• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL DI POLIKLINIK PARU RS USU SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN KUALITAS HIDUP PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL DI POLIKLINIK PARU RS USU SKRIPSI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

AYU AZIZAH 160100038

PROGRAM STUDI PENDIDIKANDOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PASIENPENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABILDI POLIKLINIK PARU RS

USU

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

AYU AZIZAH 160100038

PROGRAM STUDI PENDIDIKANDOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian yang berjudul “Gambaran Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Poliklinik Paru RS USU”yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan diprogram studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian penulisan karya ilmiah ini penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak, yang mana karya tulis ilmiah ini tidak akan selesai tanpa kehadiran pihak-pihak tersebut. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. dr. Aldy Syafruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr.dr.Amira Permatasari Tarigan,M.Ked(Paru).,Sp.P(K), selaku dosen pembimbing dalam penulisan karya ilmiah ini, atas bimbingan dan juga telah banyak membantu serta memberikan kritik dan saran yang membangun selama penyusunan karya tulis ilmiah ini sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Prof.Dr.dr.Tengku Siti Hajar Haryun,Sp.THT-KL(K) dan dr. Radita Nur Anggraeni Ginting, M.Ked(PA),Sp.PA selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, serta kritik dan saran yang juga membangun untuk penyusunan karya tulis ilmiah ini.

4. dr.RianaMirandaSinaga,Sp.KK,M.Ked(DV) selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama program studi S1 pendidikan dokter.

5. Bapak Direktur utama, Direktur Diklat, Penelitian dan Kerjasama, Kepala instalasi rekam medik beserta pegawainya, dan Kepala Departemen Ilmu

(5)

Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi beserta pegawainya serta seluruh pihak terkait dalam penelitian di RS USU.

6. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada kedua Orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Ridwan dan Ibunda Siti Zuaria, atas bantuan moriil, terutama bantuan yang sangat berarti saat proses penelitian berlangsung, serta dukungan, nasehat dan doa yang selalu dipanjatkan.

7. Saudari penulis Irmawati, Siti Rahmadani, Cut Handayani, Azkayra serta saudara penulis Irwansyah, Azka dan keluarga lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

8. Rekan-rekan seperjuangan Fanissa, Nurul Wahida Harahap, Insana Kamilia, Isni Dhiyah, Hayatul Karimah, Ayu Ariva, Soufika Zamharira, Bella Fitria, Yuriza Fadila, Anggita Rahma, Salsa Shafira, Elsa Yustiana, Tiwi, Balkhis, Lidia Vita, Intan Maharidha serta seluruh teman-teman UKM SCORE, PM PEMA FK USU dan seluruh sejawat angkatan 2016 atas segala bantuan, baik bantuan moriil ataupun non-moriil, serta dukungan dan doa yang telah kalian semua berikan dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangan sehingga masih jauh dari kesempurnaan.Untuk ini, masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis.Penulis juga berharap agar karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Semoga Allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk kita semua.

Medan, 26 November 2019 Penulis

Ayu Azizah

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HalamanPengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

DaftarIsi... iv

Daftar Gambar ... vi

DaftarTabel ... vii

Daftar Singkatan... viii

Abstrak ... ix

Abstract ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik ... 4

2.1.1 Definisi ... 4

2.1.2 Klasifikasi ... 4

2.1.3 Faktor Risiko ... 5

2.1.4 Manifestasi Klinis ... 5

2.1.5 Patofisiologi ... 6

2.1.6 Penegakan Diagnosa ... 7

2.1.7 Diagnosis Banding ... 10

2.1.8 Tatalaksana ... 10

2.1.9 Komplikasi... 12

2.2 Kualitas Hidup ... 13

2.3 Kualitas Hidup Pasien PPOK ... 13

2.4 Patofisiologi Penurunan Kualitas Hidup pasien PPOK ... 14

2.5 TatalaksanaMeningkatkan Kualitas Hidup Pasien PPOK... 15

2.6 Kuesioner SGRQ ... 15

2.7 Kerangka Teori... 17

2.8 Kerangka Konsep ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Rancangan Penelitian ... 19

3.2 Lokasi Penelitian ... 19

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

(7)

3.3.1 Populasi Penelitian ... 19

3.3.2 Sampel Penelitian ... 19

3.3.3 Teknik Pengambilan Data ... 20

3.3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 20

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.4.1 Jenis Data Penelitian ... 20

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 20

3.5 Definisi Operasional... 21

3.6 Metode Analisis Data ... 22

3.7 Alur Penelitian ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 23

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 23

4.2 Hasil dan Pembahasan... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN A ... 32

LAMPIRAN B ... 35

LAMPIRAN C ... 36

LAMPIRAN D ... 37

LAMPIRAN E ... 38

LAMPIRAN F ... 39

LAMPIRAN G ... 40

LAMPIRAN H ... 41

LAMPIRAN I ... 42

LAMPIRAN J ... 52

LAMPIRAN K ... 54

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi PPOK 5

2.2 Manifestasi PPOK 7

2.3 Kerangka Teori 18

2.4 Kerangka Konsep 19

3.1 Definisi Operasional 23

3.2 Alur Penelitian 24

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Karakteristik Pasien PPOK Berdasarkan Jenis Kelamin 23 4.2 Karakteristik Pasien PPOK Berdasarkan Usia 24 4.3 Karakteristik Pasien PPOK Berdasarkan Sosiodemografi 25 4.4 Karakteristik Pasien PPOK Berdasarkan Riwayat Merokok 26 4.5 Karakteristik Pasien PPOK Berdasarkan Kualitas Hidup 26

(10)

DAFTAR SINGKATAN

ATS : American Thoracic Society BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

BLVR : Bronchospic Lung Volume Reduction C-AMP : Cyclic Adenosine Monophosphate EGFR : Estimasi Laju filtrasi Glomerulus GBD : Global Burden of Disease

GOLD : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease KVP : Kapasitas Vital Paksa

LVRS : Surgical Treatment Lung Volume Reduction Surgery PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik SGRQ : St George’s Respiratory Questionnaire VEP : Volume Ekspirasi Paksa

WHO : World Health Organization

(11)

ABSTRAK

Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati,yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh saluran napas atau kelainan alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Gejala paling umum dari PPOK adalah sesak napas, batuk kronik, dan produksi dahak.Gejala-gejala ini dapat berkontribusi pada pembatasan aktivitas, kelelahan, kecemasan, depresi, dan insomnia. Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi. Gejala ini merupakan penyebab utama pasien PPOK mengurangi aktivitas fisiknya untuk menghindari sesak napasnya. Kualitas hidup pasien PPOK sangatlah penting untuk diketahui, Karena dengan mengetahui kualitas hidup pasien PPOK dapat menggambarkan suatu beban penderita akibat penyakit yang dideritanya. Tujuan.Secara umum, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien penyakit paru obstruktif kronik stabil di poliklinik paru RS USU. Metode.Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan desain cross-sectional study, dimana pengumpulan data menggunakan teknik consecutive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan data primer dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner, jumlah sampel penelitian ini adalah 53 responden.Hasil.

Dari 53 responden didapatkan hasil 8 responden memiliki kualitas hidup yang baik sisanya 45 responden memiliki kualitas hidup yang buruk. Kesimpulan. Dari 53 responden sebanyak 45 responden atau 84,9% mempunyai kualitas hidup yang buruk.

Kata kunci: Sesak napas,PPOK, Kualitas hidup

(12)

ABSTRACT

Background. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a disease that can be prevented and treated, which is characterized by symptoms of persistent breathing and limited air flow caused by the airways or alveolar abnormalities which are usually caused by significant exposure to harmful particles or gases.The most common symptoms of COPD aredyspnea, chronic cough, and sputum production. These symptoms can cause the limitation of activity, fatigue, anxiety, depression, and insomnia. Dyspnea and the pattern of dyspnea that is not aligned will cause COPD patients oftenly become panic, anxious and ultimately frustrated. These symptoms are the main causes of COPD patients which they have to reduce physical activity to avoid dyspnea. The quality of life of COPD patients is very important for us to know, because by knowing the quality of life of COPD patients can show a burden on patients due to the disease they suffer. Objective.

In general, the purpose of this study is to investigate the descriptionof the quality life of patients with stable chronic obstructive pulmonary disease in the pulmonary clinic at USU Hospital.

Method. This research is a descriptive study with a cross-sectional study design, where data collection uses consecutive sampling techniques. Data was collected by using primary data with interview techniques using a questionnaire, the number of samples of this study was 53 respondents. Results. From 53 respondents obtained from the results, there are 8 respondents having a good quality of life and the remaining 45 respondents having a poor quality of life.

Conclusion. From 53 respondents there are 45 respondents or 84.9% having a poor quality of life.

Keywords: Dyspnea, COPD, Quality of life

(13)

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati,yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh saluran napas atau kelainan alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas yang berbahaya(Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2019).PPOK merupakan penyakit paru yang paling umum dan sering dikaitkan dengan riwayat merokok dan bertambahnya usia (Safka et al., 2017).

Pada tahun 2010 Global Burden of Disease (GBD) memperkirakan 328 juta orang diseluruh dunia menderita PPOK, 168 juta pria dan 160 juta wanita(Lõpez- Campos et al., 2016).Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sebesar 10,1% (SE 4,8) pria sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE 5,8). Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991, angka kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%)(Oemiati, 2013).

Di Indonesia prevalensi PPOK diperkirakan 3,7% dengan prevalensi tertinggi di Nusa Tenggara Timur (10,0%) dan yang terendah di Lampung (1,4%),sementara di Sumatera Utara (3,6%)(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Gejala paling umum dari PPOK adalah sesak napas, batuk kronik, dan produksi dahak.Gejala-gejala ini dapat berkontribusi pada pembatasan aktivitas, kelelahan, kecemasan, depresi, dan insomnia.Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK merupakan keluhan utama yang akan mempengaruhi kualitas hidupnya.

Selain itu inflamasi sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan manifestasi sistemik pasien PPOK.Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan menyebabkan

(14)

2

pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi. Gejala ini merupakan penyebab utama pasien PPOK mengurangi aktivitas fisiknya untuk menghindari sesak napasnya(Oemiati, 2013).

Kualitas Hidup telah ditetapkan oleh World Health Organization sebagai persepsi individu terhadap posisi mereka dikehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dikehidupan dan hubungannya terhadap tujuan, harapan, standar, dan keperduliannya.Ini adalah konsep luas yang menggabungkan kesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan diri, dan hubungannya dengan lingkungan. Definisi ini mencerminkan pandangan bahwa kualitas hidup mengacu pada evaluasi subjektif, yaitu dalam konteks budaya, sosial, dan lingkungan (WHO Department of mental health, 1999).Kualitas hidup pasien PPOK sangatlah penting untuk diketahui, Karena dengan mengetahui kualitas hidup pasien PPOK dapat menggambarkan suatu beban penderita akibat penyakit yang dideritanya.Serta dapat melihat sejauh mana pasien dapat melakukan fungsinya dengan baik. Ketepatan dalam melakukan pengukuran kualitas hidup bermanfaat untuk mengetahui proses penyakitnya, dengan demikian pasien yang menderita PPOK perlu diteliti kualitas hidupnya(Al, 2015).Dalam penelitian yang dilakukan Ahmed et al (2016) menunjukkan kualitas hidup pasien PPOK yang memburuk seiring dengan bertambahnya usia, parahnya gejala, dyspnea yang memburuk dan keadaan sosial ekonomi yang rendah.

Sedangkan menurut Al (2015) dalam penelitiannya menilai kualitas hidup pasien PPOK menunjukkan mayoritas responden memiliki kualitas hidup yang buruk sebanyak 61,97% sedangkan sisanya 38,02% memiliki kualitas hidup yang baik, hal ini mungkin disebabkan oleh progresifitas dari penyakit PPOK.

Instrumen yang dapat digunakan untuk meneliti kualitas hidup pasien PPOK adalah dengan menggunakan St George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) yangtelah divalidasi secara luas dan digunakan dalam uji klinis(Morishita-Katsu et al., 2016).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran kualitas hidup pasien Penyakit Obstruktif Kronik (PPOK) stabil di Poliklinik Paru RS USU”.

(15)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana gambaran kualitas hidup pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) stabil di Poliklinik Paru RS USU?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) stabil di Poliklinik Paru RS USU.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

 Mengetahui gambaran karakteristik pasien PPOK stabil di RS USU.

 Mengetahui gambaran kualitas hidup pasien PPOK stabil berdasarkan kuesioner St George's Respiratory Questionnaire(SGRQ) di RS USU.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini kedepannya diharapkan dapat memberikan manfaat berupa acuan atau bahan pembanding bagi mahasiswa yang ingin meneliti lebih lanjut tentang kualitas hidup pasien PPOK, serta menjadi refrensi dalam ilmu kedokteran agar dapat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK dan bermanfaat agar masyarakat khususnya pasien PPOK mengetahui seberapa besar PPOK dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik 2.1.1 Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati,ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh saluran napas atau kelainan alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas yang berbahaya(Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2019). PPOK merupakan penyakit sistemik yang mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler genetik (Amalaguswan et al., 2017).

2.1.2 Klasifikasi PPOK

Klasifikasi PPOK berdasarkan spirometri menurutGlobal Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (2019) :

Gambar 2.1 Klasifikasi PPOK

GOLD 1 Ringan FEV 80%

prediksi

GOLD 2 Sedang 50% FEV1<

80% prediksi

GOLD 3 Berat 30% FEV1 <

50% prediksi

GOLD 4 Sangat Berat FEV1 30%

prediksi

(17)

2.1.3 Faktor Risiko PPOK

Faktor risiko pada PPOK antara lain(Oemiati, 2013):

a.Perokok b.Polusi indoor c.Polusi outdoor

d.Polusi di tempat kerja e.Genetik

f.Riwayat infeksi saluran napas berulang g.Jenis kelamin

h.Usia

2.1.4 Manifestasi Klinis PPOK

Gejala Keterangan

Sesak  Progresif (sesak

bertambah berat seiring berjalannya waktu)

 Bertambah berat dengan aktivitas

 Menetap sepanjang hari

 Dijelaskan oleh pasien sebagai “Perlu usaha untuk bernapas”

 Berat, sukar bernapas, terengah-engah

Batuk kronik  Hilang timbul dan

mungkin tidak berdahak Batuk kronik berdahak  Setiap batuk kronik

berdahak dapat mengindikasikan PPOK

(18)

6

G a m b a r

2 . 2

M

2.2 Gambar manifestasi klinis PPOK Sumber: (PDPI, 2016)

2.1.5 Patofisiologi PPOK

Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologi yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang karakteristik (PDPI, 2016)

a) Keterbatasan Aliran Udara dan Air Trapping

Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil berkolerasi dengan penurunan VEP1 dan rasio VEP1/KVP. Penurunan VEP1

merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi. Meskipun emfisema lebih dikaitkan dengan kelainan pertukaran gas dibandingkan VEP1

berkurang, hal ini berkontribusi juga pada udara yang terperangkap yang terutama terjadi pada alveolar. Ataupun saluran napas kecil akan menjadi hancur ketika penyakit menjadi lebih parah.Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional,khususnya selama latihan (kelainan ini dikenal sebagai hiperinflamasi dinamis), yang terlihat sebagai dsypnea dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya sesak pada aktivitas. Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas perifer mengurangi perangkap udara, sehingga mengurangi volume paru residu dan gejala serta meningkatkan kapasitas inspirasi dan latihan.

b) Mekanisme Pertukaran Gas

Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan hiperkapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran

Riwayat terpajan faktor risiko  Asap rokok

 Debu dan bahan kimia di tempat kerja

 Asap dapur Riwayat keluarga menderita

PPOK

(19)

gas akan memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan emfisema berkolerasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasi- perfusi (VA/Q). Obstruksi jalan napas perifer menghasilkan ketidakseimbangan VA/Q. Gangguan fungsi otot ventilasi pada penyakit yang sudah parah akan mengurangi ventilasi. Kedua hal tersebut menyebabkan retensi karbon dioksida.

Kelainan pada ventilasi alveolar dan berkurangnya pembuluh darah paru memperburuk kelainan VA/Q (PDPI,2016).

c) Hipersekresi Mukus

Hipersekresi mukus yang mengakibatkan batuk produktif kronik, adalah gambaran dari bronchitis kronik tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar submukosa sebagai respon terhadap iritasi kronik saluran napas oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang hiperseksresi mukus melalui aktivitas reseptor faktor EGFR. Namun tidak semua pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi mukus (PDPI,2016).

d) Hipertensi Pulmoner

Hipertensi pulmoner ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat proses vasokontriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang kemudian mengakibatkan perubahan structural yang meliputi hiperplasia intima dan kemudian hipertrofi otot polos/hiperplasia. Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat disaluran napas dengan bukti terlihatnya disfungsi endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru sehingga terjadi hipertensi pulmoner yang progresif sehingga mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan berlanjut menjadi gagal jantung kanan (PDPI,2016).

2.1.6 Penegakan Diagnosa

Menurut (PDPI, 2016) diagnosis PPOK sebagai berikut:

a. Anamnesis

 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejalapernapasan.

(20)

8

 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.

 Riwayat keluarga yang menderita PPOK.

 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.

 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.

 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

 Riwayat perawatan sebelumnya karena penyakit paru.

 Penyakit komorbid seperti penyakit jantung, osteoporosis, muskuloskletal dan keganasan.

 Keterbatasan aktivitas, kondisi depresi dan ansietas serta gangguan aktivitas seksual.

b. Pemeriksaan Fisis

 Inspeksi

- Pursed lips breathing (Mulut setengah terkatup mencucu) - Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sejajar) - Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas - Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai

 Palpasi

- Pada emfisema sela iga melebar dan fremitus melemah

 Perkusi

- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, serta hati terdorong kebawah.

 Auskultasi

- Suara napas vesikuler normal, atau melemah

- Terdapat ronki atau mengi saat bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa.

- Ekspirasi memanjang.

(21)

- Bunyi jantung terdengar jauh c. Pemeriksaan Rutin

1. Faal paru

 Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1/KVP(%). Menurut GOLD obstruksi apabila VEP1/KVP<70%, penelitian Pneumobile Indonesia menyatakan obstruksi apabilaVEP1/KVP<75%.

- VEP1% (VEP1/VEP1Prediksi) merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE (arus puncak ekspirasi) walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif untuk menunjang diagnosis dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore yang tidak lebih dari 20%.

 Uji bronkodilator

 Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil, dengan menggunakan spirometri dan bila tidak ada spirometer dapat digunakan peak flow meter.

 Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 4-8 hisapan (dosis 400-800ug salbutamol), 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE. Pada PPOK nilai VEP1 setelah pemberian bronkodilator dibandingkan dengan nilai awal meningkat kurang dari 12% dan 200 ml. Bila menggunakan peak flow meter maka peningkatannya <20%.

2. Laboratorium darah

 Hb, Ht, trombosit, leukosit dan analisis gas darah.

3. Radiologi

 Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

(22)

10

2.1.7 Diagnosis Banding (Price et al, 2010)

 Asma

 Gagal jantung kronik

 Bronkiektasis

 Tuberkulosis

 Bronkiolitis obliterans

 Panbronkiolitis diffuse

 Karsinoma bronkus

 Struma

2.1.8 Tatalaksana

Penatalaksaan pada PPOK secara umum yaitu:

1. Terapi medikamentosa(Arto dan Hendarsyah, 2014) A. Bronkodilator

Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan FEV1 atau mengubah variabel spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos pada jalan napas.

2 Agonis (short-acting dan long acting)

Prinsip kerja dari 2 agonis adalah relaksasi otot jalan napas dengan meningkatkan C-AMP dan menghasilkan antagonisme fungsional terhadap bronkokontriksi.

 Antikolinergik

Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium, oxitropium, dan tiopropium bromide.Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin pada reseptor muskarinik.

B. Methylxanthine

Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin.Obat ini dilaporkan berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak direkomendasikan jika obat lain tersedia.

(23)

C. Kortikosteroid

Kortikosteroid inhalasi yang diberikan secara regular dapat memperbaiki gejala, fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV1<60% prediksi.

D. Phosphodiesterase-4 inhibitor

Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan menghambat pemecahan intraseluler C-AMP.Tetapi, penggunaan obat ini memiliki efek samping seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit perut, diare, gangguan tidur dan sakit kepala.

E. Terapi Lain

 Vaksin pneumococcus direkomendasikan untuk pasien PPOK usia 65 tahun.

 Alpha-1 Augmentation therapy bagi pasien muda dengan defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat.

 Antibiotik untuk mengobati infeksi bakterial yang mencetuskan eksaserbasi.

 Mukolitik(mukokinetik,mukoregulator,dan antioksidan) yang dapat mengurangi gejala eksaserbasi.

 Immunoregulator

 Antitusif

 Vasodilator

 Terapi oksigen

 Ventilatory support

 Surgical treatment (Lung volume reduction surgery (LVRS),Bronchospic lung volume reduction (BLVR), Lung transplantation, Bullectomy.

2. Terapi Nonmedikamentosa (Saftarina et al., 2017)

 Edukasi tentang penyakit yang di derita oleh pasien dan komplikasinya kepada pasien maupun keluarganya.

(24)

12

 Edukasi kepada pasien bahwa PPOK tidak dapat disembuhkan namun hanya dapat dikontrol/ dicegah agar tidak terjadi perburukan dan penatalaksanaannya bersifat seumur hidup.

 Edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien, berupa kerja dan efek sampingnya.

 Konseling tentang bahaya merokok

 Konseling terhadap faktor risiko lingkungan seperti debu, asap rokok.

 Konseling dan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk menerapkan pola hidup sehat.

 Konseling kepada keluarga pasien tentang pentingnya member dukungan kepada pasien dan mengawasi pengobatan.

 Memberikan edukasi segala hal tentang PPOK dan pengaturan pola gaya hidup sehat,mengenai olahraga yang minimal dilakuka 3x/minggu selama 30 menit serta diet pada pasien PPOK (diet rendah karbohidrat).

 Konseling pasien dan keluarag pasien mengenai prinsip preventif dari pada kuratif.

2.1.9 Komplikasi (Chang, 2016)

 Kor pulmonal

 Pneumonia

 Depresi

 Pneumotoraks

 Kegagalan bernapas

 Anemia

 Polisitemia

(25)

2.2 Kualitas Hidup

Konsep kualitas hidup pertama kali dijelaskan dalam budaya China yang memberi definisi pertama tentang kualitas hidup, gambaran esensial dari suatu kehidupan, kualitas hidup sering kali dihubungkan dengan kesejahteraan (Afiyanti, 2010a). Istilah kualitas hidup juga didefiniskan menurut kamus Webster (1986) yang menyebutkan kosnep kualitas hidup adalah suatu cara hidup, sesuatu yang esensial untuk menyemangati hidup, eksistensi berbagai pengalaman fisik dan mental seorang individu yang dapat mengubah eksistensi selanjutnya dari individu tersebut dikemudian hari, status sosial yang tinggi dan gambaran karakteristik tipikal dari kehidupan seorang individu(Afiyanti, 2010b).

Selanjutnya World Health Organization menetapkan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap posisi mereka dikehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dikehidupan dan hubungannya terhadap tujuan, harapan, standar, dan keperduliannya. Ini adalah konsep luas yang menggabungkan kesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan diri, dan hubungannya dengan lingkungan. Definisi ini mencerminkan pandangan bahwa kualitas hidup mengacu pada evaluasi subjektif, yaitu dalam konteks budaya, sosial, dan lingkungan (WHO Department of mental health, 1999).

Saat ini bahasan kualitas hidup menjadi satu pertimbangan penting untuk mengevaluasi berbagai hasil efektifitas pelayanan kesehatan yang diberikan para professional kesehatan dalam menentukan berbagai manfaat dari macam opsi/pilihan tindakan medis yang akan diberikan kepada para pasiennya (Afiyanti, 2010).

2.3 Kualitas Hidup Pasien Penyakit Obstruktif Kronik

PPOK merupakan salah satu penyebab gangguan pernafasan yang semakin sering dijumpai.(Ikalius et al., 2007). Beberapa studi melaporkan bahwa PPOK memberikan gambaran sistemik, khususnya pada PPOK yang berat. Hal ini berdampak besar terhadap kualitas hidup. Kakeksia umumnya terlihat pada pasien PPOK berat, disebabkan oleh hilangnya massa otot rangka dan kelemahan otot akibat dari apoptosis yang meningkat dan atau tidak digunakannya otot-otot

(26)

14

tersebut. Peningkatan proses osteoporosis, depresi dan anemia kronik juga terjadi pada PPOK (PDPI,2016). Oleh karenanya, kualitas hidup pasien PPOK sangatlah penting untuk diketahui, Karena dengan mengetahui kualitas hidup pasien PPOK dapat menggambarkan suatu beban penderita akibat penyakit yang dideritanya.Serta dapat melihat sejauh mana pasien dapat melakukan fungsinya dengan baik. Ketepatan dalam melakukan pengukuran kualitas hidup bermanfaat untuk mengetahui proses penyakitnya, dengan demikian pasien yang menderita PPOK perlu diteliti kualitas hidupnya(Al, 2015).

2.4 Patofisiologi Penurunan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Salah satu dampak negatif dari PPOK adalah penurunan kualitas hidup, hal ini dikarenakan salah satu gejala PPOK yaitu sesak napas yang sering terjadi mengakibatkan penderitanya menjadi panik, cemas dan frustasi sehingga penderita mengurangi aktivitas untuk menghindari sesak napas yang menyebabkan penderita tidak aktif. Penderita akan jatuh pada kondisi fisik yang merugikan akibat aktivitas yang rendah dan dapat mempengaruhi sistem muskuloskletal, respirasi, kardiovaskuler dan lainnya. Kemampuan penderita untuk aktivitas fisik juga menurun, keadaan ini menyebabkan kapasitas fungsional menjadi menurun yang menyebabkan kualitas hidup juga menurun (Al, 2015).

Penurunan massa sel tubuh mencapai >40% dari metabolisme jaringan lunak secara aktif merupakan manifestasi sistemik yang penting pada PPOK. Massa lemak yang hilang akan mempengaruhi proses pernapasan, fungsi otot perifer dan status kesehatan. PPOK juga merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang diakibatkan oleh proses inflamasi sistemik dan jantung yang merupakan salah satu organ yang sangat dipengaruhi oleh progresitas PPOK.

Hipertensi pulmoner memberikan kontribusi 80-90% dari seluruh kasus penyakit paru yang terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap pembuluh darah intrapolmuner. Osteoporosis juga terjadi pada pasien PPOK yang diakibatkan oleh faktor seperti malnutrisi, merokok, penggunaan steroid dan inflamasi sistemik(Oemiati, 2013).

(27)

2.5 TatalaksanaMeningkatkan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Tatalaksana yang dapat diberikan menurut Theresia dan Lilyana (2017) adalah:

a. Berhenti Merokok

Berhenti merokok berpengaruh terhadap pengembangan PPOK, karena merokok dapat mengganggu fungsi pulmoner. Perilaku merokok selama memasuki masa usia remaja dapat menghambat fungsi ekspansi paru yang normal damn VEP pada menit pertama.

b. Rehabilitasi Pulmoner

Yang umumnya dilaksanakan pada kasus PPOK adalah breathing control exercise dan respiratory muscle training, fokus dari terapi ini bertujuan untuk mengurangi kesulitan bernapas pada pasien PPOK. Rehabilitasi pulmoner pada PPOK juga mampu mengurangi penurunan kemampuan serta memperbaiki ketahanan otot akibat disfungsi otot yang disebabkan oleh hiperinflasi paru.

c. Asupan nustrisi

Asupan nutrisi yang adekuat bagi pasien PPOK diharapkan mampu meningkatkan berat badan dan kekuatan otot serta kualitas hidup bagi pasien PPOK yang mengalami malnutrisi. Malnutrisi dapat terjadi pada pasien PPOK akibat kurangnya asupan nutrisi karena hilangnya selera makan yang berhubungan dengan keterbatasan aktivitas fisik secara umum, atau sesak saat makan yang berkontribusi pada terjadinya malnutrisi.

2.6 Kuisioner St George's Respiratory Questionnaire (SGRQ)

SGRQ adalah Instrumen khusus penyakit yang dirancang untuk mengukur dampak pada kesehatan keseluruhan, kehidupan sehari-hari, dan kesejahteraan yang dirasakan pada pasien dengan penyakit saluran napas obstruktif.Instrumen ini memiliki 50 item pertanyaan yang terdiri dari 2 bagian(3 komponen), bagian tersebut meliputi gejala,aktivitas dan dampak.Skor berkisar dari 0-100, dengan skor yang lebih besar menunjukkan kualitas hidup yang tidak baik. (American

(28)

16

Thoracic Society, 2016). Kuesioner asli tersedia dalam bahasa Inggris dan telah diubah ke dalam 77 bahasa lainnya (American Thoracic Society, 2016). Validitas SGRQ telah dilakukan di beberapa negara terhadap berbagai penyakit pernafasan antara lain PPOK, chronic pulmonary aspergillosis dan Idiopathic Cyctic fibrosis 6–8 . Di Indonesia juga sudah pernah dilakukan penerjemahan dan validasi kuesioner SGRQ sebagai alat pengumpul data untuk mengukur kualitas hidup pada pasien Tuberkolosis (TB) dan hasilnya SGRQ valid dan reliabel untuk mengukur kualitas hidup pada pasien TB(Perwitasari, 2017). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ika Setyo R (2011) dilakukan uji validitas dan reabilitas terhadap kuisioner SGRQ pada pasien PPOK, dan hasilnya semua soal dinyatakan valid, karena semua soal memiliki nilai r hitung lebih besar dari r tabel. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai r Alpha Cronbach’s : 0,952 (r alpha

> 0,361) sehingga kuesioner tersebut dinyatakan reliabel (Rini, 2011).

(29)

2.5 KERANGKA TEORI

PPOK

 Keterbatasan aliran udara/air trapping

 Mekanisme pertukaran gas

 Hipersekresi mukus

 Hipertensi pulmoner

Komplikasi

 Kor Pulmonal

 Pneumonia

 Depresi

 Pneumotoraks

 Kegagalan bernapas

 Anemia

Kualitas Hidup Manifestasi Klinis

 Sesak

 Batuk kronik

 Batuk kronik berdahak

 Riwayat terpajan faktor risiko

 Riwayat keluarga

Tatalaksana

 Tatalaksana medikamentosa

 Tatalaksana Nonmedikame ntosa

 Terapi oksigen

 Pembedahan

(30)

18

2.6 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Gejala pada saluran napas,frekuensi

dan tingkat keparahan gejala

 Batuk

 Batuk berdahak

 Sesak napas

 Mengi

 Serangan pada dada

Aktivitas yang menyebabkan atau

dihambat oleh sesak napas

Dampak yang berhubungan dengan fungsi sosial

dan gangguan psikologis akibat penyakit jalan napas

Kualitas Hidup pasien PPOK stabil

(31)

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah suatu penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien PPOK stabil di poliklinik paru RS USU.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RS USU, karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit umum yang memiliki cukup pasien PPOK untuk penelitian ini.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruhpasien PPOK stabil yang berobat di Poliklinik paru RS USU. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum yang menerima banyak rujukan pasien BPJS serta memiliki cukup pasien PPOK untuk penelitian ini.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan caratertentu hingga dianggap mewakili populasi (Sastroasmoro, 2013).

Adapun perkiraan sampel penelitian ini adalah:

𝑍𝑎2

PQ

n = catatan: 𝑄 = 1 –𝑃 d2

= (1,96)2 × 0.036 × 0.964 (0,05)2

= 53

(32)

20

Keterangan:

 Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, P= 0,036

 Tingkat ketetapan absolute yang dikehendaki, d=0,05

 Tingkat kemaknaan, α = 95 % → Zα = 1,96

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan cara consecutive sampling. Pada consecutive sampling, semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Consecutive sampling ini merupakan jenis nonprobability sampling.

3.3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:

1) Kriteria inklusi

a. Pasien yang didiagnosa PPOK.

b. Bersedia menandatangani lembar informed consent dan mengisikuesioner.

c. Kuesioner yang lengkap 2) Kriteria eksklusi

a. Pasien PPOK yang mengalami eksaserbasi akut.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA 3.4.1 Jenis Data Penelitian

Jenis data penelitian ini adalah data primer.Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner St George’s Respiratory Questionnare (SGRQ) yang telah divalidasi dan digunakan dalam uji klinis(Morishita-Katsu et al., 2016). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan

(33)

oleh Ika Setyo R (2011) dilakukan uji validitas dan reabilitas ulang, hasilnya semua soal dinyatakan valid, karena semua soal memiliki nilai r hitung lebih besar dari r tabel. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai r Alpha Cronbach’s : 0,952 (r alpha > 0,361) sehingga kuesioner tersebut dinyatakan reliabel.

3.5 DEFINISI OPERASIONAL Kualitas Hidup

Definisi Kualitas hidup telah ditetapkan olehWorld Health Organizaton sebagai persepsi individu terhadap posisimereka dikehidupan dalam konteksbudaya dan sistem nilai dikehidupan dan hubungannya terhadap tujuan, standar, dan keperduliannya. Iniadalah konsep luas yang menggabungkankesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan diri, dan hubungannyadengan lingkungan. Definisi ini mencerminkan pandangan bahwa kualitas hidup mengacu pada evaluasi subjektifyaitu dalam konteks budaya, sosial, danlingkungan.

(WHO Department of mental health, 1999)

Cara Pengukuran Pengumpulan dan pengolahan data hasil wawancara Alat Ukur Kuesioner

Hasil Pengukuran skor rentang 0-100

Pengkatagorian dikelompokkan menjadi 2 Yaitu:

1:Baik ( 50) 0:Tidak baik (>50)

Merujuk pada penggunaan scoring kuesioner SGRQ(Ferrer et al., 2002)

Gambar 3.1 Defenisi Operasional

(34)

22

3.6 METODE ANALISIS DATA

Data yang telah diperoleh dari kuesioner nantinya akan dikumpulkan dan diolah secara deskriptif dengan menggunakan program pengolah data melalui sistem komputerisasi.

3.7 ALUR PENELITIAN

Gambar 3.2 Alur Penelitian Pasien PPOK datang berobat

Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel penelitian

Wawancara dengan kuesioner

Gejala pada saluran

napas,frekuensi dan tingkat keparahan gejala.

Aktivitas yang menyebabkan atau dihambat oleh sesak napas.

Dampak yang berhubungan dengan fungsi sosial dan gangguan

psikologis akibat Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

(35)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Paru RS USU. RS USU merupakan rumah sakit tipe C yang beralamat di jalan Dr. T. Mansyur No.66, Medan. Rumah sakit yang merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ini terdiri dari 5 lantai dengan luas bangunan 52.200 m2 dan luas tanah 38.000 m2.

4.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengumpulan data ini merupakan hasil dari pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sampel menggunakan kuesioner SGRQ di Poliklinik paru RS USU. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik consecutive sampling. Terdapat sebanyak 53 orang yang menjadi responden pada penelitian ini. Data yang dikumpulkan kemudian akan dianalisis dalam bentuk univariat untuk melihat distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, status merokok, pekerjaan, lama menderita PPOK dan kualitas hidup.

Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah (n) Persentasi (%)

Laki-laki 45 84,9

Perempuan 8 15,1

Total 53 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 53 responden terdapat 45 responden (84,9%) dengan jenis kelamin laki-laki dan 8 responden (15,1%) dengan jenis kelamin perempuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Fajrin dkk di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau dengan mayoritas penderita PPOK dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 88,4% (Fajrin et al., 2015), Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Fadhil dkk di RSUP

(36)

24

menunjukkan penderita PPOK mayoritas dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 100% (Naser et al., 2016). Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 juga diperoleh proporsi perokok laki-laki sebesar 47,3%. (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Hal ini dikaitkan dengan merokok yang merupakan faktor risiko utama kejadian PPOK sesuai dengan panduan GOLD 2020.(2020 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2020)

Tabel 4.2Karakteristik responden berdasarkan usia

Usia Jumlah (n) Frekuensi (%)

Dewasa 5 9,4

Lansia 48 90,6

Total 53 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 53 responden terdapat 5 responden (9,4%) dengan usia dewasa dan 48 responden (90,6%) dengan usia lansia.

Pembagian usia ini sesuai dengan kriteria WHO bahwa usia >60 tahun keatas termasuk kategori lansia sedangkan dewasa awal 26-35 tahun dan dewasa akhir 36-45 tahun (WHO, 2015). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Korea selatan dan Belanda dengan mayoritas penderita PPOK merupakan lansia dan risiko akan meningkat seiring bertambahnya usia (Rosha et al., 2018)Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun ke atas, paling tinggi pada laki-laki usia 55-74 tahun. Hal ini dikarenakan keluhan muncul bila terpapar asap rokok yang terus menerus dan berlangsung lama(Salawati, 2016). Hal ini sesuai dengan pengertian bahwa PPOK merupakan penyakit paru yang paling umum dan sering dikaitkan dengan riwayat merokok dan bertambahnya usia (Safka et al., 2017).

(37)

Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan sosiodemografi

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

Pendidikan

SD 4 7,5

SMP 9 17,0

SMA 32 60,4

Perguruan Tinggi 8 15,1

Total 53 100

Pekerjaan

Pensiun 35 66,0

Ibu Rumah Tangga 5 9,4

Petani 1 1,9

Wiraswasta 9 17,0

PNS 1 1,9

Satpam 1 1,9

Buruh 1 1,9

Total 53 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa berdasarkan tingkat pendidikan penderita PPOK terbanyak adalah tamatan SMA sebanyak 32 responden (32%), dan terendah tamat SD sebanyak 4 responden (7,5%).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lizabetah dkk bahwa tingkat pendidikan penderita PPOK adalah SMA sebesar 40% (Jalan et al., 2017). Hal ini menunjukkan pendidikan yang tinggi tidak menjamin kesadaran untuk mencegah terjadinya PPOK(Sidabutar, 2012). Sedangkan berdasarkan pekerjaan yang tertinggi pensiun sebanyak 35 responden (66,0%), dan terendah Petani, PNS, Satpam, Buruh dengan masing-masing 1 responden (1,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nia dkk bahwa berdasarkan pekerjaan tertinggi yaitu pensiun sebesar 55%

(Permatasari et al., 2016). Hal ini bukan berarti pekerjaan tidak berkaitan dengan kejadian PPOK. PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang signifikan yang dapat berkontribusi terhadap keparahan pada individu; yang ditandai dengan keterbatasan jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel dan bersifat progresif serta berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dalam paru dari partikel berbahaya atau gas beracun(Fisiologi et al., 2014). Kemungkinan penderita sudah menderita PPOK semasa bekerja namun

(38)

26

karena gejala yang masih ringan, penderita lalu menghiraukannya.

(Sidabutar, 2012)

Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan riwayat merokok

Karakteristik Jumlah (n) Frekuensi (%)

Merokok 43 81,1

Tidak Merokok 10 18,9

Total 53 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa berdasarkan riwayat merokok dari 53 responden terdapat 43 responden (81,1%) mempunyai kebiasaan merokok sedangkan 10 responden (18,9%) tidak merokok. Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK(2020 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2020). Asap rokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalens tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok(Sugiharti and Sondari, 2016). Didalam rokok terdapat ribuan radikal bebas dan bahan iritan berbahaya yang dapat masuk melalui saluran pernapasan yang mampu menempel dan membakar silia sehingga lambat laun terjadi penumpukan bahan iritan dan menyebabkan infeksi. Apabila kondisi tersebut berlanjut maka akan terjadi radang dan penyempitan saluran napas yaitu PPOK.(Susanti, 2015)

Tabel 4.5 Karakteristik responden berdasarkan kualitas hidup Karakteristik Jumlah (n) Frekuensi (%)

Baik 8 15,1

Buruk 45 84,9

Total 53 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa berdasarkan kualitas hidup dari 53 responden terdapat 8 responden (15,1%) dengan kualitas hidup baik dan 45 responden (84,9%) dengan kualitas hidup buruk. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Muthaimanah dkk bahwa pasien PPOK memiliki kualitas hidup yang buruk sebesar 61,97% (Al, 2015). Sesak napas merupakan gejala utama pada

(39)

pasien PPOK, hubungan antara sesak napas dan kualitas hidup sebelumnya sudah dilaporkan pada beberapa penelitian dan menunjukkan bahwa sesak napas memiliki dampak yang besar terhadap kualitas hidup pasien PPOK, dan keluhan yang paling dilaporkan pasien PPOK adalah keterbatasan aktivitas (Okutan et al., 2013).Sedangkan menurut Oemiati Gejala paling umum dari PPOK adalah sesak napas, batuk kronik, dan produksi dahak. Gejala-gejala ini dapat berkontribusi pada pembatasan aktivitas, kelelahan, kecemasan, depresi, dan insomnia.

Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK merupakan keluhan utama yang akan mempengaruhi kualitas hidupnya. Selain itu inflamasi sistemik,penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan manifestasi sistemik pasien PPOK. Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi. Gejala ini merupakan penyebab utama pasien PPOK mengurangi aktivitas fisiknya untuk menghindari sesak napasnya(Oemiati, 2013).

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Pada distribusi karakteristik berdasarkan jenis kelamin,sampel paling banyak ditemukan pada laki-laki yakni 84,9%, karakteristik berdasarkan usia paling banyak ditemukan pada usia lansia, yakni sebanyak 90,6%, karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan yang tertinggi adalah tamat SMA yakni 60,4%, karakteristik berdasarkan pekerjaan yang tertinggi adalah pensiun yakni 66,0%, karakteristik berdasarkan status merokok, yang tertinggi adalah merokok yakni 81,1%.

2. Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik stabil di Poliklinik Paru RS USU memiliki kualitas hidup baik sebanyak 15,1% dan sisanya memiliki kualitas hidup buruk sebanyak 84,9%, Hal ini dikarenakan pada beberapa pasien memilih mengurangi aktivitas fisiknya untuk menghindari gelaja sesak napas yang mengakibatkan kualitas hidupnya menurun.

5.2 SARAN

Dari seluruh proses penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, terdapat beberapa saran yang sekiranya dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, yaitu:

1. RS USU dapat menyediakan layanan konseling dan pelatihan bagi pasien PPOK tentang aktivitas atau kegiatan yang dapat dilakukan pasien PPOK untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

2. Bagi Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK, Pengaruh latihan otot pernapasan terhadap kualitas hidup pasien PPOK dan Hubungan status gizi terhadap kualitas hidup pasien PPOK.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

2020 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, I. i 2020, '2020 REPORT Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease'.

Afiyanti, Y. 2010a, 'Analisis Konsep Kualitas Hidup', Jurnal Keperawatan Indonesia, vol. 13, no. 2, pp. 81–86. Available at:

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=128606&val=1185.

A l,muthmainnahet 2015,'Gambaran Kualitas Hidup Pasien Ppok Stabil DiPoli Paru Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau Dengan MenggunakanKuesioner Sgrq', Jom Fk, vol. 2, no. 2, pp. 1–20. doi:

10.1017/CBO9781107415324.004.

Amalaguswan, Junaid and Fachievy, A. F. 2017, 'Analisis faktor risiko kejadianpenyakit tb paru di wilayah kerja puskesmas puuwatu kota kendari tahun2017', Jimkesmas, vol. 2, no. 7, pp. 1–9.

Arto dan Hendarsyah, 2014 2014, 'Penyakit paru obstruktif kronik', Kedokteran perioperatif: evaluasi dan tata lakasana di bidang ilmu penyakit dalam.,vol. 2013, , pp. 142–149. doi: 10.3133/ofr20171089.

Chang, R. 2016, 'The right clinical information, right where it’s needed', pp. 1–35.

Fajrin, O., Yovi, I. and Burhanuddin, L. 2015, 'Gambaran Status Gizi Dan FungsiParu Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil Di Poli ParuRsud Arifin Achmad', Jom FK, vol. 2, no. 2.

Ferrer, M., Villasante, C., Alonso, J., Sobradillo, V., Gabriel, R., Vilagut, G.

andMasa, J. F. 2002, 'Interpretation of quality of life scores from the StGeorge 9sRespiratory Questionnaire', pp. 405–413. doi:

10.1183/09031936.02.00213202.

Fisiologi, B., Kedokteran, F. and Kuala, U. S. 2014, 'Efek Paparan Partikel Terhadap Kejadian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok)', Idea NursingJournal, vol. 5, no. 1.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 2019, 'GOLD Report 2019', pp. 1–155.

Ikalius, Yunus, F., Suradi and Rachma, N. 2007, 'Perubahan Kualitas Hidup danKapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis setelahRehabilitasi Paru', Maj Kedokt Indon, vol. 57, no. 12, pp. 446–452.

Jalan, R., Ii, T., Hijau, P., Bb, K. I., Bulan, M., Simanjuntak, L. Y., Sitompul, D.

F. and Atmawidjaja, R. 2017, 'Gambaran Ansietas Pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK )', pp. 297–302.

(42)

30

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013, 'Hasil Riset Kesehatan DasarKementerian RI 2013', Proceedings, Annual Meeting - Air Pollution Control Association, vol. 6, . doi: 1 Desember 2013.

Kementerian Kesehatan RI 2018, 'Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas) Indonesia tahun 2018', Riset Kesehatan Dasar 2018, pp.

182–183.

Lõpez-Campos, J. L., Tan, W. and Soriano, J. B. 2016, 'Global burden of COPD',Respirology, vol. 21, no. 1, pp. 14–23. doi: 10.1111/resp.12660.

Morishita-Katsu, M., Nishimura, K., Taniguchi, H., Kimura, T., Kondoh, Y., Kataoka, K., Ogawa, T., Watanabe, F., Arizono, S., Nishiyama, O.,

Nakayasu, K., Imaizumi, K. and Hasegawa, Y. 2016, 'The COPDassessment test and St George’s respiratory questionnaire: Are theyequivalent in subjects with COPD?', International Journal of COPD, vol.11, no.1, pp. 1543–1551. doi: 10.2147/COPD.S104947.

Naser, F., Medison, I. and Erly 2016, 'Gambaran Derajat Merokok Pada PenderitaPPOK di Bagian', Jurnal Kesehatan Andalas, vol. 5, no. 2, pp.

306–311.

Oemiati, R. 2013, 'Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)', Media Litbangkes, vol. 23, no. 2, pp. 82–88.

Okutan, O., Tas, D., Demirer, E. and Kartaloglu, Z. 2013, 'Evaluation of quality oflife with the chronic obstructive pulmonary disease assessment test in chronic obstructive pulmonary disease and the effect of dyspnea on disease -specific quality of life in these patients', Yonsei Medical Journal, vol. 54, no. 5, pp. 1214–1219. doi: 10.3349/ymj.2013.54.5.1214.

PDPI 2016, 'Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis

&Penatalaknsanaan di Indonesia',2016

Permatasari, N., Saad, A. and Christianto, E. 2016, 'Gambaran Status Gizi PadaPasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Yang Menjalani Rawat Jalan Di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru', Jom Fk, vol. 3, no. 2.

Perwitasari, D. A. 2020, 'VALIDASI St . George ’ s Respiratory Questionnaire (SGRQ) PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RUMAH SAKIT PARU RESPIRA YOGYAKARTA VALIDATION OF St . George ’ s Respiratory Questionnaire ( SGRQ ) IN CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEAS', vol. 7, , pp. 75–

82.

Price, D. B., Yawn, B. P. and Jones, R. C. M. 2010, 'Improving the DifferentialDiagnosis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Primary Care'.doi: 10.4065/mcp.2010.0389.

(43)

Rosha, P. T., Sari, F. and Dewi, T. 2018, 'Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas hidup pasien penyakit paru obstruktif kronis', Journal of Community Medicine and Public Health), vol. 34, , pp. 62–66.

Safka, K. A., Wald, J., Wang, H., McIvor, L., McIvor, A. and McIvor, R. 2017, 'GOLD Stage Prevalence Study Journal of the COPD Foundation GOLD Stage and Treatment in COPD: A 500 Patient Point Prevalence Study', Chronic Obstr Pulm Dis, vol. 4, no. 1, pp. 45–55.

doi:10.15326/jcopdf.4.1.2016.0126.

Saftarina, F., Anggraini, D. I. and Ridho, M. 2017, 'Penatalaksanaan PenyakitParu Obstruktif Kronis pada Pasien Laki-Laki Usia 66 Tahun RiwayatPerokok Aktif dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di KecamatanTanjung Sari Natar', Jurnal Agromed Unila, vol. 4, no. 1, pp. 143–151.

Salawati, L. 2016, 'Hubungan Merokok Dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik',Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, vol. 16, no. 3, pp. 165–169.

Sugiharti, S. and Sondari, T. R. 2016, 'Gambaran Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di Daerah Pertambangan Batubara, Kabupaten Muara Enim,Provinsi Sumatera Selatan', Jurnal Ekologi Kesehatan, vol. 14, no.

2. doi:10.22435/jek.v14i2.4668.136-144.

Susanti, E. F. P. 2015, 'Influence of Smoking on Chronic Obstructive PulmonaryDisease ( Copd )', J Majority, vol. 4, , pp. 67–75.

Theresia, M. and Lilyana, A. 2017, 'Jurnal Ners LENTERA, Vol. 5, No.

2,September 2017', vol. 5, no. 2, pp. 178–182.

WHO Department of mental health 1999, 'WHO definition Quality of Life - Annotated Bibliography WHO/MNH/MHP/98.4.Rev.2', no.

October.Available at: http://www.who.int/healthinfo/survey/WHOQOL- BIBLIOGRAPHY.pdf?ua=1.

WHO World Health Statistics 2015: World Health Organization;2015.

(44)

32

LAMPIRAN A.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Azizah

NIM : 160100038

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 24 November 1999 Alamat : Jl. Cendana no.1A Medan

No. Telp : 083193162424

E-mail : ayuazizah2411@gmail.com

Agama : Islam

Status : Mahasiswa

Nama Orang Tua :

Ayah : Ridwan

Ibu : Siti Zuaria

Riwayat Pendidikan

1. Taman Kanak-Kanak (TK) Yayasan Pendidikan Rahmat Islamiyah Medan (2003-2004)

2. Sekolah Dasar (SD) Yayasan Pendidikan Rahmat Islamiyah Medan (2004- 2010)

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 18 Medan (2010-2013)

(45)

4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Panca Budi Medan (2013-2016) 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2016-sekarang)

Riwayat Pelatihan

1. Peserta kegiatan Test Intelegent Quotient (IQ) 2008

2. Peserta Peragaan Manasik Haji dan Festival Takbiran Diniyah Takmiliyah Se-Kota Medan 2010

3. Peserta Kegiatan Pesantren Kilat Ramadhan ke-XVI 2010

4. Peserta Penyuluhan/Penerangan Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba(P4GN) 2010

5. Peserta PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2016

6. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2016

7. Peserta LKMM (Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2016

8. Peserta Pelatihan Seminar Proposal Penelitian Standing Committee on Research Exchange Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (SCORE PEMA FK USU) 2019

Riwayat Organisasi

1. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (PEMA FK USU) 2017

2. Standing Committee on Research Exchange Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (SCORE PEMA FK USU) 2017-2018

3. Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (MPM FK USU) 2018-sekarang

Riwayat Kepanitiaan

1. Sekretaris Mahasiswa Membina Pengabdian Masyarakat PEMA FK USU

(46)

34

2. Bendahara Pengabdian Masyarakat PEMA FK USU

3. Anggota Administrasi dan Kesekretariatan Kajian Kedokteran Islam FOSKAMI PEMA FK USU

4. Anggota Administrasi dan Kesekretariatan Qurban FOSKAMI PEMA FK USU

5. Koordinator Konsumsi Pekan Ilmiah Mahasiswa SCORE PEMA FK USU 6. Anggota Acara LKKM PEMA FK USU

7. Anggota Sponsorship Scripta Research Festival SCORE PEMA FK USU 8. Koordinator Sponsorship Scripta Research Festival SCORE PEMA FK

USU

9. Sekretaris Pengabdian Masyarakat & Bakti Sosial PEMA FK USU

(47)

LAMPIRAN B

(48)

36

LAMPIRAN C

(49)

LAMPIRAN D

(50)

38

LAMPIRAN E

(51)

LAMPIRAN F

Lembar Penjelasan

Saya yang bernama Ayu Azizah merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang akan melakukan penelitian berjudul “Gambaran Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil di Poliklinik Paru RS USU”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan untuk menyelesaikan proses belajar dan mengajar pada semester ketujuh dan syarat untuk memperoleh gelar sarjanakedokteran.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dampak PPOK terhadap kualitas hidup penderitanya . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien PPOK, sehingga diharapkan dari penelitian ini, bapak/ibu dapat menambah pengetahuan dan informasi mengenai dampak PPOK terhadap kualitas hidup.

Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesedian bapak/ibu sebagai responden dalam penelitian ini dan mengisi kuesioner dengan jujur. Data pribadi dan jawaban yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk penelitian ini. Jika bapak/ibu bersedia menjadi responden, silahkan mendatangani lembar persetujuan.

Atas perhatian dan kesediaan bapak/ibu menjadi responden dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 2019 Peneliti,

(Ayu Azizah)

*Coret yang tidak perlu

(52)

40

LAMPIRAN G

Lembar Persetujuan

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jeniskelamin : Pekerjaan : Pendidikan :

Alamat :

Dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* menjadi responden sebagai sampel dalam penelitian “Gambaran Kualitas Hidup Pasien Penyakit Obstruktif Kronik Stabil di Poliklinik Paru RS USU”

dan disertakan dalam data penelitian.

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat buruk terhadap saya dan keluarga saya serta kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Medan, 2019

Responden

*coret yang tidak perlu

(53)

Lampiran H

Data Pasien

1.Usia :

2.Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan 3.Berapa lama anda menderita batuk sesak :

Kurang dari 5 tahun 6-10 tahun

11-15 tahun 16-20 tahun

Lebih dari 20 tahun

4.Riwayat merokok

a.Berapa batang per hari:

……….

b.Berapa lama anda sudah merokok:

………...

c.Sudah berhenti merokok atau belum Sudah berhenti

Belum berhenti

- Berapa lama anda sudah berhenti merokok?

……….

Gambar

Gambar 2.4 Kerangka Konsep
Gambar 3.2 Alur Penelitian Pasien PPOK datang berobat

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana hubungan berat sesak napas yang dialami pasien PPOK (ditunjukkan dengan nilai mMRC) dengan tingkat keparahan PPOK

Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien PPOK dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan pola napas tidak

5 Pada penelitian Tselebis didapatkan pasien PPOK umumnya mengeluhkan gejala sesak napas yang cenderung bertambah berat sehingga menimbulkan ansietas dan depresi yang

Out-put yang diharapkan setelah klien PPOK mengadakan latihan pernapasan dengan metode tripod position dan pursed lips breathing adalah berkurangannya keluhan sesak napas

Metode: Penelitian cross sectional terhadap 34 pasien (17 pasien PPOK stabil dan 17 pasien PPOK eksaserbasi akut), dilakukan pemeriksaan magnesium serum dan

meningkatkan kualitas hidup pasien asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). • Pada kanker paru kualitas hidup tergantung

Yoga membuat fungsi paru dan kualitas hidup pasien PPOK membaik secara signifikan dan didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari

Tabel 4 menunjukkan hubungan keluhan pernapasan sesak napas dengan Kualitas tidur Pasien Penyakit Paru di Rumah sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan nilai