• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotik pada Bangunan Kelenteng Leng Chun Keng di Kota Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Semiotik pada Bangunan Kelenteng Leng Chun Keng di Kota Jambi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, kemajemukan itu ditandai denganadanya berbagai macam suku, etnik, budaya yang masing–masing mempunyai cara hidup atau kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sendiri–sendiri. Sehingga mencerminkan adanya perbedaan dan pemisahan antara suku bangsa dengan yang lainnya, tetapi secara bersama–sama hidup dalam suatu wadah masyarakat Indonesia yangberada di bawah naungan sistem nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

(2)

Hindustani, Hokkian, Khek, Hakka, Kwong Fu, Fukkien, Arab, Pasthun, dan lain-lainnya. Di antara etnik-etnik ini ada juga yang mengkategorikan kelompok-kelompoknya sebagai masyarakat, misalnya etnik Tamil, Benggali, Hindustani selalu disebut dengan masyarakat Indonesia di Sumatera Utara keturunan India. Seterusnya etnik-etnik Hokkian, Khek, Hakka, Kwong Fu, Fukkien dan lainnya selalu menyebutkan dirinya sebagai masyarakat Indonesia di Sumatera Utara keturuan Cina (Afrilliani, 2016:10).

Terdapatnya suku bangsa dan kebudayaan yang beraneka warna pada bangsa Indonesia, adalah salah satu sifat dari bangsa Indonesia yang patut dibanggakan, karena dengan keanekaragaman tersebut tidak banyak negara di dunia yang bisa menyamai apalagi melebihinya. Beberapa negara yang memiliki lebih dari satu suku bangsa pada masyarakatnya justru menimbulkan permasalahan dalam perjalanan kehidupan bangsa tersebut. Disinilah kelebihan bangsa Indonesia, aneka warna warga masyarakatnya tidak menimbulkan keresahan yang berarti dalam proses pembauran sehari-hari. Hubungan yang selaras antara suku bangsa dan golongan yang berbeda tetap bisa terjaga dengan baik, sehingga kekayaan sosial budaya yang dimiliki dapat mendatangkan manfaat bagi seluruh masyarakat(Nikmah, 2012:56).

(3)

Inggris di Jawa (Tahun. 1811-1816). Dari bukuHistory of Java karya Raffles tercatat bahwa orang Tionghoa sudah banyak yang menyebar ke pedalaman Jawa. Jumlahnya pada tahun 1815 di Jawa ada 94.441 orang. Sedang penduduk Jawa secara keseluruhan waktu itu berjumlah 4.615.270, berarti 2,04% dari jumlah penduduk secara keseluruhan. Sebagian besar penduduk Tionghoa hidup secara berkelompok di kota-kota pesisir Jawa. Sampai tahun 2005 orang Tionghoa di Indonesia berjumlah kurang lebih 6 juta orang berarti berkisar 3% dari seluruh jumlah orang Indonesia yang waktu itu berjumlah lebih dari 200 juta orang (Handinoto, 2009:84).

Masyarakat Tionghoa di Indonesia juga memiliki ciri bangunan khas yang berbeda–beda baik arsitektur bangunan kuno maupun arsitektur bangunan modern. Arsitektur bangunan dapat berupa rumah, kantor, gedung maupun tempat ibadah. Arsitektur adalah bagian dari kebudayaan yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan seperti seni, teknik, tata ruang, geografi dan sejarah. Oleh karena itu ada beberapa pengertian tentang arsitektur baik bila ditinjau dari beberapa sudut pandang. Cina adalah bangsa yang kaya akan seni dan budayanya salah satu khas dari kebesaran kebudayaan bangsa Cina yang diakui dunia adalah arsitektur bangunannya.

(4)

3000 kilometer, Kuburan, Pagoda (5–7 tingkat) adalah contoh bangunan arsitektur utama Bangsa Cina.

Bangunan asli orang Tionghoa merupakan bangunan yang tergolong berbeda dengan bangunan yang ada pada umumnya. Menurut David G. Khol (dalam Handinoto, 2009:87) dalam buku Chinese Architecture in The Straits Settlements and Western Malaya menuliskan beberapa ciri-ciri arsitektur Tionghoa yang ada

terutama di Asia Tenggara. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut: a. Courtyard

Courtyard merupakan ruang terbuka pada rumah Tionghoa. Ruang terbuka

ini sifatnya lebih privat. Biasanya digabung dengan kebun atau taman. Rumah-rumah orang Tionghoa Indonesia yang ada di daerah Pecinan jarang mempunyai courtyard. Walaupun ada ini lebih berfungsi untuk memasukkan cahaya alami siang hari atau untuk ventilasi saja. Courtyard pada arsitektur Tionghoa di Indonesia biasanya diganti dengan teras-teras yang cukup lebar.

b. Penekanan pada bentuk atap yang khas

(5)

( a ) ( b )

( c ) ( d )

( e )

Gambar 1.1 : Dari tipe-tipe bangunan Cina di atas Kelenteng Leng Chen di Jambi menggunakan tipe bagunan Gambar (b). Atap model Hsuan Shan,

jarang di pakai di indonesia. (sumber:Handinoto, 1990)

c. Elemen-elemen struktural yang terbuka (yang kadang-kadang disertai dengan ornamen ragam hias)

(6)

struktur bangunan pada arsitektur Tionghoa, dapat dilihat sebagai ciri khas pada bangunan Tionghoa. Warna pada arsitektur Tionghoa mempunyai makna simbolik. Warna tertentu pada umumnya diberikan pada elemen yang spesifik pada bangunan. Meskipun banyak warna-warna yang digunakan pada bangunan, tetapi warna merah dan kuning keemasan paling banyak dipakai dalam arsitektur Tionghoa di Indonesia. Merah menyimbolkan warna api dan darah, yang dihubungkan dengan kemakmuran dan keberuntungan. Merah juga simbol kebajikan,kebenaran dan ketulusan.

(7)

Sulit untuk menggeneralisasi bentuk sebuah kelenteng. Karena kelenteng sendiri selain bermacam-macam jenisnya, juga besar kecilnya sangat bervariasi. Dewa-dewa yang ada di setiap kelentengpun berbeda satu sama lain. Meskipun sebagian besar dewa yang terdapat di kelenteng Asia Tenggara pada umumnya adalah Mak Co atau Mazu atau Thiansan Seng Bo. Tetapi secara fisik bangunan kelenteng pada umumnya terdiri dari empat bagian, yaitu: Halaman Depan, Ruang Suci Utama, Bangunan Samping, dan Bangunan Tambahan. Yang pertama adalah Halaman Depan yang cukup luas. Halaman ini digunakan untuk upacara keagamaan berlangsung. Tatacara peribadahan di kelenteng memang tidak dilakukan bersama-sama pada waktu tertentu, seperti di gereja atau mesjid. Cara peribadahan di kelenteng dilakukan secara pribadi, sehingga di dalam kelenteng tidak terdapat ruang yang luas untuk menampung umat.

(8)

utama ini berbeda pada setiap kelenteng, tetapi pada umumnya berbentuk segi empat. Di kelenteng Leng Chun Keng Jambi terdapat empat dewa dan satu dewi yaitu, Dewa Tua Pe Kong, Hien Thien Siong Tee, Che Liong Kong, Kong Tek Cun Ong, danDewi Kwan Im Pho Sat. Di depan meja altar terdapat beberapa batang hio (dupa) yang selalu mengepulkan asap. Di meja altar depan sering terdapat sesajen-sesajen tertentu berupa bauh-buahan. Seperti, pisang, jeruk, pir, nanas, apel, jeruk dan jeruk bali. Ketiga, adalah ruang-ruang tambahan,ruang ini sering dibangun kemudian setelah ‘ruang suci utama berdiri’. Bahkan tidak jarang dibangun setelah kelenteng berdiri selama bertahun-tahun. Hal Ini disebabkan karena adanya kebutuhan yang terus meningkat dari kelenteng yang bersangkutan.Keempat adalah bangunan samping.Bangunan ini biasanya dipakai untuk menyimpan peralatan yang sering digunakan pada upacara atau perayaankeagamaan. Misalnya untuk menyimpan Kio (joli), yang berupa tandu, yang digunakan untuk memuat arca dewa yang diarak pada

perayaan keagamaan tertentu.

Bangunan kelenteng bisa ditemui di berbagai negara, khususnya negara yang masyarakatnya yang menganut ajaran agama Konghuchu, bangunan kelenteng setiap negara juga berbeda–beda dan mengalami perkembangan. Perkembangan arsitektur bangunan kelenteng di setiap negara tergantung dari perkembangan sejarah dan budaya bangsa tersebut.

(9)

Kelenteng yang megah di kota Jambi. Pembangunan kelenteng Leng Chun Keng 90 % material pembangunan kelenteng yang didatangkan dari Tiongkok. Kelenteng yang dibangun atas donasi dari umat Konghucu. Kelenteng Leng Chun Keng merupakan sebuah tempat ibadah penganut umat Konghucu yang bentuk bangunan dan ornamennya terlihat cantik dan anggun.

Kelenteng Leng Chun Keng kelenteng yang baru dirampungkan dan diresmikan pada tanggal (22/11/2015) lalu. Pada awalnya kelenteng ini telah berdiri sebelumnya, karena kelenteng lama yang di bangun semi permanen pada tahun 1986 itu sudah tidak layak dipakai lagi sebagai tempat sembahyang umat Khonghucu pasalnya atap sudah bocor. Maka dari itu umat Khonghucu berinisiatif membangun kelenteng Leng Chun Keng yang baru. Pengurus kelenteng Leng Chun Keng sengaja mendatangkan arsitektur, ornamen, seniman ukir dan lain lainya dari negeri tirai bambu. Supaya benar–benar dapat nuansa Tiongkoknya dan umat yang sembahyang bisa khusuk.

Untuk menentukan letak Kelenteng Leng Chun Keng yang akan dibangun, para masyarakat Tionghoa menggunakan fengshui sebagai alat untuk menentukan tata letak yang tepat. Karena fengshui mempunyai arti yan cukup besar bagi masyarakat Tionghoa. Fengshui dapat menjamin hidup manusia dalam keharmonisan dan membantu memperbaiki hidup dengan menerima Qi positif. Maka tidak heran fengshui yang tepat di percaya dapat memberikan nasib baik dan pembawa rezeki

(10)

Fengshui adalah pengetahuan arsitektural yang berasal dari budaya Tiongkok dan telah dikembangkan sejak 4.700 tahun lalu. Fengshui ditulis pada periode kekaisaran Huang Di (Kaisar Kuning, abad ke 27 SM ), (Depari, 2012 :1).

Bangunan kelenteng Leng Chun Keng berbeda dengan bangunan kelenteng lainnya, Karena rancangan yang ada di kelenteng ini dibangun dengan rancangan khusus agar menghadirkan nuansa etnis Tionghoa. Terlihat pada tiang penyangga yang dihiasi ornamen naga melingkar yang dipahat.

Gambar 1.2 : Tiang Penyangga yang di hiasi naga melingkar yang di pahat

(Dokumentasi : Siti Asiyah Lubis, 2017)

Bagian dinding yang dihiasi dengan berbagai lukisan khas gambar dewa hingga shio tahun dengan latar belakang awan putih.

Gambar 1.3: Lukisan khas gambar dewa hingga shio tahun dengan latar belakang awan putih

(11)

Bangunan tembok pagar di dominasi warna merah bata, dengan gambar naga, di bagian atas tampak berjejer lampion merah yang membuat bangunan ini kian semarak.

Gambar1.4: Tembok pagar yang di dominasi warna merah bata

(dokumentasi: Siti Asiyah Lubis, 2017)

Di bagian depan pintu masuk ruangan sembahyang tampak terpasang meja altar, disertai perlengkapan ibadah. Di sisi kiri dan kananya tampak berjejer lilin-lilin besar warna merah disertai gambar naga.Di depan pintu masuk terdapat ukiran dua dewa penjaga pintu yang ditutupi kaca, yaitu Dewa Cin Siok Poo dan Oei Tie Kiongsaat masuk keruang ibadah disajikan ruangan yang penuh ukiran didominasi

(12)

Gambar 1.5: Lima dewa yang terdapat dalam kelenteng Leng Chun Keng

(Dokumentasi: Siti Asiyah Lubis, 2017)

Disisi kanan terdapat patung dewa Hien Thien Siong Teedan Dewa bumi (Tua Pe Kong).Disisi kanan ada dua patung dewa yakni dewa Kong Tek Cun Ongserta dewi

Kwan Im Pho Sat.Di bagian dinding hingga langit-langit terdapat gambar naga serta

lukisan khas para dewa.

Gambar 1.6: Klenteng Leng Chun Keng (sumber: www.google.com)

(13)

wadah bagi umat Khonghucu untuk mendekatkan diri pada pada sang penciptanya. Bahkan tidak hanya untuk kegiatan ibadah, Kelenteng ini juga dibuka untuk umum sebagai wisata religi.

Berdasarkan uraian di atas keunikan bangunan Kelenteng Leng Chun keng, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan peneliti berniat untuk melakukan suatu penelitian yang memfokuskan pada makna yang terkadung padabangunan kelenteng Leng Chun Keng yang terletak di lorong koni I, RT 03. No 04 Kelurahan Talangjauh, Kec. Jelutung Kota Jambi.

1.2Batasan Masalah

(14)

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dan diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk setiap bagian pada bangunan kelenteng Leng Chun Keng dalam budayamasyarakat Tionghoa Khonghucu di Jambi?

2. Apakah makna-makna semiotik yang terdapat pada bangunan Kelenteng Leng Chun Keng?

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk setiap bagian pada bangunan kelenteng Leng Chun Keng bagi masyarakat TionghoaKhonghucu di Jambi

2. Untuk mengetahui makna–makna semiotik yang terdapat pada bangunan kelenteng Leng Chun Keng

1.5Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat dari penelitian ini dapat di bagi menjadi dua yaitu: 1.5.1 Manfaat Teoritis

(15)

1.5.2 Manfaat Praktis

Gambar

Gambar 1.1 : Dari tipe-tipe bangunan Cina di atas Kelenteng Leng Chen di Jambi menggunakan tipe bagunan Gambar (b)
Gambar 1.2 : Tiang Penyangga yang di hiasi
Gambar 1.5: Lima dewa yang terdapat dalam kelenteng

Referensi

Dokumen terkait

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberi sumbangan untuk menambah khazanah ilmu dalam bidang pendidikan Islam (manfaat teoritis), memberi motivasi kepada

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberi sumbangan untuk menambah khazanah ilmu dalam bidang pendidikan Islam (manfaat teoritis), memberi motivasi kepada

Beliau merupakan salah satu keturunan dari keluarga Tjong A Fie dan banyak mengetahui tentang Makna Simbolis dan Tipologi Bangunan Bergaya Tiongkok pada bangunan

Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas tentang arsitektur bangunan bergaya Tiongkok pada Wihara Satya Budhi Bandung dengan judul penelitian, “Analisis Tingkat

Hasil yang diperoleh: (1) dari sisi makna-makna budaya maka dalam penelitian ini ditemukan bahwa setiap unsur yang terdapat dalam bangunan Masjid Jami’ Tan

- Hsieh han: Salah satu tipe atap pada bangunan tradisional Tiongkok.. - Hsuan shan: Salah satu tipe atap pada bangunan

1.4 Manfaat KTI 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat berguna dalam mengembangkan dan menambah keluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang keperawatan terkait

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Manfaat teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan yang lebih mendalam dan