• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Stabil yang Datang Berobat ke Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Stabil yang Datang Berobat ke Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Karakteristik Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Stabil yang Datang Berobat ke Poliklinik Paru

RS. Tembakau Deli Medan

Oleh :

Yan Indra Fajar Sitepu

070100141

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Karakteristik Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Stabil yang Datang Berobat ke Poliklinik Paru

RS. Tembakau Deli Medan

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

Yan Indra Fajar Sitepu

070100141

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Stabil yang Datang Berobat ke Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan

Nama : Yan indra Fajar Sitepu NIM : 070100141

Pembimbing Penguji I

(dr. Amira Permata Sari Sp.P) (dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D)

NIP:1969110719999032002 NIP: 131458296

Penguji II

(dr. Evo Elidar Harahap, Sp. Rad) NIP : 196309271990102002 Medan, 17 Desember 2010

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit dengan karakteristik berupa keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Berdasarkan survey WHO, angka kematian PPOK tahun 2030 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 atau ke-3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien PPOK stabil yang datang berobat ke RS Tembakau Deli Medan tahun 2010. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Populasi adalah seluruh pasien yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan dengan sampel sebanyak 35 orang. Data dikumpulkan dengan metode wawancara terpimpin dengan berpedoman pada kuesioner.

Hasil penelitian ditemukan proporsi pasien berdasarkan pada kelompok umur > 60 tahun adalah 24 (68,6 %) orang, dengan proporsi perempuan adalah 2 ( 5,7 % ) orang pada laki-laki adalah 33 ( 94,9 % ) orang. mantan perokok 29 orang (87,9%), rerata berat badan 53,74 kg, rerata tinggi badan 1,61 m, rerata jumlah batang perhari 18 batang, rerata lama merokok adalah 28,22 tahun, rokok filter 29 orang ( 82,9 % ), ditempat tinggal selain perkotaan dan industri 16 orang (43,7%). Derajat sesak napas derajat 1 14 orang (40,0%), Normoweight 17 (48,6 % ), perokok sedang 17 (48,6 % ). Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak peneliti, pihak Rumah Sakit dan Dinas kesehatan sehingga dapat meningkatkan dan memberikan pengetahuan tentang faktor resiko PPOK dan perburukannya.

(5)

Abstract

Chronic Pulmonary Obstructive Disease (COPD) is a disease with a characteristic of restrictive airway which is not always reversible. Survey from WHO states that, mortality count from COPD at 2030 will be the fourth or third leading cause of death.

This study purpose is to know the characteristic of stabile COPD patient that come for treatment to RS Tembakau Deli Medan. This is a cross sectional study. The population were every patient that come for treatment with 35 patient as sample. The data was collected with interview and by using questionare as directive

The result from this study shown that the patient proportion based on age more than 60 years are 24 (68.6%) patient, with the proportion of female are 2 (5.7%) patient and male are 33 (94.9%). Former smoker are 29 (87.9%) patient. Mean for weight of all patient are 53.74 kg, Mean for height of all patient are 1.61 m, Mean for cigarette consumed daily are 18 cigarette, Mean for period of smoking is 28,22 years. Patient using filtered cigarettes are 29 (82.9%) patients, Patients who live in places except urban and industrial area are 16 (43,7%) patient. Baseline dispnoe index 1 are at 14 (40%) patient, normoweight 17 (48.6%) patient, moderate smoker 17 (48.6%) patient.

The result for this study are expected to be useful for the researcher, the hospital, and the ministry of health so that the knowledge about COPD risk factor and complication could be given and increased.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini yang berjudul “Karakteristik Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis Stabil yang Datang Berobat ke Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan” ini dapat terselesaikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada dr. Amira Permata Sari, Sp.P selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih atas bimbingan yang telah diberikan, dan terima kasih atas segala waktu yang telah diberikan.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati disampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp. PD. KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dosen Pembimbing dr. Amira Permatasari, Sp.P selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan KTI ini.

3. Ibu dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D selaku dosen penguji I serta Ibu dr. Evo Elidar, Sp.Rad selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji, memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum dan Hj. Farida Tarigan selaku orang tua penulis, yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan KTI.

5. Seluruh dosen-dosen Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran USU.

(7)

7. Saudara-saudara penulis Faradila Yulistari Sitepu dan Febrinka Ananda Sitepu yang telah memberikan banyak dukungan.

8. Teman-teman yang tergabung dalam kelompok bimbingan dr. Amira Permatasari Sp.P Vitri Alya, Adeline leo, dan Candly yang telah bekerjasama dengan baik dalam semua proses penulisan karya tulis ilmiah ini.

9. Teman-teman saya Ella Rhinsilva, Kamal Ilyas, Nurina, Krisnarta Sembiring, Anita Limanjaya, Rini M, Fauziah Diniy dan teman-teman lain, yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah memberikan saran, kritik dan motivasi yang membangun untuk penyelesaian karya tulis ini. 10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada peneliti.

Demikian ucapan terima kasih ini disampaikan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, dan penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca.

Medan, 16 Desember 2010 Peneliti

(8)

DAFTAR ISI

2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) ... 5

2.1.1 Defenisi PPOK... 5

2.1.2 Etiologi PPOK ... 6

2.1.3 Proses Terjadinya PPOK ... 7

2.1.4 Klasifikasi PPOK ... 9

2.1.5 Pengaruh Inflamasi Sistemik PPOK Stabil ... 12

2.1.6 Diagnosa PPOK ... 13

2.1.7 Penatalaksanaan PPOK Stabil ... 15

2.1.8 Prognosis PPOK ... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASI... 19

(9)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1 Lokasi Penelitian ... 27

5.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 27

5.2.1 Distribusi sampel berdasarkan Umur ... 27

5.2.2 Distribusi sampel berdasarkan Jenis Kelamin ... 28

5.2.3 Distribusi sampel berdasarkan Status Merokok ... 29

5.2.4 Distribusi sampel berdasarkan rerata berat dan tinggi badan ... 30

5.2.5 Distribusi sampel berdasarkan Rerata Jumlah Batang Rokok Per Hari dan Lama Merokok ... 31

5.2.6 Distribusi sampel berdasarkan jenis rokok ... 31

5.2.7 Distribusi sampel berdasarkan tempat tinggal ... 32

5.2.8 Distribusi sampel berdasarkan derajat sesak napas .. 33

5.2.9 Distribusi sampel berdasarkan Indeks Massa tubuh . 34 5.2.10 Distribusi sampel berdasarkan Indeks Brinkmann ... 35

5.3.1 Umur Berdasarkan Derajat Sesak Napas (BDI) ... 36

5.3.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Status Merokok ... 37

5.3.4 Status Merokok Berdasarkan Derajat Sesak Napas .. 38

5.3.5 Tempat Tinggal Berdasarkan Derajat Sesak Napas .. 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ….. ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Terapi berdasarkan stage dari PPOK ... 17

3.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 21

3.2 Tabel Baseline Dyspnea Index (BDI)... 23

5.1 Distribusi sampel berdasarkan umur ... 28

5.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin ... 29

5.3 Distribusi sampel berdasarkan Status Merokok ... 30

5.4 Distribusi sampel berdasarkan jenis rokok ... 32

5.5 Distribusi sampel berdasarkan tempat tinggal ... 32

5.6 Distribusi sampel berdasarkan derajat sesak napas ... 33

5.7 Distribusi sampel berdasarkan Indeks Massa Tubuh ... 34

5.8 Distribusi sampel berdasarkan Indeks Brinkmann ... 35

5.9 Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan Derajat Sesak Napas di RS Tembakau Deli Medan ... 36

5.10 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Status Merokok di RS Tembakau Deli Medan ... 37

5.11 Distribusi Proporsi Status Merokok Penderita PPOK Berdasarkan Derajat Sesak Napas di RS Tembakau Deli Medan .. 38

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Lampiran 2 Ethical Clearence Lampiran 3 Informed Consent Lampiran 4 Kuesioner

(13)

ABSTRAK

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit dengan karakteristik berupa keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Berdasarkan survey WHO, angka kematian PPOK tahun 2030 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 atau ke-3

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien PPOK stabil yang datang berobat ke RS Tembakau Deli Medan tahun 2010. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Populasi adalah seluruh pasien yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan dengan sampel sebanyak 35 orang. Data dikumpulkan dengan metode wawancara terpimpin dengan berpedoman pada kuesioner.

Hasil penelitian ditemukan proporsi pasien berdasarkan pada kelompok umur > 60 tahun adalah 24 (68,6 %) orang, dengan proporsi perempuan adalah 2 ( 5,7 % ) orang pada laki-laki adalah 33 ( 94,9 % ) orang. mantan perokok 29 orang (87,9%), rerata berat badan 53,74 kg, rerata tinggi badan 1,61 m, rerata jumlah batang perhari 18 batang, rerata lama merokok adalah 28,22 tahun, rokok filter 29 orang ( 82,9 % ), ditempat tinggal selain perkotaan dan industri 16 orang (43,7%). Derajat sesak napas derajat 1 14 orang (40,0%), Normoweight 17 (48,6 % ), perokok sedang 17 (48,6 % ). Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak peneliti, pihak Rumah Sakit dan Dinas kesehatan sehingga dapat meningkatkan dan memberikan pengetahuan tentang faktor resiko PPOK dan perburukannya.

(14)

Abstract

Chronic Pulmonary Obstructive Disease (COPD) is a disease with a characteristic of restrictive airway which is not always reversible. Survey from WHO states that, mortality count from COPD at 2030 will be the fourth or third leading cause of death.

This study purpose is to know the characteristic of stabile COPD patient that come for treatment to RS Tembakau Deli Medan. This is a cross sectional study. The population were every patient that come for treatment with 35 patient as sample. The data was collected with interview and by using questionare as directive

The result from this study shown that the patient proportion based on age more than 60 years are 24 (68.6%) patient, with the proportion of female are 2 (5.7%) patient and male are 33 (94.9%). Former smoker are 29 (87.9%) patient. Mean for weight of all patient are 53.74 kg, Mean for height of all patient are 1.61 m, Mean for cigarette consumed daily are 18 cigarette, Mean for period of smoking is 28,22 years. Patient using filtered cigarettes are 29 (82.9%) patients, Patients who live in places except urban and industrial area are 16 (43,7%) patient. Baseline dispnoe index 1 are at 14 (40%) patient, normoweight 17 (48.6%) patient, moderate smoker 17 (48.6%) patient.

The result for this study are expected to be useful for the researcher, the hospital, and the ministry of health so that the knowledge about COPD risk factor and complication could be given and increased.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan suatu gangguan yang kompleks yang disebabkan oleh berbagai faktor. PPOK memiliki suatu karakteristik berupa keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Namun pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian akibat asma, bronkitis kronis dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4% dan angka kematian mencapai 6%, sedangkan angka kesakitan wanita 2% dan angka kematian 4%, dengan umur penderita di atas 45 tahun, (Barnes, 1997). National Health Interview Survey mendapatkan, sebanyak 2,5 juta penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. Dan berdasarkan temuan The Tecumseh Community Health Study, PPOK menyumbang 3% dari seluruh kematian dan merupakan urutan kelima penyebab kematian di Amerika (Muray F.J.,1988). Pada tahun 1992,

Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16% penderita PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus kematian 16,6% per 100.000 populasi, serta menduduki peringkat ke-6 kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998).

(16)

terjadi pada umur diatas 15 tahun yaitu sekitar 60-70%. Tidak hanya kebiasaan merokok, paparan asap rokok pada perokok pasif juga dapat menjadi faktor yang dapat menimbulkan PPOK, meskipun belum ada studi khusus yang meneliti tentang PPOK dan perokok pasif. Faktor-faktor lain yang dapat menjadi pemicu adalah faktor lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, partikel yang dapat menjadi pencetus timbulnya PPOK antara lain debu, gas, asap kendaraan, dan bahan-bahan antigen lain. Pengaruh industrialisasi dan pengaruh paparan polusi udara terutama di kota-kota besar juga dapat memiliki dampak yang cukup besar terhadap penyebab timbulnya PPOK.

Faktor jenis kelamin juga dapat menjadi faktor resiko, data dari National Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES) I dan NHANES III memperkirakan kemungkinan terjadinya PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, kesimpulan ini diambil dari data spirometri. Dan angka kejadian akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Usia juga dapat sebagai faktor resiko timbulnya PPOK. Adanya peningkatan usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an dapat menjadi penyebab peningkatan pasien PPOK.

Seorang pasien dikatakan stabil apabila ia tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik, dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisis gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg. Selain itu dahak pada penderita harus ditemukan jernih pada penderita tidak berwarna. Kriteria lainnya adanya aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri). Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan dan tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan. (PDPI 2003)

(17)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka diperlukan suatu penelitian untuk menentukan karakteristik dari pasien PPOK stabil yang datang berobat ke Poliklinik Paru di RS Tembakau Deli Medan.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik pasien PPOK stabil yang datang berobat ke Poliklinik Paru di RS Tembakau Deli Medan pada tahun 2010.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui proporsi jenis kelamin pasien stabil yang berobat jalan ke Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan

2. Untuk mengetahui kategori usia tersering yang datang berobat ke Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan

3. Untuk Mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien PPOK stabil yang datang berobat ke Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan

4. Untuk mengetahui status merokok beserta jenis rokok yang digunakan oleh pasien PPOK stabil yang datang berobat ke Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan

(18)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengetahui profil pasien PPOK stabil

2. Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

2.1.1. Defenisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronif (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. (Silvia & Lorraine: 2006)

Penyakit paru obstruksi kronis atau dapat disingkat dengan PPOK, merupakan suatu gangguan yang paling sering menimpa kelompok yang dalam jangka waktu lama terpapar oleh asap rokok dan bahan toksik inhalasi lainnya. Kerusakan akan menimbulkan suatu obstruksi dari jalan napas yang dapat menimbulkan keparahan. Dalam hal ini dikaitkan dengan proses hipersensitivitas, batuk produktif yang kronis dan penurunan toleransi pada saat beraktivitas.

Defenisi PPOK menurut American Thoracic Society (ATS) adalah suatu gangguan dengan karakteristik adanya obstruksi dari jalan napas karena bronkitis kronis atau emfisema; obstruksi jalan napas umumnya progresive dan dapat disertai hiper-reaksi dan mungkin kembali normal sebagian.

British Thoracic Society (BTS) mendeskripsikan PPOK sebagai suatu gangguan kronis, yang mengalami perkembangan lambat dengan karakteristik berupa obstruksi jalan napas (FEV1 <80% diprediksi dan FEV1 /FVC <70%) dimana tidak terjadi perubahan terlalu berdampak pada beberapa bulan. Sebagian besar fungsi paru akan berkurang secara menetap namun sebagian akan kembali dengan pengobatan bronkodilator.

(20)

biasanya bersifat progresif dan diikuti oleh reaksi abnormal inflamasi akibat respon paru terhadap partikel gas yang berbahaya.

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema paru. Walaupun kadang asma bronchial juga dapat menyertai kedua ganggaun tersebut, namun dalam hal ini asma dibedakan karena asma bronchial dapat timbul sendiri meski tidak terpapar oleh bahan-bahan inhalasi bersifat toksik.

Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh

pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus. Sedangkan emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal. (Silvia & Lorraine: 2006)

PPOK dikatakan eksaserbasi atau serangan akut (serangan dadakan) apabila gejala menununjukkan fase perburukan dimana keluhan sesak napas bertambah berat walaupun diberi obat yang lazim dipergunakan sehari-hari dapat menolong, dahak semakin banyak, kekuningan bahkan sampai kehijauan. (PDPI, 2003)

2.1.2. Etiologi

(21)

rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Dikatakan perokok ringan apabila angka yang didapat 0-200, dikatakan sedang apabila angka yang didapat 200-600 dan dikatakan berat apabila angkanya >600. Semakin besar angkanya, maka semakin tinggi kemungkinan untuk menderita PPOK. (Suradi, 2007)

Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Sehingga perlunya suatu tindakan agar penderita PPOK tidak semakin bertambah. (Suradi, 2007)

Faktor lain yang dapat menyebabkan PPOK adalah terpajan oleh bahan-bahan polutan secara episodik. Baik bahan polutan itu terdapat dalam ruangan maupun diluar ruangan. Bahan-bahan polutan itu diantaranya, sulfur dioksida didapat dari pembakaran industri. Kemudian nitrogen dioksida, merupakan hasil pembakaran bahan-bahan fosil atau asap kendaraan. Kemudian oleh karena ozone yang diubah oleh sinar matahari akibat reaksi fotokimia dari nitrogen dioksida dan hidrokarbon yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan industry. Pencemaran lainnya adalah dari partikel, biasanya partikel ini berasal dari pembakaran hutan, industri, dan asap kendaraan. Adapun pencemaran lain diantaranya bahan kimia organic yang mudah menguap, logam padat, Poliklinikcylic aromatic hydrocarbons, produk dari jamur-jamuran, dll. (Kenneth & William, 2003)

Hal-hal lain yang dapat menjadi faktor resiko adalah hiper-reaktivitas dari bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah dan Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. (PDPI: 2003)

2.1.3. Proses Terjadinya PPOK

(22)

Peradangan kronis adalah suatu respon dari terpaparnya paru dari bahan-bahan iritan seperti asap rokok yang dihisap, gas-gas beracun, debu, dll yang merusak jalan napas dan parenkim paru. PPOK diklasifikasikan menjadi subtype bronchitis kronik dan emfisema, walaupun kebanyakan pasien memiliki keduanya. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk produktif kronis selama lebih dari 2 tahun dan emfisema ditandai oleh adanya kerusakan pada dinding alveola yang menyebabkan

peningkatan ukuran ruang udara distal yang abnormal. (PDPI 2003)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) berupa perubahan patologis dari jalan napas dimana respon yang terjadi adalah batuk yang kronis dan produksi sputum, lesi pada saluran napas yang lebih kecil akan menyebabkan obstruksi jalan napas dan kerusakan emfisematosa permukaan paru. Abnormalitas ini juga akan berakibat pada vaskularisasi pulmonal yang akan berkontribusi pada gagal jantung kanan. Meski lokasi dan penampakan lesi berbeda, patogenesisnya tetap ditentukan oleh proses inflamasi yang terjadi. (James & Marina, 2003)

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh bronkitis kronis dan empisema. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi

pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratnya sakit. Peran specific growth factors, seperti transforming growth factor-β(TGF-β) yang meningkat pada saluran nafas perifer dan connective tissue growth factor (CTGF)

belum jelas diketahui. TGFβ mungkin menginduksi fibrosis melalui pelepasan

CTGF yang akan menstimulasi deposisi kolagen dalam saluran nafas. (Putrawan & Ngurah Rai, 2008)

Masuknya komponen-komponen rokok ataupun bahan-bahan iritan akan merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus akan mengalami kelumpuhan atau

(23)

sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus ini kemudian akan berfungsi sebagai tempat perkembangan dari mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan

pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul

hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. (GOLD, 2008)

Rokok dan bahan iritan tersebut juga akan merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Rokok dan bahan iritan akan mengaktivasi makrofag yang

kemudian akan melepaskan mediator inflamasi, melengkapi mekanisme seluler yang menghubungkan merokok dengan inflamasi pada PPOK. Neutrofil dan makrofag melepaskan berbagai proteinase kemudian akan merusak jaringan ikat parenkim paru yang menyebabkan hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (GOLD, 2008)

Peranan sel T sitotoksik (CD8) belum jelas, mungkin berperan dalam

apoptosis dan destruksi sel epitel dinding alveoli melalui pelepasan TNFα. Ada

beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), dan limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). (Corwin EJ, 2001)

2.1.4. Klasifikasi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI:2003)

(24)

Bronkitis kronis sering terjadi pada perokok dan penduduk di kota-kota yang dipenuhi oleh kabut-asap; beberapa penelitian menunjukkan bahwa 20% hingga 25% laki-laki berusia antara 40 hingga 65 tahun mengidap penyakit ini. Diagnosis bronkitis kronis ditegakkan berdasarkan data klinis; penyakit ini didefenisikan sebagai batuk produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan turut pada paling sedikit 2 tahun berturut-turut. (Robin Kumar)

Terdapat beberapa bentuk dari bronkitis kronis, yaitu: a) Bronkitis kronis sederhana

Gejala yang mungkin timbul adalah batuk produktif yang akan meningkatkan sputum mukoid, namun jalan napas tidak terhambat. b) Bronkitis mukopurulenta kronis

Namun apabila sputum penderita mengandung pus yang mungkin disebabkan oleh infeksi sekunder, maka pasien dikatakan mengidap bronkitis mukopurulenta kronis.

c) Bronkitis asmatik kronis

Beberapa pasien dengan bronkitis kronis mungkin memperlihatkan hiperresponsivitas jalan napas dan episode asma intermiten. Keadaan ini yang disebut sebagai bronkitis asmatik kronis, dalam hal ini sulit dibedakan dengan asma atopik.

d) Bronkitis obstruktif kronis

Mereka dikatakan mengidap bronkitis obstruktif kronis apabila suatu subpopulasi pasien bronkitis kronis mengalami obstruksi aliran keluar udara yang kronis berdasarkan uji fungsi paru. (Robin Kumar)

(25)

mucin di epitel permukaan bronkus. Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. (Robin Kumar)

2. Emfisema

Emfisema ditandai dengan adanya pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus terminal disertai destruksi dinding rongga tersebut. Terdapat beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara yang tidak disertai desktruksi; hal ini lebih tepat disebut

“overinflation”. Contohnya adalah peregangan rongga udara di paru kontralateral setelah pneumonektomi unilateral. (Robin Kumar) Emfisema dibagi menurut bentuk asinus yang terserang. Meskipun beberapa bentuk morfologik telah diperkenalkan, ada dua bentuk yang paling penting sehubungan dengan PPOK. Yaitu:

a) Emfisema Sentrilobular (CLE)

Secara spesifik CLE menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang sewaktu dinding-dinding mengalami integrasi.

b) Emfisema panlobular (PLE)

Bentuk yang penting berikutnya adalah emfisema panlobular (PLE) atau emifsema panasinar. Merupakan bentuk morfologik yang jarang., alveolus yang sebelah distal mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata; mengenai bagian asinus sentral dan perifer. c) Emfisema Asinar Distal (Paraseptal)

(26)

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2008, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dibagi atas 4 derajat berdasarkan tingkat keparahannya. Yakni:

1. Derajat 1 (PPOK ringan)

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat 2 (PPOK sedang)

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

3. Derajat 3 (PPOK berat)

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan6y aliran udara yang semakin memburuk (VEP1/ KVP < 70%; 30% Ł VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. 4. Derajat 4 (PPOK sangat berat)

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan. (GOLD, 2008)

2.1.5. Pengaruh Inflamasi Sistemik PPOK stabil

(27)

otot rangka juga dapat terjadi, efek lainnya adalah efek kardiovaskular, sistem saraf dan osteoskeletal. Respons inflamasi sistemik ditandai dengan mobilisasi dan aktivasi sel inflamasi ke dalam sirkulasi. Proses inflamasi ini merangsang sistem hematopoetik terutama sumsum tulang untuk melepaskan leukosit dan trombosit serta merangsang hepar untuk memproduksi acute phase protein seperti CRP dan fibrinogen. Acute phase protein akan meningkatkan pembekuan darah yang merupakan prediktor angka kesakitan dan kematian pada penyakit kardiovaskular sehingga menjadi pemicu terjadi trombosis koroner, aritmia dan gagal jantung.

2.1.6. Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru. Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, serta adanya riwayat faktor resiko. Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. (PDPI, 2003).

Diagnosa dapat ditegakkan yang pertama yakni dengan anamnesa. Meliputi keluhan utama dan keluhan tambahan. Biasanaya keluhan pasien adalah batuk maupun sesak napas yang kronis dan berulang. Tipe emfisema paru sehari-hari cenderung memiliki keluhan sesak napas yang biasanya diekspresikan berupa pola napas yang terengah-engah. Pada tipe bronkitis kronis gejala batuk sebagai keluhan yang menonjol, batuk disertai dahak yang banyak kadang kental dan kalau berwarna kekuningan pertanda adanya super infeksi bakteriel. Gangguan pernapasan kronik, PPOK secara progresif memperburuk fungsi paru dan keterbatasan aliran udara khususnya saat ekspirasi, dan komplikasi dapat terjadi gangguan pernapasan dan jantung. Perburukan penyakit menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, bahkan sampai kehilangan kualitas hidup. (Suradi, 2007).

(28)

ditemukan. Kemudian adanya riwayat penyakit emfisema pada keluarga dan terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang dan lingkungan asap rokok dan polusi udara.

Kemudian adanya Batuk berulang dengan atau tanpa dahak dan sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. (PDPI, 2003).

Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pada inspeksi didapati pursed - lips breathing atau sering dikatakan mulut setengah terkatup atau mulut mencucu. Lalu adanya barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding). Pada saat bernapas dapat ditemukan penggunaan otot bantu napas dan hipertropi otot bantu napas. Pelebaran sela iga dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai. Dan adanya Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada saat palpasi didapati stem fremitus yang lemah pada

penderita emfisema dan adanya pelebaran iga. Dan saat perkusi pada penderita emfisema akan didapati hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. Auskultasi berguna untuk mendengar apakah suara napas vesikuler normal, atau melemah, apakah terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang dan bunyi jantung terdengar jauh. (PDPI, 2003)

(29)

Adapun pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan faal paru dengan pengukuran Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, dll. Lalu lainnya adalah uji latih

kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, uji coba kortikosteroid, analisis gas darah, CT Scan resolusi tinggi, elektrokardiografi, ekokardiografi, bakteriologi dan kadar alfa-1 antitripsin. (PDPI 2003)

3.1.7. Penatalaksanaan PPOK stabil

Sebelum melakukan penatalaksanaan terhadap PPOK, seorang dokter harus dapat membedakan keadaan pasien. Apakah pasien tersebut mengalami serangan (eksaserbasi) atau dalam keadaan stabil. Hal ini dikarenakan pentalaksanaan dari kedua jenis ini berbeda.

Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil antara lain mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas hidup dan terakhir mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di Poliklinikklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.

Penatalaksanaan PPOK stabil meliputi pemberian obat-obatan, edukasi, nutrisi, rehabilitasi dan rujukan ke spesialis paru/rumah sakit. Dalam

penatalaksanaan PPOK yang stabil termasuk disini melanjutkan pengobatan pemeliharaan dari rumah sakit atau dokter spesialis paru baik setelah mengalami serangan berat atau evaluasi spesialistik lainnya, seperti pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah, kardiologi dll. Obat-obatan diberikan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan keadaan stabil yang telah tercapai dengan mempertahankan bronkodilatasi dan penekanan inflamasi. Obat-obatan yang digunakan antara lain:

1. Bronkodilator

(30)

berat badan dan beratnya penyakit sebagai dosis pemeliharaan. Contohnya aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinsi dengan salbutamol 1 mg atau terbutalin 1 mg

2. Kortikosteroid

Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam bentuk oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari, terutama bagi penderita dengan uji steroid positif.

3. Ekspektoran

Gunakan obat batuk hitam (OBH) 4. Mukolitik

Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid 5. Antitusif

(31)

Tabel 2.1 : Terapi berdasarkan stage dari PPOK

Sumber: Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD)

(32)

3.1.8. Prognosis

Beberapa pasien mungkin hidup lebih lama dengan eksaserbasi, namun tetap dengan bantuan dari ventilasi mekanik sebelum meninggal akibat penyakit ini. Banyak kematian dari PPOK disebabkan oleh komplikasi sistem pernapasan, berhubungan dengan kondisi lain yang sebenarnya memiliki angka kematian yang rendah apabila tidak terjadi bersamaan dengan PPOK.

(33)

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Pada peneltian ini, kerangka konsep tentang karakteristik pada pasien PPOK stabil dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 : Kerangka konsep karakteristik pasien PPOK stabil yang datang berobat ke Poliklinikparu RS Tembakau Deli Medan Tahun 2010

3.2. Defenisi Operasional

Beberapa hal yang diteliti meliputi karakteristik pasien terhadap penyakit PPOK terutama yang stabil.

3.2.1. Karakteristik

Setiap penderita PPOK khususnya yang stabil memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Tergantung faktor yang berperan terhadap perkembangan dan peningkatan penyakit. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah kebiasaan merokok apakah seseorang tersebut perokok aktif, perokok aktif ataupun bekas perokok. Sebab merokok merupakan penyebab tersering timbulnya PPOK. Pertambahan penduduk, usia, industrialisasi dan polusi udara terutama di kota-kota besar juga dapat menjadi faktor peningkatan terjadinya PPOK. (PDPI 2003)

(34)

Sosiodemografi adalah keterangan yang menunjukkan karakter

penderita paru obstruktif kronis dan hubungan social dimasyarakatnya yang meliputi:

a. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah sifat jasmani yang membedakan dua makhluk sebagai betina dan jantan atau wanita dan pria (KBBI, 2010). Jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap terjadinya PPOK. Penilaian karakteristik adalah berdasarkan skala nominal yang dikelompokkan menjadi 2 bagian :

- Pria, dan - Wanita b. Usia

Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Umur responden yang terhitung adalah sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Diperkirakan peningkatan usia dapat

meningkatan terjadinya PPOK. Orang dengan usia diatas 65 tahun lebih sering terkena PPOK dibandingkan usia antara 45-65 tahun. Penilaian karakteristik umur dikelompokkan berdasarkan kategori umur menurut WHO dengan skala interval yaitu:

- Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun - Lanjut usia (elderly), antara 60-74 tahun

- Lanjut usia tua (old), antara 75-90 tahun - Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun 2. Tinggi dan Berat badan

Tinggi badan adalah jauh jaraknya dari posisi sebelah bawah, dari kaki hingga ujung atas kepala. Berat badan adalah besar tekanan

(35)

Pada penderita PPOK, umumnya akan mengalami efek inflamasi sistemik. Dalam hal ini akan terjadi pengurangan massa otot, perubahan metabolisme dan efek-efek lainnya. (PDPI 2003)

Berat badan penderita diukur dengan menggunakan timbangan yang berada pada Poliklinik Paru dan telah diuji terlebih dahulu tingkat akurasinya.

Sehingga akan diukur berapa berat badan dan tinggi badan penderita PPOK apakah sesuai Indeks Massa Tubuh (IMT).

Karakteristik dinilai sesuai dengan tabel IMT dari WHO 2004 dan akan dikelompokkan berdasarkan skala ordinal yakni :

- Underweight

Berat badan lebih ≥23.00

Pre-obesitas 23.00 - 24.99

Obesitas ≥25.00

Obesitas Kelas I 25.00 – 29.99 Obesitas Kelas II ≥ 30.00

sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 and WHO 2004. 3. Status merokok

(36)

dari status merokok antara lain; bukan perokok, perokok aktif, perokok pasif dan mantan perokok. (PDPI 2003).

Cara ukur penilaian status merokok adalah dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi oleh pakar. Penilaian karakteristik dibagi atas 3 kategori berdasarkan data nominal yakni :

- Bukan Perokok - Perokok

Jenis rokok juga dapat mempengaruhi terjadinya PPOK, adapun jenis rokok dibagi atas beberapa kategori berdasarkan data nominal yaitu:

- Rokok Filter - Rokok Non-Filter

Berdasarkan tingkat merokoknya dapat dihitung dengan indeks brinkman (IB) yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun, dengan 3 tingkatan

berdasarkan skala ordinal yaitu: - Ringan 0 – 200

- Sedang 200 – 600 - Berat > 600 4. Tempat tinggal

Tempat tinggal akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dari PPOK. paparan polusi udara pada tempat tinggal secara episodik dari hari ke hari akan memperberat derajat PPOK. terutama pada sebagian besar orang yang tinggal pada kawasan industri.

Penilaian karakteristik dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan data nominal yakni:

(37)

5. Derajat sesak napas berdasarkan tabel BDI

Derajat sesak napas adalah tingkat sesak napas pada penderita penyakit paru yang diukur berdasarkan keterbatasan aktivitasnya dan merupakan cara sederhana untuk menentukan tingkat keparahan. Cara ukur adalah dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi oleh ahli terlebih dahulu.

Penentuan derajat PPOK juga sangat penting, adapun derajat

kegagalan fungsi dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan BDI dengan skala ordinal yakni:

Tabel 3.2 : Tabel Baseline Dyspnea Index (BDI)

Baseline Dyspnea Index (BDI)

Kegagalan fungsi (Fungctional impairment)

Gradasi 4 Tidak ada halangan (no impairment). Mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan bekerja tanpa timbul keluhan sesak napas.

Gradasi 3 Halangan ringan (slight impairment). Didapati adanya halangan dalam melakukan satu jenis aktivitas, tetapi tidak tuntas. Terdapat sedikit pengurangan aktivitas kerja yang biasa dilakukan sehari-hari karena berkurangnya

kemampuan (ausdauer). Masih belum jelas apakah

pengurangan kemampuan ini disebabkan oleh sesak napas. Gradasi 2 Halangan sedang (moderate impairment). Penderita ini

tidak mampu lagi melakukan satu jenis aktivitas yang biasa dilakukan karena sesak napas.

Gradasi 1 Halangan berat (severe impairment). Penderita tidak mampu lagi bekerja atau menghentikan semua aktivitas yang biasa dilakukan karena sesak napas.

(38)

3.2.2. PPOK stabil

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. (PDPI 2003) Pada PPOK stabil dapat dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan tingkat keparahan yakni PPOK ringan, sedang dan berat.

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif yang bersifat cross-sectional untuk melihat karakteristik pasien-pasien PPOK stabil yang datang berobat jalan di Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan pada bulan Juni hingga Agustus 2010.

4.2Waktu dan Tempat Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan di RS. Tembakau Deli Medan. Adapun pertimbangan peneliti dalam memilih lokasi tersebut adalah dikarenakan pasien PPOK stabil yang datang berobat jalan di Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan relatif banyak untuk dijadikan sampel penelitian.

Adapun pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus, 2010, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.

4.3Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien PPOK stabil yang datang berobat jalan ke Poliklinik Paru RS Tembakau Deli Medan pada tahun 2010.

4.3.2 Sampel

(40)

pasien penyakit paru obstruktif kronis yang sedang mengalami serangan atau eksaserbasi dan seluruh pasien penyakit paru yang bukan PPOK.

Penentuan besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan rumus besar sampel untuk penelitian survey:

n = N = 183 1+N (d2) 1+ 183(0,15)2

= 35 orang

Keterangan

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

4.4Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melakukan wawancara terpimpin yang dilakukan

berdasarkan pedoman kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan pada setiap pasien PPOK stabil yang datang berobat di Poliklinik Paru RS. Tembakau Deli Medan.

Hasil wawancara kemudian akan dikumpulkan dan dilakukan pencatatan/ tabulasi sesuai dengan jenis variabel yang akan diteliti.

4.5Metode Analisis Data

(41)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Tembakau Deli Medan merupakan rumah sakit milik PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) yang terletak di Kota Medan. Rumah Sakit Tembakau Deli Medan didirikan untuk melayani pelayanan kesehatan karyawan, namun pada perkembangannya Rumah Sakit Tembakau Deli Medan juga

diperuntukan pada masyarakat umum. Saat ini Rumah Sakit Tembakau menempati areal seluas 38.619 M2 dengan Type B+ dengan jumlah tempat tidur 200 buah. Rumah Sakit Umum Tembakau Deli pada awalnya bernama Rumah Sakit

VEREGNIDE DELI MAATSCHAPY (RSVDM) yang didirikan oleh NV. VDM pada tahun 1908. Pada Periode 20 November 1958 s/d 31 Mei 1960, NV. VDM berubah nama menjadi PPN (Perusahaan Perkebunan Nasional) sedang RS. VDM beberapa kali mengalami perubahan nama, yang akhirnya menjadi Rumah Sakit Umum Tembakau Deli.

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Jumlah kasus PPOK stabil yang dirawat jalan di Rumah Sakit Tembakau Deli Medan pada januari 2009- desember 2009 tercatat 183 kasus. Dan berdasarkan rumus diambil besar sampel 35 orang. Pengambilan sampel dilakukan dikarenakan waktu penelitian yang kurang memadai.

5.2.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Umur

(42)

Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan umur

Berdasarkan tabel 5.1 jumlah sampel berumur 45-59 tahun adalah 11 ( 31,4 % ) orang, jumlah sampel 60-74 tahun adalah 14 (40,0 % ) orang. Sedangkan jumlah sampel yang berumur 75-90 tahun adalah 10 (28,6 %) orang.

Dapat dilihat bahwa proporsi usia pasien tertinggi pada usia 60-74 tahun, yaitu 40,0% . Dan Proporsi usia pasien terendah pada usia 75-90 tahun, yaitu 28,6%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shinta (2006) di RSU dr. Soetomo Surabaya dengan metode penelitian yang dilakukan yakni case series bahwa proporsi tertinggi penderita PPOK pada kelompok >61 tahun dengan proporsi 84,8% dari 46 penderita.

Penelitian ini hanya menunjukkan pasien yang datang berobat ke Poliklinik Paru RS Tembakau Deli Medan adalah paling banyak pada golongan umur. Karena PPOK merupakan penyakit yang diakibatkan oleh adanya respon inflamasi secara kronis, sehingga perlu waktu yang cukup lama agar penyakit ini dapat timbul dan berkembang.

5.2.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi proporsi pasien PPOK stabil berdasarkan jenis kelamin pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan tabel 5.2 berikut.

No Umur Jumlah % Jumlah

1 45-59 11 31,4

2 60-74 14 40,0

3 75-90 10 28.6

(43)

Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa proporsi jenis kelamin pasien tertinggi adalah pada laki-laki yaitu 97,9% dan pada perempuan 2,9%. Dan Sex ratio pasien PPOK adalah 34:1, hal ini sesuai dengan angka prevalensi PPOK di Indonesia yakni jumlah penderita PPOK laki-laki lebih besar daripada perempuan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maksum Zianuri (2010) terhadap pasien PPOK di Poliklinik Asma RS Umum Pusat Persahabatan Jakarta Timur periode Januari 2009 sampai Desember 2009 menunjukkan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 56 orang (56%) dan perempuan 44 orang (44%).

Pria kebanyakan menderita PPOK dikarenakan pria cenderung berpotensi menjadi perokok dibandingkan perempuan. Berdasarkan hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) pada tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 54,5% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2% perempuan yang merokok.

Penelitian ini hanya menunjukkan penderita terbanyak yang datang ke

Poliklinik Paru RS Tembakau Deli Medan adalah laki-laki dibandingkan perempuan.

5.2.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Merokok

Distribusi proporsi pasien PPOK stabil berdasarkan status merokok pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan tabel 5.3 berikut.

No Jenis

Kelamin

Jumlah % Jumlah

1 Laki-Laki 34 97,1

2 Perempuan 1 2.9

(44)

Tabel 5.3 Distribusi sampel berdasarkan Status Merokok

Berdasarkan tabel 5.3 jumlah sampel perokok adalah 32 ( 91,4 % ) orang, dan jumlah sampel bukan perokok adalah 3 ( 8,6 % ) orang. Hal ini terlihat bahwa sebagian besar penderita PPOK adalah perokok dan sebagian kecil adalah bukan perokok sehingga menunjukkan bahwa merokok dan terjadinya PPOK sangat erat kaitannya. Menurut Russel (2002) rokok merupakan faktor utama yang paling dominan terhadap peningkatan

timbulnya penyakit PPOK.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ana Rima, dkk (2003), hubungan rokok dan penyakit paru sangatlah erat, hal ini dikarenakan asap rokok dapat berpengaruh terhadap jumlah makrofag, neutrofil dan kadar MMP-9 pada cairan kurasan bronkoalveolar perokok. Sehingga resiko untuk timbulnya PPOK semakin meningkat.

5.2.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Rerata Berat Badan dan Tinggi Badan

Distribusi proporsi Pasien PPOK stabil berdasarkan rerata berat badan pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan dapat dilihat bahwa rerata berat badan pasien adalah 53,74 kg dengan standar deviasi (SD) 10,86. Berat badan paling kecil adalah 36 kg dan berat badan paling besar adalah 81 kg.

Distribusi proporsi pasien PPOK stabil berdasarkan rerata tinggi badan pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan dapat dilihat bahwa rerata tinggi badan pasien adalah 1,61m dengan standar deviasi (SD) 0,06. Tinggi badan paling kecil adalah 1,37m dan tinggi badan paling besar adalah 1,72 m.

No Status Merokok Jumlah % Jumlah

1 Perokok 32 91,4

2 Bukan Perokok 3 8,6

(45)

Rata-rata tinggi badan dan berat badan ini hanya menunjukkan karakteristik pasien PPOK, sampai saat ini tidak ada penelitian yang menunjukkan potensi terjadinya PPOK terhadap berat badan dan tinggi badan.

5.2.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Rerata Jumlah Batang Rokok Per Hari dan Lama Merokok

Distribusi proporsi Pasien PPOK stabil berdasarkan rerata jumlah batang rokok per hari pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan dapat dilihat bahwa rerata jumlah batang perhari yang dikonsumsi adalah 18 batang per hari dengan standar deviasi (SD) 10,80. Konsumsi batang rokok terkecil adalah tidak mengkonsumsi dan konsumsi rokok paling banyak adalah 40 batang per hari.

Distribusi proporsi Pasien PPOK stabil berdasarkan rerata lama merokok pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan dapat dilihat bahwa rerata lama merokok adalah 28,22 tahun dengan standar deviasi (SD) 12,30. Lama merokok terkecil adalah tidak mengkonsumsi dan konsumsi rokok paling lama adalah 50 tahun.

5.2.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Rokok

(46)

Tabel 5.4 Distribusi sampel berdasarkan jenis rokok

Jumlah sampel perokok yang menggunakan rokok filter adalah 29 ( 82,9 % ) orang, sedangkan jumlah perokok yang menggunakan rokok non-filter adalah 3 (8,6 % ) orang. Dan jumlah sampel yang tidak merokok adalah 3 (8,6%) orang.

Meskipun begitu belum ada yang dapat menjamin apakah terdapat resiko yang lebih besar terhadap rokok filter maupun non-filter. Hal ini dikarenakan belum adanya penelitian yang secara pasti memaparkan rokok filter maupun non-filter terhadap terjadinya PPOK.

5.2.7 Distribusi sampel berdasarkan Tempat Tinggal

Distribusi proporsi Pasien PPOK stabil berdasarkan tempat tinggal pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5 Distribusi sampel berdasarkan tempat tinggal

No Jenis Rokok Jumlah % Jumlah

1 Rokok Filter 29 82,9

2 Rokok Non-Filter 3 8,6

3 Tidak Merokok 3 8,6

Total 35 100.0

No Tempat Tinggal Jumlah % Jumlah

1 Perkotaan 12 34,3

2 Daerah Industri 7 20.0

3 Lain-lain 16 43,7

(47)

Jumlah sampel yang tinggal di daerah perkotaan adalah 12 ( 34,3 % ) orang, dan jumlah sampel yang tinggal di daerah industry adalah 7 (20,0 % ) orang. Sedangkan jumlah sampel ditempat tinggal selain perkotaan dan industri adalah 16 (43,7%) orang.

Daerah tempat tinggal perkotaan cukup mendominasi, hal ini sejalan dengan pendapat Kennet dan William (2003) yang menunjukkan polusi udara juga cukup berperan terhadap terjadinya PPOK. Tempat tinggal didaerah perkotaan dan daerah industri adalah daerah yang cukup rentan terhadap polusi udara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rossi et al (1999) melaporkan terjadi peningkatan 12% penderita PPOK didaerah Birmingham akibat peningkatan pencemaran udara disana. Sehingga Rossi menyimpulkan eratnya hubungan antara polusi udara dengan PPOK.

5.2.8 Distribusi sampel berdasarkan Derajat Sesak Napas (BDI)

Distribusi proporsi pasien PPOK stabil berdasarkan derajat sesak napas pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6 Distribusi sampel berdasarkan derajat sesak napas

Jumlah sampel dengan derajat 1 adalah 14 ( 40,0 % ) orang, sedangkan jumlah sampel dengan derajat 2 adalah 12 (34,3 % ) orang. Dan jumlah sampel dengan derajat 3 adalah 7 (20,0%) orang. Dan jumlah sampel dengan dengan derajat

No Derajat Sesak Napas Jumlah % Jumlah

1 Derajat 1 14 40,0

2 Derajat 2 12 34,3

3 Derajat 3 7 20,0

4 Derajat 4 2 5,7

(48)

4 adalah 2 (5,7%) orang. Hal ini sekedar menunjukkan sebagian besar pasien yang datang ke Poliklinik Paru RS Tembakau Deli Medan adalah mengalami derajat 1.

5.2.9 Distribusi sampel berdasarkan Indeks Massa tubuh (IMT)

Distribusi proporsi Pasien PPOK stabil berdasarkan tabel Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7 Distribusi sampel berdasarkan Indeks Massa tubuh (IMT)

Jumlah sampel dengan underweight adalah 9 ( 25,7 % ) orang, sedangkan jumlah sampel dengan Normoweight adalah 17 (48,6 % ) orang. Dan jumlah sampel dengan Overweight adalah 5 (14,3%) orang. Dan jumlah sampel dengan dengan Obesitas adalah 4 (11,4%) orang.

Berdasarkan jurnal yang dikemukakan oleh Feni Fitriani et al (2006) mengungkapkan terjadi penurunan massa sel tubuh yang merupakan manifestasi sistemik penting pada PPOK dan terlihat berupa kehilangan lebih dari 40% actively metabolizing tissue. Penurunan ini terlihat pada pengukuran berat badan yakni terjadi penurunan dan disertai penurunan massa lemak bebas. Berdasarkan penelitian

retrospektif terhadap 400 penderita PPOK, menemukan bahwa Body Mass Index (BMI) rata-rata penderita adalah kurang dari 25 kg/m2.

No Indeks Massa Tubuh Jumlah % Jumlah

1 Underweight 9 25.7

2 Normoweight 17 48.6

3 Overweight 5 14.3

4 Obesitas 4 11.4

(49)

Dan menurut Landbo dkk, menyatakan prognosis yang buruk pada penderita PPOK bila Body Mass Index (BMI) kurang dari 20 kg/m2.

5.2.10 Distribusi sampel berdasarkan Indeks Brinkmann

Distribusi proporsi Pasien PPOK stabil berdasarkan Indeks Brinkmann pada pasien PPOK yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan tabel 5.8 berikut.

Tabel 5.8 Distribusi sampel berdasarkan Indeks Brinkmann

Jumlah sampel perokok ringan adalah 5 ( 14,3 % ) orang, dan jumlah sampel dengan perokok sedang adalah 17 (48,6 % ) orang. Sedangkan jumlah sampel dengan perokok berat adalah 13 (37,1%) orang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Davis et al (2003), dapat

disimpulkan bahwa semakin banyak orang tersebut merokok atau terpapar oleh asap rokok maka dapat meningkatkan resiko terkena PPOK berkisar 85-90%. Dan

berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lokke et al (2003), dengan menggunakan metode retrospective kohort (n=8045) menemukan mereka yang merokok akan lebih beresiko terkena PPOK dibandingkan mereka yang tidak merokok. Mereka yang merokok lebih kurang 25 tahun akan berkembang menjadi PPOK.

No Indeks Brinkmann Jumlah % Jumlah

1 Perokok Ringan 5 14.3

2 Perokok Sedang 17 48.6

3 Perokok Berat 13 37.1

(50)

5.2.11 Umur Berdasarkan Derajat Sesak Napas (BDI)

Umur berdasarkan derajat sesak napas pada penderita PPOK rawat jalan di RS Tembakau Deli Medan dapat dilihat pada tabel 5.9

Tabel 5.9 Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan Derajat Sesak Napas di RS Tembakau Deli Medan

Derajat Sesak Napas

Umur (Tahun) Jumlah 45-59 60-74 75-90

Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita dengan Derajat Sesak Napas berdasarkan BDI, pasien dengan derajat 1 memiliki proporsi penderita 45-59 tahun adalah 14,3%, berumur 60-74 tahun 17,1% dan berumur 75-90 adalah 8,6%. Dari seluruh penderita dengan derajat 2, proporsi penderita 45-59 tahun adalah 2,9%, berumur 60-74 tahun adalah 11,4% dan penderita berumur 75-90 tahun 20,0%. Proporsi penderita dengan derajat 3 dari umur 45-59 adalah 11,4%, pasien berumur 60-74 tahun 8,6% dan umur 75-90 tahun adalah 0%. Proporsi pada penderita derajat 4 adalah 45-59 tahun yaitu 2,9%, penderita berumur 60-74 tahun 2,9% dan penderita berumur 75-90 tahun adalah 0%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Feenstra et al (2001),

(51)

ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah oleh alveoli secara difusi dan transport O2 ke jaringan berkurang.

Penelitian ini hanya menunjukkan bahwa sebagian besar dari pasien yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan adalah penderita dengan usia lanjut yakni > 60 tahun.

5.2.12 Jenis Kelamin Berdasarkan Status Merokok

Jenis Kelamin berdasarkan status merokok pada penderita PPOK rawat jalan di RS Tembakau Deli Medan dapat dilihat pada tabel 5.10

Tabel 5.10 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Status Merokok di RS Tembakau Deli Medan

Status Merokok

Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan

f %

f % f %

Perokok 31 88,6 1 2,9 1 2,9 Bukan Perokok 3 8,6 0 0 3 8,6

Berdasarkan tabel 5.14 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita dengan status merokok perokok memiliki proporsi penderita 88,6% untuk penderita laki-laki, dan perempuan adalah 2,9%. Proporsi untuk bukan perokok laki-laki adalah 8,6% dan perempuan 0%.

(52)

Penelitian ini hanya menunjukkan bahwa sebagian besar dari pasien yang berobat jalan di RS Tembakau Deli Medan adalah penderita laki-laki dengan dengan status merokok.

5.2.13 Status Merokok Berdasarkan Derajat Sesak Napas

Status merokok berdasarkan derajat sesak napas pada penderita PPOK rawat jalan di RS Tembakau Deli Medan dapat dilihat pada tabel 5.11

Tabel 5.11 Distribusi Proporsi Status Merokok Penderita PPOK Berdasarkan Derajat Sesak Napas di RS Tembakau Deli Medan

Derajat Sesak Napas

Status Merokok jumlah Perokok Bukan perokok

f % f % f %

Derajat 1 14 40,0 0 0,0 14 40,0 Derajat 2 12 34,3 0 0,0 12 34,3 Derajat 3 6 17,1 1 2,9 7 20,0 Derajat 4 0 0,0 2 5,7 2 5,7

(53)

5.2.14 Tempat Tinggal Berdasarkan Derajat Sesak Napas

Tempat tinggal berdasarkan derajat sesak napas pada penderita PPOK rawat jalan di RS Tembakau Deli Medan dapat dilihat pada tabel 5.12

Tabel 5.12 Distribusi Proporsi Tempat Tinggal Penderita PPOK Berdasarkan Derajat Sesak Napas di RS Tembakau Deli Medan

Derajat Sesak Napas

Tempat Tinggal

jumlah Perkotaan Daerah

Industri Lain-lain

f % f % f % f %

Derajat 1 4 11,4 3 8,6 7 20,0 14 40,0 Derajat 2 6 17,1 1 2,9 5 14,3 12 34,3 Derajat 3 1 2,9 3 8,6 3 8,6 7 20,0 Derajat 4 1 2,9 0 0,0 1 2,9 2 5,7

Berdasarkan tabel 5.12 dapat dilihat bahwa dari semua pasien PPOK dengan derajat sesak napas derajat 1 adalah 11,4% pasien dengan tempat tinggal perkotaan, 8,6% dengan tempat tinggal daerah industri, sedangkan 20% dengan dengan tempat tinggal selain daerah perkotaan dan industri. Proporsi derajat sesak napas derajat 2 adalah 17,1% pasien dengan tempat tinggal perkotaan, 2,9% dengan tempat tinggal daerah industri, sedangkan 14,3% dengan dengan tempat tinggal selain daerah perkotaan dan industri. Pasien derajat sesak napas derajat 3 adalah 2,9% pasien dengan tempat tinggal perkotaan, 8,6% dengan tempat tinggal daerah industri, sedangkan 8,6% dengan dengan tempat tinggal selain daerah perkotaan dan industri. Dan derajat sesak napas derajat 4 adalah 2,9% pasien dengan tempat tinggal

(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

6.1.1 Proporsi penderita berdasarkan sosial demografi diperoleh proporsi tertinggi adalah pada kelompok umur 60-74 yaitu 40,0%, dengan proporsi laki-laki 97,1% dan perempuan 2,9%. Dan tempat tinggal terbanyak adalah lain-lain yaitu diluar dari perkotaan dan daerah industri. 6.1.2 Proporsi penderita berdasarkan status merokok diperoleh proporsi tetring

adalah perokok yaitu 91,4% dengan rata-rata konsumsi adalah 18 batang rokok/hari dan lama merokok adalah 28,22 tahun. Sebagian besar penderita mengkonsumsi rokok filter 82,9% dan berdasarkan indeks brinkman sebagian besar penderita termasuk kedalam perokok sedang 48,6%.

6.1.3 Proporsi penderita berdasarkan gejala klinis menunjukkan sebagian besar penderita mengalami derajat 1 berdasarkan derajat sesak napas. Dan ini merupakan derajat sesak napas yang terparah.

(55)

6.2 Saran

6.2.1 Bagi peneliti dimasa yang akan datang agar dapat lebih mengembangkan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dengan menggunakan sampel yang lebih besar.

(56)

Daftar Pustaka

Braman, Sidney S., 2009. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam: ACCP Pulmonary Medicine Board Review 25th Edition: American College of Chest Physicians. USA: American College of Chest Physicians, 153-185.

Calverley , Peter MA., MacNee, W., Pride, Neil B., Rennard, S.I., 2003. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. London: Arnold.

Dahlan, M.S., 2008. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.

Djojodibroto, R.D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC, 105-133.

Fitriani, F., Yunus, F., Wiyono, W.H., Antariksa, B., 2007. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Sebagai Penyakit Sistemik. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Available from:

Global Iniatiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2009. Global Strategy For The Diagnosis Management, And Prevention of Chronic Obstructive

Pulmonary Disease.

Kumar, A., Fausto, M., 2007. Robbins: Basic Pathology. Philadelphia: Saunders El Sevier, 484-494.

Kumar, P., Clark, M., 2006. Kumar & Clark: Clinical Medicine 6th Edition. New York. Elsevier Press . 899-912.

McNee, W., 2003. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam: Weatherall, D.J.,

Ledingham, J.G.G., Warrel,D.A. (eds.). 2003. Oxford Textbook of Medicine

Vol. 2. Oxford University Pres, Oxford.

(57)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia.

Perng, D.W., Huang, H.Y., Chen, H.M., Lee, Y.C., Perng, R.P., 2004. Characteristics of Airway Inflammation and Bronchodilator Reversibility in PPOK: A

Potential Guide to Treatment. American College of Chest Physicians.

Available from:

Rahmatika, Anita. 2009. Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Dirawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008. Available

from:

Reilly Jr., John J., Silverman, Edwin K., Shapiro, Steven D. 2005. Harrison's principles of internal medicine 16th edition. New York: McGraw-Hill, 1547-1554

Ries, L. Andrew, 2005. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam : Humes, David, et al. 2005. Kelly’s Text Book of Internal Medicine 4th Ed. Dasmarinas: Cavite, 378.

Rodarte, Joseph R., 2000. Goldman: Cecil Text Book of Medicine, 21st Ed. Philadelphia: Saunder. 102.

Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto.

Simon, Harvey. 2009. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. American Accreditation HealthCare Commission. Available from:

(58)

April 2010].

Tierney Lawrance M.Jr., Mc Dhee Stephen J., Papandakis Maxine A. 2006. Current Medical Diagnosis & Treatment 45th edition. London: Prentice-Hall

International, 239-244.

Torre, Dario M., Lamb, Goffrey C., Van Ruiswyk, Jerome J., Schapira, Ralph M., 2009. Kochar’s Clinical Medicine for Students, 5th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 233-240.

(59)

Lampiran 1:

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya Yan Indra Fajar, mahasiswa Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2007 akan melakukan penelitian mengenai karakteristik pasien PPOK stabil yang datang berobat di Poli Paru RS. Tembakau Deli Medan. Penelitian ini dilakukan dengan meminta responden untuk menjawab pertanyaan kuesioner dengan cara wawancara yang dilakukan oleh peneliti.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien PPOK stabil mulai dari jenis kelamin, umur, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, status merokok, jenis rokok yang digunakan, indeks brinkman, tempat tinggal dan derajat sesak napas. Setiap data yang terdapat dalam kuesioner ini tidak akan disebarluaskan dan akan dijamin kerahasiaanya. Adapun informasi yang saya terima tersebut hanya akan digunakan sebagai data penelitian.

Jawaban yang saudara/i berikan akan sangat membantu saya dalam melakukan penelitian ini dan seterusnya akan menjadi referensi terhadap pihak terkait sebagai dasar untuk mengetahui karakteristik yang ada pada setiap pasien dan sangat diharapkan saudara/i untuk menjawab kuesioner ini dengan jujur.

Setelah mengetahui tujuan penelitian di atas, jika saudara/i bersedia untuk mengisi kuesioner ini, mohon untuk tandatangan di tempat yang telah disediakan.

Medan,

Peneliti, Responden,

( YAN INDRA FAJAR SITEPU ) ( )

(60)

KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) YANG DATANG BEROBAT KE POLIKLINIK RS TEMBAKAU

DELI MEDAN

Kuesioner Penelitian

I. Identitas Pasien

1. Nama :

Apakah Anda Pernah Merokok? A. Ya B. Tidak

Jika pernah, apakah sekarang anda masih merokok? A. Ya B. Tidak

Jika tidak, apakah ada anggota keluarga serumah yang merokok? A. Ya B. Tidak

Jenis rokok apa yang anda gunakan sehari-hari? a) Rokok filter

b) Rokok non-filter

Rata-rata batang rokok yang dikonsumsi perhari? Sudah berapa lama anda merokok?

2. Tempat tinggal :

Apakah anda tinggal di daerah perkotaan? A. Ya B. Tidak

Bagaimana suasana daerah tempat anda tinggal, apakah bersih atau justru sebaliknya?

A. Ya B. Tidak

(61)

3. Derajat PPOK berdasarkan tabel Baseline Dyspnea Index (BDI)

Apakah anda masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa halangan? A. Ya B. Tidak

Apakah terdapat halangan jika melakukan pekerjaan-pekerjaan berat? A. Ya B. Tidak

Jika Ya, apakah terdapat pengurangan aktivitas kerja atau halangan jika melakukan pekerjaan-pekerjaan sedang?

A. Ya B. Tidak

Jika Ya, apakah anda masih mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan atau mudah sesak apabila melakukan aktivitas apapun?

(62)

CURRICULUM VITAE

Nama : Yan Indra Fajar Sitepu Tempat/tanggal lahir : Medan, 22 Januari 1990 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sei Kuala No.8 Medan Baru 20154 Medan. Nomor Telepon : 083198050501

Orang Tua : Ayah : Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum Ibu : Hj. Farida Tarigan

Riwayat Pendidikan :

Lembaga Tingkat Tahun

TK Dharmawanita TK 1993-1995

SD Dharmawanita SD 1995-2001

SMP Negeri I Medan SMP 2001-2004

Gambar

Tabel 2.1 : Terapi berdasarkan stage dari PPOK
Gambar 3.1 :  Kerangka konsep karakteristik pasien PPOK stabil yang datang
Tabel 3.2 : Tabel Baseline Dyspnea Index (BDI) Baseline Dyspnea Index (BDI)
Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2007) dalam studinya yang mengikutsertakan 27 pasien PPOK stabil dan 7 pasien PPOK eksaserbasi, 37 orang sehat merokok dan 23 orang sehat tidak merokok dengan hasil bahwa kadar

Sebagai bahan wacana untuk meningkatkan pelayanan pada pasien dengan PPOK. Supaya derajat kesehatan pasien

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara nilai spirometri VEP 1 sebagai indeks keparahan penyakit seorang

Tingkat signifikansi tersebut lebih kecil dari α = 0,05 yang menunjukan adanya hubungan karakteristik demografi dengan kepatuhan berobat pasien TB paru di RS

Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Penyakit TB Paru dengan Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru pada Pasien Rawat Jalan di RS Paru Jember; Ida Bagus Marga Yuso;

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) RAWAT INAP.. DI RS PARU JEMBER

Ruljancic et al juga mengemukakan bahwa suplementasi magnesium pada pasien – pasien dengan PPOK stabil mungkin dapat memperbaiki gejala dan mengurangi angka kejadian

Kesimpulan: Terdapat kecenderungan nilai growth hormone / IGF-1 lebih rendah dan nilai testosteron lebih tinggi pada pasien PPOK stabil dibanding orang sehat yang setara umur