• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Lansia dan Kejadian Jatuh di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Karakteristik Lansia dan Kejadian Jatuh di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI OLEH

SONYA BUTARBUTAR 161101135

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

PRAKATA

Puji dan syukur diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Karakteristik Lansia dan Kejadian Jatuh di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, dukungan, dan saran dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga, terutama untuk Ayahanda Harapan Butarbutar, Ibunda Mediana Simamora, Kakak penulis Citra Butarbutar, Putra Butarbutar, adik penulis Enjel Butarbutar dan saudara ipar penulis Rio Tobing atas perhatian, perjuangan, dukungan, dan doa yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Secara khusus penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph. D selaku Dekan Fakultas Keparawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Cholina T. Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp. KMB selaku Wakil Dekan II Fakutas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Dr.Siti Saidah Nasution, S.Kep., M.Kep., Sp. Mat selaku Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ismayadi, S.Kep., Ns., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, membantu, serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat

(5)

6. Ibu Dr. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS. Dan ibu Evi Karota, S.Kp., MNS. selaku dosen penguji yang telah membantu membimbing dan mengarahkan penulis.

7. Ibu Febrina Oktavinola Kaban, SST, M.Keb selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan masukan dalam bidang akademik kepada penulis.

8. Seluruh dosen dan Staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan memberikan bekal ilmu selama penulis menjalankan pendidikan.

9. Sahabat-sahabat penulis OT (Ami, Brigita, Melisa), SPRCNTKN (Dea dan Ayu), Putri dan Mika, serta bias-bias yang telah menemani dan menghibur penulis dalam penyusunan skripsi ini terkhusus SEVENTEEN.

10. Semua pihak yang telah banyak membantu, memberikan dukungan, dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Medan, Februari 2020 Penulis

Sonya Butarbutar NIM. 161101135

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI ……… ... ii

PRAKATA ……… ... iii

DAFTAR ISI ……… ... v

DAFTAR SKEMA ……… .. viii

DAFTAR TABEL ……….... ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

ABSTRAK ……… ... xi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1. Latar Belakang ……… . 1

2. Rumusan Masalah ……… .... 4

3. Tujuan Penelitian ……… . 4

3.1 Tujuan Umum ……… ... 4

3.2 Tujuan Khusus ……… ... 4

4. Manfaat Penelitian ……… ... 5

4.1 Bagi Masyarakat ……… ... 5

4.2 Bagi Peneliti ……… ... 5

4.3 Bagi Profesi Keperawatan ……… ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… . 6

1. Lanjut Usia ………... 6

1.1 Defenisi Lanjut Usia ……… ... 6

1.2 Batasan-batasan Lanjut Usia ……… ... 7

1.3 Karakteristik Lansia ……… ... 8

1.4 Proses Menua ……… ... 9

1.5 Perubahan-perubahan yang terjadi Akibat Menua …… 13

(7)

1.6 Masalah Lanjut Usia ……… ... 16

2. Kejadian Jatuh pada Lansia ……….. 17

2.1 Defenisi Jatuh ……… ... 17

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiko Jatuh pada Lansia ……… ... 17

2.3 Komplikasi Jatuh ……… .... 23

2.4 Akibat Jatuh ……… ... 24

2.5 Pencegahan Jatuh ……… .... 24

BAB III KERANGKA PENELITIAN ……… 27

1. Kerangka Konseptual ……….. ... 27

2. Defenisi Operasional ……… .... 28

BAB IV METODE PENILITIAN ……… 31

1. Rancangan Penelitian ……… ... 31

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… ... 31

2.1 Lokasi Penelitian ……… ... 31

2.2 Waktu Penelitian ………... 31

3. Populasi dan Sampel ……… ... 32

3.1 Populasi ……… 32

3.2 Sampel ……….. 32

4. Variabel Penelitian ……… ... 32

5. Instrumen Penelitian ……… .... 33

5.1 Kuesioner Karakteristik Demografi ……… 33

5.2 Kuesioner Pengkajian Kejadian Jatuh pada Lansia ……… ... 33

6. Validasi dan Reliabilitas ……… .. 33

6.1 Validasi ……… ... 33

(8)

7. Pengumpulan Data ……… ... 34

8. Etika Penelitian ……… .... 35

9. Prosedur Analisa Data ………. ... 36

9.1 Pengolahan Data ……….. ... 36

9.2 Analisa Data ……….. .. 37

BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan ……… 38

1. Hasil Penelitian ……… .... 38

1.1 Karakteristik Lansia di Psyandu Lansia Kecamatan Sipoholon ……… .... 38

1.2 Kejadian Jatuh Lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon ……… ... 40

2. Pembahasan ……… ... 41

2.1 Karakteristik Lansia ……… 41

2.2 Kejadian Jatuh ……….. 42

BAB VI Penutup ……… ... 44

1. Kesimpulan ……… ... 44

2. Saran ……… ... 44

(9)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

3.1 Kerangka Konsep………27

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.2 Defenisi Operasional………29

(11)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

1. Inform Consent 2. Instrumen Penelitian 3. Jadwal Tentative Penelitian 4. Uji Realibilitas

5. Frequency table 6. Master Data 7. Taksasi Dana 8. Riwayat Hidup 9. Kegiatan Konsultasi 10. Surat Penelitian

(12)

ABSTRAK

Jatuh adalah sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, dimana kondisi lansia berada dibawah atau lantai tanpa sengaja dengan ada atau tanpa saksi. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik lansia dan kejadian jatuh, jenis penelitian deskriptif, pendekatan retrospektif, dengan subyek penelitian adalah lanjut usia yang tinggal di Kecamatan Sipoholon. Proses penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2020 di Kecamatan Sipoholon Kota Tarutung.

Jumlah populasi sebanyak 1050 responden dan sampel 91 responden. Dalam menentukan sampel pada penelitian ini digunakan rumus Slovin, dengan menggunakan nilai e = 10% atau 0,1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 91 responden mayoritas lansia mengalami jatuh disebabkan oleh faktor ekstrinsik.

Berdasarkan hasil tersebut perlu pendidikan kesehatan, penyuluhan, dan komunikasi dengan lansia mengenai pentingnya manfaat pelayanan kesehatan.

Kata kunci: Karakteristik, Jatuh, Lanjut Usia.

(13)
(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Terpenuhinya derajat kesehatan menjadi salah satu bagian hak yang bisa dirasakan setiap manusia. Kesejahteraan dalam bidang kesehatan juga harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Indonesia (Kemenkes RI, 2016). Adapun kelompok masyarakat yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan slah satunya ialah lanjut usia. Lanjut usia dipandang sebagai masaa kemunduran dimana seseorang mengalami penurunan fungsi baik secara fisik maupun psikologis (BPS, 2014). Proses menua merupakan perubahan yang dialami oleh setiap orang (Miller, 2012). Populasi Lansia di Asia Tenggara sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa.

Populasi lansia di Indonesia dari tahun 2010-2035 diperkirakan sebanyak 10%

penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Kemenkes RI, 2016), dan memasuki peringkat lima besar di dunia mencapai 7,6% dari total penduduk (BPS, 2014).

Lansia adalah seseorang yang jika usianya telah mencapai 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran seperti kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, gigi ompong, rambut memutih, gerakan lambat, pendengaran dan penglihatan berkurang (Nugroho, 2008). Agar lansia dapat menikmati kehidupan dengan bergembira atau merasa bahagia, diperlukan dukungan dari orang-orang terdekat mereka. Dukungan

(15)

tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat menjalankan kegiatan sehari-hari secara teratur (Rahayu, 2010). Dari data WHO pada tahun 2012, dalam empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih dalam populasi dunia diperkirakan meningkat dari 800 juta penduduk menjadi 2 miliar penduduk lansia atau mengalami lonjakan dari 10% menjadi 22%(Fitriana, 2013). Di Indonesia diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk lansia sekitar 12% dan tahun 2050 sekitar 28% (Kemenkes, 2014).

Jatuh adalah sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, di mana kondisi lansia berada di bawah atau lantai tanpa sengaja dengan ada atau tanpa saksi (Koyabayasi, et.al, 2009). Jatuh merupakan salah satu penyebab utama dari kematian dan cedera pada lansia. 20% sampai 30% dari lansia yang memiliki derajat kecacatan tinggi terkait jatuh akan mengalami kehilangan kebebasan dalam aktivitas hidup sehari-hari (Jamebozorgi, et.al, 2013). Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti sebanyak 30 lansia atau sekitar 43,47% mengalami jatuh. kejadian jatuh tergolong masalah yang sangat mudah ditemukan di antara cara pemula si usia lanjut di Indonesia. Jatuh dapat terjadi dimana dan kapan saja yang tidak ditentukan kapan waktu terjadinya. Menurut hasil (Riset Kesehatan Dasar, 2015) bahwa terjadi peningkatan untuk masalah jatuh baik yang menimbulkan cidera maupun jatuh yang tidak menyebabkan cidera atau trauma yakni mencapai persentase 40,9%.

Kejadian jatuh pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, dan kekakuan sendi, serta faktor

(16)

ekstrinsik seperti lantai yang licin, tersandung oleh benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan terbatasnya pegangan untuk berjalan (Darmojo, 2004). Menurut Nugroho (2008), sekitar 30% sampai 50% dari populasi lansia yang berusia 65 tahun ke atas mengalami jatuh setiap tahunnya. separuh dari angka tersebut akan mengalami jatuh berulang.

Di Indonesia, survei yang dilakukan oleh riset kesehatan dasar (RISKESDAS) menyatakan bahwa jumlah kejadian jatuh pada lansia berumur 60 tahun atau lebih sekitar 70,2% (Riyadana, 2009). Aktivitas sehari-hari dan lingkungan merupakan faktor yang berperan terhadap terjadinya jatuh.

Kemampuan dalam beraktivitas sehari-hari sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkat kemandirian pada lansia dan untuk mengetahui apakah lansia memiliki hambatan dalam melakukan fungsi kesehariannya (Maryam, dkk, 2011).

Lansia yang mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari memiliki resiko jatuh lebih besar dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Miller, 2006).

Berdasarkan laporan kongres XII PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia) tahun 2012 menunjukkan bahwa kejadian pasien jatuh termasuk ke dalam tiga besar insiden medis rumah sakit dan menduduki peringkat kedua setelah medicine error. Dari laporan tersebut didapatkan data kejadian jatuh sebanyak 34 kejadian dan membuktikan bahwa kejadian jatuh pasien masih tinggi di Indonesia.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan Natalia mengatakan bahwa analisis kejadian jatuh selama ini di Rumah Sakit RK. Charitas dilakukan per kejadian, apabila ada kejadian jatuh dengan dampak klinis yang berat.

(17)

Berdasarkan kondisi diatas, penelitian ini menjadi penting untuk mengidentifikasi karakteristik lansia dan kejadian jatuh di Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik lansia dan kejadian jatuh di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon?”

3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik lansia dan kejadian jatuh di Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon.

3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik lansia di Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon.

2. Mengidentifikasi kejadian jatuh pada lansia di Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon.

3. Menganalisis faktor-faktor penyebab jatuh pada lansia di Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon.

(18)

4. Manfaat Penelitian

4.1 Bagi Masyarakat

Sebagai informasi dan tambahan pengetahuan tentang karakteristik lansia dan kejadian jatuh pada lansia.

4.2 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah data dan informasi tentang karakteristik lansia dan kejadian jatuh pada lansia.

4.3 Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal pada profesi keperawatan dan mahasiswa keperawatan nantinya dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada lansia.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Lanjut Usia

1.1 Defenisi Lanjut Usia

Menurut WHO dan Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia pasal 1 ayat 2 bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas. Sedangkan menurut Depkes RI (2008), penuaan merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dihindari berjalan terus-menerus dan berkesinambungan, selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh sehingga mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 60 keatas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Efendi, 2009).

Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).

(20)

1.2 Batasan-batasan Lanjut Usia

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.

Berbeda dengan WHO, menurut Siti Maryam (2010) lansia dikategorikan sebagai berikut:

a. Pra Usia Lanjut (Prasenilis): Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

b. Usia Lanjut: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Usia Lanjut Resiko Tinggi: Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Usia Lanjut Potensial: Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

e. Usia Lanjut Tidak Potensial: Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

(21)

1.3 Karakteristik lansia

Ada beberapa karakteristik lansia yang perlu diidentifikasi berdasarkan data demografi untuk mengetahui keberadaan masalah-masalah kesehatan lansia yaitu umur (≥ 60 tahun), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat jatuh, serta riwayat penyakit yang pernah dialami. Selain itu, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya, lansia laki-laki banyak menderita hipertropi prostat sementara lansia perempuan menderita osteoporosis. Status perkawinan, yang masih berpasangan atau sudah hidup sendiri mempengaruhi kondisi kesehatan fisik maupun kondisi kesehatan secara psikososial pada lansia umumnya.

Penataan kehidupan lansia bervariasi, keadaan pasangan yang masih menanggung keluarganya: anak atau keluarga lainnya, tempat tinggal, suasana tinggal bersama dengan anak atau keluarga besar, atau tinggal sendiri. Kebanyakan manusia hidup sebagai bagian dari keluarganya, baik sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anak-anaknya. Walaupun ada kecenderungan bahwa lansia akan ditempatkan oleh anaknya atau keluarganya di rumah yang berbeda.

Kondisi kesehatan lansia dan kondisi kemampuan umum dalam beraktivitas sehari- hari dapat dioptimalkan sehingga tidak bergantung kepada orang lain, seperti makan atau minum, berpindah, kebersihan diri mandi, mengganti pakaian sendiri, buang air kecil dan buang air besar. Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan lansia menjadi tidak produktif lagi dan mengalami ketergantungan kepada orang lain. Hal ini harus diupayakan untuk meminimalkan resiko penyakit yang timbul dalam melakukan kontrol secara rutin ke pelayanan kesehatan.

(22)

1.4 Proses Penuaan

Proses menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. proses merupakan sepanjang, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak pemulaan kehidupan, menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional. Proses merupakan proses yang terus-menerus atau berkelanjutan secara alamiah yang umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Misalnya dengan kejadian hilangnya jaringan pada otot susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak akan lama. Tetapi ada juga seseorang belum tergolong lanjut usia atau masih muda, tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok. Ada pula orang yang tergolong lanjut usia, penampilannya masih sehat, segar bugar, dan badan tegap. Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak distorsi meteorit dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif, misalnya hipertensi, diabetes melitus dan kanker, yang akan

(23)

menyebabkan berakhirnya hidup dengan penyakit terminal seperti infark miokard, koma asidotik, kanker metastasis, dan sebagainya (Nugroho, 2008).

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologis, teori sosial dan teori konsekuensi personal.

1. Teori biologi a. Teori Jam Genetik

Teori genetik menyebutkan bahwa manusia secara genetik sudah terprogram bahwa material didalam inti sel di katakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini di dasarkan pada kenyataan bahwa spesies- spesies tertentu memiliki harapan hidup (lifespan) yang tertentu. Manusia memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-sel di perkirakan hanya mampu membela sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi (Padila, 2013).

b. Wear and Tear Theory

Menurut teori wear and tear disebutkan bahwa proses menua terjadi akibat kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan sel tubuh menjadi lelah dan tidak mampu meremajakan fungsinya (Padila, 2013).

c. Teori Stres

(24)

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel- sel tubuh telah terpakai (Padila, 2013).

d. Slow Immunology Theory

Sistem imun menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri, regulasi dan responbilitas. Didalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat bertahan sehingga zat tersebut menjadi jaringan lemah (Padila, 2013).

e. Teori Radikal Bebas

Radikal bebas terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi (Padila, 2013).

f. Teori Rantai Silang

Kolagen yang merupakan unsur penyusun tulang diantara susunan molecular, lama kelamaan akan meningkat kekakuanya (tidak elastis), hal ini disebabkan oleh karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat (Padila, 2013).

g. Teori Mutasi Somatik

(25)

Terjadi kesalahan dalam proses transkrip DNA dan RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel normal menjadi sel kanker atau penyakit (Sofia, 2014).

h. Teori Nutrisi

Intake nutrisi yang baik pada setiap perkembangan akan membantu meningkatkan makanan bergizi dalam rentang hidupnya, maka ia akan lebih lama sehat. (Sofia, 2014).

2. Teori Psikologis

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara ilmiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif termasuk pemenuhan kebutuhan dasar dan tugas perkembangan. Teori yang merupakan psikososial adalah sebagi berikut :

a. Teori Integritas Ego

Merupakan teori perkembangan yang mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam tahap perkembangannya. Tugas perkembangan terkahir merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaianya.

b. Teori Integritas personal

(26)

Merupakan suatu bentuk kepribadian seseorang pada masa kanak- kanak dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa menjadi mengindikasi penyakit otak (Padila 2013).

3. Teori Sosial

Menurut teori interaksi sosial pada lansia terjadi penurunan kekuasaan, kehilangan peran, hambatan kontak sosial dan berkurangnya komitmen sehingga interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka mengikuti perintah (Padila 2013).

4. Teori Konsekuensi Fungsional

Menurut teori konsekuensi fungsional lanjut usia berhubungan dengan perubahan-perubahan karena usia dan faktor resiko tambahan (Padila, 2013).

1. 5 Perubahan-perubahan yang terjadi Akibat Menua

Memasuki masa lansia yang bahagia identik dengan kesiapan untuk menerima segala perubahan dalam aspek-aspek kehidupan. Perubahan fungsional akibat penuaan terjadi pada fungsi fisiologi dan psikologis diantaranya adalah perubahan pada fungsi neurologi, sensori, muskuloskeletal, dan kognitif.

1. Perubahan Sistem Neurologis

Perubahan pada sistem neurologis diantaranya adalah penurunan berat otak, aliran darah ke otak dan berkurangnya neuron. Perubahan anatomis tersebut menyebabkan manusia kehilangan memori, menjadi lambat dalam bereaksi,

(27)

masalah keseimbangan dan gangguan tidur (Mauk, 2010; Wallace, 2008).

Perubahan sistem saraf pada manusia mempengaruhi sistem organ lainnya.

Perubahan sistem saraf di otak berpengaruh pada stabilitas tubuh. Perubahan pada saraf motorik mengakibatkan perubahan dalam reflek, kerusakan kognitif dan emosi, serta penurunan jumlah sel otot yang dapat mengakibatkan kelemahan otot.

Perubahan pada sistem saraf pusat mempengaruhi proses komunikasi dan sistem organ lain seperti sistem penglihatan, vestibuler dan propiosepsi. Gangguan pada pengiriman pesan tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan yang terjadi melalui tiga tahap yaitu transduksi, transmisi, dan modulasi. Tahap transduksi adalah penerimaan rangsangan dari luar oleh reseptor visual, propioseptif, dan vestibuler.

Rangsangan tersebut dapat berupa cahaya, sentuhan, gerakan, tekanan, dan lingkungan. Pada tahap transmisi, rangsangan dikirim ke pusat keseimbangan di otak. Informasi yang diterima di otak akan diolah untuk dilakukan proses modulasi dan diterima neuromuskuloskeletal sebagai efektor untuk beradaptasi dalam mempertahankan keseimbangan.

2. Perubahan Sistem Sensori

Perubahan sistem sensori terdiri dari sentuhan, pembauan, perasa, penglihatan dan pendengaran (Mauk, 2010). Perubahan pada indera pembawaan dan pengecapan dapat mempengaruhi lansia dalam mempertahankan nutrisi yang adekuat. Penurunan sensitifitas sentuhan terjadi pada lansia seperti berkurangnya kemampuan neuron sensori yang secara efisien memberikan sinyal deteksi, lokasi dan identifikasi sentuhan atau tekanan pada kulit. Manusia juga terjadi kehilangan

(28)

sensasi dan propiosepsi serta resepsi informasi yang mengatur pergerakan tubuh dan posisi.

Kehilangan pendengaran pada lansia terjadi sebagai hasil perubahan dari telinga bagian dalam. Telinga bagian dalam terdiri dari kokhlea dan organ-organ keseimbangan. sistem vestibular bersama-sama dengan mata dan propioseptor membantu dalam mempertahankan keseimbangan fisik tubuh. Gangguan pada sistem vestibular dapat mengarah pada pusing dan vertigo yang dapat mengganggu keseimbangan.Faktor resiko dari perubahan pendengaran pada lansia adalah proses penyakit dan pengaruh lingkungan. Konsekuensi fungsionalnya adalah berpengaruh terhadap pemahaman dalam berbicara, gangguan komunikasi, kebosanan, apatis, isolasi sosial, rendah diri, serta ketakutan dan kecemasan yang berhubungan dengan bahaya keamanan lingkungan.

3.Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal adalah berkurangnya massa dan kekuatan otot, serta berkurangnya massa dan kekuatan tulang. Lansia mengalami penurunan kekuatan dan kelenturan otot Seperti kekuatan genggaman tangan dan kekuatan kaki berkurang. Sistem musculoskeletal berhubungan dengan mobilitas dan keamanan yang dapat mempengaruhi seluruh aktivitas sehari-hari.

Mobilitas yang aman dan keseimbangan juga dipengaruhi oleh sistem sensori seperti penglihatan dan pendengaran, hipotensi postural, dan sistem saraf pusat.

Lansia wanita lebih memiliki kontrol muskular yang kurang sehingga mempengaruhi ekstremitas bawah. Ketidakseimbangan pada posisi tegak dipengaruhi oleh perubahan akibat penuaan seperti berkurangnya reflek, kerusakan

(29)

fungsi propioseptif, berkurangnya sensasi vibrasi dan posisi tulang sendi pada ekstremitas bawah. Faktor resiko dari mobilitas yang tidak aman adalah lingkungan yang tidak aman, medikasi, dan kerusakan kognitif. konsekuensi fungsional negatif yang diakibatkan dari perubahan sistem muskuloskeletal dan faktor risikonya ialah berkurangnya kekuatan otot, kelenturan dan koordinasi, terbatasnya rentang gerak sendi, meningkatnya resiko jatuh dan fraktur.

4. Perubahan Fungsi Kognitif

Perubahan psikososial berhubungan dengan perubahan kognitif dan afektif.

Kemampuan kognitif lansia juga dipengaruhi oleh faktor personal dan lingkungan seperti tingkat pendidikan, persepsi diri dan pengharapan, serta status kesehatan seperti kecemasan dan depresi. Perubahan psikososial juga berdampak pada kepuasan hidup dan perubahan arti hidup.

1.6 Masalah Lanjut Usia

Departemen Sosial Republik Indonesia (Ihromi,2004:202) menyatakan bahwa masalah yang sering dihadapi oleh kelompok lansia adalah:

a. Ketiadaan sanak saudara, kerabat, dan masyarakat lingkungan yang dapat memberikan bantuan tempat tinggal dan penghidupan.

b. Kesulitan hubungan antara lansia dengan keluarga ditempat ia tinggal.

c. Tidak ada jaminan keuangan/ ekonomi dari keluarga untuk penghidupan secara layak, sehingga kebutuhan-kebutuhan hidup tidak dapat dipenuhi.

(30)

d. Perbedaan nilai-nilai yang dianut antara lansia dengan generasi muda yang menimbulkan keresahan para lansia

e. Kurangnya kesempatan keluarga dalam memberikan pelayanan kepada lansia.

2. Kejadian Jatuh pada Lansia

2.1 Defenisi Jatuh

Jatuh adalah sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, dimana kondisi lansia berada dibawah atau lantai tanpa sengaja dengan ada atau tidak ada saksi (Koyabayashi, et.al, 2009). Jatuh merupakan salah satu penyebab utama dari kematian dan cedera pada lansia. 20-30% dari lansia yang memiliki derajat kecacatan tinggi terkait jatuh akan mengalami kehilangan kebebasan dalam aktivitas hidup sehari-hari (Jamebozorgi et al, 2013).

Jatuh merupakan kondisi dimana seseorang tidak sengaja tergeletak di lantai , tanah, atau tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak termasuk orang yang berpindah (WHO, 2007).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jatuh pada Lansia

1. Faktor Intrinsik

Menurut Kane (1994 dalam Darmojo 2014) faktor intrinsik adalah beberapa variabel yang akan menentukan mengapa seseorang bisa jatuh pada waktu tertentu

(31)

dan orang lain lainnya yang sama dengan dirinya mungkin tidak mengalami kejadian jatuh, faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang itu sendiri diantaranya yaitu :

A. Usia

Usia dapat mempengaruhi resiko jatuh pada lansia, karena umur atau usia berkaitan erat dengan proses pertumbuhan dan penuaan. Pada lansia yang sedang dalam proses penuaan, akan terjadi perubahan fisiologis di tubuhnya dan proses tersebut berlangsung terus-menerus. Sedangkan penurunan fisiologis yang terjadi pada pertambahan usia itu sendiri meliputi sistem muskuloskeletal, saraf, kardiovaskuler, pernafasan, indra dan integumen.

B. Perubahan fisiologis

Perubahan fisiologis pada lansia yang berkatian dengan kejadian jatuh diantaranya pada sistem muskuloskeletal, sistem persarafan, dan sistem sensori menurut Kane (1996 dalam Darmojo 2014):

1. Sistem muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal diantaranya terjadi pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, otot, tulang dan sendi.

a. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

(32)

Perubahan kolagen tersebut menjadi penyebab fleksibelitas menurun pada lansia sehingga memunculkan dampak antara lain nyeri, kekuatan otot menurun dan menurunnya kemampuan berubah posisi seperti bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, juga terjadi hambatan dalam menjalankan aktivitas setiap hari. Dimana hambatan tersebut dapat berpengaruh pada aktivitas sehari- hari lansia dan dapat mengakibatkan jatuh.

b. Kartilago

Pada proses penuaan jaringan kartilago pada persendian mengalami kalsifikasi, fungsi didalamnya yang sebagai peredam kejut dan permukaan sendi yang berpelumas menurun, sehingga kartilago di persendian sangat rentan untuk terjadi gesekan dan kartilago pada persendian menjadi lunak. Akibat dari perubahan kartilago sering terjadi pada sendi-sendi besar yang biasanya sebagai penumpu badan, sendi akan mengalami peradangan, nyeri, kaku dan keterbatasan gerak. Sehingga perubahan tersebut akan memperngaruhi aktivitas sehari-hari pada lansia.

c. Otot

Perubahan struktural otot pada penuaan sangat bervariasi. Menurunnya jumlah dan ukuran serabut otot, meningkatnya jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Dampak dari perubahan otot tersebut adalah menurunnya kekuatan, fleksibilitas, dan kemampuan fungsional otot dan yang menyebabkan resiko jatuh akan lebih tinggi.

(33)

Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia mengalami penurunan elastis, ligamen, kartilago dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas keseharian lainnya. Hal tersebut akan menjadikan lansia mengalami resiko jatuh yang tinggi.

e. Tulang

Semakin bertambahnya usia, tulang akan berkurang kepadatannya. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan gangguan pada tulang yaitu Osteporosis.

Osteoporosis akan menjadi penyebab nyeri, deformitas dan fraktur. Hal tersebut akan menjadikan lansia mengalami resiko jatuh.

2. Sistem persarafan

Perubahan fisiologis selanjutnya adalah perubahan sistem persarafan, perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron. Secara fungsional terdapat suatu perlambatan reflek tendon, terdapat kecenderungan ke arah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat contohnya ketika jatuh lansia akan terlambat untuk mencari pegangan atau berpegangan, hilangnya hentakan pergelangan kaki dan pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep terutama karena

(34)

3. Sistem sensoris

Perubahan sensoris dan permasalahan yang dihasilkan merupakan faktor yang turut berperan paling kuat dalam perubahan gaya hidup yang bergerak ke arah ketergantungan yang lebih besar dan persepsi negatif tentang kehidupan.

Lansia mengalami penurunan penerimaan cahaya, ukuran pupil menurun sehingga respon terhadap cahaya melambat dan juga terhadap akomodasi, lensa pada mata menguning dan secara perlahan menjadi buram sehingga menyebabkan pandangan pada lansia menjadi kabur sehingga berpengaruh terhadap kemampuan lansia untuk melihat, menerima cahaya dan membedakan warna sertabenda.

Keadaan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari lansia dan juga resiko jatuh pada lansia akan lebih tinggi.

C. Keseimbangan

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap bagian tubuh dan didukung oleh sistem muskuloskeletal serta bidang tumpu. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh yang lain saat melakukan suatu gerakan (Irfan, 2012). Kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efesien (Yuliana, 2014).

(35)

2. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar yang menyebabkan lansia beresiko mengalami jatuh, diantaranya yaitu :

A. Lingkungan

Menurut (Nugroho, 2000) Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitar) yang dihubungkan dengan jatuh pada lansia diantaranya, penerangan yang kurang/ menyilaukan, lantai yang licin/ lantai yang tidak rata, tersandung benda-benda tertentu, tempat pegangan yang tidak adekuat/ tidak terjangkau, dan alat bantu berjalan yang tidak sesuai. Darmojo (2004) mengatakan bahwa faktor ekstrinsik tersebut diantaranya lingkungan yang tidak mendukung yaitu cahaya ruangan yang kurang terang, tempat berpegangan yang tidak adekuat, lantai yang licin, wc yang terlalu rendah, tempat tidur yang rendah, alat bantu berjalan dan obat-obatan yang dikonsumsi.

B. Latihan atau aktivitas fisik

Menurut WHO (2007) salah satu intervensi yang bisa dipakai untuk memperbaiki faktor fisiologis yang menyebabkan kejadian jatuh adalah melakukan latihan fisik. Latihan fisik dapat diartikan sebagai sebuah tipe suatu

aktivitas yang direncanakan dan teprogram, terstruktur dan berupa gerakan tubuh yang berulang-ulang yang dilakukan untuk meningkatkan atau mempertahankan satu atau lebih komponen kebugaran fisik. Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2016) di kartasura menunjukkan data bahwa lansia yang sering

(36)

yang tidak pernah atau jarang melakukan aktivitas fisik. Lansia yang sering melakukan aktivitas fisik akan lebih mampu menjaga keseimbangan tubuhnya saat melakukan aktivitas sehariharinya.

C. Obat-obatan

Banyak obat-obatan yang berperan terhadap kejadian jatuh pada lansia.

Mekanisme tersering termasuk sedasi, hipotensi ortostatik, efek ekstrapiramidal, miopati, dan gangguan adaptasi visual pada penerangan yang redup. Obat-obatan yang menyebabkan sedasi diantaranya golongan benzodiazepine, antihistamin bersifat sedative, narkotik analgesik, trisklik antidepresan dan SSRI(selective serotonin reuptake inhibitor). Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi ortostatik seperti antihipertensi, antiangina, obat anti Parkinson, trisiklik antidepresan dan antipsikotik. Obat-obatan yang menyebabkan miosis seperti pilocarpine untuk pengobatan glucoma. Dosis waktu pemberian dan ketaatan minum obat juga mempengaruhi terjadinya jatuh (Darmojo 2014).

2.3 Komplikasi Jatuh

Menurut Darmajo (2004), komplikasi jatuh/ cedera adlah sebagai berikut:

1. Perlukaan (Injuri)

Mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau rutaknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena, patah tulang atau fraktur,misalnya fraktur pelvis, femur, lengan bawah, dan tungkai kaki.

(37)

2. Disabilitas (Gangguan Aktivitas)

Mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlakuan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan keterbatasan bergerak.

3. Kematian.

2.4 Akibat Jatuh

Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari, dan fobia jatuh

2.5 Pencegahan Jatuh

Menurut Darmajo (2004) ada tiga usaha pokok mencegah resiko jatuh pada lansia, yaitu:

(38)

1. Identifikasi Faktor Resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh. Perlu dilakukan assessment keadaan sensorik, muskuloskeletal, dan pentakit sistemik yang sering menyebabkan jatuh.

Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang sulit terlihat, Peralatan rumah sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan atau temnpat aktivitas lansia. Lantai kamar mandi tidak licin, dan diberikan pegangan pada dindingnya, pintu mudah dibuka, dan WC sebaiknya dengan kliset duduk dan diberi pegangan di dinding juga.

2. Penilaian Keseimbangan dan Gaya Berjalan

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat dan pindah posisi. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat beresiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh tim medis. Penilaian gaya berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah ektremitas bawah lansia dapat bertumpu pada lantai (berdiri/ berjalan) dengan baik.

3. Mengatur dan Mengatasi Faktor Situasional

Faktor situasional yang bersifat akut yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat

(39)

dicegah dengan memperbaiki lingkungan, faktor situasional berupa aktifutas fisik dapat diatasi dengan kondisi kesehatan lansia. Aktifitas tersebut tidak boleh melebihi batasan yang diperbolehkan bagi lansia, maka dari itu lansia tidak dianjurkan melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

(40)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu dengan konsep yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dibab tinjauan pustaka atau ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti.

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Lansia Kejadian Jatuh

(41)

2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Pada defenisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur penelitian yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel.

(42)

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Karakteristik

Lansia

Gambaran mengenai identitas responden dalam penelitian, dengan menguraikan identitas responden maka akan dapat diketahui sejauh mana latar belakang

responden.

Kuesioner - Umur (≥ 60 tahun)

- Jenis kelamin (Laki-laki dan Perempuan) - Pendidikan (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi).

- Pekerjaan ( Pegawai Swasta, Buruh Pabrik, Buruh Tani, Wiraswasta, TNI/Polri, PNS, Lainnya…) - Penghasilan

Kategorik.

(43)

- Riwayat Jatuh (Pernah, Tidak Pernah)

- Riwayat Penyakit yang Pernah Dialami.

2 Kejadian Jatuh

Sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, dimana kondisi lansia berada dibawah atau lantai tanpa sengaja dengan ada atau tanpa saksi.

Kuesioner Skor Pertanyaan 1 = Ya

0 = Tidak

Kategorik.

(44)

BAB IV

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan metode pendekatan retrospektif yang berguna untuk mengetahui bagaimana faktor resiko mempengaruhi kasus. Sumber data penelitian menggunakan kuesioner untuk mengetahui karakteristik lansia dan kejadian jatuh di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon.

2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2020.

(45)

3. Populasi dan Sampel

3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit atau individu yang ingin diteliti (Supriyadi, 2014). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia yang berjumlah 1050 orang di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon.

3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih menggunakan teknik tertentu untuk dapat mewakili populasi. Sampel akan menjadi subjek dalam penelitian (Nursalam, 2017). Dalam menentukan sampel pada penelitian ini digunakan rumus Slovin, dengan menggunakan nilai e = 10% atau 0,1

Sehingga dapat diperoleh rumus : 𝑛 = 𝑁

(1+ 𝑁 × 𝑒2)

𝑛 = 1050

(1+ 1050 × 0.12)

𝑛 =1050

11,5

𝑛 = 91,3

= 91 responden

4. Variabel Penelitian

Variable dalam penelitian ini ada 2, yaitu karakteristik lansia sebagai variable independen (bebas) dan kejadian jatuh sebagai variable dependen (terikat).

(46)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dan akan di uji validasinya. Kuesioner terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:

5.1 Kuesioner Karakteristik Demografi

Kuesioner karakteristik demografi berisikan nama (inisial), umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat jatuh, dan riwayat penyakit yang pernah dialami.

5.2 Kuesioner Pengkajian Kejadian Jatuh pada Lansia

Kuesioner pengkajian tingkat resiko jatuh pada lansia yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan keterangan: 1 = Ya dan 0 = Tidak.

6. Validasi dan Reliabilitas

6.1 Validasi

Sebuah instrumen yang dikategorikan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti dengan tepat. Penelitian ini menggunakan uji validasi dengan memenuhi unsur penting dengan menentukan validitas pengukuran instrumen, yang meliputi relevansi isi, instrumen disesuaikan dengan tujuan penelitian supaya dapat mengukur objek dengan jelas. Pada penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, bahwa relevan pada sasaran subjek dan cara pengukuran melalui instrumen yang disusun dengan tinjauan pustaka. Penguji validitas hanya

(47)

dilakukan oleh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang berkomponen di bidang tersebut.

6.2 Reliabilitas

Uji reliabilitas memiliki tujuan untuk mengetahui besar derajat alat ukur untuk mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang di kategorikan sebagai alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama apabila digunakan beberapa kali pada sampel yang sama.

Kuesioner yang ada dalam penelitian ini disusun sendiri berdasarkan sumber yang ada ditinjauan pustaka penelitian tersebut.

Untuk menguji kuesioner dengan lembar cheklis menggunakan rumus KR 21, yang akan di uji terhadap 30 responden. Hasil uji realibilitas instrumen terhadap 30 orang responden menghasilkan nilai r sebesar 0,76 untuk kuesioner pengkajian jatuh pada lansia. Oleh karena itu, berdasarkan Polit & Beck (2010) bahwa suatu instrumen yang baru reliable apabila koefisiennya 0,70 atau lebih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument yang digunakan reliable karena itu layak dipakai untuk penelitian.

7. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dimulai setelah peneliti menerima surat izin dari Fakultas Keperawatan dan izin dari pihak Posyandu lansia Kecamatan Sipoholon. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner dan melakukan sedikit wawancara terhadap responden. Sebelum

(48)

responden dan membagikan lembar informed consent kepada responden. Kemudian peneliti menyebar kuesioner kepada responden dan dimulai dengan penjelasan mengenai tujuan dan cara pengisian kuesioner sesuai pilihan jawaban yang ada dengan tetap memberikan kesempatan pada responden untuk bertanya mengenai hal yang mereka tidak mengerti. Setelah responden menyelesaikan pengisian kuesioner, peneliti mengumpulkan kuesioner dan memeriksa kembali lembar kuesioner.

8. Etika Penelitian

Unsur penelitian yang tak kalah penting adalah etika penelitian. Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan bagian data dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek dan prinsip keadilan dan pembuatan kuesioner dimodifikasi dari kuesioner buku pengetahuan sikap dan perilaku manusia (Wawan, masi 2011)

1. Prinsip Manfaat

a. Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari Eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.

(49)

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Recpect Human Dignity) a. Hak untuk ikut/ tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak untuk memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclouser).

c. Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2013).

9. Prosedur Analisa Data

9.1 Pengolahan Data a. Editing

Peneliti akan melakukan pemeriksaan dari kelengkapan pengisian kuesioner, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, serta konsistensi jawabannya.

b. Coding

(50)

Peneliti melakukan coding atau pemberian kode pada data untuk mempermudah dalam memasukkan data.

c.Entry Data

Peneliti melakukan entry data dengan memasukkan data yang didapat dari instrument kedalam komputer untuk dianalisa.

d.Cleaning

Peneliti memeriksa kembali data yang sudah dientry kedalam komputer kemudian dilakukan analisa.

9.2 Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa univariat. Analisa univariat dimaksudkan untuk tujuan menyampaikan variable bebas dan variable terikat. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel, meliputi : 1) Variabel bebas: karakteristik lansia, dan 2) Variabel terikat: kejadian jatuh.

(51)

BAB V

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

1.1 Karakteristik Lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh karakteristik responden, yaitu mayoritas dalam kelompok yang telah berusia 60-75 tahun (86,8%). Lebih dari setengahnya responden menunjukkan bahwa responden perempuan mendominasi jumlah dibandingkan dengan responden laki-laki, yaitu frekuensi 55 orang (60,4%). Hampir setengahnya berpendidikan SMA 40 orang (44%), memiliki pekerjaan sebagai buruh tani sebanyak 44 orang (48,4%). Pada umumnya memiliki penghasilan Rp 200.000 – Rp 1.300.000 sebanyak 62 orang (68,1%). Seluruh lansia pernah mengalami jatuh 91 orang (100%). Dan setengah dari responden menunjukkan tidak memiliki riwayat penyakit 45 orang (49,5%).

Tabel 1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon.

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Umur

60-75 79 86,8%

76-90 12 13,2%

(52)

Jenis Kelamin

Laki-laki 36 39,6%

Perempuan 55 60,4%

Tingkat Pendidikan

SD 13 14,3%

SMP 27 29,7%

SMA 40 44%

Perguruan Tinggi 11 12,1%

Pekerjaan

Tidak ada 17 18,7%

Pegawai Swasta 0 0%

Buruh Tani 44 48,4%

TNI/Polri 0 0%

Buruh Pabrik 0 0%

Wiraswasta 11 12,1%

Pensiunan 12 13,2%

PNS 7 7,7%

Penghasilan

Tidak ada 17 18,7%

200.000 – 1.300.000 62 68,1%

1.400.000 – 2.500.000 8 8,8%

2.600.000 – 4.000.000 4 4.4%

Riwayat Jatuh

Pernah 91 100%

Tidak pernah 0 0%

(53)

Riwayat Penyakit

Tidak ada 45 49,5%

Komplikasi 7 7,7%

Asam Urat 7 7,7%

Asam Lambung 5 5,5%

Diabetes 2 2,2%

Gagal Ginjal 2 2,2%

Kolesterol 2 2,2%

Hipertensi 21 23,1%

1.2 Kejadian Jatuh Lansia di Posyandu Lansia Kacamatan Sipoholon

Selanjutnya hasil penelitian ini akan menampilkan tabel tentang kejadian jatuh lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah tidak ada yang membantu lansia berdiri saat terjatuh sebanyak 46 orang (50,5%), mayoritas tidak ada yang membawa lansia untuk berobat setelah mengalami jatuh sebanyak 52 orang (57,1%), dan pada umumnya masih banyak lansia yang tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi jatuh berulang sebanyak 59 orang (64,8%).

(54)

Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kejadian Jatuh Lansia di Posyandu Lansia Kecamatan Sipoholon.

Pertanyaan Ya

n (%)

Tidak n (%) Apakah saat bapak/ibu jatuh ada yang membantu

berdiri? 45 (49,5%) 46 (50,5%)

Apakah ada yang membawa bapak/ibu berobat

setelah mengalami jatuh? 39 (42,9%) 52 (57,1%)

Apakah bapak/ibu meminum obat ketika mendapati

tanda memar/ bengkak setelah jatuh? 61 (67%) 30 (33%) Apakah setelah jatuh ada yang merawat bapak/ibu?

58 (63,7%) 33 (36,3%) Menurut bapak/ibu, apakah penerangan diruangan

dan dikamar cukup terang? 79 (86,8%) 12 (13,2%)

Menurut bapak/ibu, apakah lantai kamar mandi yang

digunakan saat ini licin? 14 (15,4%) 77 (84,6%)

Apakah barang-barang didalam rumah bapak/ibu

ditata dengan rapi? 68 (74,7%) 23 (25,3%)

Apakah tempat tidur bapak/ibu terlalu tinggi?

6 (6,6%) 85 (93,4%) Apakah bapak/ibu menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan unuk mengatasi jatuh berulang? 32 (35,2%) 59 (64,8%) Apakah setiap bulan bapak/ibu memeriksakan

kesehatan? 49 (53,8%) 42 (46,2%)

(55)

2. Pembahasan

2.1 Karakteristik Lansia

Dari hasil table 1.1 yang dilakukan kepada 91 responden didapatkan gambaran umur (60-75) 79 orang (86,8%), umur (76-90) 12 orang (13,2%).

Gambaran skor jenis kelamin laki-laki 36 orang (39,6%), perempuan 55 orang (60,4%). Gambaran skor pendidikan SD 13 orang (39,6%), SMP 27 orang (29,7%), SMA 40 orang (44%), Perguruan Tinggi 11 orang (12,1%). Gambaran skor pekerjaan Tidak ada 17 orang (18,7%), Buruh Tani 44 orang (48,4%) Wiraswasta 11 orang (12,1%), Pensiunan 12 orang (13,2%), PNS 7 orang (7,7%). Gambaran skor penghasilan Tidak ada 17 orang (18,7%), (200.000-1.300.000) 62 orang (68,1%), (1.400.000-2.500.000) 8 orang (8,8%), (2.600.000-4.000.000) 4 orang (4,4%). Gambaran skor riwayat jatuh Pernah 91 orang (100%). Gambaran skor riwayat penyakit yang pernah dialami Tidak ada 45 orang (49,5%), Komplikasi 7 orang (7,7%), Asam Urat 7 orang (7,7%), Asam Lambung 5 orang (5,5%), Diabetes 2 orang (2,2%), Gagal Ginjal 2 orang (2,2%), Kolesterol 2 orang (2,2%), Hipertensi 21 orang (23,1%).

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi usia mayoritas lansia yang mengalami jatuh 60-75 tahun yang termasuk kategori usia elderly menurut WHO. Usia tua akan mengalami penurunan dalam kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga fleksibilitas yang dimiliki akan semakin menurun dan menyebabkan risiko jatuh yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gupta, dkk terhadap 265 pasien usia lanjut yang menyatakan bahwa 23,4% dari semua pasien mengalami penuruan kemampuan melakukan aktivitas

(56)

sehari-hari, 70% diantaranya berusia 60-69 tahun, dan usia >80 tahun memiliki penurunan kemampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari yang lebih signifikan.

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi jenis kelamin perempuan cenderung lebih memikirkan kesehatan dibandingkan responden laki-laki, dilihat dari hasil gambaran jenis kelamin responden yaitu laki-laki 36 orang (39,6%), perempuan 55 orang (60,4%).

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi tingkat pendidikan SD 13 orang (39,6%), SMP 27 orang (29,7%), SMA 40 orang (44%), Perguruan Tinggi 11 orang (12,1%). Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang. Tingkat pendidikan yang baik diharapkan mampu untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pemahaman, salah satunya dalam hal kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Notoadmodjo (2003) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih mudah orang tersebut untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu tingkat pendidikan responden yang tinggi dapat meningkatkan proses berpikir dalam menerima hal-hal baru serta memiliki kemampuan untuk bertindak sehingga seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung mencari informasi lebih lengkap dan memanfatkan pelayanan kesehatan.

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi pekerjaan Tidak ada 17 orang (18,7%), Buruh Tani 44 orang (48,4%) Wiraswasta 11 orang (12,1%), Pensiunan 12 orang (13,2%), PNS 7 orang (7,7%). Aktivitas sehari-hari merupakan salah satu parameter untuk melihat status fungsional seseorang, khususnya usia

(57)

lanjut dapat diamati dari kemampuannya atau kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan atau kemandirian dalam aktivitas sehari-hari memiliki manfaat yaitu dalam keseimbangan, meningkatkan kelenturan, dan kekuatan otot, serta self efficacy atau keberdayagunaan mandiri menurut Bozo.

Keseimbangan merupakan tanggapan motorik yang dihasilkan dari berbagai faktor, diantara input sensorik, dan kekuatan otot. Penurunan keseimbangan pada seseorang bukan hanya sebagai akibat menurunnya kekuatan otot atau akibat penyakit yang diderita. Keseimbangan dianggap sebagai penampilan yang tergantung atas aktivitas yang terus menerus dilakukan. Faktor keseimbangan pada lansia dipengaruhi oleh penurunan aktivitas fisik dan kekuatan otot. Selain itu, dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan).

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi penghasilan.

Penghasilan responden frekuensi tertinggi yaitu (2.600.000-4.000.000) 4 orang (4,4%) dan dan frekuensi terendah yaitu lansia yang tidak memiliki penghasilan atau tidak memiliki pekerjaan.

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi riwayat jatuh. Seluruh responden/ lansia di posyandu lansia Kecamatan Sipoholon pernah mengalami jatuh yaitu 91 orang (100%).

Dari hasil karakteristik subjek penelitian distribusi rwayat penyakit yang pernah dialami/ diderita Komplikasi 7 orang (7,7%), Asam Urat 7 orang (7,7%), Asam Lambung 5 orang (5,5%), Diabetes 2 orang (2,2%), Gagal Ginjal 2 orang

(58)

(2,2%), Kolesterol 2 orang (2,2%), Hipertensi 21 orang (23,1%). Seorang lansia akan mengalami proses penuaan yang terjadi perubahan fisioligis yaitu kekuatan jantung saat memompa darah menurun dan arteri menjadi kaku dan akan mengalami penurunan pengembangan pembuluh darah sehingga mengakibatkan kenaikan tekanan darah pada lansia. Berdasar riset kesehatan (Riskesdas) tahun 2013 penyakit terbanyak lansia adalah hipertensi. Penyakit kronis adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan psikososial lansia dalam mengahadapi masalah kesehatan. Masalah kesehatan lansia akan mempengaruhi lansia dalam bersosialisasi dengan lingkungan sehingga lansia akan berisiko terjadi jatuh (Saftri, Zulfitri & Utami, 2017).

2.1 Kejadian Jatuh

Berdasarkan table 1.2 menunjukkan bahwa dari 91 responden kejadian jatuh lebih dari setengah tidak ada yang membantu lansia berdiri saat terjatuh sebanyak 46 orang (50,5%), mayoritas tidak ada yang membawa lansia untuk berobat setelah mengalami jatuh sebanyak 52 orang (57,1%), lansia tidak meminum obat ketika mendapati tanda memar atau bengkak setelah jatuh 61 orang (67%), lebih dari setengahnya ada yang merawat lansia setelah jatuh 58 orang (63,7%), mayoritas penerangan di ruangan dan kamar lansia cukup terang 79 orang (86,8%), lantai kamar mandi yang digunakan saat ini tidak licin 77 orang (84,6%), barang-barang di dalam rumah ditata dengan rapi 68 orang (74,7%), mayoritas tempat tidur lansia tidak terlalu tinggi 85 orang (93,4%), pada umumnya masih banyak lansia yang tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi jatuh

(59)

berulang sebanyak 59 orang (64,8%), dan lansia yang mau memeriksakan kesehatan setiap bulannya 49 orang (53,8%).

Jatuh adalah sebuah keadaan yang tidak bisa diperkirakan, dimana kondisi lansia berada dibawah atau lantai tanpa sengaja dengan ada atau tanpa saksi. Jatuh menjadi salah satu insiden yang paling sering terjadi pada lansia. Jatuh dapat terjadi ketika sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran serta tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap penopang tubuh pada waktu yang tepat.

Kuantitas lansia yang terus meningkat sangat berbanding terbalik dengan kualitas hidup lansia yang kurang diperhatikan. Banyak lansia memiliki masalah fisik, salah satunya ialah kehilangan keseimbangan tubuh dan jatuh (Dewi, 2012).

Faktor instrinsik yang mempengaruhi kejadian jatuh adalah umur dan riwayat penyakit yang diderita. Berdasarkan table 1.1 menunjukkan bahwa dari 91 responden hampir seluruhnya (86,8%) lansia berumur 60-75 tahun sebanyak 79 orang.

A. Usia

Usia dapat mempengaruhi resiko jatuh pada lansia, karena umur atau usia berkaitan erat dengan proses pertumbuhan dan penuaan. Pada lansia yang sedang dalam proses penuaan, akan terjadi perubahan fisiologis di tubuhnya dan proses tersebut berlangsung terus-menerus. Sedangkan penurunan fisiologis yang terjadi pada pertambahan usia itu sendiri meliputi sistem muskuloskeletal, saraf, kardiovaskuler, pernafasan, indra dan integument. Lebih dari setengah responden

(60)

mengakibatkan jatuh pada lansia adalah berkurangnya kontrol postur untuk merespon keseimbangan. Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap bagian tubuh dan didukung oleh sistem muskuloskeletal serta bidang tumpu.

Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh yang lain saat melakukan suatu gerakan (Irfan, 2012). Kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efesien (Yuliana, 2014). Kejadian jatuh terjadi akibat gerakan yang tiba-tiba pada bidang tumpu, seperti tergelincir/ tersandung, dan akibat spontanitas jatuh berhubungan dengan psikis seperti pusing, kejang, dan lain sebagainya.

B. Perubahan fisiologis

Perubahan fisiologis pada lansia yang berkatian dengan kejadian jatuh diantaranya pada sistem muskuloskeletal, sistem persarafan, dan sistem sensori menurut Kane (1996 dalam Darmojo 2014):

1. Sistem muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal diantaranya terjadi pada jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, otot, tulang dan sendi.

(61)

a. Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Perubahan kolagen tersebut menjadi penyebab fleksibelitas menurun pada lansia sehingga memunculkan dampak antara lain nyeri, kekuatan otot menurun dan menurunnya kemampuan berubah posisi seperti bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, juga terjadi hambatan dalam menjalankan aktivitas setiap hari. Dimana hambatan tersebut dapat berpengaruh pada aktivitas sehari- hari lansia dan dapat mengakibatkan jatuh.

b. Kartilago

Pada proses penuaan jaringan kartilago pada persendian mengalami kalsifikasi, fungsi didalamnya yang sebagai peredam kejut dan permukaan sendi yang berpelumas menurun, sehingga kartilago di persendian sangat rentan untuk terjadi gesekan dan kartilago pada persendian menjadi lunak. Akibat dari perubahan kartilago sering terjadi pada sendi-sendi besar yang biasanya sebagai penumpu badan, sendi akan mengalami peradangan, nyeri, kaku dan keterbatasan gerak. Sehingga perubahan tersebut akan memperngaruhi aktivitas sehari-hari pada lansia.

c. Otot

Perubahan struktural otot pada penuaan sangat bervariasi. Menurunnya jumlah dan ukuran serabut otot, meningkatnya jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Dampak dari perubahan otot tersebut adalah menurunnya kekuatan, fleksibilitas, dan kemampuan fungsional

(62)

d. Sendi

Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen dan fasia mengalami penurunan elastis, ligamen, kartilago dan jaringan periartikular mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi, gangguan jalan dan aktivitas keseharian lainnya. Hal tersebut akan menjadikan lansia mengalami resiko jatuh yang tinggi.

e. Tulang

Semakin bertambahnya usia, tulang akan berkurang kepadatannya. Hal tersebut juga dapat mengakibatkan gangguan pada tulang yaitu Osteporosis.

Osteoporosis akan menjadi penyebab nyeri, deformitas dan fraktur. Hal tersebut akan menjadikan lansia mengalami resiko jatuh.

2. Sistem persarafan

Perubahan fisiologis selanjutnya adalah perubahan sistem persarafan, perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron. Secara fungsional terdapat suatu perlambatan reflek tendon, terdapat kecenderungan ke arah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat contohnya ketika jatuh lansia akan terlambat untuk mencari pegangan atau berpegangan, hilangnya hentakan

(63)

pergelangan kaki dan pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep terutama karena pengurangan dendrite dan perubahan pada sinaps, yang memperlambat konduksi.

3. Sistem sensoris

Perubahan sensoris dan permasalahan yang dihasilkan merupakan faktor yang turut berperan paling kuat dalam perubahan gaya hidup yang bergerak ke arah ketergantungan yang lebih besar dan persepsi negatif tentang kehidupan.

Lansia mengalami penurunan penerimaan cahaya, ukuran pupil menurun sehingga respon terhadap cahaya melambat dan juga terhadap akomodasi, lensa pada mata menguning dan secara perlahan menjadi buram sehingga menyebabkan pandangan pada lansia menjadi kabur sehingga berpengaruh terhadap kemampuan lansia untuk melihat, menerima cahaya dan membedakan warna sertabenda.

Keadaan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari lansia dan juga resiko jatuh pada lansia akan lebih tinggi.

C. Keseimbangan

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap bagian tubuh dan didukung oleh sistem muskuloskeletal serta bidang tumpu. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan, yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh yang lain saat melakukan suatu gerakan (Irfan, 2012). Kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Alhamdulillahirabbi’alamin, p enulis telah menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Skrining Fitokimia Dan Potensi Infusa Jahe Gajah ( Zingiber Officinale Roscoe) Sebagai

Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (dependen) yaitu kualitas pelaporan keuangan dan lima variabel bebas (independen) yaitu jumlah anggota komite

Bahwa tidak ada pengaruh variabel ukuran perusahaan, umur perusahaan, komisaris independen, leverage, dan konsentrasi kepemilikan terhadap pengungkapan

Pada hari ini, Selasa tanggal Delapan belas Bulan September Tahun Dua ribu Dua belas, bertempat di Badan Kepegawaian Negara Kantor Regional VIII Banjarmasin,

Dalam rangka proses evaluasi kualifikasi penilaian Seleksi Sederhana (Ulang) untuk paket pekerjaan Penyusunan Profil Kompetensi (Uji Kompetensi) Pejabat/ Pegawai Kementerian

[r]

[r]

[r]