• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipologi dan Makna Simbolis Rumah Tjong A Fie Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tipologi dan Makna Simbolis Rumah Tjong A Fie Di Kota Medan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Daftar Informan

1. Nama : Bapak Fon Prawira

Suku : Tionghoa

Pekerjaan : Executive Director Rumah Tjong A Fie

Umur : 53 Tahun

2. Nama : Bapak Umar

Suku : Tionghoa

Pekerjaan : Humas Vihara Setia Budi

Umur : 56 Tahun

3. Nama : Bapak Abdi

Suku : Tionghoa

Pekerjaan : Konsultan Bangunan

Umur : 41 Tahun

4. Nama :Halim Loe

Suku : Tionghoa

Pekerjaan : Ketua PSMTI

(2)

Pertanyaan :

1. Bagaimana sejarah bangunan rumah Tjong A Fie? 2. Kapan bangunan rumah Tjong A Fie dibangun?

3. Apakah bangunan Rumah Tjong A Fie berkaitan dengan bangunan original Tiongkok?

4. Akulturasi budaya apa saja yang terdapat pada rumah Tjong A Fie? 5. Kegiatan apa saja yang biasa dilakukan ditempat ini?

6. Pengaruh apa saja yang terdapat pada rumah tinggal Tjong A Fie? 7. Apa keunikan bangunan ini dibandingkan dengan bangunan yang lain? 8. Apakah setiap ornamen arsitektur pada bangunan tersebut memiliki

tipologi dan makna tertentu?

9. Apakah makna simbolis pada pintu, tiang penyangga serta atap bangunan? 10. Upaya masyarakat dalam mempertahankan serta melestarikan nilai seni

(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos yang artinya cara atau jalan. Dengan demikian masalah metode menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang besangkutan, Koentjaraningrat (1982).Dalam mengungkapkan nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat Tiongkok, penulis menggunakan analisi deskriptif melalui pendekatan kualitatif dengan mengacu pada data pustaka, yang menggunakan buku-buku yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan penyelesaian skripsi ini.

Penelitian kepustakaan ini perlu dibedakan bacaan yang dibutuhkan yaitu mengenai buku-buku yang memberikan gambaran umum mengenai persoalan yang akan dibahas. Buku-buku itu harus dibaca secara cermat dan mendalam, dan memilih informasi yang disediakan untuk melengkapi tulisan tersebut. Penelitian bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala lain dalam masyarakat.

Pada penelitian ini metode yang dipergunakan adalah pendekatan rasionalistik dengan paradigma kualitatif.Pendekatan penelitian rasionalistik kualitatifini sesuai dengan sifat masalah penelitian yaitu untuk mengungkap atau memahami simbolis dan tipologi bangunan bergaya Tiongkok yang belum diketahui berdasarkan landasan berpikir dan dialog pengetahuan. Untuk mengkaji simbolis dan tipologi bangunan bergaya Tiongkok, terlebih dahulu ditetapkan komponen-komponen yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

(4)

b. Komponen Penunjang berupa Kebudayaan dan Kehidupan sosial budaya,terutama karakteristik sosial budaya yang menunjang terbentuknya pola tatanan dan bentuk bangunan.

Analisis data penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif (analisis data verbal) yang disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan yang telah ditetapkan, serta mencari esensi dengan mendudukkan kembali hasil penelitiannya padagrand conceptsnya (Muhadjir, 1996).

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan. Jenis sumber data adalah mengenai dari mana data diperoleh. Apakah data diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder). Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan, dokumentasi dan sebagainya.Sedangkan instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar kuesioner (angket terbuka / tertutup), pedoman wawancara, camera photo dan lainnya.

(5)

3.2.1 Dokumentasi

Dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber-sumber informasi khusus dari sebuah tulisan, wasiat, buku, foto dan sebagainya. Dalam artian umum dokumentasi merupakan sebuah pencarian, penyelidikan, pengumpulan, penguasaan, pemakaian dan penyediaan dokumen. Dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan keterangan dan penerangan pengetahuan serta bukti penelitian.

Dalam hal ini penulis menghimpun data-data yang terkumpul kemudian di jabarkan dengan memberikan analisis-analisis untuk kemudian diambil kesimpulan akhir. Dalam konteks merekam dan juga mengambil foto pada objek penelitian, yaitu bangunan rumah tinggal Tjong A Fie yang terdapat di daerah kesawan Kota Medan, penulis menggunakan camera Handphone Sony Ericsson.

3.2.2 Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literature, catatan dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.(Nazir,1988). Studi Kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literature yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para ahli, diantaranya yang dikenal adalahkajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, dan tinjuan teoritis. Penggunaan istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk pada upaya umum yang harus dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian. Bila kita telah memperoleh kepustakaan yang relevan, maka segera untuk disusun secara teratur untuk dipergunakan dalam penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti, mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.

(6)

buku-buku, skripsi, tesis, jurnal penelitian, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian. Dalam pengumpulan data, penulis melakukan beberapa tahapan, yaitu:

1. Mencari buku-buku mengenai sejarah bangunan Tiongkok, tipologi bangunan,simbolis bangunan Tiongkok, Arsitektur Tiongkok dan kebudayaan Tiongkok, membacanya dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian, baik buku berbahasa Indonesia maupun berbahasa Mandarin dan juga informasi dari internet. 2. Mengklarifikasikan dan mengkategorikan makna simbolis dan tipologi

bangunan bergaya Tiongkok tersebut kedalam aspek kebudayaan.

3.2.3 Observasi Lapangan

Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada objek penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penemuan ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan observasi dan kembali kepada observasi untuk membuktikan kebenaran ilmu pengetahuan tersebut. Dengan pengamatan secara langsung lebih memudahkan peneliti untuk mendeskripsikan situasi penelitian. Dengan observasi maka peneliti dapat melihat secara langsung fenomena-fenomena atau momen yang tumbuh dan berkembang.

Adapun lokasi observasi dilakukan pada bangunan rumah Tinggal Tjong A Fie, tepatnya di Jl. Jend. Ahmad Yani No.105 Kec. Medan Barat. Di kawasan inilah penulis melakukan penelitian terkait mengenai tipologi dan makna simbolis rumah Tjong A Fie di Kota Medan.

3.2.4 Wawancara

(7)

wawancara tak berencana. Sementara itu dilihat dari sudut pandang bentuk pertanyannya, wawancara dapat dibedakan antara wawancara tertutup dan wawancara terbuka. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab secara langsung antara peneliti dan narasumber (informance). Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul data yang pada umumnya di lakukan pada penelitian kualitatif. Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

1. Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera photo, dan material lain yang dapat membantu kelancaran wawancara.

2. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secaraspesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dariresponden.

(8)

terselesaikannya penelitian ini, beliau adalah Bapak Abdi, Bapak Halim Loe dan Bapak Umar.

3.3 Teknik Analisis Data

Adapun teknik yang dipakai peneliti adalah analisis kualitatif. Data analisis berupa kata-kata, pertanyaan, ide, penjelasan atau kejadian dan bukan dalam kerangka angka, lalu dikumpulkan yang kemudian disusun dalam teks yang diperluas dan di analisis. Dalam penelitian kualitatif sumber data dipilih dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Proses pengumpulan data mengutamakan perspektif emic (mementingkan bagaimana responden memandang dan menafsirkan lingkungan sekitarnya). Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data, wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Ketiga metode pengumpulan data ini merupakan ciri khas penelitian kualitatif. “Qualitative research and those that most embody the characteristics we just touched upon are participant observation and indepth interviewing." (Bogdan dan Biklen, 1982).

Dalam penelitian ini penulis menganalisis Tipologi dan Makna Simbolis Rumah Tjong A Fiedengan menggunakan teori Semiotik. Langkah-langkah yang dilakukan penulis untuk menganalisis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memahami tipologi dan makna simbolis pada elemen bangunan Rumah Tjong A Fie.

2. Menganalisi Sejauh apa akulturasi kebudayaan Tiongkok dan Melayu yang di ekspresikan pada bangunan Rumah Tjong A Fie.

(9)

BAB IV

ETNOGRAFI KOTA MEDAN

4.1 Letak Geografis Kota Medan

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah.

Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota atau negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,

(10)

Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang dan jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa.

Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional atau nasional. Secara umum ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, yaitu faktor geografis, faktor demografis dan faktor sosial ekonomi. Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

Kota Medanyang dahulu di kenal dengan daerah tingkat II dan berstatus kotamadya adalah ibu kotaprovinsi Sumatera Utara, Indonesia. Medan adalah pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Berastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orang hutan di Bukit Lawang, Danau Toba, yang terkenal sebagai tempat wisata, serta Pantai Cermin, yang tekenal dengan pemandangan lautnya. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota atau kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar.

Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Perluasan kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis. Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatanpertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004.

(11)

Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah Suku Jawa, dan suku Batak Toba. Adapun etnis asli kota Medan adalah Melayu dan Karo. Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi suku India dan Tionghoa cukup banyak.

Secara administratif, batas wilayah Kota Medan adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Selat Malaka

Sebelah Selatan : Kabupaten Deli Serdang Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang

4.2 Demografi Masyarakat Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2005 penduduk Kota Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa dengan jumlah wanita lebih besar dari pria (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010, penduduk Kota Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Kota Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Sebagian besar penduduk Kota Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).

(12)

tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur. Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Keanekaragaman etnis di Kota Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman masyarakat keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Kota Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.

Tabel 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2001-2012

Tahun Jumlah Penduduk

2001 1.926.052

2002 1.963.086

2003 1.993.060

2004 2.006.014

2005 2.036.018

2007 2.083.156

(13)

2010 2.109.339

2012 2.122.804

Tabel 3. Perbandingan Etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000

Perbandingan Etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000

Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000

Jawa 24,89% 29,41% 33,03%

Batak 2,93% 14,11% 20,93%*

Tionghoa 35,63% 12,8% 10,65%

Mandailing 6,12% 11,91% 9,36%

Minangkabau 7,29% 10,93% 8,6%

Melayu 7,06% 8,57% 6,59%

Karo 0,19% 3,99% 4,10%

Aceh -- 2,19% 2,78%

Sunda 1,58% 1,90%

--Lain-lain 14,31% 4,13% 3,95%

Sumber : 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan : Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93%

(14)

4.3 Kecamatan Medan Barat

Kecamatan Medan Barat adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Barat berbatasan dengan Medan Deli di sebelah barat, Medan Petisah di timur, Medan Timur di selatan, dan Medan Helvetia di utara. Pada tahun 2010, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 70.771jiwa. Luasnya adalah 6,82 km² dan kepadatan penduduknya adalah 10.376,98 jiwa/km². Medan Barat adalah salah satu daerah jasa dan perniagaan di Kota Medan serta terdapat sebuah PT. Lonsum, Kantor BI, Bank Mandiri, Kantor Pos dan juga bengkel khusus kereta api yang dimiliki oleh PT. Kereta Api IndonesiaEksploitasiSumatera Utara (PT. KAI-ESU).

Perluasan kota Medan, khususnya Kecamatan Medan Barat telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis. Etnis Tionghoa dan Minangkabau yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman

(15)

perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. oleh karena itu terdapat kecenderungan di kalangan masyarakat Mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti di Kampung Mesjid, Kota Maksum, dan Sungai Mati.

Kecamatan Medan Barat

Peta lokasi Kecamatan Medan Barat

Negara Indonesia

Provinsi Sumatera Utara

Kota Medan

Pemerintahan

Camat

-Luas 6,82 km²

Jumlah penduduk 70.771(2010)

Kepadatan 10.376,98 jiwa/km²(2010) Desa/kelurahan 6

(16)

4.4 Sumber Daya Budaya

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis ke wilayah Medan pada tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernement yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915. Secara historis, perkembangan Kota Medan sejak awal memposisikan nya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Sedang dijadikanya wilayah Medan sebagai ibukota Deli juga telah medorong Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping merupakan salah satu daerah Kota, wilayah Medan juga sekaligus ibukota Propinsi Sumatera Utara.

(17)

4.5 Kehidupan Sosial

Sebagai kota terbesar di Pulau Sumatra dan di Selat Malaka, penduduk Kota Medan banyak yang berprofesi di bidang perdagangan. Biasanya penduduk Kota Medan banyak menjadi pedagang, perkebunan dan guru. Setelah kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh etnis Tionghoa dan Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik, dikuasai oleh orang-orang Mandailing. Sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan pendidikan tinggi, seperti pengacara, dokter, notaris, dan wartawan, mayoritas digeluti oleh orang Minangkabau. Perluasan kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis. Etnis Melayu yang merupakan penduduk asli Kota Medan, banyak yang tinggal di pinggiran Kota. Etnis Tionghoa dan Minangkabau yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman orang Tionghoa dan Minangkabau sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. Orang Mandailing juga memilih tinggal di pinggiran kota yang lebih nyaman, oleh karena itu terdapat kecenderungan di kalangan masyarakat Mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti di Kampung Mesjid, Kota Maksum, dan Sungai Mati.

(18)

Tabel 4. Komposisi Etnis Berdasarkan Okupasi Profesional

Komposisi Etnis Berdasarkan Okupasi Profesional

Etnis Pengacara Dokter Notaris Wartawan

Aceh 2,6% 3,9% -- 3,7%

Batak 13,2% 15,9% 18,5% 8,5%

Jawa 5,3% 15,9% 11,1% 10,4%

Karo 5,3% 10% 7,4% 0,6%

Mandailing 23,6% 14,1% 14,8% 18,3%

Minangkabau 36,8% 20,6% 29,7% 37,7%

Melayu 5,3% 5,9% 3,7% 17,7%

Sunda -- -- 3,7% 10,4%

Tionghoa -- 14,7% 7,4% 1,2%

(19)

BAB V

TIPOLOGI BANGUNAN BERGAYA TIONGKOK

5.1 Kepercayaan-kepercayaan dalam Budaya Tionghoa sebagai Dasar Tipologi dan Makna Budaya

Secara kebudayaan, tipologi bangunan bergaya Tiongkok didasari oleh kepercayaan-kepercayaan atau sistem religi yang yang mendasarinya. Di antara sistem religi yang mendasari tipologi dan makna simbolis bangunan bergaya Tiongkok ini adalah Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme. Latar belakang religi terhadap eksistensi bangunan ini dapat dijabarkan sebagai berikut.

5.1.1 Toisme

Taoisme merupakan ajaran pertama bagi masyarakat Tionghoa yang dikemukakan Lao Tse. Ia dilahirkan di Provinsi Hunan pada tahun 604 SM. Dikisahkan, Lao Tze merasa amat kecewa akan kehidupan dunia, sehingga ia memutuskan untuk pergi mengasingkan diri dengan tidak mencampuri urusan keduniawian. Ia kemudian menulis kitab Tao Te Ching yang kelak menjadi dasar pandangan ajaran Taoisme. Tao berarti “jalan” dan dalam arti luas yaitu realitas

absolut, yang tidak terselami, dasar penyebab, dan akal budi. Kitab Tao Te Ching memuat ajaran bahwa seharusnya manusia mengikuti geraknya (hukum alam) yaitu dengan menilik kesederhanaan hukum alam. Dengan Tao manusia dapat menghindarkan diri dari segala keadaan yang bertentangan dengan irama alam semesta. Taoisme diakui sebagai suatu pre-sistematik berpikir terbesar di dunia yang telah mempengaruhi cara berpikir masyarakat Tionghoa.

(Haryono, 1994), menyimpulkan bahwa pada dasarnya filsafat Taoisme dibangun dengan tiga kata, yaitu:

1. Tao Te, “tao” adalah kebenaran, hukum alam, sedangkan “te” adalah kebajikan. Jadi Tao Te berarti hukum alam yang merupakan irama dan kaidah yang mengatur bagaimana seharusnya manusia menata hidupnya. 2. Tzu-Yan artinya wajar. Manusia seharusnya hidup secara wajar, selaras

(20)

3. Wu-Wei berati tidak campur tangan dengan alam. Manusia tidak boleh mengubah apa yang sudah diatur oleh alam.

Pada zaman pertengahan dinasti Han muncul seorang yang bernama Zhang Dao-ling, yang juga menulis kitab Tao. Ia juga menyembuhkan orang sakit, membuat jimat sehingga banyak orang yang kemudian menjadi pengikutnya. Begitu besar pengaruhnya hingga pada akhirnya ajaran-ajarannya menjadi dasar dari agama Tao yang kemudian disebut Tao-Jiao. Di dalam penerapannya, aliran mereka berbeda dengan ajaran Tao yang dilontarkan oleh Laotze. Jika Laotze mengajarkan hidup selaras dengan alam, Tao-Jiao justru mengajarkan upaya untuk menentang kehendak alam. Usaha ini mereka lakukan dengan jalan melakukan tapa untuk hidup abadi, membuat jimat-jimat dan kias guna menolak pengaruh jahat, sakit, penyakit, dan sebagainya (Setiawan, dkk, 1982: 156-157). Dalam prakteknya, perwujudan ajaran Tao-Jiao antara lain berupa atraksi-atraksi seperti berjalan di atas bara api, memotong lidah, dan perayaan-perayaan tertentu.

Dalam konteks tipologi dan makna bangunan Tiongkok, maka Taoisme ini menitikberatkan kepada bersatunya bangunan dengan alam. Keduanya adalah pendukung utama alam makrokosmos maupun mikrokosmos di dalam sistem kepercayaan kepada semua manifestasi alam. Di dalam bangunan bergaya Tiongkok, termasuk rumah Tjong A Fie yang menjadi fokus kajian ini, konsep alam dalam rrumah di antaranya dimanifestasikan di dalam bentuk imitasi motif-motif tumbuhan, hewan, langit, air, api, dan lain-lainnya.

5.1.2 Konfusianisme

(21)

dalam perayaan yang akhirnya menjadikannya sebagai seorang yang ahli dalam ritual agama kuno.Konfusianisme adalah humanisme, tujuan yang hendak dicapai adalah kesejahteraan manusia dalam hubungan yang harmonis dengan masyarakatnya. Kodrat manusia menurut konfusius adalah “pemberian langit”,

yang berarti bahwa dalam hal tertentu ia berada di luar piliham manusia. Kesempurnaan manusia terletak dalam pemenuhannya sebagai manusia yang seharusnya. Moralitas merupakan realisasi dari rancangan yang ada dalam manusia. Oleh karena itu, tujuan manusia yang paling tinggi adalah menemukan petunjuk sentral bagi moral yang mempersatukan manusia dengan seluruh isi alam semesta. Bagi Konfusius, manusia adalah baian dari konstitutif dai seluruh isi alam semesta. Manusia harus berhubungan secara indah dan harmonis dengan harmoni alam di luarnya. Ungkapan yang paling terkenal yang merupakan inti ajarannya yaitu tidak berbuat kepada orang lain apa yang dia tidak sukai orang lain perbuatan pada dirinya. Secara praktis ajaran Konfusius dapat disimpulkan menjadi tiga pokok yaitu:

• Pemujaan terhadap Tuhan (Thian)

(22)

dari kaisar, para keluarganya, perdana menteri, menteri-menteri sipil dan militer, dan lain sebagainya, maka pemerintahan surga pun dipimpin oleh Shangdi dan dibantu para dewa-dewa baik sipil maupun militer untuk mengatur tata tertib di alam semesta ini. Sebab inilah maka para kaisar (hung-di) yang di bumi merasa perlu untuk memuja Shangdi (yang berkedudukan di atas) untuk memohon perlindungan dan berkah serta petunjuk-petunjuk untuk menjalankan roda pemerintahan di mayapada ini agar selalu selaras dengan kehendak Shangdi (Shang=di atas, di=tanah).

• Pemujaan terhadap leluhur

Pemujaan terhadap leluhur adalah menolong seseorang untuk mengingat kembali asal-usulnya. Di sini asal mula manusia adalah dari leluhurnya. Upacara pemujaan terhadap leluhur di sini diperlukan sesaji. Sebagian besar aktifitas rumah tangga dalam keluarga Cina selalu berhubungan dengan roh leluhur. Salah satu fungsi utama dalam keluarga adalah melakasanakan pemujaan terhadap leluhur. Pemujaan leluhur dipandang sebagai perwujudan dari bakti anak terhadap orang tua dan leluhurnya (Xiao). Pelaksanaan upacara pemujaan leluhur dalam keluarga dipimpin oleh ayah sebagai kepala keluarga. Keluarga Tiongkok menganut garis keturunan dari pihak ayah atau disebut patrilineal. Garis keturunan sangat penting bagi mereka guna menjaga kelangsungan keluarga. Oleh karena itu, anak laki-laki sangat penting untuk meneruskan garis keturunan.

• Penghormatan terhadap Konfusius

Bagi masyarakat Tionghoa merupakan kewajiban mereka untuk menghormati Konghuchu yang mereka anggap sebagai guru besar seperti halnya penghormatan terhadap orang tua. Konghuchu dianggap telah berjasa dalam mengajarkan dasar-dasar ajaran moral yang sampai sekarang masih terus diterapkan. Filsafatnya yang pada akhirnya menyatu dengan kehidupan masyarakat Tionghoa membuat secara keseluruhan ajaran Konfusius lebih banyak ditujukan kepada manusia sebagai makhluk hidup.

(23)

manusia dengan alam gaib (terutama roh-roh leluhur, maka hal tersebut diekspresikan dalam tipologi-tipologi sebagai berikut. Tempat penyembahan kepada leluhur, yang terdiri dari altar sembahyang, hio, abu jenazah, dan lain-lain.

5.1.3 Buddhisme

Agama Buddha sudah menjadi bagian dari filosofi Cina selama hampir 2000 tahun. Meskipun Buddha bukanlah merupakan agama asli, melainkan pengaruh dari India, tetapi ajaran Buddha mempunyai pengaruh yang cukup berarti pada kehidupan masyarakat Tionghoa. Tema pokok ajaram agama Buddha adalah bagaimana menghindarkan manusia dari penderitaan (samsara). Kejahatan adalah pangkal penderitaan. Manusia yang lemah, tidak berpengetahuan (akan Buddhisme) akan sangat mudah terkena kejahatan dan sulit untuk membebaskan diri dari penderitaan.Pendiri agama Buddha adalah Sidharta Gautama. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan di India. Sewaktu kecil, ayahnya menjauhkan Sidharta dari segala macam bentuk penderitaan dunia, sampai pada suatu hari secara tidak sengaja ia melihat orang-orang yang selama ini belum dilihatnya yaitu orang-orang tua, seorang yang sakit dan yang meninggal. Kenyataan tersebut membuatnya kemudian meninggalkan istana dan bertapa di bawah pohon bodhi. Setelah bertapa selama enam tahun akhirnya ia memperoleh pencerahan dengan menemukan obat penawar bagi penderitaan, jalan keluar dari lingkaran tanpa akhir yaitu melalui kelahiran kembali kepada suatu jalan menuju Nirwana. Jalan ini yang kemudian dikenal juga sebagai inti dari ajaran Buddha.

(24)

Kwan Im). Dewi ini sangat populer sekali di kalangan masyarakat Tionghoa, tempat orang memohon pertolongan dalam kesukaran, memohon keturunannya, dan lain sebagainya. Kwan Im dalam penampilannya mempunyai 33 wujud, diantaranya yang paling populer adalah Kwan Im berbaju putih, Kwan Im membawa botol air suci, dan Kwan Im bertangan seribu. Dalam Avalokitecvara, Maitreya juga mempunyai wujud lain di Tiongkok yaitu Mi le fo, seorang yang bertubuh gemuk dan raut muka yang selalu tertawa. Dewa ini dikenal sebagai dewa pengobatan.Selain dewata-dewata Buddhis, di dalam sistem kepercayaan masyarakat Tionghoa mengenal tiga penggolongan utama dewata, yaitu:

1. Dewata penguasa alam semesta yang mempunyai wilayah kekuasaan di langit. Para dewata golongan ini dipimpin oleh dewata tertinggi yaitu Yu Huang Da Di, Yuan Shi Tian Sun, dan termasuk di dalamnya antara lain dewa-dewa bintang, dewa kilat, dan dewa angin.

2. Dewata penguasa bumi yang memiliki kekuasaan di bumi, walau sebetulnya mereka termasuk malaikat langit. Kekuasaan mereka adalah dunia dan manusia, termasuk akhirat. Mereka dikatakan sebagai para dewata yang menguasai Wu-Xing (lima unsur), yaitu: (a) kayu (dewa hutan, dewa kutub, dan lain sebagainya); (b) api (dewa api, dewa dapur); (c) logam (dewata penguasa kekayaan dalam bumi); (d) air (dewa sumur, dewa sungai, dewa laut, dewa hujan, dan lain sebagainya); (e) tanah (dewa bumi, dewa gunung, penguasa akhirat, dewa pelindung kota, dan lain sebagainya)

(25)

Ekspresi ajaran Budha di dalam bangunan rumah Tjong A Fie, seperti yang penulis lihat adalah adanya patung Dewi Kwan Im. Demikian pula unsur-unsur yang dikatakan sebagai para dewata yang menguasai Wu-Xing (lima unsur-unsur), yaitu: (a) kayu (dewa hutan, dewa kutub, dan lain sebagainya); (b) api (dewa api, dewa dapur); (c) logam (dewata penguasa kekayaan dalam bumi); (d) air (dewa sumur, dewa sungai, dewa laut, dewa hujan, dan lain sebagainya); (e) tanah (dewa bumi, dewa gunung, penguasa akhirat, dewa pelindung kota, dan lain sebagainya).

5.2 Tipologi Bangunan

Tipologi bangunan pada dasarnya merupakan pengetahuan yang mengklasifikasikanbangunan ke dalam beberapa askpek bangunan tertentu. Oleh karenya perlu untuk mengenal dan mengetahui fitur desain yang berkaitan erat dengan bangunan itu sendiri.

Menurut Eccle des Beaux Arts Definisi tipologidapat dibedakan atas tiga kutub utama, tergantung dari kriteria klasifikasi yang digunakan, maksud dan tujuan dari pembuat teori arsitektur, dan derajat permeabilitas dari sistem klasifikasi itu sendiri.

1. Definisi pertama, yang digunakan oleh ahli teori arsitektur dan arsitek Itali dan Perancis selama dua dasawarsa terakhir, memperlakukan tipologi sebagai suatu totalitas kekhususan yang menggambarkan saat diciptakaannya karya arsitektur oleh suatu masyarakat atau oleh suatu kelas sosial.

2. Definisi kedua, didasarkan pada karakteristik spasial dan formal dari tipe itu sendiri. Tipe-tipe spasial seperti kuil dengan denah berbangun lingkaran dapat ditemukan pada periode sejarah-sejarah yang berbeda dan pada masyarakat yang berbeda pula.

(26)

Menurut Anthony Vidler, Tipologi bangunan adalah sebuah studi atau penyelidikan tentang penggabungan elemen-elemen yang memungkinkan untuk mencapai dan mendapatkan klasifikasi organisme arsitektur melalui tipe-tipe. Klasifikasi mengindikasikan suatu perbuatan meringkas, yaitu mengatur penanaman yang berbeda, yang masing-masing dapat diidentifikasikan, dan menyusun dalam kelas-kelas untuk mengidentifikasikan data umumnya dan memungkinkan membuat perbandingan-perbandingan pada kasus-kasus khusus. Klasifikasi tidak memperhatikan suatu tema pada suatu saat tertentu, melainkan berurusan dengan contoh konkrit dari suatu tema tunggal dalam suatu periode atau masa yang terikat oleh ke-permanen-an dari karakteristik yang tetap dan konstan,misalnya rumah bergaya Tiongkok dan lain-lain.Instrumen pemberi tanda dari gejala atau fenomena dapat membandingkan istilah-istilah yang berbeda dalam hubungannya dengan bentuk-bentuk Kota.

Menurut Budi A. Sukada, Tipologi adalah penelusuran asal-usul terbentuknya sebuah objek arsitektural yang terdiri dari tiga tahapyaitu, Pertama, menentukan bentuk dasar (formal structures) yang ada di tiap objek arsitektural. Yang dimaksudkan bentuk dasar ialah unsur-unsur geometrik utama, seperti segitiga, segi empat, lingkaran, dan elips, berikut segala variasi masing-masing unsur tersebut. Kedua, menentukan sifat dasar (properties) yang dimiliki oleh setiap objek arsitektural berdasarkan bentuk dasarnya, misalnya: bujur sangkar bersifat statis, lingkaran bersifat memusat. Ketiga, mempelajari proses perkembangan bentuk dasar sampai perwujudannya saat itu.

5.3 Tipologi Rumah Toko

(27)

banyak ditemukan di Kota Medan dan biasa ditempati warga-warga kelas menengah.

Rumah masyarakat Tionghoa Kota Medan kebanyakan berbentuk rumah toko karena masyarakat ini memiliki aktivitas yang kebanyakan sebagai pedagang. Rumah toko tersebut berbentuk rumah deret 2-3 lantai dimana lantai satu dimanfaatkan sebagai toko sementara lantai 2-3 sebagai tempat tinggal. Tipe ini terlihat pada rumah-rumah di sepanjang Jl. Jend. Ahmad Yani, Kesawan Medan.

5.4 Tipologi Rumah Tinggal

Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah tinggal dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah tinggal, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia

(28)

ini. Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu, rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya. (Frick,2006).

Menurut Turner (dalam Jenie, 2001), mendefinisikan tiga fungsi utama yang terkandung dalam sebuah rumah tempat bermukim, yaitu :

a) Rumah tinggal sebagai penunjang identitas keluarga (identity) yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat berteduh guna melindungi diri dari iklim setempat.

b) Rumah tinggal sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi pengemban keluarga. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.

c) Rumah tinggal sebagai penunjang rasa aman (security) dalam arti terjaminnya. keadaan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of tenure).

(29)

Gambar 6.2 Tipe Hunian Tunggal

Sumber: Margareta M S, 2012

(30)

5.5 Tipologi Vihara/Klenteng

Vihara atau Klenteng adalah sebuah rumah ibadah agama Buddha. Klenteng adalah rumah ibadah penganut Taoisme, maupun Konfusianisme. Tetapi di Indonesia, karena orang yang ke vihara/klenteng pada umumnya adalah etnis Tionghoa, maka menjadi agak sulit untuk dibedakan, karena umumnya sudah terjadi sinkritisme antara Buddhisme, Taoisme, dan Konfusianisme. Salah satu contohnya adalah Vihara Setia Budi yang terletak di Jl. Irian Barat. Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan antara klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya berarsitektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok.

(31)

5.6 Pengaruh Arsitektur Pada Rumah Tjong A Fie

Adapun pengaruh arsitektur yang terdapat pada bangunan rumah Tjong A Fie adalah sebagai berikut :

5.6.1 Arsitektur Tradisional Tiongkok

Tipologi pada bangunan Rumah Tjong A Fie masih banyak menunjukkan kesamaan dengan bangunan Rumah tinggal yang ada di Tiongkok yaitu berarsitektur tradisional Tiongkok. Ciri paling dominan pada rumah tinggal Tiongkok yaitu atap pelananya yang seperti digelung di puncaknya. Ciri lain terletak pada tiang serta bukaan yang ada, misalnya pintu dan jendela yang terbuat dari kayu dan dihiasi dengan ornament paku besi. Adanya warna yang dominan juga merupakan ciri khas Arsitektur tradisional Tiongkok.

5.6.2 Arsitektur Tiongkok-Eropa

Arsitektur Tiongkok-Eropa juga terlihat pada tipologi Rumah tinggal Tjong A Fie dimana biasanya terdapat satu pintu Belanda (daunnya terbagi dua) yang masing-masing dapat dibagi sendiri-sendiri. Di sebelahnya terdapat jendela lebar, terbagi dua secara horizontal dan masing-masing dibuka dengan menolaknya ke atas dan ke bawah.

5.6.3 Arsitektur Tiongkok-Lokal

Pada bangunan rumah tinggal Tjong A Fie juga banyak dijumpai hal-hal yang mencerminkan adanya kreativitas akulturasi budaya Tiongkok dan budaya lokal, misalnya memiliki atap tipe gunungan tetapi fasadenya mendapat pengaruh lokal terwujud dalam warna, bentuk jendela serta ornamen khas melayu lainnya.

5.7 Gubahan Massa

Konsep gubahan massa pada bangunan tradisional Tiongkok adalah :

(32)

• Simetri yaitu keteraturan pertumbuhan massa tersebut mengakibatkan susunan bangunan simetri.

• Halaman tengah dapat digunakan untuk interaksi sosial didalam keluarga. • Tembok keliling merupakan simbol daripada tertutupnya kelompok satu

dengan kelompok lain ataupun lingkungan luar.

• Orientasi ke dalam dapat memperkuat sifat tertutup terhadap lingkungan luar.

Perubahan dan perkembangan konsep-konsep gubahan massa bangunan dewasa ini sangat jauh berbeda dengan pola tradisional. Konsep-konsep tersebut antara lain :

• Bebas yaitu pertumbuhan massa bangunan tidak harus mengikuti modul. • Terbuka dimaksudkan dapat menerima lingkungan luar, yang masih

terlihat adalah dinding-dinding menjulang tinggi menutup tapak tempat tinggalnya.

• Blok merupakan kecenderungan untuk hidup berkelompok bila berada di negara lain.

• Gubahan massa bangunan tidak moduler, tetapi berbentuk blok dalam satu kawasan, disebut juga denganChinatown.

5.7.1 Bentuk Atap (wuding)

Prinsip bentuk atap bangunan tradisional Tiongkok adalah: a) Melambangkan fungsi dan tingkatan bangunan. b) Penyaluran beban di tengan dan di tepi. c) Merupakan ungkapan dari bentuk gunung. Konsep bentuk atap tradisional Tiongkok yaitu simetri dan bentuk segi tiga.

(33)

1. Wu Tien yaitu jenis atap bangunan miring yang dipakai pada istana atau balai-balai penting dengan susunan atap single ataupun double.

2. Xuan Shan yaitu tembok samping bangunan berbentuk segitiga dengan atap miring.

Gambar 6.4 Atap Tipe Wu Tien

(34)

3. Hsieh Shan gabungan atap pelana dengan atap bubungan miring/perisai yang lebih rendah.

Gambar 6.6 Atap Tipe Hsieh Shan

Sumber: Margareta M S, 2012 Gambar 6.5 Atap Tipe Xuan Shan

(35)

4. Ngan Shan jenis atap yang ditopang oleh dinding pada tepinya.

Gunungan pada umumnya dibuat lebih tinggi, melebihi lengkungan atap, dan memiliki ornamen yang penuh baik berupa lukisan ataupun ukiran serta biasanya bertingkat, sehingga disebut sebagai matou qiangatau dinding kepala kuda. Ornamen gunungan yang paling sering ditemui adalah motif geometris atau bunga. Pewarnaannya juga memiliki arti simbolis seperti merah yang melambangkan kebahagiaan.

Gambar 6.7 Atap Tipe Ngan Shan

(36)

Tepi-tepi bubungannya kaya dengan dekorasi dan diatasnya dibentuk dengan lukisan timbul yang keras berwujud figur-figur yang mewakili dewa dan pahlawan rakyat. Tepi bubungannya biasanya dihiasi wenshouyang biasanya diangkat dengan ujung yang melengkung dan ujung usuk dihiasi dengan keramik bermotif. Ujung jurai biasanya juga diangkat dengan ornamen, dimana salah satu ornamen yang sering digunakan adalahyanweixing. Pada bangunan rumah tinggal Tjong A Fie, kebanyakan memiliki atap yang sederhana dimana bentuknya cuma berupa atap pelana dengan bubungan atap melengkung pada sisi kiri-kanan serta diberi warna merah untuk simbol kebahagiaan.

(37)

5.7.2 Bentuk Denah dan Pola Tata Letak

Bentuk denah pada arsitektur Tiongkok selalu menerapkan prinsip simetri dan seimbang serta mempunyai order yang jelas. Tata letak bangunan pada sumbu utara-selatan (di utara menghadap selatan) untuk bangunan utama yang ditempati kepala keluarga dan anggota keluarga tertua. Bangunan di timur dan barat (bangunan samping) dan bangunan selatan (bangunan ujung) digunakan oleh anak dan pembantu. Rumah-rumah khas Tiongkok berbentuk struktur lantai satu maupun lantai dua. Lantai satu biasanya adalah tempat tinggal anggota-anggota keluarga dan ruang pertemuan. Sedang lantai dua, ruang yang penting adalah kuil leluhur atau altar pemujaan leluhur. Rumah-rumah tersebut dibangun disekeliling sebuah pekarangan (courtyard) yang ada di tengah (lihat Gambar 6.11). Rumah tangga yang ambisius memiliki dua buah pekarangan yang saling berhubungan. Courtyardini memiliki arti dan aturan-aturan serta fungsi yang beragam, misalnya: sebagai pembatas, ventilasi, memudahkan pergerakan udara maupun untuk memasukkan cahaya.

(38)

5.7.3 Sistem Struktur Bangunan

Sistem struktur terdiri atas pekerjaan kayu utama dan tambahan. Karakter umum yang menjadi ciri khas Arsitektur Tiongkok adalah pada tipe courtyardyang ada dan kerangka struktural tata ruangnya. Dapat dilihat bahwa pada dasarnya prinsip Arsitektur Tiongkok menekankan pada segi struktur yang fungsional, keindahan dan perancangan yang logis. Mengenai material konstruksinya, selalu terdapat anggapan bahwa jika seseorang menggunakan kayu-kayuan sebagai tiang yang vertikal, penempatannya pada arah kebalikan kewajaran posisi semasa hidupnya sebagai pohon, maka hal ini bukan saja secara estetika tidak bagus, tetapi secara Feng Shui tidak menguntungkan. Kalau urat atau kembang kayunya dan arah kewajaran pertumbuhannya menunjuk ke atas, maka mereka yang tinggal dalam rumah tersebut akan bertambah sejahtera.

(39)

Keistimewaan yang menonjol dari Arsitektur Tiongkok terletak pada unsur Tou Kungatau Bracket Setatau Bracket Complex, yang berfungsi untuk menyangga atap kantilever yang dapat diletakkan pada kolom tengah, kolom sudut atau balok diantara dua kolom. Toudisebut juga blok tangan yaitu sebagai balok panjang yang menahan beban dari purlin (balok gording bulat panjang yang menahan kaso),Kungdisebut juga lengan yaitu unsur kung yang berjejer berturut-turut.

(40)

Bagan 1.

(41)

BAB VI

MAKNA SIMBOLIS RUMAH TJONG A FIE

6.1 Penerapan Simbolis Pada Bangunan Bergaya Tiongkok

Simbolis bangunan bergaya Tiongkok merupakan sebuah karya yang berasal dari budaya Tiongkok purba dan dikembangkan sejak 4700 tahun yang lalu (Dian, 2005). Karya ini terus berkembang ke dalam aplikasi arsitektur modern seiring perkembangan budaya Tiongkok di Indonesia. Purwanto menjelaskan makna simbolis dari sisi arsitektural dapat diterapkan secara holistik dalam pemukiman masyarakat Tiongkok di Indonesia. Guna makna simbolis pada sebuah bangunan bergaya Tiongkok adalah untuk menyerasikan alam dengan manusia.

Ditinjau dari perspektif arsitektur, (Attoe, 1979) menjelaskan bahwa sebenarnya arsitektur merupakan identifikasi variabel yang meliputi ruang, simbolis, dan struktur, yang dapat menjelaskan sebuah bangunan. Makna simbolis pada sebuah bangunan juga berperan sebagai metode pemecahan masalah yang dapat diselesaikan melalui analisis untuk menjawab kebutuhan lingkungannya. Dasar simbolis bangunan bergaya Tiongkok awalnya dilandasi oleh gagasan kuno bahwa manusia harus hidup selaras dengan kosmos dan menyejajarkan aturan-aturan yang menentukan terjaganya harmoni-harmoni kosmos itu, khususnya dalam penggunaan simbolis pada sebuah bangunan bergaya Tiongkok.

6.2 Sejarah Perkembangan Bangunan Tiongkok di Kota Medan

(42)

masyarakat Tionghoa yang harmonis dengan lingkungan alam dan kekuatan-kekuatan dinamis. Perencanaan dan pengaturan dari bangunan-bangunan dalam suatu kelompok biasanya bersifat formal atau resmi. Karakter Arsitektur Tiongkok terlihat pada pola tata letaknya, keberadaan panggung dan teras depan, sistem struktur bangunan, Tou-Kung, bentuk atap, penggunaan warna, dan gerbang. Beberapa karakter terlihat pada bangunan Rumah Tinggal Tjong A Fie yang berada di wilayah Kecamatan Medan Barat.

6.3 Makna Simbolis Pada Bangunan Tiongkok

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007), makna adalah sebuah arti atau maksud, denotasi makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan dan wujud diluar bahasa, seperti orang, benda, tempat, sifat proses dan kegiatan.Simbolis tidak hanya dimanfaatkan untuk menghias suatu bangunan atau benda fungsional, tetapi juga sebagai elemen penting dalam sebuah karya seni. Dalam perkembangan selanjutnya, penciptaan karya seni simbolis tidak hanya dimaksudkan untuk mendukung keindahan suatu bangunan atau sebuah benda, tetapi lebih jauh disertai dengan semangat kretivitas seniman.

6.4 Rumah Tjong A Fie dan Biografi Ringkas Tjong A Fie

(43)

ia datang hanya dengan beberapa potong pakaian dan koin perak yang kemudian berhasil membuat kekayaan di wilayah Pantai Timur Sumatera dalam waktu singkat, yaitu dalam bidang industri perkebunan.

Pada saat dia meninggal pada tahun 1921, Tjong A Fie telah menjadi tokoh legendaris. Di Penang-Malaysia, ada Cheong Fatt Tze Mansion yang terlihat persis sama dengan rumah tinggal Tjong A Fie. Cheong Fatt Tze adalah paman Tjong A Fie. Kedua nya bekerja sama dalam banyak bisnis dan Tjong A Fie membangun rumah menyerupai pamannya. Rumah Cheong Fatt Tze di Penang-Malaysiasekarang telah digunakan menjadi sebuah hotel bersejarah.

(44)

Rumah Tjong A Fie dibangun pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900. Memiliki ukiran kayu yang cantik dan fitur dengan dua singa batu duduk di pintu masuk. Memiliki beberapa kamar, dalam campuran bergaya Tiongkok-Melayu dan Eropa. Pengaruh arsitektur Tiongkok-Melayu dapat dilihat dalam deretan jendela, pintu, dinding dan cat dengan warna kuning dan hijau. Pengaruh Tiongkok dapat dilihat dalam ornamen ukiran dan lukisan di langit-langit. Disandingkan dengan desain oriental keseluruhan elemen desain Eropa dan Art Nouveau termasuk kolom beton dengan modal hias, dan chandelier tergantung dari langit-langit. Berdiri di samping ornamentasi barat ini adalah sebuah warisan leluhur tradisional Tiongkok.

(45)

Gambar 5.3 Pintu Masuk

(46)
(47)

150 tahun setelah kelahiran Tjong A Fie, tepatnya pada tanggal 18 Juni 2009 keluarga Tjong A Fie akhirnya memutuskan untuk membuka Tjong A Fie Mansion untuk umum. Tjong A Fie Mansion kini dikelola oleh Tjong A Fie Memorial Institute sebagai usaha untuk melestarikan sejarah. Sampai hari ini Tjong A Fie Mansion masih dihuni oleh keluarga Tjong A Fie, yaitu oleh beberapa cucunya. Tentu saja karena itulah ada beberapa bagian dari Tjong A Fie Mansion yang ditutup untuk umum. Bangunan kediaman Tjong A Fie yang berada tepat di Jl. Jend Ahmad Yani No.105 Kesawan Medan, saat ini dijadikan sebagai Tjong A Fie Memorial Institute dan dikenal juga dengan nama Tjong A Fie Mansion. Rumah ini dibuka untuk umum pada tanggal 18 Juni 2009 untuk memperingati ulang tahun Tjong A Fie yang ke-150. Rumah ini merupakan bangunan yang didesain dengan gaya ArstitekturTiongkok, Eropa, Melayu dan Art-deco serta menjadi objek wisata bersejarah di Kota Medan. Di rumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah kehidupan Tjong A Fie lewat foto-foto, lukisan serta perabotan rumah yang digunakan oleh keluarganya serta mempelajari budaya Tiongkok-Melayu.

(48)

Sementara itu di bagian belakang Tjong A Fie Mansion terdapat dapur, ruang makan keluarga, ruang keluarga, dan Kamar Utama Tjong A Fie tempat Tuan dan Nyonya Tjong A Fie beristirahat. Kamar Utama Tjong A Fie juga digunakan sebagai tempat kerjanya. Di sini kita dapat melihat buku-buku bacaan Tjong A Fie, dokumen kerjanya, dan juga baju yang digunakan Tjong A Fie dan istri.Selain kemegahan dari bangunan Tjong A Fie Mansion, hal lain yang akan membuat pengunjung lebih terkagum-kagum adalah bahwa sebagian besar perabotan di mansion ini masih asli. Lantai keramik diBallroomdiimpor asli dari Italia dan kandelarnya dari Austria. Juga ada sebuah lampu gantung yang pada masa itu hanya terdapat dua di dunia, yaitu di Tjong A Fie Mansion dan satu lagi di sebuah istana di Beijing.

(49)

Tjong A Fie dilahirkan pada tahun 1860 di desa Sungkow daerahMoyan, Tiongkok dan berasal dari keluarga sederhana. Karena ingin lebih sukses dan menjadi orang terpandang, maka di usia 18 tahun Tjong A Fie pun lalu mengadu nasib pergi ke Hindia Belanda. Waktu itu, bekal yang dibawanya hanyalah sepuluh perak dolar uang Manchu. Setelah berbulan-bulan berlayar, pada tahun 1880 Tjong A Fie pun tiba di Labuhan Deli. Tjong A Fie lalu bekerja untuk Belanda dan ia diangkat menjadi Letnan (Lieutenant) Tionghoa. Karena pekerjaannya inilah, Tjong A Fie lalu dipindahkan ke Medan. Prestasinya yang gemilang membuat pangkat Tjong A Fie naik menjadi kapten (Capitein) pada tahun 1911.

(50)

Di tanah perantauannya, Tjong A Fie dikenal sebagai sosok yang tangguh, ulet, jujur, dan dermawan. Tjong A Fie bukan hanya dikenal di kalangan masyarakat Tionghoa, namun juga di kalangan masyarakat India, Melayu, Arab, dan para pemuka Belanda. Di Kota Medan, Tjong A Fie dikenal sebagai pedagang yang luwes dan dermawan. Tjong A Fie juga memiliki hubungan yang baik dengan Kesultanan Deli, yaitu Sultan Makmoen Al Rasjid Perkasa Alamsjah dan Tuanku Raja Moeda. Tjong A Fie pun menjadi orang kepercayaan Sultan Deli dan mulai menangani berbagai urusan bisnis. Reputasinya terkenal di seluruh Deli. Belanda pun memberikan posisi kepada Tjong A Fie sebagai anggota Dewan Kota, Dewan Kebudayaan, dan penasehat khusus untuk Tionghoa. Di kota Medan Tjong A Fie berhasil membangun usaha perkebunan sawit, pabrik gula, dan perusahaan kereta api yang mempekerjakan ribuan karyawan. Selama hidupnya Tjong A Fie memiliki 3 istri dan 10 anak. Tjong A Fie meninggal pada 4 Februari 1921 dan dimakamkan di daerah Medan Labuhan.

(51)

Tjong A Fie dan sejarah kota Medan merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Tjong A Fie menjadi terkenal bukan hanya karena kekayaannya, namun juga karena beliau adalah seorang pekerja keras yang patut diteladani. Bukan hanya itu saja, Tjong A Fie pun seorang yang dermawan, terbukti bahwa ia mewariskan kekayaannya untuk Yayasan Toen Moek Tong yang didirikannya. Yayasan ini bertujuan memberikan bantuan keuangan kepada kaum muda yang berbakat dan berkelakuan baik untuk menyelesaikan pendidikannya, tanpa melihat kebangsaan. Yayasan ini juga membantu mereka yang tidak mampu bekerja dan juga korban bencana alam. Rumah Tjong A Fie Juga memiliki fungsi sebagai

(52)

Kantor administrasi masyarakat Tionghoa Kota Medan, Tjong A Fie Mansion dan Tjong A Fie Foundationserta terdapat beberapa fasilitas sosial yang dikelola oleh perkumpulan yayasan sosial-budaya untuk memberi pelayanan bagi masyarakat yang membutuhkan.

6.5 Makna-Makna Simbolis

Pengertian makna (sense) dibedakan dari arti (meaning).Makna adalah arti atau maksud dari perkataan.Makna adalah sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda atau simbolis (Saussure, 1994).Simbolis berasal dari kata symballo yang berasal dari bahasa Yunani.Symballo artinya melempar bersama atau meletakkan bersama - sama dalam satu ide atau konsep objek yang terlihat, sehingga objek tersebut mewakili gagasan (Helena, 1998). Simbolis dapat menghantarkan seseorang ke dalam gagasan atau konsep masa depan maupun masa lalu. Simbolis adalah gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu.Simbolis adalah tanda untuk menunjukkan hubungan dengan acuan dalam sebuah hasil konvensi atau kesepakatan bersama. Benda-benda yang menjadi makna simbolis pada Rumah Tjong A Fie adalah sebagai berikut:

6.5.1 Naga

Hewan adalah salah satu benda yang sering dijadikan simbolis di dalam kehidupan. Begitu juga masyarakat Tionghoa menggunakan hewan sebagai simbolis dalam berbagai aspek kehidupannya. Pengertian Naga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah ular yang besar yang ada dalam cerita. Naga adalah makhluk legenda dalam mitos dan budaya Tiongkok. Dalam budaya Tiongkok, Naga biasanya digambarkan sebagai makhluk menyerupai ular yang panjang, bersisik, berkaki empat, dan bertanduk. Dalam kebudayaan Tiongkok kuno, Naga dianggap sebagai binatang yang paling agung serta merupakan sebuah lambang keberuntungan.

(53)

(Huang Di), Naga merupakan simbolis kekaisaran yang berwibawa dan dipercaya dapat mengantarkan Huang Di ke surga.Naga sebagai simbolis dalam budaya Tiongkoksudah ada sejak ribuan tahun. Penemuan sebuah patung Naga dari abad ke-5 SM dari kebudayaan Yang Shao di Henan pada tahun 1987, dan juga lencana-lencana pangkat buatan Jed dalam bentuk melingkar yang digali dari kebudayaan Hong Shanpada tahun 4700-2900 SM menandakan bahwa keberadaan Naga sebagai simbolis telah ada sejak masa itu.

Pada bangunan Rumah Tjong A Fie, makna simbolis pada Naga tidak terlepas dari ciri khas budaya Tiongkok. Mereka mempercayai Naga sebagai salah satu simbolis dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terbukti dari adanya simbolis Naga di dalam maupun luar pada bangunan Rumah Tjong A Fie. Menurut mereka makna Naga tersebut berbeda-beda, tetapi mereka tetap percaya bahwa Naga merupakan simbolis yang sakral dalam kehidupan mereka.

6.5.2 Patung Singa

Singa merupakan binatang yang memiliki arti penting bagi bangsa Tiongkok. Sepasang patung singa jantan dan betina, sering terlihat di depan gerbang bangunan-bangunan tradisional bangsa Tiongkok. Sang jantan berada di sebelah kiri dengan cakar kanannya berada di bola, dan sang betina di sebelah kanan dengan cakar kirinya membelai anak singa. Singa dianggap sebagai raja dari para binatang, yang juga melambangkan kekuatan dan pengaruh. Bola yang berada pada patung singa jantan melambangkan kesatuan seluruh negeri dan anak singa pada patung singa betina merupakan sumber kebahagiaan. Patung singa juga digunakan untuk menunjukkan peringkat atau kedudukan seorang pejabat dengan melihat jumlah gundukan yang diperlihatkan oleh rambut keriting pada kepala singa. Rumah dari pejabat tingkat satu memiliki 13 gundukan dan jumlah itu menurun satu gundukan setiap turun satu peringkat. Pejabat dibawah tingkat tujuh tidak diperbolehkan memiliki patung singa di depan rumah mereka.

(54)

daerah tengah asia pada tahun berikutnya. Patung singa pertama kali dibuat pada permulaan DinastiHanTimur. Sebuah pepatah terkenal berbunyi “Singa dari Lu guo qiao tidak terhitung banyaknya”.Dalam kebudayaan kuno seperti di Romawi, Yunani dan Tiongkok, raja dan kalangan bangsawan berburu singa untuk menunjukkan bahwa dirinya lebih hebat dari singa. Kedudukannya sebagai raja hutan dan raja margasatwa menjadikan singa dipakai sebagai lambang negeri, simbol keberanian, kekuasaan, dan kebangsawanan. Singa populer sebagai motif hiasan kursi raja untuk memberi kesan raja yang duduk di atasnya lebih kuat dari seekor singa.

Di negara Tiongkok, patung singa mulai dikenal sejalan dengan masuknya agama Buddha melalui Jalur Sutra. Singa dan hewan lainnya mulai didatangkan sebagai hewan peliharaan istana pada masa pemerintahan KaisarWudariHan. Di istana kaisar, patung singa diletakkan di depan bangunan istana dan makam sebagai dewa pelindung. Walaupun masyarakat Tiongkok sudah mengetahui bentuk fisik singa yang sebenarnya, pembuat singa batu mencampur desain singa batu dengan desain Qilin atau hewan-hewan lain yang terdapat dalam legenda Tiongkok hingga menjadi model singa batu seperti sekarang.

Singa batu (hanzi: 石狮子; pinyin: shíshīzi) adalah patungbatu berbentuk mirip singa yang merupakan hiasan bagi bangunan dengan arsitektur tradisional Tiongkok. Sepasang singa batu biasanya diletakkan di depan pintu gerbang istana kaisar, kuil Buddha, Vihara, pagoda, makam kaisar, kantor dan kediaman pejabat tinggi, hingga sebagai penghias jembatan, taman, hotel, dan rumah makan.

(55)

mulut singa jantan digambarkan terbuka seperti sedang mengucapkan aksara "Aum" yang melambangkan konsep suci agama Hindu.

6.5.3 Tiang Penyangga

Salah satu simbolis pada bangunan Rumah Tjong A Fie yaitu terdapat empat buah tiang penyangga berdiameter lingkaran 2,10 meter dan tingginya 3,40 meter, yang menurut pendapat para informan merupakan simbol dari air, api, tanah, dan angin (filosofi Tiongkok). Secara visual keempat tiang ini adalah sama saja dan simetris bentuknya. Namun yang perlu diketahui adalah, bahwa keempat buah tiang penyangga tersebut merupakan simbolis dari unsur-unsur alam.Baik dalam ajaran Taoisme, Konfusianisme, maupun Buddhisme keempat unsur alam tersebut adalah saling melengkapi dan membentuk harminisasi dari alam.

Keunikan tiang seperti ini masih berdiri kokoh sampai sekarang. Bentuk simbolis lain pada bangunan Rumah Tjong A Fie juga terlihat pada pintu masuk depan atau gapura, patung singa, naga, warna bangunan, jendela, pintu masuk dan juga atap melengkung yang terdapat pada bangunan tersebut.Salah satu bagian mendasar dalam filosofi Tiongkok adalah hubungan diantara empat unsur dasar yang terdiri dari Air, Api, Tanah dan udara yang di terapkan pada empat buah tiang penyangga pada bangunan rumah Tjong A Fie. Dalam kepercayaan Tiongkok, unsur-unsur tersebut merupakan simbol dari kekuatan-kekuatan yang muncul dari segenap penjuru alam semesta.

(56)

menyingkirkan penghalang terbesar dengan tenang disertai usaha yang terus-menerus. Mereka berbakat dalam membuat orang menginginkan apa yang ingin mereka capai, dengan kata lain mendorong dari pada memaksa orang untuk melakukan suatu tindakan. Karena naluri mereka yang peka terhadap perasaan orang dan suasana lingkungan, mereka berubah-ubah seperti unsur yang mewakilinya. Salah satu sisi negatif adalah terlalu mudah terbawa lingkungan atau cenderung untuk memilih jalan termudah. Ciri terburuk mereka adalah dapat bersikap labil dan pasif atau terlalu menggantungkan diri pada orang lain. Agar dapat berhasil, mereka harus bersikap lebih meyakinkan dan menggunakan kemampuan persuasif mereka yang besar untuk mewujudkan ide-ide mereka. Orang lain semestinya bersedia mengikutiintuisimereka.

(57)

bersikap impulsif. Banyak dari orang-orang api yang juga cenderung untuk terlalu berani dalam mengemukakan pendapatnya. Seperti unsurnya, Api, mereka selalu menarik orang lain menuju kehangatan dan kecerdasan mereka, dan dapat menguntungkan orang-orang yang bekerja sama dengan mereka. Api juga dapat bersikap sembrono dan menyebabkan kerusakan yang besar bila mereka gagal mengontrol dan mengarahkan energi mereka dengan tepat.

(58)

6.5.5 Penggunaan Warna

Budaya Tiongkok sangat erat dengan simbolis yang mengandung makna mendalam dan dapat diwujudkan dalam bentuk fisik maupun non fisik, misalnya dalam bentuk gambar maupun warna yang khusus. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan warna dalam bangunan spiritual Arsitektur Tiongkok yaitu bangunan Rumah Tjong A Fie. begitu juga bangunan-bangunan yang terdapat di daerah Kesawan Kota Medan, disamping mempunyai daya tarik sebagai unsur keindahan, warna juga mengandung makna dan simbolisasi. Warna merah untuk kebahagiaan, hijau untuk kedamaian dan keabadian, putih untuk kedamaian dan kadangkala untuk dukacita, warna keemasan untuk lambang kerajaan, kekukuhan, dan kekayaan.

6.6 Akulturasi Budaya Tiongkok-Melayu

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Perpaduan budaya ini dapat dilihat dari rumah Tjong A Fie seperti warna kuning menyala yang menjadi warna dominan dan bentuk jendela yang khas melayu.Unsur kebudayaan Tionghoa tampak pada ukiran kayu pada dinding, pintu masuk dan rancangan atau bentuk atap yang khas bangunan rumah di Tiongkok daratan.

(59)

Penyebab akulturasi dapat beraneka ragam, antara lain yaitu :

1. Bertambahnya dan berkurangnya jumlah penduduk yamg ada di setiap negara

2. Adanya revolusi yang terlalu cepat 3. Masalah yang timbul antar masyarakat 4. Adanya perubahan alam atau siklus 5. Adanya peperangan

6. Adanya pengaruh budaya dari kebudayaan asing.

Bangunan hunian manusia (dwelling) adalah perwujudan dari budaya material yang dimaknai oleh manusia penggunanya. Berangkat dari kebutuhan atau fungsi, elemen-elemen yang terwujud pada bangunan memiliki makna sebagai cerminan keadaan penghuninya, misalnya bangunan rumah Tjong A Fie yang merupakan salah satu bentuk perwujudan kebutuhan terhadap para imigran Tiongkok yang datang ke daerah-daerah di Pulau Sumatera.

Tjong A Fie adalah seorang milioner asal Guangdong, China, yang dikenal sebagai dermawan yang mendonasi pembangunan gedung-gedung penting di Kota Medan, termasuk Istana Maimun, Istana Kesultanan Deli, yang menetap di Medan pada awal abad ke-20. Kawasan Kesawan merupakan lokasi rumah Tjong A Fie, sejak awal abad ke-20 dikenal sebagai pusat perdagangan. Di sini berderet beragam kantor mulai dari perbankan, penerbitan, hingga Perkebunan London Sumatera yang menempati bangunan modern pertama di Kota Medan. Bangunan ini berdiri di atas areal tanah seluas 6.000 meter persegi, berlantai dua seluas 5.000 meter persegi serta memiliki 40 ruang. Rumah yang kini dijadikan museum dan kafe ini masih tampak megah dan terawat baik.

• Tionghoa: Ukiran kayu pada dinding, pintu masuk dan rancangan atau bentuk atap yang khas bangunan rumah di Tiongkok daratan.

(60)

Di antara ketiga kebudayaan tersebut, yang paling kental adalah budaya Tionghoa, kemungkinan besar karena pemiliknya adalah orang Tionghoa asli, kemudian karena bangunan ini terletak di Kota Medan yang penduduknya mayoritas penduduknya masih kental dengan budaya Melayu pada masa itu maka dimasukkanlah budaya Melayu ke dalam bangunan ini berupa jendela-jendela yang besar serta dinding yang berwarna kuning cerah.

(61)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Aspek yang berpengaruh terhadap simbolis bangunan bergayaTiongkok di Kota Medan secara umum membentuk sebuah identitas yang khas terhadap sebuah bangunan di kawasan tersebut. Secara tipologi bangunan bergaya Tiongkok sangat terlihat dan memiliki ciri khas tertentu yang mudah dikenali. Dasar simbolis bangunan bergaya Tiongkok dilandasi oleh gagasan kuno bahwa manusia harus hidup selaras dengan kosmos dan menyejajarkan aturan-aturan yang menentukan terjaganya harmoni-harmoni kosmos itu, khususnya dalam penggunaan simbolis pada sebuah bangunan bergaya Tiongkok.

(62)

7.2 Saran

Rumah tinggal Tjong A Fie yang berada di daerah kesawan kota Medan ini memiliki nilai historis yang tinggi, dimana Kawasan ini merupakan Pusaka Indonesia yang berperan penting dalam menciptakan identitas Kota Medan. Dari segi fisik, RumahTjong A Fie di kawasan tersebut memiliki keunikan berupa struktur dan konstruksi serta ornamen khas Tiongkok. Berpijak dari makna yang terkandung dalam simbolis serta tipologi bangunan bergaya Tiongkok tersebut, maka perlu adanya upaya pelestarian dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Historis Kawasan, karena daerah Kesawan Medan merupakan bagian dari sejarah pertumbuhanmorfologiKota Medan.

2. Kebijakan Pemerintah untuk mendukung pelestarian tampilan kawasan terutama fasade dan estetika bangunan sehingga secara fisik detil-detil tetap dapat memberi ciri khas terhadap identitas Kota.

(63)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami (Anderson, 1882). Aristoteles dalam "The classical theory of concepts" (Brownislaw, 1967), menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam karakteristik. Konsep didefinisikan sebagai suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Konsep diartikan juga sebagai suatu abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir. Pengertian konsep yang lain adalah sesuatu yang umum atau representasi intelektual yang abstrak dari situasi, obyek atau peristiwa, suatu akal pikiran, suatu ide atau gambaran mental. Suatu konsep adalah elemen dari proposisi seperti kata adalah elemen dari kalimat. Konsep adalah abstrak di mana mereka menghilangkan perbedaan dari segala sesuatu dalam ekstensi, memperlakukan seolah-olah mereka identik. Konsep adalah universal, di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap existensinya.

Gambar

Gambar 4.1 Peta Lokasi Kecamatan Medan Barat
Tabel 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2001-2012
Tabel 3. Perbandingan Etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000
Gambar 4.2 Peta Kecamatan Medan BaratSumber:https://id.wikipedia.org.wiki/Medan_Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

BAB V FUNGSI DAN PERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA MEDAN

Dengan adanya pramuwisata pada objek wisata Rumah Tjong A Fie akan dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat mengenai sejarah serta hal-hal yang berkaitan dengan objek

Rumah Tjong A Fie memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bangunan-bangunan bersejarah lainnya yang masih dijaga keaslian bangunannya, suasana yang mencerminkan

Judul penelitian ini adalah “Fungsi dan Makna Simbolis Bangunan Vihara Sanatha Maitreya di Desa Lincun Kota Binjai: Kajian Tipologi”. Rumusan masalah penelitian ini adalah 1 )

Dari hasil analisa perbandingan, Rumah Tjong A Fie dan Rumah Cheong Fatt Tze memiliki persamaan dari karakteristik desain yang terdapat di Cina Selatan yang merupakan

Museum Tjong A Fie sendiri merupakan sebuah rumah kediaman Tjong A Fie yang dimanfaatkan sebagai museum sehingga dapat diklasifikasikan sebagai museum rumah

Peran pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Medan memiliki peran positif seperti mengakomodasi Tjong A Fie Mansion menjadi bangunan bersejarah yang dilindungi

Informan yang telah memberikan kesempatan waktu, wawancara dan juga berbagi pengetahuan kepada penulis, yaitu Bapak Fon Prawira selaku Executive Director Rumah Tjong