BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1 Pengertian
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau revesibel parsial. (Ambrosino & Serradori, 2012).
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya.
Sedangkan Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. (Ramos, et. al. 2013).
2.1.2 Penyebab (Etiologi)
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) yang paling beresiko menurut Avanji & Hajbaghery (2011) adalah :
(IB), yaitu perkalian jumlah rata–rata batang rokok yang dihisap sehari
dikalikan lamanya merokok (waktu selama merokok) dalam tahun. Tabel 2.1Indeks Brinkman (IB) untuk Perokok (GOLD,2012)
Tingkatan Perokok Indeks Brinkman (IB)
Perokok Ringan 0 - 200
Perokok Sedang 200 - 600
Perokok Berat > 600
2. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi,
3. Riwayat terkena polusi udaraseperti asap kenderaan, asap rokok dan debu atau gas – gas kimiawi baik di lingkungan rumah maupun lingkungan pekerjaan, 4. Jenis kelamin, pada umumnya pria lebih beresiko dibandingkan wanita, 5. Riwayat infeki saluran napas bawah berulang
6. Infeksi sistem pernapasan akut seperti Hiperaktiviti, Peunomia dan Bronkiolus 7. Bersifat genetik yaituDefisiensiatau kekurangan antitripsin alpha – 1,
umumnya jarang terdapat di Indonesia. Hal ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
8. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi kronik.
akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus
influenza dan strepto coccus pneumonia.(David Ovedoff, 2010)
2.1.3 Gejala Klinis
Menurut Hatice (2011), dalam menilai gambaran klinis pada klien PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagaiberikut: (a).Onset(awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan ; (b).Perkembangan gejala bersifat progresif lambat ; (c).Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam dan luar ruangan serta tempat kerja) ; (d).Sesak pada saat melakukan aktivitas ; (e).Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Menurut GOLD (2012), untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan ukuran skala sesak menurut British Medical Research Council (MRC).
Tabel 2.2 Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)
Kegiatan / Aktivitas Skala Sesak
Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas (1) (tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat)
Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau (2) naik tangga 1 tingkat
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak (3) Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah (4)
beberapa menit
2.1.4 Patologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi parujuga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi. Faktorrisiko tersebut akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis,
dan berakibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan,(Neil,F. G, 2013).
Udara yang masuk ke alveoli(waktu inspirasi), banyak terjebak dalam
alveolus(waktuekspirasi) dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal
inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi paru seperti : ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan. (Arief Mansjoer, 2012).
Obstruksi saluran napas pada klien PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural padasaluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
Skema 2.1 Konsep Patologi pada klien PPOK
2.1.5 Diagnosis 1). Anamnesis
Faktor resiko : a). Usia; b). Riwayat penyakit; c). Faktor predisposisidiantaranya : Asap rokok, polusi udara, polusi tempat atau lingkungan.
Gejala:Keluhan respirasi ini harusdiperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasaterjadi pada proses penuaan, diantaranya adalah : a). Batuk kronik; b). Berdahak kronik; c). Sesak napas
2). Pemeriksaan
a) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutamaauskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli.Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan derajat
berat seringkali terlihatperubahan cara bernapas atau perubahan bentuk
Inhalasi Bahan Berbahaya
Inflamasi Mekanisme
Perlindungan
Mekanisme Perbaikan
Kerusakan Jaringan Paru
Penyempitan Saluran Napas dan Fibrosis
Destruksi
anatomi toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
hal-hal sebagai berikut:
(1) Inspeksi: a). Barrel chest; b). Pengunaan otot bantu napas ; c).
Hipertropi ; d). Pelebaran sela iga ; e). Penampilan pink pufferatau
blue bloater.
(2) Palpasi : Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
(3) Perkusi : Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorongke bawah.
(4) Auskultasi: a). Suara napas vesikuler normal, atau melemah ; b). Terdapat ronki (mengi) pada waktu bernapas; c). Ekspirasi memanjang ; d). Bunyi jantung terdengar jauh.
b) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan rutin : a).Faal paru : 1). Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan VEP1/KVP ( % ); 2). VEP1 merupakan
parameter yang paling umum dipakai untuk menilai derajat PPOK ; b).Uji bronkodilator: 1).Menggunakan spirometri ; 2). Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudiandilihat perubahan nilai VEP1; 3).Uji bronkodilator
dilakukan pada PPOK stabil. (2) Darah rutin : Hb, Ht, leukosit.
c) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
(1) Faal paru, diantaranya : a). Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT) ; b). DLCO; c). Raw pada bronkitis kronik ; d). Sgaw meningkat ; e). Variabiliti.
(2) Uji latih kardiopulmoner, diantaranya :a). Sepeda statis (ergocycle); b).Jentera (treadmill) ; c).Jalan 6 menit.
(3) Uji provokasi bronkus : untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus. (4) Uji coba kortikosteroid : menilai perbaikan faal paru setelah
pemberian kortikosteroid oral (prednison ataumetilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1pascabronkodilator> 20 % dan minimal 250 ml.
(5) Analisis gas darah, terutama untuk menilai : a). Gagal napas kronik stabil ; b). Gagal napas akut.
(6) Radiologi, meliputi : a). CT - Scan resolusi tinggi yang berfungsi mendeteksi emfisema;b). Scan ventilasi perfusi yang berfungsi mengetahui fungsi respirasi paru.
(7) Elektrokardiografi yang berfungsi untuk mengetahui komplikasi pada
jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. (8) Bakteriologi; pemerikasaan bakteriologi sputum diperlukan
2.1.6 Klassifikasi (Derajat) PPOK
Menurut GOLD (2012), penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sebagai berikut:
1) Derajat Ringan
Gejala klinis : a). dengan atau tanpa batuk ; b). dengan atau tanpa produksi sputum ; c). sesak napas derajat sesak 1.Spirometri:VEP1 ≥80% prediksi
(normal spirometri). 2) Derajat Sedang
Gejala klinis: a). dengan atau tanpa batuk ; b). dengan atau tanpa produksi
sputum ; c). sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas).Spirometri:50%≤ VEP1< 80% prediksi.
3) Derajat Berat
Gejala klinis: a). sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik ; b). eksaserbasi lebih sering terjadi ; c). disertai komplikasi korpulmonale atau
gagal jantung kanan.Spirometri: 30%≤ VEP1< 50% prediksi.
4) Derajat Sangat Berat
Gejala klinis: a). sesak napas derajat sesak 5dengan gagal napas kronik ; b).
eksaserbasi lebih sering terjadidan c). disertai komplikasi korpulmonale atau
Tabel 2.3Derajat PPOK dan Skala Sesak GOLD (2012) dan MRC (2002)
Derajat PPOK Spirometri (VEP1) Skala Sesak
Ringan VEP1≥80% prediksi 1
(normal spirometri).
Sedang 50%≤ VEP1< 80% (prediksi) 2
Berat 30%≤ VEP1< 50% (prediksi) 3 dan 4
Sangat Berat 30%<VEP1(prediksi) 5 2.2 Latihan Pernapasan TripodPosition
2.2.1 Pengertian
Tripod position merupakan salah satu bentuk latihan pernapasan dalam
(non farmokologi) dimanabernapas perlahan-lahan dan menggunakan diafragma, yang berfungsi untuk meningkatkan otot inspirasi dengan posisi punggung(tulang belakang) condong kedepan membentuk sudut 30o–45o dan posisi kepala menunduk membentuk kemiringan 16o–18o, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan serta dada mengembang penuh, (Kim, et. al. 2012).
2.2.2 Tujuan Latihan Tripod Position
Menurut Suddarth & Brunner (2012), tujuan dari latihan pernapasan dalam dengan tripod positionadalah untuk mencapai ventilasi paru yang lebih terkontrol dan efisien. Hal ini mencakup : a). mengurangi kerja bernafas ; b). meningkatkan inflasi alveolar maksimal ; c). meningkatkan relaksasi otot ; d). menghilangkan ansietas ; e).menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, dan f). mengurangi udara yang terperangkap.
2.2.3 Siklus Pernapasan Pada Latihan Tripod Position
ventilasialveolar, dan d). membantu mengeluarkan CO2 selamaekspirasi.
Otot-otot asesoris pernapasan bagian dada atasdigunakan secara eksesif untuk membantu pergerakandada (Thomas, McKinley & Foy, 2010).
Otot diafragma merupakan otot utama inspirasi, otot diafragma yang berada pada posisi 30o-45o menyebabkan gaya grafitasi bumi bekerja cukup adekuat dibandingkan posisi setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah memperbesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot interkosta eksternal, gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks dalam dimensi anteroposterior.Rongga toraks yang membesar menyebabkan tekanan di dalam rongga toraks mengembang dan memaksa paru untuk mengembang, dengan demikian tekanan intraalveolus akan menurun.
Proses tersebut menujukan bahwa dengan tripod positionmempermudah klien PPOK yang mengalami obstruktif jalan nafas melakukan inspirasi tanpa banyak mengeluarkan energi. Peningkatan kontraksi pada otot diafragma dan otot
interkosta eksternal saat proses inspirasi juga meningkatkan kontraksi otot
Hal senada disampaikan oleh Gorman (2012)dan Kleinman (2010) dalam Gosselink (2013), bahwa pada pasien PPOK, pergerakan diafragmadan kontribusinya terhadap volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma dapat diperpanjang dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif atau dengan mengadopsi posisi tubuh condong kedepan.Adanya peningkatan jumlah udara ekspirasi maka CO2 akan menurun didalam tubuh. Menurunnya
CO2 di dalam tubuh akan menyebabkan menurunnya frekuensi pernafasan (RR).
Sebagaimana disampaikan oleh Guyton (2010) dan Sheerwood (2011) bahwa kelebihan CO2 atau ion hydrogen mempengaruhi pernapasan terutama
melalui efek perangsangan langsung atas pusat pernapasan itu sendiri, sehingga semakin meningkatnya kadar CO2 dapat menyebabkan menurunnya frekuensi
pernapasan (RR).
2.2.4 Gambaran Gerakan Tripod Position
Ada beberapa gambaran gerakan tripod position dengan gerak dasar condong kedepan apabila penderita PPOK mengalami sesak napas dalam menjalankan aktifitasnya (Emily Krelle, 2014).
(1) Posisi saat tidur adalah dimana posisi berbaring dengan bersilang (disalah satu sisi) dengan kepala dan tubuh digulung (condong kedepan) membentuk ±30o–45o. Letakkan bantal di antara lutut dan perut untuk kenyamanan.
(3) Posisi duduk bersandar ke depan adalah duduk dengan posisi tulamg belakang (pungung) condong kedepan membentuk ±30o–45odan kepala kedepan membentuk ±16o–18o, lengan diletakan pada paha untuk menopang kepala.
(4) Posisi berdiri condong ke depan adalah posisi berdiri dengan bertopang pada jendela (pegangan) dengan tulang belakang (punggung) membentuk ±30o– 45odan kepala membentuk ±16o–18oterhadap dukungan tangan berlipat diatas jendela.
(5) Posisi bersandar di dinding adalah posisi berdiri dengan bersandar tulang belakang (punggung) membentuk ±30o–45o, dengan kaki sedikit jauh dari dinding (di julurkan) ke depan.
2.2.5 Aplikasi Gerakan Tripod PositionDalam Penelitian
Landasan dasar gerakan posisi tripod pada penelitian ini, berdasarkan eksprimenKim,et.al (2012) langkah–langkah gerakan tersebut adalah:
1) Langkah – 1 : NP (neutral position).
Posisi ini disebut dengan posisi netral atau posisi awal gerakan yaitu duduk bersandar di kursi dengan posisi badan (tulang belakang) membentuk sudut 90o dengan telapak tangan diletakan diatas lutut. Kepala tegak sejajar dengan tulang belakang.
2) Langkah – 2 : WAS (with arm support).
dengan siku tangan berada di lutut. Kepala membentuk sudut 16o sampai dengan 18o sejajar dengan tulang belakang (punggung).
3) Langkah – 3 : WAHS (with arm and head support).
Duduk dengan posisi badan (tulang belakang/punggung) condong kedepan membentuk sudut 30o sampai dengan 45o, beban badan dan kepala didukung oleh lengan dengan membentuk sudut 45o , atau telapak tangan berada dipipi. Siku tangan berada pas di lutut, sebagai pondasi dukungan terhadap kepala. 2.3 Latihan Pernapasan Pursed Lips Breathing
2.3.1 Pengertian
Pursed lips breathing (PLB)merupakan latihan pernapasan yang terdiri
dari dua mekanisme, yaitu menarik napas (inspirasi) dengan mulut tertutup beberapa detik melalui hidung serta mengeluarkan napas (ekspirasi)perlahan-lahan melalui mulut dengan pola mengerucutkan bibir seperti posisi bersiul,(Hudak & Gallo, 2011).
2.3.2 Tujuan Latihan Pursed Lips Breathing
Menurut jurnal US Departement of Health and Human Services Healthy
People(2010), tujuan dari latihan pernapasanpursed lips breathingadalahuntuk
peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan
kolaps pada saluran napas kecil waktu ekspirasi. Mengerutkan bibir seperti
Proses inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (mengelurkan napas) pada posisi pursed lips breathing dapat menghasilkan tekanan intrabdomen yang meningkat lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan pula pergerakan diafragma ke atas membuat rongga torak semakin mengecil. Rongga toraks yang semakin mengecil ini menyebabkan tekanan intraalveolus semakin meningkat sehinga melebihi tekanan udara atmosfir.
Tingginya tekanan O2 di alveolus dibandingkan dengan tekanan O2 di
kapiler parudan rendahnya tekanan CO2 di alveolus dibandingkan dengan
tingginya tekanan CO2 di kapiler paru menyebabkan meningkatnya gradien
tekanan gas-gas tersebut di atara kedua sisi. Perbedaan gradien tekanan O2 yang
tinggi meningkatkan pertukaran gas, yaitu difusi O2 dari alveolus ke kapiler
paru.Perbedaan tekanan CO2 yang tinggi juga meningkatkan pertukaran gas, yaitu
difusi CO2 dari kapiler paru ke alveolus untuk selanjutnya dikelurkan ke atmosfir,
sehingga kapasitas residu juga menurun dan pertukaran gas pun meningkat. 2.3.4 Aplikasi Gerakan Pursed Lips BreathingDalam Penelitian
Landasan dasar gerakan pursed lips breathingpada penelitian ini, berdasarkan teori Chung Ong (2013),bahwa gerakan dapat dilakukan dengan santai pada posisi berdiri, duduk dan berbaring dalam segala aktifitas. Adapun langkah–langkah gerakan tersebut adalah :
1) Langkah – 1 : Inspirasi
Mengeluarkan napas (ekspirasi) secara perlahan-lahan melalui mulut selama ± 5 detik sampai dengan 10 detik dengan posisi bibir di kerucutkan seperti sedang bersiul.Hal ini dapat dilakukan berulang sampai pernapasan normal kembali.
2.4 Latihan Pernapasan Gabungan Antara Tripod Position dan Pursed Lips BreathingSecara Bersamaan.
2.4.1 Pengertian
Latihan pernapasan tripod position dan pursed lips breathing merupakan bentuk latihan pernapasan (bernapas) yang dilakukan secara bersamaan dan merupakan suatu gerakan yang berkesinambungan secara terintegrasi.
2.4.2 Tujuan Latihan Pernapasan Gabungan
Dengan latihan pernafasan gabungan yaitu tripod position dan pursed lips
breathingdapat meningkatkan inspirasi dan ekspirasi lebih optimal lagi, beban
otot inspirasi berkurang, sehingga udara terperangkap/hiperinflasi menurun, kapasitas residu juga menurun dan pertukaran gas pun meningkat.(Kim,et. al. 2012).
2.4.3 Siklus Pernapasan Pada Latihan Pernapasan Gabungan
Peningkatan pertukaran gas pada pasien PPOK yang melakukan tripod
positiondan pursed lips breathingmakaoksigen yang berpindah ke kapiler paru
pun akan meningkat dan CO2 yang dikeluarkan kealveolus pun akan meningkat.
SaO2 adalah rasio kadar hemoglobin oksigen/ hemoglobin teroksigenasi
peningkatan PaO2 akan meningkatkanafinitas Hb terhadap oksigen dan
penurunanjumlah CO2.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ramos,et. al. (2009) yang menunjukanbahwa bahwa pursed lips breathingsecara signifikan dapat menurunkan sesak napas dan heart rate sertameningkatkan saturasi oksigen pada pasien PPOK.
2.4.4 Aplikasi Gerakan Latihan Pernapasan Gabungan
Landasan dasar gerakan latihan pernapasan secara gabungan antara posisi tripod (tripod position) dan pursed lips breathing(PLB)pada penelitian ini, berdasarkan eksprimen Kim,et.al. (2012), Alfanji dan Harry (2011) dan Suci Khazana, et.al. (2010). Adapun langkah–langkah gerakan tersebut adalah :
1) Langkah – 1 :
Seluruh gerakan yang ada di tripod position. 2) Langkah – 2 :
Istirahat selama ± 5 menit sebelum melakukan gerakan pada tahap ke 3 (tiga) 3) Langkah – 3 :
Seluruh gerakan yang ada di pursed lips breathing. 2.4.5 Waktu Operasional Latihan Pernapasan Gabungan
menurunya PaCO2; c). mengurangi sesak napas ; d). Terjadi peningkatan kualitas
hidup pada klien PPOK.
2.5 Model Asuhan Keperawatan Latihan Pernapasan dengan Metode Tripod Position dan Pursed Lips Breathing
2.5.1 Model Teori Adaptasi menurut Callista Roy
Asuhan keperawatan pada pasien PPOK menekankan bahwa keperawatan dibutuhkan untuk mengurangi respon yang tidak efektif dan meningkatkan
respon adaptif. Paradigma asuhan keperawatan menurut teori adaptasi (Roy,
1991 dalam Meyers, 2008), meliputi: a). Manusia sebagai sistem yang dapat menyesuaikan diri secara holistik (bio-psiko-sosial) yang meliputi adaptasi fisiologis, fungsi peran, konsep diri dan interdependensi dengan menggunakan dua sistem adaptasi regulator dan kognator; b). Konsep sehat-sakit yaitu suatu kondisi dalam upaya beradaptasi yang dimanifestasikan dengan meningkatnya atau menurunnya status kesehatan seseorang; c). Lingkungan merupakan kondisi yang berasal dari stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhi terhadap perkembangan dan perilaku klien yaitu: stimulus fokal, kontekstual dan residual; d). Keperawatan adalah sebagai proses interpersonal yangdilakukan karena adanya maladaptasi terhadap perubahan lingkungandengan tujuan dan aktivitas keperawatan.
proseskeperawatan dengan pendekatan model adaptasi (Roy, 1991 dalam Meyers, 2008), meliputi: a). Input adalahsebagai stimulus yang merupakan kesatuan informasi, bahan atau energidari lingkungan yang dapat menimbulkan respon; b). Kontrol adalah bentukmekanisme koping yang digunakan meliputi regulator dan kognator; c). Output adalah perilaku yang dapat diamati atau diukur sebagai
responadaptif yang dapat meningkatkan integritas seseorang atau
mal-adaptiveyang tidak mendukung tujuan seseorang ; d). Efektor adalah suatu
prosesinternal seseorang sebagai sistem adaptasi.
Adapun 3 (tiga) tingkatan adaptasi menurutRoy (1991) dalam Meyers (2008), meliputi: 1). Stimuli fokalyaitu stimulus yang langsung berpengaruh kuat terhadap proses adaptasiseseorang; 2). Stimuli kontekstualyaitu stimulus internal maupun eksternalyang dapat mempengaruhi proses adaptasi serta dapat diobservasi dandiukur secara subyektif ; 3). Stimuli residuayaitu stimulus lainyang mungkin berpengaruh terhadap proses adaptasi dan sukardiobservasi. 2.5.2 Model Teori Adaptasi Stimulus Menurut Marriner & Tomey
Adapun tiga proses adaptasi yang dikemukakan Roy (1991) dalam Marriner & Tomey (2006):1).Mekanisme koping yaitu mekanisme koping bawaan yang prosesnya secara tidak disadari, ditentukan secara genetik atau melalui pengalaman yang dipelajarinya; 2).Pengaturan subsistem merupakan proses koping yang menyertakan subsistem tubuh yaitu saraf, proses kimiawi dan sistem endokrin ; 3).Cognator subsystem yaitu proses koping yang menyertakan sistem pengetahuan dan emosi: pengolahan persepsi dan informasi, pembelajaran, pertimbangan dan emosi .
Sistem adaptasi menurut Roy (1991) memiliki 4 (empat) model adaptasi diantaranya:1).Fungsi fisiologis : oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan endokrin; 2). Konsep diri yaitu seseorang mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain; 3). Fungsi peran yaitu proses penyesuaian yang berhubungan dengan peran seseorang dalam mengenal polainteraksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain;4). Interdependensi yaitu kemampuan seseorang mengenal pola kasih sayang (cinta) yang dilakukan melalui hubungan
interpersonal pada tingkat individu /kelompok.
2.5.3 Aplikasi Model Teori Adaptasi Dalam Asuhan Keperawatan
yang harus dipenuhi untukmempertahankan integritas termasuk oksigenasi, nutrisi, eliminasi,aktifitas dan istirahat, perlindungan, perasaan, cairan dan elektrolit.
Respon adaptasi dengan kontrol secara regulator dan kognator dapat membangun individu untuk terbebas dari sesak napas yang dialami pasien. Serangan ulang akan kegagalan pernapasan sebagai hal yang sangat menakutkan pada kliensehingga mekanisme adaptasi fungsional paru menjadi prioritas tanpa melupakan adaptasi fungsi neurologis, endokrin, konsep diri, peran dan
interdependensi sebagai bagian yang harus dicapai pada perawatan intensif.
Pencapaian hasil yang adaptif pada semua fungsi melalui kemampuan individu sebagai bentuk efektor akan membawa individu yang adaptif.
Berdasarkan hal tersebut perlu diyakini bahwa latihan pernapasan dengan
tripod positiondan pursed lips breathingdapat diaplikasikan dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien PPOK. Fokus pengkajian mengidentifikasi kondisi yang aktual dan potensial yang mengarah pada respon adaptif maupun maladaptif mengenai fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Adapun tujuan dari pengkajian tahapan adalah :
2) Pengkajian Tahapan - II : Bertujuan untuk mengidentifkasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan respon seperti stimulus fokal dari perubahan perilaku yang dapat diobservasi, kemampuan maupun pemulihan kondisi fisik dan psikis, stimulus kontekstual berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus fokal.
2.5.4 Peran Perawat untuk Pendekatan Model Adaptasi Dalam AsuhanKeperawatan Latihan Pernapasan pada Klien PPOK
2.5.5 Kerangka Konseptual Adaptasi Model Roy
Skema 2.2 Kerangka Konseptual Adaptasi 2.6. Kualitas Hidup Klien PPOK
Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK pendekatan
Teori Adaptasi Roy - Indek massa tubuh - Bersihan/sumbatan
jalan nafas
Menurut Hatice (2014), kualitas hidup merupakan tingkatan (derajat) keadaan individu dapatmelakukan segala aktivitasnya dan dapat merasakan (menikmati) hasil dari aktivitasnya tersebut. Kualitas hidup dapat mengambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada berbagai bidang dan aspek kehidupan. Klien PPOK akan merasa sesak walau hanya mandi, memakai baju, terkadang merasa sesak saat berbicara dan sering merasa lelah serta merasa nyeri di dada yang dapat mengganggu tidur/istirahat. Pada keadaan ini klien PPOK merasa semua aktivitas memerlukan tenaga yang besar sekaligus merasa stress dan panik terhadap penyakitnya.
Gold (2012), kualitas hidup merupakan kemampuan individu untuk berfungsi dalam berbagai peranyang diinginkan dalam masyarakat serta merasa puas dengan peran tersebut. Hal senada disampaikan oleh Shackell, et. al. (2007) menyatakan bahwa kecemasan, stres, kehilangan kontrol dan kehilangan percaya diri karena gangguan pernapasan (sesak napas) yang di alami oleh klien PPOK berpengaruh pada aspek-aspek sosial dan psikologis, sehingga dapat mempengaruhi segala aktivitas sehari-hari.
2.6.2 Output Latihan Pernapasan Tripod Positiondan Pursed Lips Breathing pada Kualitas Hidup Klien PPOK
mandi atau sekedar keluar dari rumah. Bahkan terkadang klien akan sulit untuk meninggalkan tempat tidur atau kursinya. Pada kondisi ini, klien sering menjadi lelah dan merasa tidak berguna.
Hal senada disampaikan oleh Maslow, et. al. (2011), tentang konsep piramida kualitas hidupdan derajat hidup yang berhubungan dengan kesehatan klien PPOK, dapat dilihat pada skema 2.3
Skema 2.3 Konsep piramida derajat hidup dan kualitas hidup
Pada dasarnya konsep ini menjelaskan,peningkatan derajat hidup sebanding dengan peningkatan kualitas hidup pada klien PPOK, dengan demikian pencapaian kebutuhan primer, sekunder dan tersier dapat di nikmati oleh klien PPOK.
Menurut Hatice (2014), CATmerupakan lembarpenilaian yang ringkas, dapat dipergunakan dalam asuhan keperawatan sehari-hari dan dapat menilaiseluruh aspek pada klien PPOK, seta meningkatkan komunikasi antara perawat dan klien. Pengembangan instrumen CATuntuk penelitian kualitas hidup pada klien PPOK sudah banyak dipergunakan diantaranya : a). Emily.K, et. al. (2010), berjudul : Pulmonary rehabilitation physiotherapy for COPD, in
observation CAT instrument; b). Dimitra dan Paul (2009), berjudul : Pre
pulmonary rehabilitation inspiratory muscle training intervention to enhance
benefits of exercise and strategies to achieve long term bahavioural change in
people with moderate to severe; c). US Departement of Health and Human
Services (2010), berjudul : Respiratory problems nursing manajement for COPD,
Washington DC, Amerika Serikat ; d). Zohreh.Y, et. al. (2013), berjudul :
Daytime sleepines and quality of sleep in patients with COPD compared to
control group ; e). Krachman SL, et. al. (2011), berjudul : Physiologic correlates
of life quality in sever emphysema for COPD, Grand Valley State University,
Physical Therapy Programe, USA ; f). Annemarie dan Anne (2013),berjudul :
Time to adapt Exercise training regimens in pulmonary rehabilitation, Westpark
Healthcare Centre, Toronto, Canada.
Instrumen CAT merupakan alat ukur untuk tingkatan kualitas hidup pasien PPOK dengan media kuisioner. Adapun skor untuk menentukan kualitas hidup dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 2.4 Skor COPD Assisment Test (CAT), Derajat PPOK dan Kualitas Hidup
Skor Level Derajat Derajat Gambaran kualitashidup
CATCAT PPOK Kualitas Hidup terhadap skor CAT
≥ 30 Penderita harus mendapatkan
sulit untuk melakukan aktifitasnya, perhatian yang serius
setiap hari ia akan terganggu akan - Harus mendapatkan pengobat-
penyakit PPOKnya. Penderita juga an dari spesialis
sulit walau hanya akan melakukan - Pertimbangkan pemberian
aktivitas seperti mandi atau seke - obat tambahan
dar keluar dari rumah.Bahkan ter- - Rujuk ke rehabilitasi paru
kadang penderita akan sulit untuk - Pertimbangkan pendekatan
meninggalkan tempat tidur atau kur- pengobtan terbaik untuk men-
sinya. Pada kondisi ini, penderita se- cegah terjadinya eksaserbasi.
21-29 Pada kondisi ini penderita sangat
Pada kondisi ini penderita sangatsulit untuk melakukan aktifitasnya, setiap hari ia akan terganggu akan penyakit PPOKnya. Penderita juga kan sulit walau hanya akan me-lakukan aktivitas seperti mandi atau sekedar keluar dari rumah. Bahkan terkadang penderita akan sulit untuk meninggalkan tempat tidur atau kursinya. Pada kondisi ini, penderita sering menjadi lelah dan merasa tidakberguna
10-20
<10
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian menguraikan pengaruh latihan pernapasan
tripod positiondan pursed lips breathing terhadap kualitas hidup, pada skema 2.4
Keterangan :
X1 : Kelompok Kontrol Sebelum (Pretest) Latihan Pernapasan
X2 : Kelompok Kontrol Setelah (Posttest) Latihan Pernapasan dari
Kelompok Intervensi
Y1 : Kelompok Intervensi Sebelum (Pretest) Latihan Pernapasan
Y2 : Kelompok Intervensi Setelah (Posttest) Latihan Pernapasan
Skema 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
PPOK merupakan masalah utama penderita ini. Mereka kadang memiliki beberapa hari yang baik dalam satu minggu, tetapi tetap mengeluhkan selalu adanya batuk disertai dahak setiap hari, dan mengalami satu atau lebih eksaserbasi setiap tahunnya. Penderita sering terbangun dari tidur karena keluhan sesak napas. Penderita hanya dapat melakukan aktifitas harian dengan perlahan-lahan
Penderita tidak terlalu me-ngeluhkan gejala PPOK, tetapi terkadang mengganggu akti-fitas. Penderita mengeluhkan adanya batuk dalam beberapa hari setiap minggunya, dan mengalami sesak napas ketika berolahraga atau bekerja keras.
Berdasarkan uraian diatas, alur pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pengisian lembar persetujuan pada Kelompok Intervensi/KI (Informed
Consent) dan Pengambilan data Karakteristik Responden (demografi) serta Pengukuran kualitas hidup pada
klien PPOK untuk Kelompok Intervensi (KI) dengan menggunakan
observasiCAT (PRETEST)
Hari – 2 s/d Hari - 6
Latihan Pernapasan TP & PLB pada klien PPOK untuk Kelompok
Intervensi (KI) selama 5 hari
Hari – 2 s/d Hari - 6
Hanya dikontrol tidak melakukan Latihan Pernapasan TP & PLB pada
klien PPOK untuk Kelompok Kontrol (KK)
Hari – 6
Pengukuran kualitas hidup pada klien PPOK untuk Kelompok Intervensi (KI) dengan menggunakan
observasiCAT (POSTTEST)
Hari – 6
Pengukuran kualitas hidup pada klien PPOK untuk Kelompok Kontrol (KK) dengan menggunakan
observasiCAT (POSTTEST)
Hari – 1
Pengisian lembar persetujuan pada Kelompok Kontrol/KK (Informed Consent) dan Pengambilan data Karakteristik Responden (demografi) serta Pengukuran kualitas hidup pada
klien PPOK untuk Kelompok Kontrol (KK) dengan menggunakan
observasiCAT (PRETEST)
Peneliti memilih responden berdasarkan :
Kriteria Inklusi : Kriteria Eksklusi :
1. Derajat PPOK 1. Tdk bersedia
MMRC > 1 2. Tidak menyelesaikan
2. Umur > 40 thn latihan pernapasan
3. Sadar & Koperatif 3. Ada penyakit penyerta
4. Dapat berkomu – (tumor paru, jantung,