunakan untuk

stabilisasi adalah Sodium klorida dan Kalsium klorida. Pengaruh Sodium klorida

pada tanah berbeda – beda, secara umum memiliki pengaruh besar pada tanah

dengan batas cair yang tinggi. Tergantung jenis tanah, Sodium klorida dapat

meningkatkan batas susut dan kuat geser.

Sehubungan dengan mudahnya Kalsium klorida luruh dari tanah, maka secara

umum, perawatan dengan garam harus diulang setiap tahun dan kelipatannya.

Perawatan yang bersifat sementara ini menyebabkan metode ini tidak efektip

secara ekonomis (Gromko, 1974).

*Bitumen

Bahan – bahan berbituminus untuk maksud bengunan jalan merupakan cairan

berviskos. Konsistensi pada suhu normal berkisar dari sesuatu yang sedikit lebih

kental daripada air sampai bahan yang keras dan mudah pecah, yaitu bila keadaan

(52)

Sumber bahan – bahan berbituminus :

1. Aspal alamiah, berasal dari berbagai sumber seperti Trinidad dan Bermuda.

2. Aspal batuan, merupakan endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang

diperpadat dengan bahan – bahan berbituminus.

3. Bahan – bahan aspal minyak bumi.

Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, yang terdiri dari

aspaltenis dan maltenis. Aspaltenis merupakan material berwarna hitam atau

coklat tua yang tidak larut dalam heptene. Maltenis larut dalam heptene,

merupakan cairan yang terdiri dari resins dan oil. Resis adalah cairan berwarna

kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal.

Pada saat pencampuran crude petroleum dengan tanah, terjadilah suatu proses

dimana butiran tanah menjadi lebih besar (M. Jafri).

* Lime Stone

- Yang dimaksud dengan lime stone (batu kapur) adalah bahan baku

pembuatan batu gamping/ kapur dimana proses pembuatannya dengan

melakukan pembakaran batu kapur tersebut. Lime stone dapat

(53)

~ Oolitik : Batu kapur yang terbentuk dalam mineral kalsit dan batu kapur

jenis ini tidak mempunyai retakann.

~ Dolomit : Batu kapur yang kaya magnesium dan sering kali

diidentifikasi melalui kristalnya. Pada umumnya, batu kapur jenis ini lebih

padat dan kuat dari pada batu kapur oolotik yang lebih bervariasi.

~ Kristalin : Batu kapur yang komposisinya didomonasi oleh kristal

kalsium karbonat. Batu kapur jenis ini mempunyai kepadatan dan tegangan

yang tinggi, daya absorbsi rendah, tekstur halus dan berwarna abu – abu

terang.

- Penggunaan limestone dapat memperbaiki sifat – sifat tanah seperti :

meningkatkan daya dukung ijin, meningkatkan daya dukung ultimit.

* Semen Portland

- (Bergado et al, 1996) menjelaskan bagaimana semen berinteraksi dengan

tanah sebagai berikut :

a.Partikel semen adalah substansi yang heterogen, mengandung tricalcium

silicate (C3S), dicalcium silicate (C2S), tricalcium aluminate (C3A), dan

tetra calcium alumina ferrite (C4A) yang padat. Keempat unsur pokok

(54)

b.Ketika air pori tanah bertemu dengan semen, terjadi hidrasi semen secara

cepat dan menghasilkan hidratet calcium silicates (C2SHx), C3S2Hx,

hidrated calcium aluminates (C3AHx, C4AHx) dan hidrated lime

(Ca(OH)2).

c.Partikel partikel semen ini mengikat butir butir semen yang berdekatan

selama proses pengerasan dan membentuk matriks skeleton yang keras.

d.Hydrasi semen menyebabkan peningkatan nilai PH air pori yang

disebabkan oleh penguraian hydrated lime.

- Semakin banyak semen yang ditambahkan pada tanah, menghasilkan

tanahsemen yang lebih kuat. Semen dengan kekuatan tinggi dan cepat

seringkali lebih efektif dari semen normal [17].

- Tanah yang distabilisasi dengan semen terdiri dari lima jenis [11] :

1. Tanah semen.

Jenis yang sangat umum, dan campuran yang digunakan untuk

konstruksi stabilisasi tanah dasar sering dari jenis ini, yang dapat

(55)

dapat digunakan untuk lapis penahan beban jalan, tepi perkuatan,

tempat parkir dan daerah gudang.

2. Semen – butiran yang diperbaiki- campur tanah.

Memiliki tambahan semen paling sedikit, dengan intensitas

penggantian karakteristik tanah yang nyata, seperti penurunan

ekspansi atau kontraksi, plastisitas, dan dengan peningkatan daya

dukung. Dapat digunakan sebagai lapis base dibawah perkerasan

lentur atau kaku.

3. Semen lanau yang diperbaiki – campur lempung.

Tambahan semen dimaksudkan untuk penurunan ekspansi dan

kontraksi, dimana pada kondisi kadar air yang baik, kekuatan yang

ada dapat dipertahankan. Kadang digunakan untuk pondasi –

perbaikan lapisan.

4. Tanah semen plastis.

Kadar air tertinggi. Dapat digunakan untk pelapis, selokan dan saluran

irigasi, dan untuk perlindungan dari erosi. Campuran ini mudah

digunakan untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan

kekuatan yang memuaskan serta durabilitas, seringkali dibuat dari

(56)

5. Semen – adonan tanah sisa dan mortir.

Kadar air tinggi, campuran cairan kental seringkali mengandung zat

kimia. Umumnya digunakan untuk penyuntikan rel kereta api dan

perkerasan jalan raya.

- Namun sesungguhnya semen mempunyai kelemahan jika dicampur dengan

bahan organik, karena bahan organik mengabsorbsi ion kalsium yang

ada sehingga memperlambat hidrasi semen (Ingles, 1972). Penambahan

senyawa alkali atau alkali hidroksida akan meningkatkan kekuatan tanah

semen [17].

* Calcium acrylate (Kezdi, 1979)

- Dihasilkan dari mencampur kalsium karbonat dan asam acrylic.

- 1. Pertukaran ion

Ketika Calcium acrylate larut dalam air, kation organic dihasilkan dalam

jumlah besar, memungkinkan untuk pergantian ion di permukaan mineral

lempung.

2. Monomer Calcium acrylateakan terpolimer dalam rantai yang panjang

bahkan tanpa terlarut dalam air, yang akan mempersatukan banyak ikatan

kation organik pada partikel tanah.

(57)

- Aniline merupakan asam aromatic primer, dihasilkan dari pertukaran atom

hydrogen pada benzene.

- Furfural adalah aldehyde primer, dapat diperoleh dari penyaringan sekam

gandum atau tanaman lain seperti jagung.

* Sulphite liquor (sulphat cair)

- Merupakan limbah dari industri timbal.

- Pengaruhnya penggunaannya pada tanah :

~ Meningkatkan kohesi.

~ Tanah menjadi lebih mudah dikerjakan dan padat.

~ Permeabilitas, kapasitas penyerapan air, dan sensitivitas beku berkurang.

~ Higroskopi tanah meningkat.

* Ronald Road Packer (RRP)

- Berbentuk konsentrat, mengandung antara lain : sulfat, kalsium, besi.

- Berfungsi sebagai katalisator, dimana melalui tenaga elektro kinetis mampu

(58)

- Cara penggunaan bahan, efektif digunakan pada beberapa macam tanah,

dengan dua cara mekanisme pertukaran ion. Pada kondisi tanah apa adanya

dan pada kondisi asam sulfonik.

- Tanah yang sudah distabilisasi dengan bahan RRP mempunyai sifat [18] :

~ Tanah mempunyai daya dukung sebanding dengan tanah dasar dengan

tolak ukur Modulus elastisitas.

~ Daya dukung dan kapasitas beban yang dibawa meningkat, karena

terjadinya penambahan daya perekat antar butir molekul tanah akibat

beban lalu lintas.

~ Penetrasi bahan stabilisasi RRP ke lapisan bawahnya, yang tidak

distabilisasi secara langsung pada saat pelaksanaan. Bahan penstabil

RRP adalah katalisator, sehingga tidak bereaksi secara langsung dengan

tanah, tetapi tetap ada dalam butiran/ molekul tanah dan dengan bantuan

gerakan air dinamis mampu meresap ke dalam lapisan tanah.

~ Menurunkan indeks plastisitas tanah.

(59)

~ Pada pelaksanaan mempercepat tercapainya kadar air optimum sehingga

relatif dapat lebih cepat dipadatkan.

* Rice Husk Ash (Abu Sekam Padi)

- Merupakan limbah yang dihasilkan dari proses penggilingan padi, yang

dibakar sehingga memiliki kadar silica amorf setinggi mungkin dan kadar

arang sekecil mungkin. Kemudian dengan mencampur kapur tohor dan air

akan didapat suatu campuran hidraulis yang sifat pengerasannya cukup

tinggi. (D.Suhardi, 1982).

- Untuk mendapatkan kadar silika yang cukup tinggi, beberapa factor yang

harus diperhatikan yaitu : proses pembakaran, suhu pembakaran, dan durasi

pembakaran.

- Dapat menurunkan indeks plastisitas tanah, mengurangi kepadatan kering

tanah, dan dapat meningkatkan kekuatan tekan ultimate (qu).

* Fly Ash (Abu Terbang)

- Abu terbang adalah material halus yang dihasilkan dari pembakaran batu

(60)

- Warna abu terbang bervariasi dari abu – abu muda sampai hitam, semakin

muda warnanya, menunjukkan pembakaran makin sempurna dan abu

terbang yang dihasilkan memiliki sifat pozolan yang lebih baik.

- Abu terbang mempunyai mutu yang berbagai ragam bergantung pada :

sumber dan jenis batubara, efisiensi pembakaran dan kehalusan serbuk

batubara, cara pengandapan abu dari batubara.

- Berdasarkan batubara yang digunakan untuk pembakaran, abu terbang

terbagi dua, yaitu : Kelas F, dari jenis Antharist atau bituminous, dan Kelas

C, dari jenis lignit atau sub bituminous.

- Apabila abu terbang dicampur dengan tanah, maka kemungkinan yang

terjadi adalah (Utomo, 1996) :

~ Partikel tanah akan terikat lebih kuat.

~ Perubahan komposisi fraksi tanah, yang mana ion kalsium dalam abu

terbang, yang akan diabsorbsi tanah dan menjadi peartikel yan lebih

besar.

~ Tanah menjadi kedap air, sehinga dapat menjaga daya ikat dari lapisan

(61)

~ Kerapatan tanah akan makin besar karena rongga udara akan semakin

padat, yang mana akan menambah kekuatan tanah.

(62)
(63)
(64)

BAB IV

STABILISASI MATERIAL

IV.1 Stabilisasi Agregat.

Agregat yang dibutuhkan dalam proses perbaikan maupun pambangunan

jalan baru tidaklah sedikit, karenanya proses stabilisasi agregat merupakan hal

yang sangat dibutuhkan karena alasan keterbatasan sumber daya alam. Stabilisasi

agregat dapat dilakukan di tempat (inplace) maupun di pabrik (inplant).

Gambar 4.1. Penurunan Kondisi Perkerasan [45].

Stabilisasi agregat dapat berupa pencampuran dengan material pilihan,

(65)

pemadatan. Penggunaan kembali agregat yang lama akan sangat membantu dalam

pelestarian lingkungan, yang mana hal ini sedang gencar digalakkan.

Stabilisasi granular / mekanikal mencakup :

1. Pencampuran material yang beragam yang terdapat di quarry.

2. Pencampuran material pilihan yang didatangkan dengan material yang telah

ada.

3. Pencampuran material lapi perkerasan yang telah ada hanya dengan air.

4. Mencampur dua atau lebih kerikil, tanah pilihan yang didatangkan dengan atau

hasil quarry di tempat atau di tempat pencampuran.

Proses stabilisasi dapat dilakukan dengan dua metode [23], yakni :

1. Insitu – material perkerasan eksisting dibongkar dan bahan aditif dicampur

dengan material tanpa memindahkannya dari lokasi.

2. Inplant – material eksisting dibongkar dan diangkat ke pabrik pengolahan,

dicampur dengan aditif dan diangkut kembali ke lokasi untuk dipadatkan dan

(66)

Gambar 4.2. Mesin skidsteer pada proses perbaikan jalan

Tabel 4.1. Distribusi ukuran butiran untuk filler bitumen.

(67)

Teknologi daur ulang (recycling) dapat digunakan sebagai alternatif penanganan

dalam rangka mempertahankan tingkat standart pelayanan minimum jalan

sekaligus menjawab isu yang terjadi saat ini seperti :

1. Melindungi sumber daya alam, sehingga diperlukan suatu usaha untuk

menggunakan serta mengolah bahan perkerasan setempat sehingga mempunyai

nilai kekuatan yang baru yang tidak kalah dengan kekuatan bahan apabila

menggunakan material segar.

2. Tuntutan akan teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energi.

3. Ketinggian/ elevasi permukaan jalan diupayakan dipertahankan dengan tidak

terus – menerus melakukan penambahan lapisan aspal (overlay).

4. Semakin berkembangnya teknologi peralatan, pemanfaatan bahan setempat

dengan metoda daur ulang telah dapat dilaksanakan.

5. Dana pemeliharaan jalan tidak sebanding dengan panjang jalan yang dipelihara,

sehingga sering dilakukan metode dengan skala prioritas penanganan.

Bahan garukan (milling) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) : hasil garukan mengandung bahan

pengikat.

2. RAM (Reclaimed Aggregate Material) : agregat tanpa bahan pengikat.

IV.2.1 Foam Bitumen

Foam bitumen atau sering juga disebut foamed asphalt atau expanded asphalt

adalah campuran antara udara, air dan bitumen yang dicampur dengan komposisi

(68)

permukaan dan menurunnya viskositas aspal secara signifikan. Foam bitumen

dihasilkan dengan cara menginjeksikan air ke aspal panas di dalam foaming

chamber dan akan mengambang sekitar lima belas kali lipat dari ukuran semula.

Foam bitumen dapat digunakan sebagai bahan penstabilisasi hampir untuk semua

jenis material temasuk bahan sub standar. Agar material yang distabilisasi

memiliki workabilitas dan retained strength yang tinggi, maka penggunaan foam

bitumen harus diikuti dengan penambahan filter aktif (semen/kapur) pada material

yang akan distabilisasi [42][10]. Biasanya foamed bitumen terdiri dari 97 %

bitumen, 2,5 % air dan 0,5 % aditif. Foam bitumen lebih fleksibel dibanding

bahan stabilisasi lain [21].

Wirtgen WR 2500 [10].

Expansion ratio : perbandingan antara volume aspal maksimum yang dicapai pada

kondisi berbuih (foamed) dan volume pada kondisi tidak berbuih (unfoamed).

Half life : waktu yang ditentukan pada saat volume buih mencapai setengahnya

(69)

Situasi yang memicu pertimbangan penggunaan foam bitumen [10] :

1. Dapat dilakukan langsung di tempat seperti lapis ulang, dan karenanya lebih

cepat dibanding metode rehabilitasi lain.

2. Mendekati karakteristik kekuatan material yang distabilisasi dengan semen

yang membuat fleksibel dan karenanya menjadi relatif tahan lelah.

3. Kadar kelembapan yang lebih rendah dibanding stabilisasi emulsi bitumen yang

menyebabkan titik air dapat diminimalisasi.

4. Setelah konstruksi, perkerasan dapat mentoleransi hujan deras hanya dengan

kerusakan kecil karena lalu lintas, dan karenanya sangat sedikit terpengaruh

(70)

Pengunaan foamed bi

bitumen dapat dipertimbangkan pada kondisi –

mana sudah sering kali dilakukan penambalan,

tidak efektip lagi.

lapis pondasi berbutir yang lemah, menjadi

berbutir terlalu tipis untuk mempertimbangk

mengandung semen.

nsional atau pelapisan ulang aspal tipis tidak ma

ran air.

if lapisan aspal penuh untuk jalan lalu lintas ti

si hujan yang tidak cocok dengan konstruksi be

pelapisan ulang tidak memungkinkan karen

ti berdekatan dengan jalan masuk ke milik or

elaksanaan rehabilitasi yang cepat dalam ka

ap usaha dan tempat tinggal.

(71)

Gambar 4.3. Proses Terjadinya Foamed Bitumen [43].

Gambar 4.4. Grafik distribusi butiran material perkerasan yang akan distabilisasi dengan foam bitumen (Austroads, 2002)

(72)

1. Penggilingan dan penghancuran awal untuk stabilisasi.

Recycler digunakan untuk membuka lapis aus.

Gambar 4.5. Proses Penggarukan Lapisan Perkerasan yang Lama

2. Pemeriksaan permukaan.

Grader digunakan untuk memeriksa segala ketidakrataan permukaan sebelum

stabilisasi dan pemadatan.

Gambar 4.6. Proses Perataan Permukaan

(73)

Quicklime disebarkan di sepanjang jalan (umumnya 1,5 % massa) dan

disemprot dengan air.

Gambar 4.7. Proses Penghamparan Kapur

4. Pencampuran foam bitumen dan penyuntikan.

Alat yang digunakan misalnya recycler Wirtgen WR2500.

Gambar 4.8. Proses Pencampuran dan Penyuntikan Foam Bitumen

(74)

Umumnya dipadatkan menggunakan alat pemadat gilas.

(75)

Waktu penundaan untuk lapisan penutup yang dapat diterima adalah dua minggu

setelah proses konstruksi.

Reclaimer dan stabilizer dibuat dengan ruang pencampur yang terletak di tengah

atau di bagian belakang.

Kelemahan foamed bitumen [21] :

1. Biaya – relatif lebih mahal dibanding jenis stabilisasi yang lain.

Biaya Stabilisasi Foam Bitumen [10].

2. Lapisan penutup – hasil percobaan menunjukkan desain lapisan penutup

memerlukan perhatian khusus. Terjadi pembentukan alur – alur pada

permukaan setelah dua minggu penyelesaian proyek.

3. Suhu bitumen – Proses ini membutuhkan bitumen panas (1800 C) supaya dapat

(76)

4. Gradasi – keberhasilan teknik ini dapat dilihat dari gradasi material dalam

jumlah besar yang sangat sensitif. Persentase lolos saringan 0.075 mm harus

berkisar 5 - 15 %, akan lebih condong pada gradasi ‘C’. Hal ini mungkin

memaksa kontraktor untuk mendatangkan material yang kemudian dicampur

dengan material yang telah ada untuk mencapai persyaratan gradasi tersebut.

5. Penggunaan alat berat – Peralatan recycling membutuhkan ruang yang luas,

misalnya, untuk mengangkut foam dan pekerjaan lainnya.

Keuntungan foam bitumen :

1. Aplikasi yang mudah – foam bitumen disemprotkan secara langsung ke ruang

pencampuran recycler.

2. Penambahan kekuatan dengan cepat – jalan dapat langsung digunakan setelah

pemadatan. Pengujian defleksi yang dilakukan sehari setelah pembebanan

menunjukkan nilainya lebih kecil dari 0.75 mm menunjukkan struktur mampu

menahan beban lalu – lintas dengan segera.

3. Penggunaan aditif – hasil pengujian menunjukkan hanya dibuthkan semen

dengan persentase kecil untuk meningkatkan kekuatan secara signifikan

dengan segera.

Foam bitumen lebih fleksibel dibanding jenis stabilisasi yang lain.

(77)

5. Mendekati karakteristik material yang distabilisasi dengan semen yang

membuat jalan menjadi fleksibel dan karenanya memiliki ketahanan lelah yang

relatif.

6. Kadar kelembaban yang lebih rendah dibanding stabilisasi emulsi bitumen yang

menyebabkan titik air dapat diminimalisasi.

7. Setelah konstruksi, perkerasan dapat mentoleransi hujan deras, hanya

menyebabkan kerusakan kecil karena lalu lintas, dan karenanya sangat sedikit

terpengaruh oleh cuaca dibanding metode stabilisasi lainnya.

8. Dapat dilakukan langsung di tempat, sehingga lebih cepat.

IV.2.2 Deep Lift Stabilisation

Yang dimaksud dengan Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) adalah

proses daur ulang material ditempat baik yang berupa material berbutir

kasar/halus ataupun campuran aspal yang telah mengalami kerusakan dengan

kedalaman lapisan lebih dari 300 mm dengan satu kali pengerjaan sekaligus

dengan menggunakan peralatan large reclaimer/stabilizer/recycler [24].

Keberadaan dan penemuan peralatan untuk stabilisasi memungkinkan dibuatnya

DLIPR dengan mudah dan handal. Peralatan tersebut antara lain heavy duty

(78)

berbagai macam bahan pengikat/binder serta proses blending untuk mendapatkan

hasil yang optimum juga telah banyak dilakukan. Wilmot [6] telah

mendokumentasikan dengan baik hal tersebut. Proses pekerjaan DLIPR ini

dilakukan seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 4.10. Metode Pelaksanaan DLIPR [20]

Untuk dapat melakukan proses ini terlebih dahulu diperlukan

penyelidikan/investigasi secara menyeluruh dan kemudian dilakukan perencanaan

perkerasan dengan cara mekanistik empiris. Investigasi yang dibutuhkan antara

lain jumlah lalu lintas yang akan melewati jalan tersebut, pemeriksaan visual

lapangan, tes pit dan pengambilan sample, pengukuran lendutan, pengukuran

(79)
(80)

Hal – hal yang wajib dipersiapkan sebelum pelaksanaan deep lift [12] :

1. Pelaksanaan survei.

Sebelum dimulai pekerjaan di tempat, survei bentuk jalan yang ada wajib

dilakukan. Pelaksanaannya setiap jarak 20 meter dengan pemeriksaan titik

tengah dan tepi kedua sisi. Pada saat yang bersamaan juga memastikan lokasi

dan kedalaman urung – urung untuk menentukan apakah cukup melingkupi

semuanya.

2. Disain jalan.

Secara umum, lebar jalan 3,5 m dan bahu jalan 0,5 – 1,2 m, tetapi tetap

bergantung spesifikasi pekerjaan yang ada.

3. Penambalan pada lapisan aspal yang ada.

Disarankan sebelum memulai pekerjaan, tambalan – tambalan dibongkar dan

diganti dengan kerikil yang cocok digunakan dengan aditif yang akan dipakai.

Segala yang berukuran > 100 mm di dalam perkerasan akan menyebabkan alat

melambat dan menyebabkan kebocoran.

4. Disain perkerasan.

5. Sumber air.

Selama proses stabilisasi insitu, mesin pencampur akan membutuhkan lima

tangki air setiap hari, yang berarti 75.000 l, tergantung kelembaban yang

dibutuhkan perkerasan. Jadi sangat penting menentukan lokasi dan kualitas

sumber air.

(81)

1. Keuntungan biaya langsung.

Rehabilitasi menggunakan teknik stabilisasi umumnya menghemat biaya 30 –

50 % dibanding dengan rekonstruksi kembali.

2. Keuntungan sosial.

Rehabilitasi perkerasan dengan stabilisasi insitu biasanya lebih cepat dibanding

alternatif lain, karena tidak adanya penggalian dan sedikitnya material yang

dibawa keluar, dan juga mengurangi penundaan karena cuaca buruk.

3. Keuntungan bagi lingkungan.

Mengurangi : penggalian material yang ada, pengangkutan material,

pembuangan material galian yang mana masih memiliki nilai, memungkinkan

penggunaan timbunan, pemakaian material yang merupakan sumber daya yang

terbatas, pergerakan truk keluar, energi yang digunakan dan gas emisi yang

dihasilkan.

Kinerja Deep Lift Insitu Pavement Recycling [24] :

Banyak percobaan maupun riset telah dilakukan untuk melihat kinerja lapangan

dari DLIPR ,tetapi kinerja yang terukur dan terdokumentasi dengan baik adalah

apa yang dikenal sebagai The Cooma Accelerated Lading Facilities Trial.

Penelitian COOMA ALF ini bertujuan:

1. Menentukan kinerja DLIPR dengan menggunakan peralatan yang ada pada

lapisan tanah dasar yang lunak maupun tanah dasar yang berkekuatan baik.

2. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai mekanisme

distress yang terjadi dan menentukan pengaruh tebal recycling terhadap

Gambar

Gambar 1.1 Potongan Melintang Jalan
Gambar 1.2 Lapisan Perkerasan Lentur [19]. Ga
Gambar 1.3 Penyebaran beban Lalu Lintas.
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur [19]. Ga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanah lempung Tanon Sragen, berdasarkan hasil penelitian Wiqoyah (2003) disimpulkan bahwa tanah tersebut tidak baik digunakan sebagai lapisan pondasi jalan raya, karena kuat

Lapisan perkerasan jalan adalah suatu struktur konstruksi yang terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan – lapisan

Atas dasar pertimbangan keseragaman dan sifat dasar dari bahan additive tersebut kami mencoba menggunakan semen PC sebagai pembanding untuk stabilisasi tanah lempung

Suatu pembangunan konstruksi jalan, tanah dasar (subgrade) merupakan suatu bagian yang penting untuk diperhatikan, karena letaknya yang berada paling dasar membuat lapisan

Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku adalah suatu susunan konstruksi perkerasan di mana sebagai lapisan atas digunakan pelat beton yang terletak di atas pondasi atau di atas tanah

Bilamana perkerasan Telford akan dihampar pada tanah dasar baru yang disiapkan, maka lapisan ini harus diselesaikan sepenuhnya dan memenuhi ketentuan kemiringan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM, 2007, Perencanaan stabilisasi tanah dengan bahan serbuk pengikat untuk konstruksi jalan, Indonesia Dunn,S.. Dasar-Dasar Analisis

STABILISASI TANAH DASAR MENGGUNAKAN FLY ASH DAN EPOXY RESIN TERHADAP DAYA DUKUNG TANAH DI JALAN IRIGASI SEMATANG BORANG PALEMBANG SKRIPSI Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan Progam