• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Herpes Zoster Oris

2.2.1 Defenisi

Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem syaraf pusat atau tepi, nyeri menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti lymphoma, perawatan penyakit berbahaya (kemoterapi atau radioterapi), infeksi HIV, dan penggunaan obat penghambat kekebalan (immune

suppressan) setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti steroid) juga faktor penyebab resiko. 19,20

Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan antara acute herpetic neuralgia (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), subacute herpetic neuralgia (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit) dan Postherpetic neuralgia (di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).16,20

2.2.2 Etiopatogenesis

Nyeri neuropatik adalah suatu bentuk nyeri kronis yang pada dasarnya melibatkan kerusakan jaringan saraf sebagai penyebab disfungsi normal.2 Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mekanik, kimia, dan thermal, infeksi dan tumor bisa bersifat sebagai stimulus.2,23 Reaksi terhadap stimulus akan menyebabkan bebasnya beberapa zat, hormon dan neurotransmitter seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostaglandin, dan juga beberapa jenis ion seperti kalium, natrium, magnesium.2 Stimulasi dari zat-zat yang bebas tadi melalui jaringan saraf yang tidak bermielin akan menuju ke sumsum tulang belakang. Afferen nyeri yang berasal dari perifer kulit, persendian, perios, pembuluh darah dan lainnya. Melalui ramus komunikans albus menuju kornu dorsalis sumsum tulang belakang. Dari sini traktus spinothalamikus lateralis akan disampaikan ke bagian posteromedial dan posterolateral talamus menuju bagian sentral korteks yang akan memberi persepsi nyeri.2,23 Blokade jalur ini dengan pemberian neurotransmitter atau jenis-jenis kimia lainnya merupakan tindakan pengobatan rasa nyeri. Terdapat beberapa mekanisme

yang berperan dalam timbulnya sensasi nyeri pada Postherpetic neuralgia. Menurut teori Gate control, pada erupsi akut herpes zoster terjadi replikasi virus varisela zoster di serabut saraf, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan saraf pelbagai ukuran, serabut saraf berdiameter besar berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak, dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya terjadi dominasi serabut saraf kecil bermielin dan tidak bermielin, sehingga transmisi impuls nyeri ke medulla spinalis meningkat.2

Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri herpes zoster akut. Patogenesis postherpetic akut belum sepenuhnya dimengerti, tetapi nyeri tersebut dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes zoster disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang besar dalam ganglia yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf atau impuls abnormal, serabut saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat. Faktor resiko yang paling umum untuk Postherpetic neuralgia adalah usia lanjut, rasa sakit yang lebih berat ketika terjadinya zoster, ruam yang lebih parah, dan (prodrome) tanda-tanda awal yang tidak spesifik dari penyakit kulit sebelum timbulnya ruam pada kulit. 2,19,21

2.2.3 Gejala Klinis

Pasien dengan postherpetic neuralgia mengalami nyeri yang hebat menetap seperti terbakar, nyeri tajam atau menusuk hilang timbul. Hiperalgesia, parastesi, hiperastesi, dan nyeri karena rangsangan yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (alodinia) misalnya tersentuh pakaian. Nyeri dirasakan selama berbulan hingga bertahun setelah lesi zoster sembuh. Hampir seluruh penderita mengalami gangguan untuk mengenali sensasi para perabaan halus dan suhu pada daerah persarafan yang terkena. Pasien dewasa tua yang menderita postherpetic neuralgia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas hidup. Nyeri sering dihubungkan dengan

Gambar 6. (a) Situasi normal (b) AB fiber menyebar ke lamina superfisial dari sum-sum tulang belakang dan merusak C fiber (diangkat dari Woolf,dkk)

penurunan sensoris, dan terdapat hubungan antara derajat penurunan sensoris dan keparahan nyeri.2,6,20

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis dapat dilakukan dengan cara mengetahui distribusi nyeri yaitu disepanjang saraf trigeminus, malakukan anamnesis diantaranya dengan menanyakan riwayat penyakit, apakah pasien demam, sudah pernah terkena cacar air, adakah timbul lesi seperti balon air, daerah yang terkena dimana saja, rasa sakitnya seperti apa, dan apakah sebelumnya anggota keluarga yang lain ada yang terkena penyakit yang sama. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan pula dengan langsung melihat lesi dan gambaran klinisnya. Pemeriksaan laboratorium dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang.

2.2.5 Perawatan

Perawatan terhadap post herpetic neuralgia adalah dilakukan dengan obat-obatan serta terapi selain dengan obat-obat-obatan.

I. Farmakologi A. Topikal

Terapi topikal berguna untuk pasien usia lanjut yang tidak dapat mentoleransi pengobatan sistemik karena penyakit lain yang dideritanya. Sampai saat ini, terdapat 3 kategori pengobatan topikal yaitu :

1. Anestetik topikal

Formulasi topikal lidokain, lidokain dengan prilokain, eter dalam kombinasi dengan antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin dan indometasin dilaporkan juga bermanfaat dalam beberapa studi tanpa kontrol.2,5,6 Lidoderm (lidokain 5% skin patch), tersusun dari bahan perekat yang mengandung lidokain 5%, lidoderm

menimbulkan analgesia dan memperbaiki alodinia dengan cara difusi lidokain ke lapisan-lapisan epidermis-dermis dan terikat pada kanal sodium saraf perifer.2,10,16,21 Untuk tiap aplikasi, efeknya berlangsung selama 4 hingga 12 jam.2,7 Karena keamanannya, kini disarankan untuk digunakan sebagai terapi awal post herpetic neuralgia dengan gejala alodinia atau nyeri yang intermiten. Penggunaan lidoderm

telah disetujui oleh FDA.2

2. Anestetik lokal

Hilangnya 50-90% nyeri dapat dicapai oleh anestesi infiltrasi subkutan, yang efeknya berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa minggu. Lidokain, prokain, dan mepivakain sering diberikan secara infiltrasi atau intravena.1,2

3. Kapsaisin

Kapsaisin (dolorax, capsin, zoztrix), trans-8-metil-N-vanilil-6-nonenamida, ekstrak dari Capsicum frustecans, telah banyak digunakan untuk terapi topikal pada keadaan yang melibatkan nyeri, pruritus dan inflamasi. Kapsaisin berperan dalam meningkatkan pelepasan lalu deplesi substansi P, yang dianggap merupakan neurotransmiter peptida endogen utama rangsangan nyeri serabut C dari perifer ke susunan saraf pusat. Sehingga pada awalnya kapsaisin menyebabkan rasa terbakar

dan hiperalgesia terhadap panas atau tekanan. Setelah beberapa hari hingga seminggu, efek ini digantikan oleh hipoalgesia. Analgesia baru timbul saat terjadi deplesi substansi P.2,5-7,21

B. Sistemik 1. Analgesik

a. Antiinflamasi nonsteroid (AINS)

Asetaminofen (tylenol), aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lain umum digunakan untuk postherpetic neuralgia. AINS berguna untuk potensiasi efek analgetik opioid pada nyeri parah.2

b. Opioid

Opioid memperbaiki nyeri melalui aktivasi reseptor spesifik di system saraf pusat dan perifer. Karena efek adiksinya, opioid hanya diindikasikan untuk penggunaan jangka pendek.2,3

2. Agen neuroaktif a. Psikotropik

Antidepresan trisiklik (AT) merupakan terapi yang penting pada Postherpetic

Neuralgia. Mekanisme kerja AT dalam menghilangkan nyeri adalah dengan

memblokade reuptake neurotransmitter norepinefrin dan serotonin, serta meningkatkan inhibisi neuron spinalis yang terlibat dalam persepsi nyeri seperti terbakar dan nyeri tajam atau menusuk.2,5 AT yang banyak digunakan pada

Postherpetic Neuralgia adalah amitriptilin (elavil), nortriptilin (pamelor), imipramin (tofranil), desipramin (norpramin), dan maprotilin.2,6,7,9,10,21

b. Antikonvulsan

Antikonvulsan dapat mengurangi nyeri tajam atau menusuk pada Postherpetic Neuralgia. Pada studi buta ganda dengan kontrol, karbamazepin mengurangi nyeri tajam atau menusuk namun tidak efektik untuk nyeri yang terus-menerus.2,5 Mekanisme kerja antikonvulsan dalam menghilangkan nyeri adalah dengan memblokade kanal natrium dan berperan sebagai membran stabilizing agent sehingga mencegah impuls ektopik yang dapat mencetuskan nyeri. Antikonvulsan yang sering yang digunakan adalah karbamazepin (tegretol), fenitoin (dilantin), asam valproat (depakene), dan gabapentin (neurontin).2,7 Dosis yang dibutuhkan untuk analgesia lebih rendah dari dosis untuk epilepsi. Pemberian gabapentin untuk terapi post herpetic neuralgia dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikkan bertahap hingga efek yang diinginkan tercapai atau timbul efek samping yang serius.2

c. Neuroleptik

Golongan fenotiazin seperti flupenazin (prolixin), perpenazin (trilafon), dan tioridazin, telah lama digunakan untuk terapi postherpetic neuralgia dalam kombinasi dengan AT.2

d. Metikobal

Metikobal adalah derivate vitamin B12 yang bersifat koenzim, menjadi aktif di tubuh, mempunyai afinitas yang besar terhadap jaringan saraf, dan dilaporkan efektif

untuk neuralgia dan neuritis perifer. Selain itu metikobal dianggap mempunyai efek bila disuntikkan pada area saraf setempat, tetapi tidak efektif bila digunakan secara sistemik. Bersama dengan vitamin B1 dan B6 sering dipakai untuk membantu regenerasi saraf.2,5

II. Nonfarmakologi

A. Pendekatan neuroaugmentif

Beberapa pendekatan neuroaugmentif yang banyak digunakan antara lain

counterirritation, transcutaneous, electrical nerve stimulation (TENS), akupuntur dan stimulasi deep brain.2,7,9,12,14 Penggunaan tehnik lain, seperti aplikasi ultrasound

pada dermatom yang terkena dan stimuli korda dorsalis dikatakan tidak bermanfaat.2

1. Counterirritation

Counterirritation (menggosok area yang terkena) dilaporkan dapat memperbaiki post herpetic neuralgia dengan meningkatkan inhibisi normal serabut saraf kecil di medulla spinalis.2

2. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)

TENS dapat memberikan perbaikan nyeri sebagian hingga sempurna pada beberapa pasien post herpetic neuralgia.2,7,9,12,14

3. Stimulasi deep brain

Stimulasi di nucleus ventrobasal thalamus pada pasien Postherpetic Neuralgia

memberikan perbaikan nyeri yang bermakna dan berlangsung selama 7 hingga 17 bulan.2

4. Akupuntur

Akupuntur tidak efektif untuk postherpetic neuralgia.2

5. Low Intensity Laser Therapy (LILT)

Beberapa bukti menunjukkan LILT mempunyai efek terhadap sintesis, pelepasan, metabolisme, berbagai bahan neurokimia antara lain serotonin dan asetilkolin. LILT yang umum digunakan ialah laser HeNe.2

B. Prosedur neurosurgikal

Prosedur neurosurgikal merupakan pilihan terakhir untuk postherpetic neuralgia yang refrakter.2,5 Neuroktomi, rizotomi, avulasi saraf, simpatektomi, trakotomi trigeminal pernah disarankan pada beberapa tahun yang lalu, namun tidak satupun yang menguntungkan untuk pengobatan postherpetic neuralgia.2

C. Terapi Psikososial

Manajemen stress dan berbagai tehnik kognitif-perilaku, termasuk latihan relaksasi, biofeedback dan hypnosis dapat bermanfaat sebagai terapi penunjang. Pasien perlu diberi penjelasan mengenai perjalanan penyakitnya, dibuat strategi untuk mengikatkan kepatuhan pasien dan mempercepat kembali ke aktivitas sebelum sakit.2,7

D. Terapi Penunjang

Alodinia taktil dapat diatasi dengan penggunaan artificial skin seperti kolodion spray atau penggunaan pakaian dengan bahan serat natural. Aplikasi cold packs juga bermanfaat sebagai terapi penunjang.2

BAB 3

LAPORAN KASUS LAPORAN KLINIS DAN TATA LAKSANA

Seorang pasien laki-laki usia 56 tahun, pekerjaan wiraswasta pada tanggal 24 Maret 2006 datang ke Departemen Ilmu Penyakit Mulut dengan keluhan sakit yang amat sangat pada daerah rahang dan wajah sebelah kiri. Rasa sakit telah berlangsung selama tiga hari membuat pasien tidak nyaman. Pasien belum pergi ke dokter untuk merawat sakit tersebut.

Dari anamnesis diperoleh bahwa lebih kurang satu bulan sebelumnya pasien mengalami luka-luka di mulutnya yaitu pada bibir bawah sebelah kiri dan pipi sebelah kiri, pipi sebelah kiri timbul keropeng. Awal kejadian penyakit tersebut, mula-mula pasien merasa nyeri pada gigi rahang bawah sebelah kiri. Setelah itu timbul gelembung-gelembung kecil kemudian pecah dan timbul luka dimulut dan keropeng berwarna coklat di pipi sebelah kiri.

Pasien kemudian berobat ke dokter spesialis Penyakit Dalam dan diberi obat asiklovir 5 % krem, nutripar 500 mg (2x1), powder forte (3x1), ospamox 500 mg (3x1), asiklovir tab 400 mg (3x1), vargument 200mg (3x1), CTM (3x1) dan Omestan 500 mg (bila perlu). Dalam waktu lebih kurang satu bulan penyakit pasien sembuh tetapi pada daerah pipi sebelah kiri masih terdapat bercak-bercak hitam bekas keropeng. Setelah luka dan keropeng tersebut sembuh timbul rasa sakit yang amat sangat.

Pada pemeriksaan ekstra oral terlihat bercak-bercak berwarna hitam pada daerah dagu dan pipi sebelah kiri, bibir terlihat pecah-pecah, kelenjar limfe tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan intra oral gigi insisivus sentralis dan lateralis atas sebelah kiri dan kanan terdapat karies, gigi premolar pertama kanan atas terdapat radiks dan gigi molar satu atas kanan, molar tiga atas kanan dan kiri, molar tiga bawah kanan,

premolar satu dan dua, molar satu, dua dan tiga bawah kiri sudah dicabut. Sedangkan pada lidah, mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dasar mulut dan gingiva tidak dijumpai kelainan.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ditegakkan diagnosa pasien menderita post herpetic neuralgia. Perawatan yang diberikan: R/ Neurontin tab 300mg No. XII 3x1; R/ Tramal tab No. XII 3x1 sehari. Pada kunjungan kedua, dari anamnesis pasien mengatakan bahwa rasa sakit sudah berkurang, meskipun sekali-sekali muncul. Pemeriksaan ekstra oral bercak-bercak hitam pada daerah dagu dan pipi sebelah kiri masih ada. Pengobatan dilanjutkan dengan memberikan: R/ Neurontin; R/ Neurosanbe plus tab X; R/ Caladine powder.

BAB 4 PEMBAHASAN

Nyeri pada daerah wajah merupakan salah satu keluhan yang membuat pasien datang ke dokter gigi, hal ini mungkin karena pasien menduga penyebabnya berasal dari gigi geligi. Dalam hal ini, dokter gigi harus berhati-hati dalam mendiagnosa nyeri wajah karena banyak sekali macam-macam nyeri wajah dan mempunyai gambaran klinis yang hampir sama.

Pada kasus ini pasien mengeluhkan sakit yang amat sangat pada daerah rahang dan wajah sebelah kiri, yang telah berlangsung selama 3 hari. Dari anamnesis yang telah dilakukan oleh klinisi diperoleh bahwa lebih kurang dari 3 bulan sebelumnya pasien mengalami luka-luka di mulut yaitu pada bibir bawah sebelah kiri dan pipi sebelah kiri, pipi sebelah kiri timbul keropeng. Awal kejadian penyakit tersebut, pasien merasa nyeri pada gigi rahang bawah sebelah kiri, lalu timbul gelembung-gelembung kecil kemudian pecah dan timbul luka di mulut dan keropeng berwarna coklat di pipi sebelah kiri. Pasien kemudian berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan diberikan beberapa obat.

Pada pemeriksaan ekstra oral, di wajah pasien terlihat bercak-bercak berwarna hitam pada daerah dagu dan pipi sebelah kiri, bibir terlihat pecah-pecah, kelenjar limfe tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan intra oral gigi insisivus sentralis dan lateralis atas sebelah kiri dan kanan terdapat karies, gigi premolar pertama kanan atas terdapat radiks dan gigi molar satu atas kanan, molar tiga atas kanan dan kiri,

molar tiga bawah kanan, premolar satu dan dua, molar satu, dua dan tiga bawah kiri sudah dicabut. Sedangkan pada lidah, mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dasar mulut dan gingival tidak dijumpai kelainan.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dari pasien tersebut maka klinisi menegakkan diagnosa pasien tersebut adalah Postherpetic neuralgia. Hal-hal yang mendukung penegakan diagnosa adalah rasa sakit yang amat sangat pada daerah rahang dan wajah sebelah kiri, terlihat bercak-bercak berwarna hitam pada daerah dagu, pipi sebelah kiri, dan bibir pecah-pecah, lesi hanya pada satu sisi yaitu di sisi kiri, gambaran ini menunjukkan gambaran khas dari lesi Herpes zoster oris yang distribusinya unilateral yang di derita pasien sebelumnya.

Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi dari herpes zoster, jika cabang yang diserang oleh virus mengenai nervus trigeminus cabang dua dan tiga, akan menimbulkan manifestasi klinis di kulit wajah dan di dalam mulut sesuai dengan jalur persarafan yang terkena. Gejala konstitusional dari penyakit ini berupa lemah-lesu, demam, dan mual, gejala prodromal akan timbul dalam 1-2 hari kemudian dan biasanya diikuti oleh rasa seperti terbakar, gatal-gatal, kesemutan, dan rasa sakit yang hebat sepanjang jalur saraf sensoris yang terkena terutama bila disentuh.1,2 Dari anamnesis dan pemeriksaan klinis bekas Herpes zoster pasien yang dilaporkan pada kasus ini menderita Herpes zoster oris yang mengenai cabang syaraf mandibularis.

Berdasarkan klasifikasi Postherpetic neuralgia, maka pasien ini termasuk ke dalam golongan Postherpetic neuralgia yang terjadi setidaknya 3 bulan setelah timbulnya ruam pada kulit.16,20 Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai pemicu terjadinya Postherpetic neuralgia yaitu erupsi akut herpes zoster oleh replikasi

jumlah virus varicella zoster, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan dan faktor resiko yang paling umum yaitu usia lanjut.2,19,21 Pada kasus ini terjadinya Postherpetic neuralgia berawal dari obat yang diberikan oleh dokter yang dikunjungi pasien pertama kali. Obat Asiklovir tab 400 mg (3x1) yang diberikan oleh dokter yang dijumpai pasien dosisnya masih sangat kurang, dalam sehari pasien seharusnya mendapatkan 4000 mg selama 7 hari. Dosis obat tersebut tidak mampu untuk menghambat infeksi virus varicella zoster dengan sempurna. Faktor pemicu lainnya yang menimbulkan Postherpetic Neuralgia adalah usia pasien karma pada usia lanjut hilangnya imunitas seluler terhadap virus.

Obat-obatan lain yang diberikan yaitu Ospamox 500 mg (3x1) yang merupakan antibiotik, mungkin diberikan dokter untuk menghindari infeksi sekunder dari virus, sebenarnya antibiotik tersebut tidak ada pengaruh untuk perawatan Herpes Zoster Vargument 200 mg (3x1) merupakan obat untuk sakit lambung seperti magh, mungkin saja dokter memberikan untuk menghindari efek samping dari asam mefenamat yang tidak dianjurkan untuk penderita sakit lambung, obat alergi CTM (3x1) juga tidak perlu diberikan karena penyakit ini bukan alergi. Nutripar 500 mg (2x1) yang merupakan vitamin B12 yang bersifat koenzim, menjadi aktif di tubuh, mempunyai afinitis yang besar terhadap jaringan saraf, efektif untuk neuralgia.2,5 Omestan 500 mg berisi asam mefenamat yang dapat meringankan rasa sakit dan nyeri antipiretik. Asiklovir 5% krem dapat diolesi ke kulit wajah.25

Setelah diagnosa Postherpetic neuralgia ditegakkan, maka dalam kasus

Postherpetic Neuralgia, obat yang tepat adalah : R/ Neurontin tab 300 mg No.XII (3x1) obat ini sebagai antikonvulsan yang dapat mengurangi nyeri tajam atau

menusuk pada Postherpetic neuralgia ; R/ Neurosanbe plus X (1x1) yang tiap tabletnya berisi vitamin B1 50 mg, vitamin B6 500 mg, vitamin B12 100 mcg dan metampiron 500 mg yang memang diindikasikan untuk gangguan nyeri neurologis; R/ Tramal tab No. XII (3x1) yang merupakan analgetik.25 Pada kunjungan kedua, dari anamnesis pasien mengatakan bahwa rasa sakit sudah berkurang, meskipun sekali-sekali muncul. Pemeriksaan ekstra oral bercak-bercak hitam pada daerah dagu dan pipi sebelah kiri masih ada. Pengobatan dilanjutkan dengan memberikan: R/ Neurontin; R/ Neurosanbe plus tab X; R/ Caladine powder.

Dalam merawat nyeri wajah dokter gigi harus berhati-hati karena banyaknya jenis nyeri wajah, seperti nyeri wajah lainnya yaitu Trigeminal Neuralgia yang dapat juga menyebabkan nyeri pada wajah dan gambaran klinisnya sama, untungnya pada pasien ini karena ada bekas Herpes zoster maka diagnosa ditegakkan adalah

Postherpetic Neuralgia.7

Pasien dapat diberikan nasehat bahwa dalam menjalankan terapi pengobatannya haruslah tuntas dan dibutuhkan kesabaran, diberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan, dianjurkan kepada pasien istirahat yang cukup dan menghabiskan obat-obat yang telah diberikan, pasien harus kontrol sampai rasa nyeri yang dirasakan benar-benar hilang dan bekas luka benar-benar sembuh.

BAB 5 KESIMPULAN

Postherpetic neuralgia (PHN) adalah merupakan komplikasi dari herpes zoster. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi akut dari herpes zoster menghilang . Faktor resiko

Postherpetic Neuralgia adalah perawatan yang tidak tepat dan usia yang sudah lanjut. Perawatan terhadap Postherpetic Neuralgia dapat dilakukan secara Farmakologi dan Non Farmakologi. Dalam kasus ini perawatan yang diberikan adalah Neurontin tab 300 mg No.XII (3x1), Neurosanbe plus No.X (1x1), Tramal tab No. XII (3x1) dan Caladine powder.

Dari laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa pasien yang menderita Herpes zoster oris mempunyai kemungkinan terkena Post herpetic neuralgia yang disebabkan oleh beberapa faktor pemicu seperti perawatan yang tidak tepat dan usia yang sudah lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boedi S. Mengenal Gejala Odontalgia pada Herpes Zoster Oris dan Penatalaksanaannya. M.I Kedokteran Gigi 2005;63:154-159

2. Cipto H, Ismiarto SP. Pengobatan Mutakhir Nyeri Pascaherpes. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2002:19-37

3. Tunsuriyawong S, Puavilai S. Herpes Zoster, Clinical Course and Associated Diseases: A 5-Year Retrospective Study at Ramathibodi Hospital. J Med Assoc Thai 2005;88(5):678-81

4. Hasibuan S. Penatalaksanaan Klinis Herpes Zoster yang Melibatkan Mukosa Mulut. Dentika Dental Journal 2006;11(2):166-170

5. Kost RG, Straus SE. Postherpetic Neuralgia Pathogenesis, Treatment, and Prevention. N ENGL J MED 2006;335:32-41

6. Greenberg MS, Glick M. Burket’s Oral Medicine Diagnostic and Treatment.

10th ed. BC Decker Inc, 2003; 330

7. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D.,Management of Herpes Zoster (Shingles) and Postherpetic Neuralgia American Family Physician 2000 ; 61 (8) : 2437-48.

8. Langlais RP, Miller C. Atlas Berwarna Kelainan Mukosa Mulut yang Lazim. 1st ed. Alih Bahasa. Budi Susetyo. Jakarta: Hipokrates. 2000:86-7

9. Gilden DH, Klenschmidt-DeMaster BK, Laguardia JJ, Mahalingam R, Cohrs RJ. Neurologic Complication Of The Reactivation Of Varicella-Zoster Virus. N Engl J Med 2006;342:635-45

10. Opstelten W, Mauritz JW, de Wit NJ, van Wijck AJM, Stalman WAB and van Essen GA. Herpes zoster and postherpetic neuralgia: incidence and risk indicators using a general practice research database. Family Practice 2002;19:471-475

11. Oxman MN, dkk. A Vaccine to Prevent Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia in Older Adults. N ENGL J MED 2005;352(22):2271

12.Cunningham AL, Breuer Judith, Dwyer DE, Gronow DW, Helme RD,

Litt JC, Levin MJ, MacIntire CR. The Prevention and Management of Herpes Zoster. MJA 2008;188(3):171-176

13. McCary J. Herpes Zoster (Shingles).

14.Ahmed AM dkk. Managing Herpes Zoster in Immunocompromised Patients. Herpes 2007;14(2):32-36

15.Pillai KG, Nayar K, Rawal YB. Spontaneous Tooth Exfoliation, Maxillary Osteomyelitis and Facial Scarring Following Trigeminal Herpes Zoster Infection. Primary Dental Care 2006;13(3):114-116

16.Johnson RW, Dworkin RH. Treatment of Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia. BMJ 2003;326:748-750

17.file : ///C:/Users/lizz/Desktop/i/oral_photos.htm

18.Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine. Edinburgh London New York Oxford Philadelpia St Louis Sydney Toronto 2004:329

19.Herr H. Prognostic Factors of Postherpetic Neuralgia. J Korean Med Sci

Dokumen terkait