• Tidak ada hasil yang ditemukan

Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster Oris (Laporan Kasus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster Oris (Laporan Kasus)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes Zoster

Oris (Laporan Kasus)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

ANDRIANA AMNIL

NIM : 050600157

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

(A) FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

(F) Herpes zoster merupakan manifestasi oleh reaktivasi virus varicella zoster laten. Sebelum timbul manifestasi klinis pada kulit wajah dan mukosa mulut biasanya akan didahului oleh gejala odontalgia. Gejala prodromal berlangsung 2-4 hari, apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral.

Postherpetic Neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering terjadi. Postherpetic Neuralgia didefenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit. Faktor resiko yang paling umum untuk Postherpetic Neuralgia adalah usia lanjut.

(3)

menyebabkan Postherpetic Neuralgia pada pasien ini adalah perawatan yang tidak tepat dan usia yang sudah lanjut.

(H) DAFTAR PUSTAKA : 2000 - 2008

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, November 2009

Pembimbing

Sayuti Hasibuan, drg.,Sp.PM

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 2009

TIM PENGUJI

KETUA : 1. Sayuti Hasibuan, drg.,Sp.PM ANGGOTA : 1. Wilda Hafni Lubis, drg., MSi

2. Syuaibah Lubis, drg

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan usia bagi penulis untuk mengerjakan skripsi ini. Berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi dengan judul ”POSTHERPETIC NEURALGIA SETELAH MENDERITA HERPES ZOSTER ORIS (LAPORAN KASUS)” skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini telah dapat diselesaikan. Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

(7)

5. Terima Kasih kepada kedua orang tua tercinta; H.Amirsyafruddin, SE, MM , Hj.Nilawati , bang David, dek Rian dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan semangat serta curahan perhatian yang tidak ternilai.

6. Terima kasih juga kepada teman-teman saya Dini, Kiki, Dita, Shanty, Ibam, Lidya,drg, Yuliza, bang Steven, bang Hafiz, Shazana, dan juga kepada teman-teman stambuk yang telah memberikan dorongan semangat dan moral dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih buat persahabatannya semoga tali silaturahmi kita tidak akan putus.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas dan dunia kedokteran gigi khususnya. Penulis juga memohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan ini.

Medan, 2009 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

(9)

BAB 3 LAPORAN KASUS... 24 BAB 4 PEMBAHASAN ... 28 BAB 5 KESIMPULAN ... 33

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Vesikel pada kulit yang disebabkan oleh infeksi herpes zoster ... 7 2. Herpes zoster pada kulit perut kanan ... 8 3. Efek dari herpes zoster dapat mengenai tiga divisi dari

nervus trigeminus ... 9 4. Herpes zoster di rongga mulut menunjukkan multipel ulser ... 10 5. Infeksi herpes zoster pada lidah ... 10 6. (a). Situasi normal (b). AB fiber menyebar ke lamina

superfisial dari sum-sum tulang belakang dan merusak C fiber ... 17 7. Bercak-bercak hitam pada daerah dagu dan bibir di lihat

dari depan ... 25 8. Bercak-bercak hitam pada dagu dan pipi sebelah kiri dilihat

(11)

(A) FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

(F) Herpes zoster merupakan manifestasi oleh reaktivasi virus varicella zoster laten. Sebelum timbul manifestasi klinis pada kulit wajah dan mukosa mulut biasanya akan didahului oleh gejala odontalgia. Gejala prodromal berlangsung 2-4 hari, apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral.

Postherpetic Neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering terjadi. Postherpetic Neuralgia didefenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit. Faktor resiko yang paling umum untuk Postherpetic Neuralgia adalah usia lanjut.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Permasalahan

Dalam menjalankan praktek kedokteran gigi, seringkali dokter gigi dihadapkan pada masalah rasa sakit orofasial yang dicetuskan kedalam bentuk rasa sakit gigi berdenyut yang hebat (odontalgia) pada pasiennya. Rasa sakit orofasial ini sulit untuk mendiagnosanya, karena banyak kondisi-kondisi lokal maupun sistemik yang dapat berperan menimbulkannya. Akhirnya, perawatan yang diberikan dokter gigi tidak tepat dan rasional.1

Berbagai aspek lokal dalam mulut yang dapat menimbulkan gejala odontalgia meliputi kelainan pada gigi geligi, seperti gigi dengan kelainan pulpa, kelainan periodontal, kelainan pada daerah periapikal dan kelainan erupsi gigi pada molar tiga. Sedangkan aspek sistemik yang dapat berperan mencetuskan gejala odontalgia adalah dari perjalanan penyakit sistemik. Salah satunya adalah komplikasi dari penyakit herpes zoster yang mengenai nervus trigeminus cabang ke dua dan tiga. Komplikasi dari herpes zoster ini lebih dikenal dengan istilah Postherpetic neuralgia (PHN).1,2,3

(13)

angin dirasakan sebagai nyeri) dan hiperalgesia (sensasi nyeri yang dirasakan berlipat ganda). Virus ini biasanya reaktifasi sekali seumur hidup, dengan kurang dari 5%

pasien yang mengalami serangan kedua.1,2,4-9

RSCM (1998-2001) ditemukan Postherpetic Neuralgia pada 13 pasien

berumur kurang dari 45 tahun dan 31 orang pasien berumur lebih dari 45 tahun.2 Pada tahun 2002, Opstelten, dkk melaporkan bahwa sebesar 6,5% dari 837 pasien HZ beresiko mengalami Postherpetic Neuralgia satu bulan setelah dimulainya erupsi HZ akut dan 11,7% pada pasien berusia diatas 55 tahun.10 Oxman, dkk (2005) juga melaporkan bahwa dari 957 pasien HZ terdapat 107 kasus Postherpetic Neuralgia.11

Postherpetic Neuralgia dapat menimbulkan masalah baru akibat ketidakmampuan, depresi dan terisolasi secara sosial serta menurunkan kualitas hidup, maka orang yang mengalaminya dapat menjadi lebih rentan terhadap stress emosional.2

Postherpetic Neuralgia yang dilaporkan oleh peneliti-peneliti diatas dan oleh peneliti lainnya adalah Postherpetic Neuralgia yang terjadi setelah menderita Herpes zoster, sedangkan laporan Postherpetic Neuralgia setelah menderita Herpes zoster oris sangat jarang. Pada skripsi ini penulis akan membahas lebih lanjut tentang

(14)

1.2Rumusan Masalah

- Bagaimanakah patogenesis terjadinya Postherpetic Neuralgia setelah menderita Herpes zoster oris?

- Bagaimanakah pengelolaan penderita Postherpetic Neuralgia setelah menderita Herpes zoster oris?

- Bagaimanakah cara mendiagnosis Postherpetic neuralgia?

1.3Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan skripsi ini adalah :

- Menjelaskan patogenesis terjadinya Postherpetic Neuralgia setelah menderita Herpes zoster oris.

- Menjelaskan pengelolaan terhadap penderita Postherpetic Neuralgia

setelah menderita Herpes Zoster Oris.

- Menjelaskan cara mendiagnosis Postherpetic neuralgia.

Manfaat penulisan skripsi ini adalah :

- Agar dokter gigi dapat mengidentifikasikan beberapa jenis nyeri wajah; - Agar dokter gigi dapat melakukan diagnosa yang tepat dari penyakit

Postherpetic Neuralgia;

- Supaya dokter gigi mengetahui perawatan apa yang akan dilakukan pada penderita Postherpetic Neuralgia setelah menderita Herpes zoster oris; - Agar dokter umum dan dokter gigi bersama-sama terlibat dalam merawat

(15)

1.4Ruang Lingkup

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Herpes Zoster

Herpes zoster atau disebut juga dengan shingles atau cacar ular memiliki insiden tertinggi dari semua penyakit neurologi, dengan sekitar 500.000 kasus baru setiap tahun di United States. Herpes zoster merupakan penyakit yang jarang terjadi, diperkirakan 10-12 % populasi akan mengalami serangan Herpes zoster selama hidupnya. Di Indonesia menurut Lumintang, prevalensi Herpes zoster kurang dari 1%. 1,4,13

2.1.1 Defenisi

Herpes zoster merupakan manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-zoster laten dari syaraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster (cacar ular). Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Pada 3-5 dari 1000 individu, virus Varisela-zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. 1,4

(17)

2.1.2 Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui sternus sensory ke tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten. Varicella zoster, yaitu suatu virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik atau neuroder-matotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dipicu oleh berbagai macam rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Apabila terdapat rangsangan tersebut, virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi ganglionitis. Virus tersebut bergerak melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung saraf pada kulit atau mukosa mulut dan mengadakan replikasi setempat dengan membentuk sekumpulan vesikel.2,3,4

2.1.3 Gambaran Klinis

Lesi Herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu rasa gatal, sakit yang menusuk, parastesi dan gejala-gejala terbakar serta sensitivitas muncul di sepanjang lintasan syaraf yang terkena. 4,12,15,17

2.1.3.1 Kulit

(18)

biasanya muncul ruam zoster (2–3 hari). Ruam menyebar ke seluruh kulit yang terkena, berkembang menjadi papula, vesikel (3-5 hari) dan tahap krusta (7-10 hari), memerlukan 2-4 minggu untuk sembuh. Lesi baru berlanjut muncul untuk beberapa hari. Kelainan kulit hanya setempat dan hanya mengenai sebelah bagian tubuh saja, yaitu terbatas hanya pada daerah kulit yang dipersyarafi oleh satu syaraf sensorik. Syaraf yang paling sering terkena adalah C3, T5, L1, dan L2, dan syaraf trigeminal.1,4,12,17

(19)

2.1.3.2 Rongga Mulut

Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa nyeri yang hebat, kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis sehingga sering salah diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian dengan cepat pecah membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk yang tidak teratur.4

Pada mukosa rongga mulut, vesikel hanya terdapat pada satu dari divisi nervus trigeminus. Vesikel unilateral tersebut dikelompokkan dengan area sekitar eritema, akhiran yang kasar pada midline (Gambar 2). Vesikel bernanah dan bentuk pustula selama 3 sampai 4 hari. 15,17

Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua (nervus maksilaris) terlibat maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir dan mukosa bibir atas. Jika cabang ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi yang dikenai adalah lidah (Gambar 4), mukosa pipi, bibir dan mukosa bibir bawah.4

(20)

Lesi-lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang dan merah sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan mukosa pipi dapat terkena lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari saraf trigeminus. Keterlibatan divisi kedua dari saraf trigeminus secara khas akan mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi tidak keluar dari raphe palatum.1,4,8

(21)

Gambar 5. Infeksi herpes zoster pada lidah. (Oral Photograph)

(22)

2.1.4 Diagnosis

Diagnosa Herpes zoster biasanya ditegakkan berdasarkan riwayat kasus dan gambaran klinisnya yang khas, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium direkomendasikan jika gambaran klinis tidak khas atau untuk menentukan status imun terhadap virus Varisela-zoster pada orang yang beresiko tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi hapusan Tzank, deteksi antigen virus dan tes antibodi virus. 4, 15, 17,18

2.1.5 Perawatan

Perawatan dan penatalaksanaan herpes zoster dapat dilakukan dengan farmakologi atau non-farmakologi.

2.1.5.1 Farmakologi

Perawatan terpenting untuk zoster akut adalah medikasi antivirus sesegera mungkin. Medikasi antivirus secara oral sebenarnya tidak memiliki efek samping. Perawatan farmakologi dapat dibagi atas topikal dan sistemik.

A. Topikal

1. Analgetik Topikal a. Kompres

(23)

kali/hari selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering digunakan.2

b. Antiinflamasi nonsteroid (AINS)

Berbagai AINS topical seperti bubuk aspirin dalam kloroform atau etil eter, krim indometasin dan diklofenak banyak dipakai.2

2. Anestesi Lokal

Pemberian anestetik lokal pada berbagai lokasi sepanjang jaras saraf yang terlibat dalam HZ telah banyak dilakukan untuk memperbaiki nyeri, misalnya infiltrasi lokal subkutan, blok saraf perifer, ruang paravertebral atau epidural, dan blok simpatis. Infiltrasi lokal subkutan umumnya menggunakan bupivakain 0,125-0,25% dan triamsinolon 0,2 % dengan volume yang digunakan dapat mencapai hingga 50 ml. Infiltrasi dilakukan didaerah yang paling nyeri, dan dapat diulang tiap 2-3 hari hingga nyeri hilang.2,7,14,16

B. Sistemik

1. Agen antivirus

Agen antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster (HZ) dan keparahan nyeri herpes akut , terlebih bila diberikan sebelum 72 jam awitan lesi. Dari 3 antiviral oral yang disetujui oleh Food and Drug Administration

(FDA) untuk terapi HZ, famsiklovir dan valasiklovir hidroklorida lebih efektif daripada asiklovir.

(24)

2-7,9,12-14,16,21-24

Antivirus lain, sorivudin, secara in vitro memperlihatkan aktivitas 1000 kali lipat dibandingkan asiklovir. Diberikan dengan dosis 40 mg/hari selama 7-10 hari. Sorivudin lebih efektif dibandingkan asiklovir dalam menghambat timbulnya lesi baru, tetapi tidak lebih efektif dalam memperbaiki nyeri herpes akut.

2. Analgetik

Pasien dengan nyeri herpes akut ringan menunjukkan respons yang baik dengan AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak) atau analgetik non opioid (asetaminofen, tramadol, asam mefenamik). 2,22,24

2.1.5.2 Non-Farmakologi

(25)

2.1.6 Komplikasi

Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi Herpes zoster yang paling sering terjadi. Herpes zoster optalmikus merupakan komplikasi umum yang lain.

Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes zoster dan merusak syaraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia. Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai symtom sensoris (biasanya sakit dan mati rasa).

Postherpetic neuralgia atau rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut.1,3,17,18

2.2. Postherpetic Neuralgia

Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi dari Herpes zoster. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.

2.2.1 Defenisi

(26)

suppressan) setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti steroid) juga faktor penyebab resiko. 19,20

Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan antara acute herpetic neuralgia (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), subacute herpetic neuralgia (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit) dan Postherpetic neuralgia (di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).16,20

2.2.2 Etiopatogenesis

(27)

yang berperan dalam timbulnya sensasi nyeri pada Postherpetic neuralgia. Menurut teori Gate control, pada erupsi akut herpes zoster terjadi replikasi virus varisela zoster di serabut saraf, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan saraf pelbagai ukuran, serabut saraf berdiameter besar berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak, dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya terjadi dominasi serabut saraf kecil bermielin dan tidak bermielin, sehingga transmisi impuls nyeri ke medulla spinalis meningkat.2

(28)

2.2.3 Gejala Klinis

Pasien dengan postherpetic neuralgia mengalami nyeri yang hebat menetap seperti terbakar, nyeri tajam atau menusuk hilang timbul. Hiperalgesia, parastesi, hiperastesi, dan nyeri karena rangsangan yang biasanya tidak menimbulkan nyeri (alodinia) misalnya tersentuh pakaian. Nyeri dirasakan selama berbulan hingga bertahun setelah lesi zoster sembuh. Hampir seluruh penderita mengalami gangguan untuk mengenali sensasi para perabaan halus dan suhu pada daerah persarafan yang terkena. Pasien dewasa tua yang menderita postherpetic neuralgia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas hidup. Nyeri sering dihubungkan dengan

(29)

penurunan sensoris, dan terdapat hubungan antara derajat penurunan sensoris dan keparahan nyeri.2,6,20

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis dapat dilakukan dengan cara mengetahui distribusi nyeri yaitu disepanjang saraf trigeminus, malakukan anamnesis diantaranya dengan menanyakan riwayat penyakit, apakah pasien demam, sudah pernah terkena cacar air, adakah timbul lesi seperti balon air, daerah yang terkena dimana saja, rasa sakitnya seperti apa, dan apakah sebelumnya anggota keluarga yang lain ada yang terkena penyakit yang sama. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan pula dengan langsung melihat lesi dan gambaran klinisnya. Pemeriksaan laboratorium dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang.

2.2.5 Perawatan

Perawatan terhadap post herpetic neuralgia adalah dilakukan dengan obat-obatan serta terapi selain dengan obat-obat-obatan.

I. Farmakologi A. Topikal

(30)

1. Anestetik topikal

Formulasi topikal lidokain, lidokain dengan prilokain, eter dalam kombinasi dengan antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin dan indometasin dilaporkan juga bermanfaat dalam beberapa studi tanpa kontrol.2,5,6 Lidoderm (lidokain 5% skin patch), tersusun dari bahan perekat yang mengandung lidokain 5%, lidoderm

menimbulkan analgesia dan memperbaiki alodinia dengan cara difusi lidokain ke lapisan-lapisan epidermis-dermis dan terikat pada kanal sodium saraf perifer.2,10,16,21 Untuk tiap aplikasi, efeknya berlangsung selama 4 hingga 12 jam.2,7 Karena keamanannya, kini disarankan untuk digunakan sebagai terapi awal post herpetic neuralgia dengan gejala alodinia atau nyeri yang intermiten. Penggunaan lidoderm

telah disetujui oleh FDA.2

2. Anestetik lokal

Hilangnya 50-90% nyeri dapat dicapai oleh anestesi infiltrasi subkutan, yang efeknya berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa minggu. Lidokain, prokain, dan mepivakain sering diberikan secara infiltrasi atau intravena.1,2

3. Kapsaisin

(31)

dan hiperalgesia terhadap panas atau tekanan. Setelah beberapa hari hingga seminggu, efek ini digantikan oleh hipoalgesia. Analgesia baru timbul saat terjadi deplesi substansi P.2,5-7,21

B. Sistemik 1. Analgesik

a. Antiinflamasi nonsteroid (AINS)

Asetaminofen (tylenol), aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lain umum digunakan untuk postherpetic neuralgia. AINS berguna untuk potensiasi efek analgetik opioid pada nyeri parah.2

b. Opioid

Opioid memperbaiki nyeri melalui aktivasi reseptor spesifik di system saraf pusat dan perifer. Karena efek adiksinya, opioid hanya diindikasikan untuk penggunaan jangka pendek.2,3

2. Agen neuroaktif a. Psikotropik

Antidepresan trisiklik (AT) merupakan terapi yang penting pada Postherpetic

Neuralgia. Mekanisme kerja AT dalam menghilangkan nyeri adalah dengan

(32)

Postherpetic Neuralgia adalah amitriptilin (elavil), nortriptilin (pamelor), imipramin (tofranil), desipramin (norpramin), dan maprotilin.2,6,7,9,10,21

b. Antikonvulsan

Antikonvulsan dapat mengurangi nyeri tajam atau menusuk pada Postherpetic Neuralgia. Pada studi buta ganda dengan kontrol, karbamazepin mengurangi nyeri tajam atau menusuk namun tidak efektik untuk nyeri yang terus-menerus.2,5 Mekanisme kerja antikonvulsan dalam menghilangkan nyeri adalah dengan memblokade kanal natrium dan berperan sebagai membran stabilizing agent sehingga mencegah impuls ektopik yang dapat mencetuskan nyeri. Antikonvulsan yang sering yang digunakan adalah karbamazepin (tegretol), fenitoin (dilantin), asam valproat (depakene), dan gabapentin (neurontin).2,7 Dosis yang dibutuhkan untuk analgesia lebih rendah dari dosis untuk epilepsi. Pemberian gabapentin untuk terapi post herpetic neuralgia dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikkan bertahap hingga efek yang diinginkan tercapai atau timbul efek samping yang serius.2

c. Neuroleptik

Golongan fenotiazin seperti flupenazin (prolixin), perpenazin (trilafon), dan tioridazin, telah lama digunakan untuk terapi postherpetic neuralgia dalam kombinasi dengan AT.2

d. Metikobal

(33)

untuk neuralgia dan neuritis perifer. Selain itu metikobal dianggap mempunyai efek bila disuntikkan pada area saraf setempat, tetapi tidak efektif bila digunakan secara sistemik. Bersama dengan vitamin B1 dan B6 sering dipakai untuk membantu regenerasi saraf.2,5

II. Nonfarmakologi

A. Pendekatan neuroaugmentif

Beberapa pendekatan neuroaugmentif yang banyak digunakan antara lain

counterirritation, transcutaneous, electrical nerve stimulation (TENS), akupuntur dan stimulasi deep brain.2,7,9,12,14 Penggunaan tehnik lain, seperti aplikasi ultrasound

pada dermatom yang terkena dan stimuli korda dorsalis dikatakan tidak bermanfaat.2

1. Counterirritation

Counterirritation (menggosok area yang terkena) dilaporkan dapat memperbaiki post herpetic neuralgia dengan meningkatkan inhibisi normal serabut saraf kecil di medulla spinalis.2

2. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)

TENS dapat memberikan perbaikan nyeri sebagian hingga sempurna pada beberapa pasien post herpetic neuralgia.2,7,9,12,14

3. Stimulasi deep brain

Stimulasi di nucleus ventrobasal thalamus pada pasien Postherpetic Neuralgia

(34)

4. Akupuntur

Akupuntur tidak efektif untuk postherpetic neuralgia.2

5. Low Intensity Laser Therapy (LILT)

Beberapa bukti menunjukkan LILT mempunyai efek terhadap sintesis, pelepasan, metabolisme, berbagai bahan neurokimia antara lain serotonin dan asetilkolin. LILT yang umum digunakan ialah laser HeNe.2

B. Prosedur neurosurgikal

Prosedur neurosurgikal merupakan pilihan terakhir untuk postherpetic neuralgia yang refrakter.2,5 Neuroktomi, rizotomi, avulasi saraf, simpatektomi, trakotomi trigeminal pernah disarankan pada beberapa tahun yang lalu, namun tidak satupun yang menguntungkan untuk pengobatan postherpetic neuralgia.2

C. Terapi Psikososial

Manajemen stress dan berbagai tehnik kognitif-perilaku, termasuk latihan relaksasi, biofeedback dan hypnosis dapat bermanfaat sebagai terapi penunjang. Pasien perlu diberi penjelasan mengenai perjalanan penyakitnya, dibuat strategi untuk mengikatkan kepatuhan pasien dan mempercepat kembali ke aktivitas sebelum sakit.2,7

D. Terapi Penunjang

(35)

BAB 3

LAPORAN KASUS LAPORAN KLINIS DAN TATA LAKSANA

Seorang pasien laki-laki usia 56 tahun, pekerjaan wiraswasta pada tanggal 24 Maret 2006 datang ke Departemen Ilmu Penyakit Mulut dengan keluhan sakit yang amat sangat pada daerah rahang dan wajah sebelah kiri. Rasa sakit telah berlangsung selama tiga hari membuat pasien tidak nyaman. Pasien belum pergi ke dokter untuk merawat sakit tersebut.

(36)

Pasien kemudian berobat ke dokter spesialis Penyakit Dalam dan diberi obat asiklovir 5 % krem, nutripar 500 mg (2x1), powder forte (3x1), ospamox 500 mg (3x1), asiklovir tab 400 mg (3x1), vargument 200mg (3x1), CTM (3x1) dan Omestan 500 mg (bila perlu). Dalam waktu lebih kurang satu bulan penyakit pasien sembuh tetapi pada daerah pipi sebelah kiri masih terdapat bercak-bercak hitam bekas keropeng. Setelah luka dan keropeng tersebut sembuh timbul rasa sakit yang amat sangat.

(37)
(38)
(39)

BAB 4 PEMBAHASAN

Nyeri pada daerah wajah merupakan salah satu keluhan yang membuat pasien datang ke dokter gigi, hal ini mungkin karena pasien menduga penyebabnya berasal dari gigi geligi. Dalam hal ini, dokter gigi harus berhati-hati dalam mendiagnosa nyeri wajah karena banyak sekali macam-macam nyeri wajah dan mempunyai gambaran klinis yang hampir sama.

Pada kasus ini pasien mengeluhkan sakit yang amat sangat pada daerah rahang dan wajah sebelah kiri, yang telah berlangsung selama 3 hari. Dari anamnesis yang telah dilakukan oleh klinisi diperoleh bahwa lebih kurang dari 3 bulan sebelumnya pasien mengalami luka-luka di mulut yaitu pada bibir bawah sebelah kiri dan pipi sebelah kiri, pipi sebelah kiri timbul keropeng. Awal kejadian penyakit tersebut, pasien merasa nyeri pada gigi rahang bawah sebelah kiri, lalu timbul gelembung-gelembung kecil kemudian pecah dan timbul luka di mulut dan keropeng berwarna coklat di pipi sebelah kiri. Pasien kemudian berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dan diberikan beberapa obat.

Pada pemeriksaan ekstra oral, di wajah pasien terlihat bercak-bercak berwarna hitam pada daerah dagu dan pipi sebelah kiri, bibir terlihat pecah-pecah, kelenjar limfe tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan intra oral gigi insisivus sentralis dan lateralis atas sebelah kiri dan kanan terdapat karies, gigi premolar pertama kanan atas terdapat radiks dan gigi molar satu atas kanan, molar tiga atas kanan dan kiri,

(40)

molar tiga bawah kanan, premolar satu dan dua, molar satu, dua dan tiga bawah kiri sudah dicabut. Sedangkan pada lidah, mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dasar mulut dan gingival tidak dijumpai kelainan.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dari pasien tersebut maka klinisi menegakkan diagnosa pasien tersebut adalah Postherpetic neuralgia. Hal-hal yang mendukung penegakan diagnosa adalah rasa sakit yang amat sangat pada daerah rahang dan wajah sebelah kiri, terlihat bercak-bercak berwarna hitam pada daerah dagu, pipi sebelah kiri, dan bibir pecah-pecah, lesi hanya pada satu sisi yaitu di sisi kiri, gambaran ini menunjukkan gambaran khas dari lesi Herpes zoster oris yang distribusinya unilateral yang di derita pasien sebelumnya.

Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi dari herpes zoster, jika cabang yang diserang oleh virus mengenai nervus trigeminus cabang dua dan tiga, akan menimbulkan manifestasi klinis di kulit wajah dan di dalam mulut sesuai dengan jalur persarafan yang terkena. Gejala konstitusional dari penyakit ini berupa lemah-lesu, demam, dan mual, gejala prodromal akan timbul dalam 1-2 hari kemudian dan biasanya diikuti oleh rasa seperti terbakar, gatal-gatal, kesemutan, dan rasa sakit yang hebat sepanjang jalur saraf sensoris yang terkena terutama bila disentuh.1,2 Dari anamnesis dan pemeriksaan klinis bekas Herpes zoster pasien yang dilaporkan pada kasus ini menderita Herpes zoster oris yang mengenai cabang syaraf mandibularis.

(41)

jumlah virus varicella zoster, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang berkelanjutan dan faktor resiko yang paling umum yaitu usia lanjut.2,19,21 Pada kasus ini terjadinya Postherpetic neuralgia berawal dari obat yang diberikan oleh dokter yang dikunjungi pasien pertama kali. Obat Asiklovir tab 400 mg (3x1) yang diberikan oleh dokter yang dijumpai pasien dosisnya masih sangat kurang, dalam sehari pasien seharusnya mendapatkan 4000 mg selama 7 hari. Dosis obat tersebut tidak mampu untuk menghambat infeksi virus varicella zoster dengan sempurna. Faktor pemicu lainnya yang menimbulkan Postherpetic Neuralgia adalah usia pasien karma pada usia lanjut hilangnya imunitas seluler terhadap virus.

Obat-obatan lain yang diberikan yaitu Ospamox 500 mg (3x1) yang merupakan antibiotik, mungkin diberikan dokter untuk menghindari infeksi sekunder dari virus, sebenarnya antibiotik tersebut tidak ada pengaruh untuk perawatan Herpes Zoster Vargument 200 mg (3x1) merupakan obat untuk sakit lambung seperti magh, mungkin saja dokter memberikan untuk menghindari efek samping dari asam mefenamat yang tidak dianjurkan untuk penderita sakit lambung, obat alergi CTM (3x1) juga tidak perlu diberikan karena penyakit ini bukan alergi. Nutripar 500 mg (2x1) yang merupakan vitamin B12 yang bersifat koenzim, menjadi aktif di tubuh, mempunyai afinitis yang besar terhadap jaringan saraf, efektif untuk neuralgia.2,5 Omestan 500 mg berisi asam mefenamat yang dapat meringankan rasa sakit dan nyeri antipiretik. Asiklovir 5% krem dapat diolesi ke kulit wajah.25

Setelah diagnosa Postherpetic neuralgia ditegakkan, maka dalam kasus

(42)

menusuk pada Postherpetic neuralgia ; R/ Neurosanbe plus X (1x1) yang tiap tabletnya berisi vitamin B1 50 mg, vitamin B6 500 mg, vitamin B12 100 mcg dan metampiron 500 mg yang memang diindikasikan untuk gangguan nyeri neurologis; R/ Tramal tab No. XII (3x1) yang merupakan analgetik.25 Pada kunjungan kedua, dari anamnesis pasien mengatakan bahwa rasa sakit sudah berkurang, meskipun sekali-sekali muncul. Pemeriksaan ekstra oral bercak-bercak hitam pada daerah dagu dan pipi sebelah kiri masih ada. Pengobatan dilanjutkan dengan memberikan: R/ Neurontin; R/ Neurosanbe plus tab X; R/ Caladine powder.

Dalam merawat nyeri wajah dokter gigi harus berhati-hati karena banyaknya jenis nyeri wajah, seperti nyeri wajah lainnya yaitu Trigeminal Neuralgia yang dapat juga menyebabkan nyeri pada wajah dan gambaran klinisnya sama, untungnya pada pasien ini karena ada bekas Herpes zoster maka diagnosa ditegakkan adalah

Postherpetic Neuralgia.7

(43)

BAB 5 KESIMPULAN

Postherpetic neuralgia (PHN) adalah merupakan komplikasi dari herpes zoster. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi akut dari herpes zoster menghilang . Faktor resiko

Postherpetic Neuralgia adalah perawatan yang tidak tepat dan usia yang sudah lanjut. Perawatan terhadap Postherpetic Neuralgia dapat dilakukan secara Farmakologi dan Non Farmakologi. Dalam kasus ini perawatan yang diberikan adalah Neurontin tab 300 mg No.XII (3x1), Neurosanbe plus No.X (1x1), Tramal tab No. XII (3x1) dan Caladine powder.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. Boedi S. Mengenal Gejala Odontalgia pada Herpes Zoster Oris dan Penatalaksanaannya. M.I Kedokteran Gigi 2005;63:154-159

2. Cipto H, Ismiarto SP. Pengobatan Mutakhir Nyeri Pascaherpes. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2002:19-37

3. Tunsuriyawong S, Puavilai S. Herpes Zoster, Clinical Course and Associated Diseases: A 5-Year Retrospective Study at Ramathibodi Hospital. J Med

Assoc Thai 2005;88(5):678-81

4. Hasibuan S. Penatalaksanaan Klinis Herpes Zoster yang Melibatkan Mukosa Mulut. Dentika Dental Journal 2006;11(2):166-170

5. Kost RG, Straus SE. Postherpetic Neuralgia Pathogenesis, Treatment, and Prevention. N ENGL J MED 2006;335:32-41

6. Greenberg MS, Glick M. Burket’s Oral Medicine Diagnostic and Treatment. 10th ed. BC Decker Inc, 2003; 330

7. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D.,Management of Herpes Zoster (Shingles) and Postherpetic Neuralgia American Family Physician 2000 ;

61 (8) : 2437-48.

(45)

9. Gilden DH, Klenschmidt-DeMaster BK, Laguardia JJ, Mahalingam R, Cohrs RJ. Neurologic Complication Of The Reactivation Of Varicella-Zoster Virus. N Engl J Med 2006;342:635-45

10. Opstelten W, Mauritz JW, de Wit NJ, van Wijck AJM, Stalman WAB and van Essen GA. Herpes zoster and postherpetic neuralgia: incidence and risk indicators using a general practice research database. Family Practice

2002;19:471-475

11. Oxman MN, dkk. A Vaccine to Prevent Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia in Older Adults. N ENGL J MED 2005;352(22):2271

12.Cunningham AL, Breuer Judith, Dwyer DE, Gronow DW, Helme RD,

Litt JC, Levin MJ, MacIntire CR. The Prevention and Management of Herpes Zoster. MJA 2008;188(3):171-176

13. McCary J. Herpes Zoster (Shingles).

14.Ahmed AM dkk. Managing Herpes Zoster in Immunocompromised Patients. Herpes 2007;14(2):32-36

15.Pillai KG, Nayar K, Rawal YB. Spontaneous Tooth Exfoliation, Maxillary Osteomyelitis and Facial Scarring Following Trigeminal Herpes Zoster

Infection. Primary Dental Care 2006;13(3):114-116

16.Johnson RW, Dworkin RH. Treatment of Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia. BMJ 2003;326:748-750

17.file : ///C:/Users/lizz/Desktop/i/oral_photos.htm

(46)

19.Herr H. Prognostic Factors of Postherpetic Neuralgia. J Korean Med Sci 2002;17:655-9

20.Oakes SA. Postherpetic Neuralgia Bacgground Monograph. Med Cases Inc 2004 : 1-35

21. Schmader KE. Reducing the Public Health Burden of Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia Through Vaccination. Physicians Weekly 2006 ; 23 (22)

22.Gherson A. The VZV Research Foundation. New York 2000 ; 1 (3) : 4-7 23. Johnson RW. Herpes Zoster Predicting and Minimizing the Impact of

Post-herpetic Neuralgia. JAC 2001;47, Topic T1, 1-8

24.file : //C:\Documents and Settings\j\My Documents\gimul\eMedicine-Postherpetic Neuralgia

Gambar

Gambar 1. Vesikel pada kulit yang disebabkan oleh infeksi herpes zoster. (Jhonson RW, Dworkin RH
Gambar 2. Herpes Zoster pada kulit perut kanan. Beberapa lesi telah mengering. Lesi tersebut tidak melewati mid line
Gambar 3. Efek dari Herpes Zoster dapat mengenai 3 divisi dari nervus trigeminus (Scully C
Gambar 4: Herpes Zoster, menunjukkan multipel ulser  (Langlais RP, Miller CS. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian terdiri dari gambaran umum Bina autis Mandiri dan faktor-faktor resiko gangguan autisme yang diteliti seperti usia ayah, usia ibu, konsumsi obat, berat bayi

Seorang laki-laki 37 tahun dirawat di RSUP dr. Mohammad Jamil karena nyeri sendi yang semakin parah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Rasa sakit, dengan onset

Sakit kepala$ kepala terasa berat waktu sujud dan rasa seperti tertelan cairan di tenggorokan juga dialami %s. %s juga merasakan mual dan rasa tidak nyaman pada perut sejak 