BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASI
3.2. Defenisi Operasional
Beberapa hal yang diteliti meliputi karakteristik pasien terhadap penyakit PPOK terutama yang stabil.
3.2.1. Karakteristik
Setiap penderita PPOK khususnya yang stabil memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Tergantung faktor yang berperan terhadap perkembangan dan peningkatan penyakit. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah kebiasaan merokok apakah seseorang tersebut perokok aktif, perokok aktif ataupun bekas perokok. Sebab merokok merupakan penyebab tersering timbulnya PPOK. Pertambahan penduduk, usia, industrialisasi dan polusi udara terutama di kota- kota besar juga dapat menjadi faktor peningkatan terjadinya PPOK. (PDPI 2003)
1. Sosiodemografi Jenis kelamin Usia Tinggi badan Berat badan Status Merokok Jenis Rokok Indeks Brinkman Tempat tinggal Derajat Sesak Napas
Sosiodemografi adalah keterangan yang menunjukkan karakter
penderita paru obstruktif kronis dan hubungan social dimasyarakatnya yang meliputi:
a. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah sifat jasmani yang membedakan dua makhluk sebagai betina dan jantan atau wanita dan pria (KBBI, 2010). Jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap terjadinya PPOK. Penilaian karakteristik adalah berdasarkan skala nominal yang dikelompokkan menjadi 2 bagian :
- Pria, dan - Wanita b. Usia
Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Umur responden yang terhitung adalah sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Diperkirakan peningkatan usia dapat
meningkatan terjadinya PPOK. Orang dengan usia diatas 65 tahun lebih sering terkena PPOK dibandingkan usia antara 45-65 tahun. Penilaian karakteristik umur dikelompokkan berdasarkan kategori umur menurut WHO dengan skala interval yaitu:
- Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun - Lanjut usia (elderly), antara 60-74 tahun
- Lanjut usia tua (old), antara 75-90 tahun - Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun 2. Tinggi dan Berat badan
Tinggi badan adalah jauh jaraknya dari posisi sebelah bawah, dari kaki hingga ujung atas kepala. Berat badan adalah besar tekanan
Pada penderita PPOK, umumnya akan mengalami efek inflamasi sistemik. Dalam hal ini akan terjadi pengurangan massa otot, perubahan metabolisme dan efek-efek lainnya. (PDPI 2003)
Berat badan penderita diukur dengan menggunakan timbangan yang berada pada Poliklinik Paru dan telah diuji terlebih dahulu tingkat akurasinya.
Sehingga akan diukur berapa berat badan dan tinggi badan penderita PPOK apakah sesuai Indeks Massa Tubuh (IMT).
Karakteristik dinilai sesuai dengan tabel IMT dari WHO 2004 dan akan dikelompokkan berdasarkan skala ordinal yakni :
- Underweight - Normoweight - Overweight - Obesitas
Tabel 3.1: Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)
Klasifikasi
Indeks Massa Tubuh Berat badan kurang <18.50 Berat Badan Normal 18.50 - 22.99 Berat badan lebih ≥23.00
Pre-obesitas 23.00 - 24.99
Obesitas ≥25.00
Obesitas Kelas I 25.00 – 29.99 Obesitas Kelas II ≥ 30.00
sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 and WHO 2004. 3. Status merokok
Sebagian besar PPOK yang diderita diakibatkan oleh karena merokok. Baik itu perokok aktif maupun perokok pasif. Parameter yang akan diukur
dari status merokok antara lain; bukan perokok, perokok aktif, perokok pasif dan mantan perokok. (PDPI 2003).
Cara ukur penilaian status merokok adalah dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi oleh pakar. Penilaian karakteristik dibagi atas 3 kategori berdasarkan data nominal yakni :
- Bukan Perokok - Perokok
Jenis rokok juga dapat mempengaruhi terjadinya PPOK, adapun jenis rokok dibagi atas beberapa kategori berdasarkan data nominal yaitu:
- Rokok Filter - Rokok Non-Filter
Berdasarkan tingkat merokoknya dapat dihitung dengan indeks brinkman (IB) yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun, dengan 3 tingkatan
berdasarkan skala ordinal yaitu: - Ringan 0 – 200
- Sedang 200 – 600 - Berat > 600 4. Tempat tinggal
Tempat tinggal akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dari PPOK. paparan polusi udara pada tempat tinggal secara episodik dari hari ke hari akan memperberat derajat PPOK. terutama pada sebagian besar orang yang tinggal pada kawasan industri.
Penilaian karakteristik dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan data nominal yakni:
- Perkotaan - Daerah industri - Lain-lain
5. Derajat sesak napas berdasarkan tabel BDI
Derajat sesak napas adalah tingkat sesak napas pada penderita penyakit paru yang diukur berdasarkan keterbatasan aktivitasnya dan merupakan cara sederhana untuk menentukan tingkat keparahan. Cara ukur adalah dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi oleh ahli terlebih dahulu.
Penentuan derajat PPOK juga sangat penting, adapun derajat
kegagalan fungsi dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan BDI dengan skala ordinal yakni:
Tabel 3.2 : Tabel Baseline Dyspnea Index (BDI)
Baseline Dyspnea Index (BDI)
Kegagalan fungsi (Fungctional impairment)
Gradasi 4 Tidak ada halangan (no impairment). Mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan bekerja tanpa timbul keluhan sesak napas.
Gradasi 3 Halangan ringan (slight impairment). Didapati adanya halangan dalam melakukan satu jenis aktivitas, tetapi tidak tuntas. Terdapat sedikit pengurangan aktivitas kerja yang biasa dilakukan sehari-hari karena berkurangnya
kemampuan (ausdauer). Masih belum jelas apakah
pengurangan kemampuan ini disebabkan oleh sesak napas. Gradasi 2 Halangan sedang (moderate impairment). Penderita ini
tidak mampu lagi melakukan satu jenis aktivitas yang biasa dilakukan karena sesak napas.
Gradasi 1 Halangan berat (severe impairment). Penderita tidak mampu lagi bekerja atau menghentikan semua aktivitas yang biasa dilakukan karena sesak napas.
3.2.2. PPOK stabil
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI 2003) Pada PPOK stabil dapat dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan tingkat keparahan yakni PPOK ringan, sedang dan berat.
Pada PPOK ringan hingga sedang dapat ditemukan tidak ada gejala saat istirahat atau bila latihan, dapat pula tidak ditemukan gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan muncul pada latihan sedang (mis : berjalan cepat, naik tangga). Hal yang dapat terjadi yakni tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala mulai terasa pada latihan / kerja ringan (mis : berpakaian) dan pada tahap selanjutnya gejala ringan dapat ditemukan pada saat pasien istirahat. Pada kondisi yang berat ditemukan gejala sedang pada waktu istirahat, gejala berat pada saat istirahat dan dapat pula timbul tanda-tanda korpulmonal. (PDPI 2003)