• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Polutan anorganik

2.2.1 Defenisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah yang dapat menular dan menimbulkan tingkatan penyakit dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit parah yang mematikan tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan dan pejamunya (WHO, 2007).

ISPA juga dapat dikatakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan mulai hidung sampai alveoli termasuk sinus, rongga telinga, dan pleura (Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).

ISPA juga diartikan sebagai radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh jasat renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran napas bawah misalnya bronkitis, bila menyerang anak-anak, khususnya bayi, balita, dan orang tua, akan memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek dan sering sekali berakhir dengan kematian (Alsagaff, 2005).

2.2.2 Epidemiologi

ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia terutama pada balita. ISPA menduduki peringkat kedua penyebab kematian balita setelah diare di Indonesia (sebesar 13,2%) menurut Riskesdas 2007 dan menjadi penyebab utama mortalitas pada balita di dunia menurut WHO. Walaupun demikian, ISPA tidak banyak mendapat perhatian sehingga sering disebut pembunuh balita yang terlupakan. Di dunia sekitar 2 juta balita meninggal Karena ISPA dari 9 juta kematian balita. Dari 5 kematian balita, satu di antaranya disebabkan oleh ISPA. Di negara berkembang, kejadian penyakit ISPA 60% disebabkan oleh bakteri dan oleh virus di negara maju (Kemenkes RI Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).

Di Indonesia jumlah balita penderita ISPA pada tahun 2007 sekitar 477.429 balita yang tercatat dari 31 provinsi di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa 21,52% dari jumlah keseluruhan balita yang tercatat di Indonesia pada tahun 2007 menderita ISPA. Di Sumatera Utara sendiri, 148.431 balita menderita ISPA pada tahun 2012 (Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2012).

2.2.3 Klasifikasi

Menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2012, ISPA dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian.

1. Bukan pneumonia

ISPA bukan pneumonia merupakan gangguan pernafasan yang ditandai dengan tidak adanya tarikan dinding dada bagaian bawah ke dalam serta tidak adanya frekuensi nafas yang cepat (kurang dari 40 kali per menit) seperti batuk pilek biasa, pharyngitis, tonsillitis, otitis.

2. Pneumonia

Ciri-ciri yang membendakan bahwa seseorang anak terkena pneumonia adalah tidak adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam tetapi disertai dengan nafas yang cepat.

3. Pneumonia berat

Apa bila seorang anak terkena pneumonia berat, maka penyakit ini akan ditandai dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Berdasarkan inang dan lingkungan, pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi 6 jenis yaitu (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam):

1. Pneumonia komunitas, yaitu pneumonia yang bersifat sporadik atau endemik, dan menyerang golongan usia muda atau tua.

2. Pneumonia nosokomial, yaitu pneumonia yang didahului perawatan di rumah sakit 3. Pneumonia rekurens, yaitu pneumonia yang terjadi berulang kali, berdasarkan

4. Pneumonia aspirasi, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh masuknya benda asing kedalam paru dan pada umunya menyerang usia tua

5. Pneumonia pada gangguan imun, yaitu pneumonia yang terjadi pada pasien transplantasi, onkologi dan penderita AIDS.

Secara klinis, pneumonia dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu (Yunus dkk, 1992): 1. Community acquired pneumonia

Community acquired pneumonia merupakan pneumonia yang didapatkan di masyarakat dan terjadi di luar rumah sakit

2. Nosokomial pneumonia

Nosokomial pneumonia adalah pneumonia yang didapatkan oleh seorang pasien selama dirawat di rumah sakit. Hampir 1% dari pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami pneumonia dan sepertiga dari antaranya meninggal dunia. Dan lebih dari 60% pasien yang dirawat di ruang ICU akan menderita pneumonia.

3. Pneumonia in the immunocompromised host

Pneumonia jenis ini terjadi akibat terganggunya system kekebalan tubuh.

Zul Dahlan (2009) membagi pneumonia ke dalam beberapa macam berdasarkan patofisiologinya, yaitu (Buku Ajar lmu Penyakit Dalam):

1. Pneumonia Aspirasi

Pneumonia aspirasi merupakan pneumonia yang disebabkan oleh masuknya bahan yang berada di orofaring pada saat respirasi ke dalam paru-paru yang dapat merusak paru. Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman, bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert seperti sairan makanan dan lambung, edema

paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat. Kerusakan paru yang terjadi tergantung jumlah bahan yang teraspirasi serta daya tahan tubuh.

2. Pneumonia pada gangguan imun

Pneumonia pada gangguan imun terjadi akibat terjadinya gangguan sistem imunitas seperti menurunnya system kekebalan tubuh seseorang akibat mengalami penyakit tertentu yang mengakibatkan terjadinya manifestasi infeksi pada paru bagian bawah sebagai infeksi ikutan.

3. Pneumonia pada usia lanjut

Pneumonia pada usia lanjut merpakan pneumonia yang terjadi pada golongan usia di atas 60 tahun baik yang tinggal di rumah maupun di rumah perawatan yang gejalanya berbeda dengan golongan usia muda seperti sedikit batuk dan demam ringan, dan sering disertai dengan gangguan status mental atau bingung, dan lemah. Kelainan fisik paru biasanya ringan.

4. Pneumonia kronik

Pneumonia kronik dapa berupa pneumonia karena infeksi dan bukan karena infeksi. Pneumonia non infeksi antara lain pada pneumonia intersisial kronik yang disebabkan oleh proses degeneratif yang menyebabkan terjadinya inflamasi dan proses fibrosis pada alveolar yang diikuti indurasi dan atrofi paru. Pneumonia akibat infeksi merupakan pneumonia yang berkembang dan berlangsung berminggu-minggu sampai berbulan-bulan yang dapat disebabkan oleh bakteri ataupun cacing.

Pneumonia rekurens (berualng) merupakan pneumonia yang terjadi apabila dijumpai 2 atau lebih episode infeksi paru non TB dengan berjarak waktu lebih dari 1 bulan dan disertai adanya febris, sputum yang purulen, leukositosis, dan respon terhadap antibiotik yang baik

6. Pneumonia resolusi lambat

Pneumonia resolusi lambat merupakan pneumonia yang terjadi bila pengurangan gambaran konsolidasi pada foto toraks lebih kecil dan 50% dalam dua minggu da berlangsung lebih dan 21 hari.

Dokumen terkait