• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Kejadian Jatuh pada Lansia

2.1 Defenisi Jatuh

Jatuh adalah sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, dimana kondisi lansia berada dibawah atau lantai tanpa sengaja dengan ada atau tidak ada saksi (Koyabayashi, et.al, 2009). Jatuh merupakan salah satu penyebab utama dari kematian dan cedera pada lansia. 20-30% dari lansia yang memiliki derajat kecacatan tinggi terkait jatuh akan mengalami kehilangan kebebasan dalam aktivitas hidup sehari-hari (Jamebozorgi et al, 2013).

Jatuh merupakan kondisi dimana seseorang tidak sengaja tergeletak di lantai , tanah, atau tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak termasuk orang yang berpindah (WHO, 2007).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jatuh pada Lansia

1. Faktor Intrinsik

Menurut Kane (1994 dalam Darmojo 2014) faktor intrinsik adalah beberapa variabel yang akan menentukan mengapa seseorang bisa jatuh pada waktu tertentu

dan orang lain lainnya yang sama dengan dirinya mungkin tidak mengalami kejadian jatuh, faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang itu sendiri diantaranya yaitu :

A. Usia

Usia dapat mempengaruhi resiko jatuh pada lansia, karena umur atau usia berkaitan erat dengan proses pertumbuhan dan penuaan. Pada lansia yang sedang dalam proses penuaan, akan terjadi perubahan fisiologis di tubuhnya dan proses tersebut berlangsung terus-menerus. Sedangkan penurunan fisiologis yang terjadi pada pertambahan usia itu sendiri meliputi sistem muskuloskeletal, saraf, kardiovaskuler, pernafasan, indra dan integumen.

B. Perubahan fisiologis

Perubahan fisiologis pada lansia yang berkatian dengan kejadian jatuh diantaranya pada sistem muskuloskeletal, sistem persarafan, dan sistem sensori menurut Kane (1996 dalam Darmojo 2014):

1. Sistem muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal diantaranya terjadi pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, otot, tulang dan sendi.

a. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Perubahan kolagen tersebut menjadi penyebab fleksibelitas menurun pada lansia sehingga memunculkan dampak antara lain nyeri, kekuatan otot menurun dan menurunnya kemampuan berubah posisi seperti bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, juga terjadi hambatan dalam menjalankan aktivitas setiap hari. Dimana hambatan tersebut dapat berpengaruh pada aktivitas sehari-hari lansia dan dapat mengakibatkan jatuh.

b. Kartilago

Pada proses penuaan jaringan kartilago pada persendian mengalami kalsifikasi, fungsi didalamnya yang sebagai peredam kejut dan permukaan sendi yang berpelumas menurun, sehingga kartilago di persendian sangat rentan untuk terjadi gesekan dan kartilago pada persendian menjadi lunak. Akibat dari perubahan kartilago sering terjadi pada sendi-sendi besar yang biasanya sebagai penumpu badan, sendi akan mengalami peradangan, nyeri, kaku dan keterbatasan gerak. Sehingga perubahan tersebut akan memperngaruhi aktivitas sehari-hari pada lansia.

c. Otot

Perubahan struktural otot pada penuaan sangat bervariasi. Menurunnya jumlah dan ukuran serabut otot, meningkatnya jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Dampak dari perubahan otot tersebut adalah menurunnya kekuatan, fleksibilitas, dan kemampuan fungsional otot dan yang menyebabkan resiko jatuh akan lebih tinggi.

Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia mengalami penurunan elastis, ligamen, kartilago dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas keseharian lainnya. Hal tersebut akan menjadikan lansia mengalami resiko jatuh yang tinggi.

e. Tulang

Semakin bertambahnya usia, tulang akan berkurang kepadatannya. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan gangguan pada tulang yaitu Osteporosis.

Osteoporosis akan menjadi penyebab nyeri, deformitas dan fraktur. Hal tersebut akan menjadikan lansia mengalami resiko jatuh.

2. Sistem persarafan

Perubahan fisiologis selanjutnya adalah perubahan sistem persarafan, perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron. Secara fungsional terdapat suatu perlambatan reflek tendon, terdapat kecenderungan ke arah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat contohnya ketika jatuh lansia akan terlambat untuk mencari pegangan atau berpegangan, hilangnya hentakan pergelangan kaki dan pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep terutama karena

3. Sistem sensoris

Perubahan sensoris dan permasalahan yang dihasilkan merupakan faktor yang turut berperan paling kuat dalam perubahan gaya hidup yang bergerak ke arah ketergantungan yang lebih besar dan persepsi negatif tentang kehidupan.

Lansia mengalami penurunan penerimaan cahaya, ukuran pupil menurun sehingga respon terhadap cahaya melambat dan juga terhadap akomodasi, lensa pada mata menguning dan secara perlahan menjadi buram sehingga menyebabkan pandangan pada lansia menjadi kabur sehingga berpengaruh terhadap kemampuan lansia untuk melihat, menerima cahaya dan membedakan warna sertabenda.

Keadaan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari lansia dan juga resiko jatuh pada lansia akan lebih tinggi.

C. Keseimbangan

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap bagian tubuh dan didukung oleh sistem muskuloskeletal serta bidang tumpu. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh yang lain saat melakukan suatu gerakan (Irfan, 2012). Kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efesien (Yuliana, 2014).

2. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar yang menyebabkan lansia beresiko mengalami jatuh, diantaranya yaitu :

A. Lingkungan

Menurut (Nugroho, 2000) Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitar) yang dihubungkan dengan jatuh pada lansia diantaranya, penerangan yang kurang/ menyilaukan, lantai yang licin/ lantai yang tidak rata, tersandung benda-benda tertentu, tempat pegangan yang tidak adekuat/ tidak terjangkau, dan alat bantu berjalan yang tidak sesuai. Darmojo (2004) mengatakan bahwa faktor ekstrinsik tersebut diantaranya lingkungan yang tidak mendukung yaitu cahaya ruangan yang kurang terang, tempat berpegangan yang tidak adekuat, lantai yang licin, wc yang terlalu rendah, tempat tidur yang rendah, alat bantu berjalan dan obat-obatan yang dikonsumsi.

B. Latihan atau aktivitas fisik

Menurut WHO (2007) salah satu intervensi yang bisa dipakai untuk memperbaiki faktor fisiologis yang menyebabkan kejadian jatuh adalah melakukan latihan fisik. Latihan fisik dapat diartikan sebagai sebuah tipe suatu

aktivitas yang direncanakan dan teprogram, terstruktur dan berupa gerakan tubuh yang berulang-ulang yang dilakukan untuk meningkatkan atau mempertahankan satu atau lebih komponen kebugaran fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2016) di kartasura menunjukkan data bahwa lansia yang sering

yang tidak pernah atau jarang melakukan aktivitas fisik. Lansia yang sering melakukan aktivitas fisik akan lebih mampu menjaga keseimbangan tubuhnya saat melakukan aktivitas sehariharinya.

C. Obat-obatan

Banyak obat-obatan yang berperan terhadap kejadian jatuh pada lansia.

Mekanisme tersering termasuk sedasi, hipotensi ortostatik, efek ekstrapiramidal, miopati, dan gangguan adaptasi visual pada penerangan yang redup. Obat-obatan yang menyebabkan sedasi diantaranya golongan benzodiazepine, antihistamin bersifat sedative, narkotik analgesik, trisklik antidepresan dan SSRI(selective serotonin reuptake inhibitor). Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi ortostatik seperti antihipertensi, antiangina, obat anti Parkinson, trisiklik antidepresan dan antipsikotik. Obat-obatan yang menyebabkan miosis seperti pilocarpine untuk pengobatan glucoma. Dosis waktu pemberian dan ketaatan minum obat juga mempengaruhi terjadinya jatuh (Darmojo 2014).

2.3 Komplikasi Jatuh

Menurut Darmajo (2004), komplikasi jatuh/ cedera adlah sebagai berikut:

1. Perlukaan (Injuri)

Mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau rutaknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena, patah tulang atau fraktur,misalnya fraktur pelvis, femur, lengan bawah, dan tungkai kaki.

2. Disabilitas (Gangguan Aktivitas)

Mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlakuan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan keterbatasan bergerak.

3. Kematian.

2.4 Akibat Jatuh

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari, dan fobia jatuh

2.5 Pencegahan Jatuh

Menurut Darmajo (2004) ada tiga usaha pokok mencegah resiko jatuh pada lansia, yaitu:

1. Identifikasi Faktor Resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh. Perlu dilakukan assessment keadaan sensorik, muskuloskeletal, dan pentakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh.

Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang sulit terlihat, Peralatan rumah sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan atau temnpat aktivitas lansia. Lantai kamar mandi tidak licin, dan diberikan pegangan pada dindingnya, pintu mudah dibuka, dan WC sebaiknya dengan kliset duduk dan diberi pegangan di dinding juga.

2. Penilaian Keseimbangan dan Gaya Berjalan

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat beresiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh tim medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah ektremitas bawah lansia dapat bertumpu pada lantai (berdiri/ berjalan) dengan baik.

3. Mengatur dan Mengatasi Faktor Situasional

Faktor situasional yang bersifat akut yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat

dicegah dengan memperbaiki lingkungan, faktor situasional berupa aktifutas fisik dapat diatasi dengan kondisi kesehatan lansia. Aktifitas tersebut tidak boleh melebihi batasan yang diperbolehkan bagi lansia, maka dari itu lansia tidak dianjurkan melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu dengan konsep yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dibab tinjauan pustaka atau ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti.

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Lansia Kejadian Jatuh

2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Pada defenisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur penelitian yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel.

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Karakteristik

- Riwayat Jatuh (Pernah, Tidak Pernah)

- Riwayat Penyakit yang Pernah Dialami.

2 Kejadian Jatuh

Sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, dimana kondisi lansia berada dibawah atau lantai tanpa sengaja dengan ada atau tanpa saksi.

Kuesioner Skor Pertanyaan 1 = Ya

0 = Tidak

Kategorik.

BAB IV

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan metode pendekatan retrospektif yang berguna untuk mengetahui bagaimana faktor resiko mempengaruhi kasus. Sumber data penelitian menggunakan kuesioner untuk mengetahui karakteristik lansia dan kejadian jatuh di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon.

2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2020.

3. Populasi dan Sampel

3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit atau individu yang ingin diteliti (Supriyadi, 2014). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah 1050 orang di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon.

3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih menggunakan teknik tertentu untuk dapat mewakili populasi. Sampel akan menjadi subjek dalam penelitian (Nursalam, 2017). Dalam menentukan sampel pada penelitian ini digunakan rumus Slovin, dengan menggunakan nilai e = 10% atau 0,1

Sehingga dapat diperoleh rumus : 𝑛 = 𝑁

(1+ 𝑁 × 𝑒2)

𝑛 = 1050

(1+ 1050 × 0.12)

𝑛 =1050

11,5

𝑛 = 91,3

= 91 responden

4. Variabel Penelitian

Variable dalam penelitian ini ada 2, yaitu karakteristik lansia sebagai variable independen (bebas) dan kejadian jatuh sebagai variable dependen (terikat).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dan akan di uji validasinya. Kuesioner terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:

5.1 Kuesioner Karakteristik Demografi

Kuesioner karakteristik demografi berisikan nama (inisial), umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat jatuh, dan riwayat penyakit yang pernah dialami.

5.2 Kuesioner Pengkajian Kejadian Jatuh pada Lansia

Kuesioner pengkajian tingkat resiko jatuh pada lansia yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan keterangan: 1 = Ya dan 0 = Tidak.

6. Validasi dan Reliabilitas

6.1 Validasi

Sebuah instrumen yang dikategorikan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti dengan tepat. Penelitian ini menggunakan uji validasi dengan memenuhi unsur penting dengan menentukan validitas pengukuran instrumen, yang meliputi relevansi isi, instrumen disesuaikan dengan tujuan penelitian supaya dapat mengukur objek dengan jelas. Pada penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, bahwa relevan pada sasaran subjek dan cara pengukuran melalui instrumen yang disusun dengan tinjauan pustaka. Penguji validitas hanya

dilakukan oleh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang berkomponen di bidang tersebut.

6.2 Reliabilitas

Uji reliabilitas memiliki tujuan untuk mengetahui besar derajat alat ukur untuk mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang di kategorikan sebagai alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama apabila digunakan beberapa kali pada sampel yang sama.

Kuesioner yang ada dalam penelitian ini disusun sendiri berdasarkan sumber yang ada ditinjauan pustaka penelitian tersebut.

Untuk menguji kuesioner dengan lembar cheklis menggunakan rumus KR 21, yang akan di uji terhadap 30 responden. Hasil uji realibilitas instrumen terhadap 30 orang responden menghasilkan nilai r sebesar 0,76 untuk kuesioner pengkajian jatuh pada lansia. Oleh karena itu, berdasarkan Polit & Beck (2010) bahwa suatu instrumen yang baru reliable apabila koefisiennya 0,70 atau lebih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument yang digunakan reliable karena itu layak dipakai untuk penelitian.

7. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dimulai setelah peneliti menerima surat izin dari Fakultas Keperawatan dan izin dari pihak Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner dan melakukan sedikit wawancara terhadap responden. Sebelum

responden dan membagikan lembar informed consent kepada responden. Kemudian peneliti menyebar kuesioner kepada responden dan dimulai dengan penjelasan mengenai tujuan dan cara pengisian kuesioner sesuai pilihan jawaban yang ada dengan tetap memberikan kesempatan pada responden untuk bertanya mengenai hal yang mereka tidak mengerti. Setelah responden menyelesaikan pengisian kuesioner, peneliti mengumpulkan kuesioner dan memeriksa kembali lembar kuesioner.

8. Etika Penelitian

Unsur penelitian yang tak kalah penting adalah etika penelitian. Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan bagian data dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek dan prinsip keadilan dan pembuatan kuesioner dimodifikasi dari kuesioner buku pengetahuan sikap dan perilaku manusia (Wawan, masi 2011)

1. Prinsip Manfaat

a. Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari Eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Recpect Human Dignity) a. Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak untuk memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclouser).

c. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2013).

9. Prosedur Analisa Data

9.1 Pengolahan Data a. Editing

Peneliti akan melakukan pemeriksaan dari kelengkapan pengisian kuesioner, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, serta konsistensi jawabannya.

b. Coding

Peneliti melakukan coding atau pemberian kode pada data untuk mempermudah dalam memasukkan data.

c.Entry Data

Peneliti melakukan entry data dengan memasukkan data yang didapat dari instrument kedalam komputer untuk dianalisa.

d.Cleaning

Peneliti memeriksa kembali data yang sudah dientry kedalam komputer kemudian dilakukan analisa.

9.2 Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat. Analisa univariat dimaksudkan untuk tujuan menyampaikan variable bebas dan variable terikat. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel, meliputi : 1) Variabel bebas: karakteristik lansia, dan 2) Variabel terikat: kejadian jatuh.

BAB V

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

1.1 Karakteristik Lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh karakteristik responden, yaitu mayoritas dalam kelompok yang telah berusia 60-75 tahun (86,8%). Lebih dari setengahnya responden menunjukkan bahwa responden perempuan mendominasi jumlah dibandingkan dengan responden laki-laki, yaitu frekuensi 55 orang (60,4%). Hampir setengahnya berpendidikan SMA 40 orang (44%), memiliki pekerjaan sebagai buruh tani sebanyak 44 orang (48,4%). Pada umumnya memiliki penghasilan Rp 200.000 – Rp 1.300.000 sebanyak 62 orang (68,1%). Seluruh lansia pernah mengalami jatuh 91 orang (100%). Dan setengah dari responden menunjukkan tidak memiliki riwayat penyakit 45 orang (49,5%).

Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon.

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Umur

60-75 79 86,8%

76-90 12 13,2%

Jenis Kelamin

Riwayat Penyakit

Tidak ada 45 49,5%

Komplikasi 7 7,7%

Asam Urat 7 7,7%

Asam Lambung 5 5,5%

Diabetes 2 2,2%

Gagal Ginjal 2 2,2%

Kolesterol 2 2,2%

Hipertensi 21 23,1%

1.2 Kejadian Jatuh Lansia di Posyandu Lansia Kacamatan Sipoholon

Selanjutnya hasil penelitian ini akan menampilkan tabel tentang kejadian jatuh lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah tidak ada yang membantu lansia berdiri saat terjatuh sebanyak 46 orang (50,5%), mayoritas tidak ada yang membawa lansia untuk berobat setelah mengalami jatuh sebanyak 52 orang (57,1%), dan pada umumnya masih banyak lansia yang tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi jatuh berulang sebanyak 59 orang (64,8%).

Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kejadian Jatuh Lansia di Posyandu Apakah saat bapak/ibu jatuh ada yang membantu

berdiri? 45 (49,5%) 46 (50,5%)

Apakah ada yang membawa bapak/ibu berobat

setelah mengalami jatuh? 39 (42,9%) 52 (57,1%)

Apakah bapak/ibu meminum obat ketika mendapati

tanda memar/ bengkak setelah jatuh? 61 (67%) 30 (33%) Apakah setelah jatuh ada yang merawat bapak/ibu?

58 (63,7%) 33 (36,3%) Menurut bapak/ibu, apakah penerangan diruangan

dan dikamar cukup terang? 79 (86,8%) 12 (13,2%)

Menurut bapak/ibu, apakah lantai kamar mandi yang

digunakan saat ini licin? 14 (15,4%) 77 (84,6%)

Apakah barang-barang didalam rumah bapak/ibu

ditata dengan rapi? 68 (74,7%) 23 (25,3%)

Apakah tempat tidur bapak/ibu terlalu tinggi?

6 (6,6%) 85 (93,4%) Apakah bapak/ibu menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan unuk mengatasi jatuh berulang? 32 (35,2%) 59 (64,8%) Apakah setiap bulan bapak/ibu memeriksakan

kesehatan? 49 (53,8%) 42 (46,2%)

2. Pembahasan

2.1 Karakteristik Lansia

Dari hasil table 1.1 yang dilakukan kepada 91 responden didapatkan gambaran umur (60-75) 79 orang (86,8%), umur (76-90) 12 orang (13,2%).

Gambaran skor jenis kelamin laki-laki 36 orang (39,6%), perempuan 55 orang (60,4%). Gambaran skor pendidikan SD 13 orang (39,6%), SMP 27 orang (29,7%), SMA 40 orang (44%), Perguruan Tinggi 11 orang (12,1%). Gambaran skor pekerjaan Tidak ada 17 orang (18,7%), Buruh Tani 44 orang (48,4%) Wiraswasta 11 orang (12,1%), Pensiunan 12 orang (13,2%), PNS 7 orang (7,7%). Gambaran skor penghasilan Tidak ada 17 orang (18,7%), (200.000-1.300.000) 62 orang (68,1%), (1.400.000-2.500.000) 8 orang (8,8%), (2.600.000-4.000.000) 4 orang (4,4%). Gambaran skor riwayat jatuh Pernah 91 orang (100%). Gambaran skor riwayat penyakit yang pernah dialami Tidak ada 45 orang (49,5%), Komplikasi 7 orang (7,7%), Asam Urat 7 orang (7,7%), Asam Lambung 5 orang (5,5%), Diabetes 2 orang (2,2%), Gagal Ginjal 2 orang (2,2%), Kolesterol 2 orang (2,2%), Hipertensi 21 orang (23,1%).

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi usia mayoritas lansia yang mengalami jatuh 60-75 tahun yang termasuk kategori usia elderly menurut WHO. Usia tua akan mengalami penurunan dalam kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga fleksibilitas yang dimiliki akan semakin menurun dan menyebabkan risiko jatuh yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gupta, dkk terhadap 265 pasien usia lanjut yang menyatakan bahwa 23,4% dari semua pasien mengalami penuruan kemampuan melakukan aktivitas

sehari-hari, 70% diantaranya berusia 60-69 tahun, dan usia >80 tahun memiliki penurunan kemampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari yang lebih signifikan.

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi jenis kelamin perempuan cenderung lebih memikirkan kesehatan dibandingkan responden laki-laki, dilihat dari hasil gambaran jenis kelamin responden yaitu laki-laki 36 orang (39,6%), perempuan 55 orang (60,4%).

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi tingkat pendidikan SD 13 orang (39,6%), SMP 27 orang (29,7%), SMA 40 orang (44%), Perguruan Tinggi 11 orang (12,1%). Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang. Tingkat pendidikan yang baik diharapkan mampu untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pemahaman, salah satunya dalam hal kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Notoadmodjo (2003) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih mudah orang tersebut untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu tingkat pendidikan responden yang tinggi dapat meningkatkan proses berpikir dalam menerima hal-hal baru serta memiliki kemampuan untuk bertindak sehingga seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung mencari informasi lebih lengkap dan memanfatkan pelayanan kesehatan.

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi pekerjaan Tidak ada 17 orang (18,7%), Buruh Tani 44 orang (48,4%) Wiraswasta 11 orang (12,1%), Pensiunan 12 orang (13,2%), PNS 7 orang (7,7%). Aktivitas sehari-hari merupakan salah satu parameter untuk melihat status fungsional seseorang, khususnya usia

lanjut dapat diamati dari kemampuannya atau kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan atau kemandirian dalam aktivitas sehari-hari memiliki manfaat yaitu dalam keseimbangan, meningkatkan kelenturan, dan kekuatan otot, serta self efficacy atau keberdayagunaan mandiri menurut Bozo.

lanjut dapat diamati dari kemampuannya atau kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan atau kemandirian dalam aktivitas sehari-hari memiliki manfaat yaitu dalam keseimbangan, meningkatkan kelenturan, dan kekuatan otot, serta self efficacy atau keberdayagunaan mandiri menurut Bozo.

Dokumen terkait