FUNGSI DAN PERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE
DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA
MEDAN
钟阿飞博物馆对棉兰华人文化发展的作用
(Tjong A Fei Bo Wu Guan Dui
Mian Lan Hua Ren Fa Zhan De Zuo Yong)
SKRIPSI
Oleh:
SHOFIA MASTHURA
090710005
PROGRAM STUDI SASTRA CINA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
The title of this paper is “Fungsi Dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkenbangan Budaya Cina Di Kota Medan ”. In this paper, the writer hope to reveal the function and role o f Tjong A Fie Memorial Institute to development of Chinese culture in Medan. The concept of the paper is talking about memorial institute and Chinese people. The methodology used in analyzing function and role of Tjong A Fie Memorial Institute is descriptive method. The theory used in this paper is uses anf functions by Alan P.Merriam, to see how the function of Tjong A Fie Memorial Institute is place to everybody who want to know about “ Peranakan” and the role of Tjong A Fie Memorial Institute is to deelop Peranakan culture in Medan by some organization of Chinese culture in Medan.
Key Words : Chinese cultute, Memorial Institute : Function and role to
KATA PENGANTAR
Pertama sekali penulis mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT kerena
berkat dan karunia-Nya sehingga penyusunan dan penulisan skripsi ini dapat
terlaksana dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya.
Penulis merasa bahwa skripsi yang berjudul “Fungsi dan Peran Tjong A Fie
Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan” ini
masih belum lengkap, baik dari segi isi, susunan, maupun tutur kata bahasanya.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dan daya serap penulis. Untuk itu penulis
masih tetap terbuka untuk menerima saran dan kritik yang dapat memperbaiki dan
melegkapi isi dari skripsi ini dengan segala kerendahan hati.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengalami banyak hambatan
mulai dari perencanaan sampai penyelesaiannya. Tetapi berkat ketekunan serta
dorongan bagi berbagai pihak baik moril maupun materil, skripsi ini dapat penulis
selesaikan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. H. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. T. Thyrhayana Zein, M.A., selaku ketua Program Studi Sastra
Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si., selaku sekretaris Program Studi
4. Bapak Drs. Fadlin, M.A., selaku dosen pembimbing I, yang telah
memberikan dukungan, masukan dan motivasi dalam peyelesaian
skripsi ini serta kesabaran membimbing penulis.
5. Laoshi Shen Mi, M.A. dan laoshi Julina. BA. MTCSOL, selaku
pembimbing II yang telah menyediakan waktunya bagi penulis untuk
membimbing penyusunan skripsi dalam bahasa Cina, yang berkenan
dengan objek penelitian dan telah banyak memberi masukan serta
saran-saran mulai dari penyusunan proposal sampai terselesaikannya
skripsi ini.
6. Bapak dan ibu staf pengajar Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan
bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.
7. Bapak Fon Prawira selaku pengurus Tjong A Fie Memorial Institute,
Ibu Drg. Insan Mulyardewi dan bapak Lu Jun sebagai informan, yang
telah banyak memberikan arahan dan informasi kepada penulis tentang
Tjong A Fie Memorial Institute dan perkembanga budaya Cina.
8. Orangtua yang sangat saya sayangi Ibunda Nesi Novelita dan
Ayahanda Muhammad Hafiz yang selalu memberikan arahan dan do’a
kepada penulis serta dukungan dan semangat saat penulis mengalami
kesulitan dalam penulisan dan pengerjaan skripsi ini.
9. Keluarga serta saudara-saudara saya H. fadillah, H.Nurhayani, Umrah
10.tuliskan satu persatu yang tidak pernah luput memberikan semangat
dan nasehat agar tidak pernah menyerah dalam penyusunan skripsi ini.
11.Teman-teman dan adik-adik mahasiawa Program Studi Sastra Cina
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara khususnya Tri Utari
Ismayuni, Rahmi Pratiwi irela, Rahma Safitri, Ditha Nutami Anjayani,
Febby Yoana Siregar dan Hendri Kurniawan, terimakasih atas
dukungannya.
12.Terimakasih penulis ucapkan atas dukungan moril, semangat, do’a dan
waktu yang telah diberikan kepada penulis saat pengerjaan skripsi ini
kepada Jefviza Sanjaya dan Enggar J.
13.Keluarga besar Teater ‘O’ USU, keluarga Besar HMI FIB USU,
CiKaKom Family, Farhan Sanjaya dan Dimas Reza yang memberikan
penulis begitu banyak pengalaman dan selalu memberikan semangat
sebagai ikatan kekeluargaan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum
sempurna.Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Medan, April 2014
Penulis
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tjong A Fie
Gambar 1.2 Rumah Tjong A Fie
Gambar 1.3 Halaman Depan
Gambar 1.4 Sudut Ruangan Yang Berbeda
DAFTAR ISI
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Batasan Masalah ... 4
1.3Rumusan Masalah ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.5Manfaat Penelitian ... 5
1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6
1.5.2 Manfaat Praktis ... 6
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Konsep... 7
BAB III METODE PENELITIAN ... 16
BAB IV GAMBARAN UMUM MENGENAI TJONG A FIE ... 22
4.1 Tjong A Fie... 22
4.1.1 Sejarah Kedatangan Tjong A Fie ... 22
4.1.2 Sejarah Tjong A Fie Memorial Institute ... 27
BAB V FUNGSI DAN PERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA MEDAN ... 32
5.1 Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 47
LAMPIRAN ... 49
ABSTRACT
The title of this paper is “Fungsi Dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkenbangan Budaya Cina Di Kota Medan ”. In this paper, the writer hope to reveal the function and role o f Tjong A Fie Memorial Institute to development of Chinese culture in Medan. The concept of the paper is talking about memorial institute and Chinese people. The methodology used in analyzing function and role of Tjong A Fie Memorial Institute is descriptive method. The theory used in this paper is uses anf functions by Alan P.Merriam, to see how the function of Tjong A Fie Memorial Institute is place to everybody who want to know about “ Peranakan” and the role of Tjong A Fie Memorial Institute is to deelop Peranakan culture in Medan by some organization of Chinese culture in Medan.
Key Words : Chinese cultute, Memorial Institute : Function and role to
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Cina merupakan salah satu Negara yang memiliki beragam budaya yang
dihasilkan sendiri maupun yang lahir karena bercampur dengan budaya dari
negara lain yang masuk ke Negara mereka. Cina juga merupakan salah satu
negara yang memiliki peninggalan-peninggalan yang bernilai historis sangat
tinggi sehingga menarik perhatian mata dunia.
Cina seperti yang kita ketahui merupakan negara yang banyak
penduduknya.Persebaran penduduknya hampir meluas dibelahan bumi
manapun.Indonesia merupakan salah satu Negara yang sebagian penduduknya
masyarakat Cina atau dikenal juga dengan masyarakat Tionghoa.Tak menutup
kemungkinan kebudayaan masyarakat Cina bisa melebur pada kebudayaan
Indonesia.
Di Medan tepatnya di jalan Jend.Ahmad Yani (Kesawan) No. 105, berdiri sebuah
bangunan tua yang disebut Tjong A Fie Memorial Institute atau dikenal juga
dengan sebutan Tjong A Fie Mansion. Rumah Tjong A Fie merupakan satu
diantara ratusan bangunan di jalan Jend. Ahmad Yani yang menyimpan sejarah
penting kota Medan. Sebelum menjadi Tjong A Fie Mansion dulunya bangunan
abad lalu.Ketokohanya inilah yang membuat segala hal yang pernah terekam
bukan seorang tokoh, Tjong A Fie Mansion tak akan pernah menjadi warisan
budaya. Artinya pemerintah tidak perlu repot untuk mengurusi Tjong A Fie
Memorial Institute, apalagi melestarikan budaya Tionghoa.
Rumah fantastis Tjong A Fie telah mengundang banyak investor yang bermaksud
membelinya.Tak sedikit yang mengajukan penawaran untuk menjadikan
bangunan tersebut sebagai tempat komersial.Misalnya, ada yang ingin
mengubahnya menjadi rumah makan, ada juga yang berminat menjadikan hotel
atau penginapan, mengingat rumah tersebut mempunyai banyak kamar. Jika
rumah tersebut jatuh ke tangan investor maka bangunan itu akan berubah fungsi
dan kehilangan jati dirinya maka sejarahnya pun akan hilang.
“ ….Tjong A Fie Mansion sudah menjadi tanggung jawab semua pihak, apalagi pemerintahan kota Medan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Medan. Tjong A Fie Mansion juga merupakan bagian dari Heritage Sumatera Utara, tentu harus ada upaya yang baik dalam melestarikannya “ ungkap Busral Manan, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Medan, (Surat Kabar Analisa, 1 September 2013)
Terlepas dari sosok Tjong A Fie yang melegenda di Medan, rumah tinggal
pengusaha yang sering membantu Pemerintah Kota Medan tempo dulu itu
memang masih megah dan terawat dengan baik.Bangunan itu merupakan
perpaduan tiga budaya, yakni Tiongkok, Melayu, dan Eropa.Jika dilihat dari
bentuk dan desain rumah tersebut, mungkin orang akan bertanya-tanya apa alasan
Tjong A Fie memadukan tiga budaya yang berbeda menjadi satu.
Cita rasa Tiongkok tampak pada ukiran kayu dan lukisan dari langit-langit
rumahnya, mengartikan bahwa Tjong A Fie merupakan seorang berkebudayaan
di lingkungan pribumi. Nuansa Melayu terlihat dari warna kuning yang menyala
dominan dan ukiran-ukiran pada deretan jendelanya, dikarenakan Tjong A Fie
menikahi seorang gadis keturunan Melayu asal Kota Binjai Timbangan yang
bernama Ny. Lim Koei Yap. Ny Lim Koei yap dalam kesehariannya tidak pernah
meninggalkan kebiasaan budayanya, beliau selalu menggunakan kebaya Melayu
dan juga ruangan tersebut sering menjadi ruang khusus jika tamu kerajaan Melayu
datang berkunjung. Sedangkan Aroma Eropa begitu terasa dari besi-besi kolom
yang kukuh dan besar, khas bangunan Belanda, diartikan karena pada masa itu
pemerintah kolonial Belanda sedang menduduki Negara Republik Indonesia.
Bentuk dan desain museum Tjong A Fie menggambarkan bagaimana kehidupan
penghuninya. Seperti yang penulis ketahui Tjong A Fie merupakan seorang
berkebudayaan Cina sedangkan istrinya Ny. Lim Koei Yap merupakan seorang
keturunan Melayu. Pernikahan antara Tjong A Fie dan Ny. Lim Koei Yap akan
menghasilkan budaya Cina campuran. Di Indonesia dan beberapa Negara lain di
Asia seperti Malaysia dan Singapura menyebut budaya Cina campuran tersebut
dengan budaya Peranakan. Di Singapura budaya Peranakan sangat berkembang
karena Singapura memiliki sebuah museum budaya Peranakan yang membuat
Tionghoa Peranakan merasa lebih percaya diri sehingga generasi nya tidak
berhenti berkembang.Keberadaan museum Peranakan tersebut juga merupakan
simbol keberadaan mereka. Di Indonesia sendiri khususnya di kota Medan
keberadaan peranakan Tionghoa memang dianggap ada, namun usaha untuk
pengembangannya belum terlihat. Sayang jika budaya tersebut tidak
Indonesia.generasi muda Cina Peranakan di Medan sendiri terlihat sedikit acuh
terhadap perkembangan budaya mereka sendiri. Mungkin mereka masih merasa
takut atau canggung mengingat di masa orde lama pemerintah sangat anti
terhadap orang
Cina. Namun sekarang zamannya sudah berbeda, kita berada di zaman demokrasi
yang setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, artinya generasi muda
Peranakan tidak perlu takut lagi untuk mengembangkan budaya mereka. Mungkin
juga dikarenakan adanya pengaruh globalisasi dan pengaruh budaya
kebarat-baratan yang diakibatkan perkembangan tekhnologi sehingga mereka merasa malu
jika tidak mengikuti perkembangan tersebut dan akhirnya lupa dengan budaya
mereka sendiri.Padahal budaya Peranakan merupakan dampak perkembangan
budaya Cina yang unik, dapat dilihat dari pakaian, makanan, prosesi pernikahan
dan banyak lagi.
Rumah Tjong A Fie yang sekarang dirawat oleh Fon Prawira yang merupakan
ahli waris Tjong A Fie sendiri yang dijadikan Memorial institute bukan hanya
dijadikan tujuan pariwisata saja, tetapi Fon selalu terbuka kepada setiap
pengunjung tentang sejarah budaya Peranakan . Disini penulis berpendapat bahwa
sebenarnya sudah terlihat ada itikad dari keturunan Tjong A Fie dalam usaha
pengembangan budaya Peranakan di Medan melalui Tjong A Fie Memorial
Institue, namun masih butuh banyak bantuan dari pihak lainnya. Hal tersebut
membuat penulis tertarik untuk meneliti Tjong A Fie Memorial Institute agar
1.2 Batasan Masalah
Menghindari masalah yang terlalu luas, maka penulis mencoba membatasi ruang
ligkup penelitian “ Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam
Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan “ dengan hanya membahas mengenai
bagaimana fungsi dan peran dari museum Tjong A Fie dalam perkembangan
budaya Cina di Medan agar tidak mengaburkan penelitian dan dapat fokus.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan penulis diatas, adapun rumusan
penelitiannya ialah sebagai berikut :
1. Bagaimana fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan
budaya Cina di kota Medan?
2. Bagaimana peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan
budaya Cina di kota Medan?
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam
perkembangan budaya Cina di kota Medan.
2. Untuk mengetahui peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam
1.5 Manfaat Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah, perumusan masalah dan tujuan masalah
yang telah dipaparkan sebelumnya, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat yag diperoleh dari hasil penelitian terhadap fungsi dan
peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina di kota
Medan adalah :
1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai fungsi dan
peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina
di kota Medan.
2. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan,
dan memberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa telah
memberikan kepada kita pemahaman budaya yang harus tetap dilestarikan.
3. Menjadi salah satu rujukan bagi peneliti lain yang sejenis untuk penelitian
kebudayaan lainnya, fokusnya pada objek yang sama.
1.5.2 Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian fungsi dan peran Tjong
untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang museum Tjong A Fie serta
kebudayaan Cina Peranakan bagi peneliti maupun pemba
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret,
gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh
akal budi untuk memahami hal-hal lain.
Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan
variable-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris.
Sehubungan dengan hal tersebut, konsep yang akan dijelaskan dalam skripsi
ini adalah :
2.1.1 Kebudayaan
Kebudayaan, culture dalam bahasa inggris, berasal dari bahasa latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari
pengertian budaya tersebut dapat disimpulkan arti culture sebagai “segala daya dan aktifitas manusia untuk mengubah alam”.
Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu
organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203-204).
Ketujuh unsur kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan
universal karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan
bahwa ketujuh unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga
beberapa kali menjadi lebih kecil.
Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut sudah pasti menjelma
dalam tiga wujud kebudayaan. Sebagai contoh Koentjaraningrat menjelaskan
bahwa sistem religi dapat dibagi menjadi tiga wujud kebudayaan. Dalam wujud
kebudayaan yang pertama atau ide atau gagasan, sistem religi memiliki gagasan
tentang Tuhan, dewa-dewi, roh-roh halus, surga dan neraka, reingkarnasi, dan
sebagainya. Lalu sebagai wujud kebudayaan yang kedua atau sistem sosial, sistem
religi juga mempunyai pola-pola aktifitas atau tindakan seperti upacara atau ritual
baik yang diadakan musiman atau setiap hari. Kemudian sistem religi juga
mempunyai benda-benda yang dianggap suci, sakral, atau religius sebagai bentuk
wujud kebudayaan ketiga yaitu kebudayaan fisik atau artefak.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanksekerta yaitu buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Sementara itu Taylor mengatakan dari sebuah situs Internet “Kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
Budaya atau kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian kebudayaan adalah
sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukkan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.1.2Masyarakat Tionghoa
Kedatangan imigran Cina ke Sumatera telah menjadi perhatian sebagai suatu
keajaiban yang menarik. Bangsa yang ulet ini datang ke Sumatera sebagai kuli,
tetapi 40 tahun yang lalu mereka telah mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Sejak mulai abad ke- 20, mereka telah berhasil dalam memonopoli jumlah
ekonomi. Prusahaan-perusahaan yang baru berdiri di wilayah Sumatera
mempekerjakan orang-orang Cina untuk menanam tembakau. Ditahun 1872
jumlah orang Cina di Medan melebihi 4000 orang. Ada juga kuli Cina yang
tewas ketika terjadi pertempuran. Setiap tahun sejak tahun 1870-1880an ribuan
kuli Cina dibawa dari Malaysia untuk menunjang perluasan ekonomi yang begitu
hebat di Asia Tenggara ini, perusahaan perusahaan di Sumatera memperoleh kuli
Cina mereka melalui sistem kongsi . Kepala kongsi diberikan setapak tanah hutan
dengan sejumlah bibit sebagai bayaran. Ada juga cara singkat juga
menguntungkan pihak pengusaha di Sumatera, mereka memperoleh kuli dengan
cara datang langsung ke Negara Cina dan mencari sendiri kuli-kuli.
Perkembangan usaha perkebunan di Medan sangat pesat sehingga banyak
membutuhkan kuli, sedangkan pada saat itu keadaan ekonomi di Cina sangat
memperihatinkan .
Pada april 1915 – Maret 1916 total kuli kontrak Cina diperkebunan tembakau
ialah 37.608 orang dan tahun 1917 jumlah penduduk Cina di Sumatera mencapai
99.236 orang, dan laki-laki berjumah 92.646. Kebanyakan wanita Cina adalah istri
tandil atau kepala tandil. Banyak sekali kuli-kuli di Cina yang begitu miskin
sampai menjual anak-anak perempuan mereka kepada bangsawan melayu.
Berakhirnya abad 19 beberapa orang Cina dijadikan asisten langsung Indonesia.
Salah satu yang terkenal yakni Tjong A Fie, sebagai wakil masyarakat Cina.
Semenjak adanya perantara antara Cina dan pemerintahan Sumatera, kehidupan
para kuli Cina di Sumatera mulai membaik. Mereka mulai mendirikan sekolah
Cina yang pertama di Medan pada abad ke 19. Sekolah tersebut bernama “The
Medan Boarding School”. Dan waktu itu belum ada sekolah yang didirikan oleh
pemerintahan Indonesia. Sekolah tersebut menggunakan bahasa Cina dan Inggris
orang Cina di Sumatera semakin membaik, bahkan banyak yang menetap di
Sumatera menjadi pedagang yang berhasil turun temurun hingga saat ini.
Orang Cina yang ada di Sumatera terbagi dari atas beberapa suku yakni :
1. Suku Kanton
Suku Katon berasal dari propinsi Guandong.Dulunya mereka mengambil
profesi sebagai pedagang emas, kayu, tukang jahit dan pedagang
kain.Kebanyakan pelacur-pelacur Cina pada abad 19 berasal dari suku ini.
2. Suku Hakka atau Khe
Mereka berbeda dari orang-orang Cina yang lainnya disebabkan kerena
diantara mereka wanitanya tidak diikat kakinya.Hal seperti ini berlaku
biasanya pada orang hakka dari Guandong. Di Medan pada masa itu
mereka berprofesi sebagai tukang sepatu, pedagang rotan
3. Suku Hokklo
4. Suku Hailam
5. Suku Amoy atau Hokkian.
Namun perlahan beberapa suku menghilang, hanya tinggal beberapa suku saja.
Setiap suku tentunya mempunyai kebudayaan yang berbeda, tetapi karena
suku-suku tersebut sudah bercampur dan bergaul dengan suku-suku-suku-suku yang ada di Medan,
tentunya kebudayaan memudar. (T.Luckman Sinar, 2010).
Seiring berjalanya waktu, nama Cina pun dirubah menjadi Tionghoa atau
Tionghoa tersebut sudah sangat nyaman bagi suku Cina, tanpa ada terasa nada,
persepsi, dan stigma mencina-cinakan.
2.1.3 Memorial Institute
Memorial merupakan sebuah tempat, peninggalan, atau tugu Biasanya
didirikan karena memiliki cerita sejarah yang layak untuk diketahui dan memiliki
peran dalam perkembangan budaya atau daerah di mana memorial itu didirikan.
Institute merupakan lembaga pendidikan atau tempat di mana orang-orang
mendapat ilmu pengetahuan.
Tjong A Fie Memorial Institute adalah bangunan yang didirikan karena
memiliki cerita bersejarah dan juga berisi pembelajaran atau ilmu pengetahuan.
Dikatakan bersejarah karena Memorial Institute tersebut ialah kepunyaan dari
seorang Cina yang berpengaruh besar terhadap kota Medan yaitu Tjong A Fie.
Dikatakan Institute karena pengunjung mendapatkan pembelajaran tentang
kebudayaan Peranakan yang juga merupakan perkembangan dari budaya Cina.
2.2Landasan Teori
Teori merupakan alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori hanya ada
pengetahuan tentang serangkaian fakta saja., tetapi tidak akanada ilmu
pengetahuan (Koentjaraningrat,1973:10). Teori adalah landasan dasar keilmuan
untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam
Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan teori
yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan adalah seperti teori yang
diuraikan berikut
2.1.2 Uses and Functions
Untuk melihat fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan
budaya Cina di Medan penulis menggunakan teori Uses and Functions oleh Alan P. Merriam (1946 : 219-266). Teori uses and functions dalam rangkuman tulisan Merriam terdiri dari sepuluh fungsi yakni,
1. Fungsi Pengungkapan Emosional
2. Fungsi Penghayatan Estetika
3. Fungsi Hiburan
4. Fungsi Komunikasi
5. Fungsi Perlambangan (symbolic representation) 6. Fungsi Reaksi Jasmani
7. Fungsi yang Berkaitan dengan Norma-norma Sosial
8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama
9. Fungsi Kesinambungan Kebudayaan
10.Fungsi Pengintergrasian Masyarakat
Dari sepuluh fungsi yang penulis kutip dalam isi tulisan Alan P. Merriam diatas
penulis hanya mengutip beberapa fungsi sesuai dengan judul “Fungsi dan Peran
Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota
Medan”, yaitu :
2. Fungsi Komunikasi
3. Fungsi Perlambangan (symbolic representation) 4. Fungsi Kesinambungan Kebudayaan
5. Fungsi Pengintergrasian Masyarakat
2.3 Tinjauan Pusaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, sesudah menyelidiki atau
mempelajari (KBBI, 2003:912)
Rebecca Hannatri Suastika (2011) pada penelitian skripsinya menulis tentang
Wisata Sejarah (Studi Deskriptif Perkembangan Tjong A Fie Mansion Sebagai
Objek Wisata Sejarah Kota medan) mengungkap sejarah Tjong A Fie yaitu berupa
peran dan pengaruhnya terhadap kota Medan hingga bangunan peninggalan, yang
dalam hal ini difokuskan pada Tjong A Fie Mansion. Hal ini dikarenakan akan
dikaitkannya sejarah Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata sejarah kota
Medan. Serta merta membantu penulis dalam meneliti secara fokus tentang Tjong
A Fie Memorial Institute.
Fransiska Utama (2011) pada penelitian skripsinya menulis tentang Rumah Tjong
A Fie Sebagai Salah Satu Objek Wisata Bangunan Bersejarah Di Kota Medan
mengatakan bahwa, di Medan terdapat beberapa bangunan bersejarah yang
menarik minat wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal. Salah satunya
rumah Tjong A Fie. Rumah Tjong A Fie memiliki keunikan tersendiri
dibandingkan dengan bangunan-bangunan bersejarah lainnya yang masih dijaga
Agnes Danovar (2013) pada novelnya yang berjudul “ Kisah Hidup Queeny
Chang Putri Orang Terkaya Asal Medan “, menceritakan kisah tentang kehidupan
Tjong A Fie dari awal kedatangannya lalu perjuangannya sebagai perantauan
asing, sampai pada keberhasilannya hingga ia meninggal dunia di kota Medan,
tentunya sangat membantu penulis dalam pengerjaan skripsi yang penulis
kerjakan. Karena sebelum mengetahui fungsi dan peran Tjong A Fie memorial
institute tersebut, tentunya penulis harus mengetahui sosok Tjong A Fie.
Dari uraiann diatas, penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya dapat
membantu penulis dalam pengerjaan skripsi yang berjudul “Fungsi dan Peran
Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian fungsi dan peran Mansion
Tjong A Fie dalam melestarikan budaya Cina di Medan dengan metode
Antropologi budaya dan dengan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Yang lebih menekankan hasil pengamatan terutama pada fungsi Tjong A fie
Memorial Institute dalam melestarikan budaya Cina di Medan. Data dan informasi
dikumpulkan selain bukan sekunder dari literatur-literatur tertulis, juga data-data
penelitian dilapangan mengenai ke objek yang bersangkut paut dengan pokok
pembahasan.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskriptifkan apa-apa yang saat ini
berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskriptifkan, mencatat, analisis dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi. Dengan kata lain
keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian
ini tidak menguji hipotesa, melainkan variable-variabel yang diteliti.
Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah
angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal ini tersebut sebagai
akibat dari metode kualitatif. Semua yang ikumpulkan mungkin dapat menjadi
kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan
dengan penamaan kualitatif. Deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara
akurat sesuai dengan sifat ilmiah, (Fatimah,1993:16)
Data yang dikumpulkan berasal dari naskah, artikel, wawancara, catatan, lapangan,
foto, dokumen pribadi, dsb. Data digambarkan sesuai hakikatnya (ciri kriteria
ilmiah tertentu ) secara intitutif kebahasaan, berdasarkan pemerolehan
(pengalaman gramatika) kaidah kebahasaan tertentu sebagai hasil studi pustaka
pada awal penelitian dimulai). Hal ini tersebut hendaknya disusun dengan teliti
bagian dengan bagian dengan pertimbagan ilmiah, (Fatimah, 1993:7).
Secara deskriptif peneliti dapat memberikan ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran
data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data setelah
data terkumpul. Dengan demkian penulis akan selalu mempertimbangkan data
dari watak itu sendiri, dan hubungannya dengan data lainnya secara keseluruhan,
peneliti tidak berpandangan bahwa sesuatu itu memang demikian adanya, akan
tetapi harus diberikan berdasarkan pertimbangan ilmiah yang digunakannya
sebagai pisau (alat) kajiannya, (Fatimah, 1993 : 7).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan
mengenai fakta dari makna fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam
melestarikan budaya Cina Medan.
3.1.1 Teknik Pengumpulan Data
Langkah dalam teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan
mengumpulkan data melalui Studi lapangan dan Studi kepustakaan.
Adapun proses yang dilakukan adalah :
1. Melakukan pengamatan ke lokasi penelitian, yaitu Tjong A Fie
Memorial Institute.
2. Mewawancarai beberapa tokoh masyarakat untuk memudahkan
penulis untuk mengerjakan tulisan ini, serta mendapatkan informasi
tentang peranan mansion Tjong A Fie dalam melestarikan budaya Cina
di Medan.
3. Mengumpulkan buku-buku, artikel atau skripsi yang diharapkan dapat
mendukung penelitian ini kemudian memilih data yang dianggap
paling penting dan penyusunannya secara sistematis.
3.1.1.1 Observasi
Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan
pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak
melakukan pertanyaan-pertanyaan.
Dalam penelitian ini penulis hanya mengadakan berkali-kali
tersebut dilakukan dengan berjalan mengelilingi museum tersebut,mengamati
benda-benda peninggalan serta foto-foto yang masih terpajang.
3.1.1.2 Wawancara
Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah teknik wawancara,
yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek
penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Soehartono
(1995 : 67) yang mengatakan “…wawancara adalah teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh
pewawancara, jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alah perekam
(tape recorder)”
Koentjaraingrat (1981 : 139) juga mengemukakan bahwa wawancara itu
sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu, “…wawancara terfokus, bebas dan
sambil lalu. Wawancara terfokus diskusi pada pokok permasalahan. Wawancara
sambil lalu adalah diskusi langsung yang dilakukan untuk menambah/melengkapi
data yang sudah terkumpul.”
Sesuai dengan pendapat Soehartono dan Koentjaraningrat mengenal kegiatan
wawancara maka penulis telah mempersiapkan hal yang berhubungan dengan
kegiatan wawancara demi kelancaran seperti alat tulis, daftar pertanyaan.
Wawancara penulis lakukan dengan beberapa orang yang menjadi populasi
1. Wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat Tionghoa yang juga
keturunan Tjong A Fie, yaitu Fon Prawira, untuk mendapatkan informasi
tentang sejarah Tjong A Fie, sejarah Museum Tjong A Fie, sejarah budaya
Peranakan Cina.
2. Wawancara dengan salah satu wisatawan yang juga pengamat budaya
yaitu, Ibu Drg. Insan Mulyardewi. Untuk mendapat tambahan data
mengingat data yang penulis dapat dari Informan pertama sudah hampir
lengkap sesuai dengan yang penulis butuhkan.
3. Wawancara dengan bapak Lu Jun seorang masyarakat Tionghoa. Untuk
mengetahui pendapatnya mengenai Tjong A Fie Memorial Institute.
Pada saat proses wawancara berlangsung penulis menerapkan metode
wawancara bebas. Dimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada
informan berlangsung dari satu masalah ke masalah lain tetapi tidak keluar dari
topik permasalahan.
3.1.1.3 Studi kepustakaan
Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir
dalam tulisan ini, penulis melakukan studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan
untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi apa yang
dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian dari hasil wawancara. Sumber
bacaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan
pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, skripsi, artikel atau berita
dari surat kabar dan berita dari internet.
3.1.2 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau
mengintepretasikansecara spesfik dalam rangka menjawab keseluruhan
pertanyaan penelitian. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis
menggunakan teori uses and functions dan kemudian diklasifikasikan dengan melihat relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian bertujuan untuk
menghindari data yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis untuk
mengolah data tersebut. Hasil dari data yang telah diolah tersebut penulis jadikan
sebagai laporan dalam bentuk skripsi.
3.1.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Medan, di jalan Jend. Ahmad Yani no. 105. Tepatnya
Tjong A Fie Memorial institute. Pemilihan lokasi penelitian adalah dikarenakan
tempat penelitian merupakan judul yang diangkat penulis dalam skripsinya. Dan
BAB IV
GAMBARAN UMUM MENGENAI TJONG A FIE
4.1Tjong A Fie
4.1.1 Sejarah Kedatangan Tjong A Fie
Tjong A Fie adalah seorang keturunan suku Hakka atau Khe dari desa kecil
Meixian, didaerah Guandong, bagian selatan negeri Cina. Disana Tjong A Fie
dikenal dengan
nama Tjong Fung Nam atau Tjong Yao Xuan, berganti menjadi Tjong A Fie
setelah pindah ke Medan sebagai pegusaha Cina tersukses ditanah Sumatera
Ia berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya hanya memiliki toko kelontong yang
tak banyak meraih untung. Ia bersama kakaknya Tjong Yong Hian, terpaksa harus
meninggalkan bangku sekolahnya demi membantu menjaga toko setiap hari.
Mereka berhenti sekolah ketika sudah pandai menulis dan membaca.
Ketika sang kakak melihat Tjong A Fie sudah bisa menjaga toko sendiri, ia
memutuskan untuk merantau ke tanah Sumatera. Tjong A Fie ditugaskan untuk
memimpin usaha keluarga karena pada saat itu kesehatan ayahnya mulai menurun.
Saat usia A Fie 17 tahun ia dinikahkan dengan seorang gadis. Pernikahanpun
berlangsung sederhana. Setahun setelah ia menikah, keadaan Cina daratan tidak
begitu baik karena bencana alam disertai terjadinya pemberontakan terhadap
kekuasaan kaisar , membuat kehidupan semakin sulit. Ia mendengar kabar dari
perantau Cina yang kembali dari Sumatera bahwa kakaknya mengalami kemajuan
dan menjadi kaya di Sumatera. Ia pun tertarik untuk mengikuti jejak kakak nya
untuk merantau dan meminta izin kepada orang tuanya. Dengan bekal sepuluh
perak uang Manchu yang dijahitkan istrinya dan diikat dipinggang ia pun pergi
merantau.
Sesampai di tanah Sumatera ia bekerja di toko kelontong milik Tjong Sui Fo.
ditanah Sumatera yang tidak semua mengerti bahasa Cina yang ia gunakan, ia
bekerja keras untuk mendalami bahasa melayu yang biasa digunakan penduduk
sekitar. Karena kegigihan dan kejujurannya ia sering ditugaskan untuk mengantar
bahan kebutuhan ke penjara setempat. Lama kelamaan ia menjadi kenal dengan
beberapa orang yang ada dipenjara. Banyak orang Cina yang ditahan bukan
karena melakukan tindakan kriminal. Tetapi karena berbagai hal, seperti membuat
rusuh diperkebunan atau terlibat hutang, ada juga yang difitnah.
Karena sering berkunjung dan mendengarkan keluhan mereka lama kelamaan
ia mendapat kepercayaan dari berbagai pihak. Masyarakat Cina meminta kepada
penguasa Belanda agar Tjong A Fie menjadi kepala distrik bagi orang-orang Cina.
Permintaan itu dikabulkan pemerintah Belanda. Karena pekerjaan baru tersebut
Tjong A Fie mengundurkan diri dari majikannya.
Dari waktu ke waktu karena sering menjadi penengah dan perantara berbagai etnis
di Medan, ia membina hubungan baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasyid
Perkasa Plamsyah dan Tuanku Raja Moeda. Pihak kerajaan puas dengan
kinerjanya dan diberi gelar “Tengku” atau Bangsawan. Ia dipercaya untuk
mewakili beliau dalam berbagai urusan.
Suatu ketika Tjong A Fie ditugaskan Sultan untuk mengurus tanahnya di Penang.
Disana ia tak sengaja bertemu dengan seorang putri kerajaan Chew, keluarga
terkemuka di Penang dan juga pengusaha pionir seperti ia. Tuan Chew pun
menjodohkan Tjong A Fie dengan putrinya. Setelah mendapatkan tawaran itu
Tjong A Fie menceritakan kisah hidupnya termasuk tentang istrinya yang tidak
terkesan dan percaya. Pernikahanpun berlangsung. Dari pernikahan tersebut ia
mempunyai tiga orang anak, satu orang lelaki dan duanya perempuan.
Istrinya meninggal dunia karena wabah demam berdarah yang melanda Asia
Pasifik. Ia berduka cukup lama dengan kematian istrinya. Tak lama sepeninggal
istrinya, ia mencoba bangkit dan mencoba meninjau perkebunan milik Belanda, ia
berkenalan dengan seorang tandir besar yang memiliki putri cantik yang bernama
Lim Koei Yap, namun terkenal galak. Ia penasaran dengan sosok putri yang
terkenal dikalangan para pekerja perkebunan itu, sehingga tanpa ia sadari, kelak
putri galak itu menjadi pendamping sampai akhir hayat hidunya sebagai istri.
Entah bagaimana mulanya Tjong A Fie mendapat tugas dari pemerintah Hindia
Belanda untuk memantau perkebunan. Sejak mendapat tugas itu ia jadi sering
bertemu dengan keluarga putri seorang tandir pemilik perkebunan tersebut. Tak
lama kemudian ia pun menikah dengan putri tandir tersebut yang juga
berkebudayaan Tionghoa-Melayu (Budaya Peranakan). Budaya itulah yang tetap
ia jaga dan teruskan kepada keturunan nya hingga saat ini.
Dari pernikahannya tersebut ia mempunyai tujuh orang anak. Ia beserta
keluarganya tinggal dirumah yang terdapat di jalan Jend.Ahmad Yani yang
sekarang berubah fungsi menjadi museum. Ia sempat membawa istrinya menemui
orang tua beserta istri pertamanya ke Cina. Selang beberapa waktu mereka
kembali ke Medan, mereka mendapat berita duka meninggalnya ayah Tjong A Fie
menyusul ibunya. Tjong A Fie sempat meminta istri pertamanya untuk tinggal di
Medan namun karena ketidakcocokan dengan istri ketiganya, ia memulangkan
Istri pertamanya beserta anak dari istri kedua meninggal dunia karena wabah
penyakit yang menyerang Cina daratan.
Kehidupan Tjong A Fie semakin suskes, ia meneruskan usaha bank yang ia dan
kakaknya dirikan semenjak kakanya meninggal, bank tersebut bernama bank Deli,
namun ia sempat sakit dan risau karena para kemenakannya yakni anak-anak
kakaknya menggunakan uang warisan milik ayah mereka di bank Deli hanya
untuk berfoya-foya dan sebagai jaminan sehingga membuat tekor dana di bank
yang sedang mengalami masa sulit.
Perang dunia pertama yang semakin buruk terjadi di Eropa juga turut menambah
masalah bagi usaha perkebunan Tjong A Fie karena ekspor semakin berkurang .
Krisis ekonomi mulai melanda seluruh dunia, ditambah dengan banyaknya rumah
judi di Medan , akhirnya tanpa sadar pula mereka tidak bisa memperbaiki diri
mereka, kekacauan pun melanda setiap orang yang tidak insyaf.
Akhirnya masa-masa sulit perang dunia berhasil Tjong A Fie lewati hingga tahun
1920, bank miliknya tetap bertahan walau tidak sekuat dulu kala. Dari waktu ke
waktu, ia merasa sudah tua. Ia meihat waktunya cepat atau lambat akan menyusul
kakaknya, sebelum tiba saatnya ia sudah menyiapkan 12 rumah atas nama istrinya.
Ia berharap kelak bisa memberikan penghasilan yang cukup untuk istrinya untuk
memenuhi kebutuhan yang akan datang.
Kesehatan Tjong A Fie semakin memelamah, awalnya dokter mengatakan ia
hanya kelelahan karena mengurus semua usahanya. Pada 8 februari 1921 ia
meninggal dunia karena pendarahan di otak setelah akhirnya dokter memeriksa
untuk mencarikan pakaian yang paling ia sukai yakni jubah dinas yang biasa ia
pakai dalam acara kedinasan. Proses pemakamannya sangat mengharukan , tangis
terdengar dimana-mana. Orang-orang berdatangan dari tempat-tempat jauh seperti
Jawa, Malaya dan Singapura. Sementara jalanan dipenuhi dengan masyarakat
sekitar dan para pengemis yang mengharap makanan dari upacara
pemakaman.(Agnes Danovar, 2013 )
4.1.2 Sejarah Tjong A Fie Memorial Institute
Tjong A Fie Memorial Institute atau Tjong A Fie Mansion, merupakan sebuah
bangunan kediaman Tjong A Fie yang didirikan Pada tahun 1895 dan selesai pada
tahun 1900, berada di jalan Ahmad Yani, Kesawan, Medan. Rumah Tjong A Fie
merupakan bangunan yang didesain dengan gaya arsitektur Tionghoa, Eropa,
Melayu dan art deco. Sebagian dari bangunan rumah terbuat dari kayu jati berkualitas baik asal Malaysia dan semen beton untuk menopang lantai kayu.
Rumah mewah milik Tjong A fie tersebut yang dulu ditempati oleh Tjong A Fie
beserta istri (ketiga) Lim Koei Yap dan tujuh anaknya, saat ini ditempati oleh ahi
waris Tjong A Fie, yaitu cucu Tjong A Fie, Fon Prawira yang juga merupakan
direktur PT.Mitra Nusantara.
Lantaran masih ditinggali ahli waris, rumah tersebut dikonsep Fon sebagai The living museum atau museum hidup. Konsep tersebut terinspirasi museum Picasso di Barcelona, Spanyol. Dengan konsep itu, museum tak sekadar memajang
benda-benda peninggalan. Namun, pengunjung bisa melihat secara langsung kehidupan
museum Affandi di Yogjakarta. Selain menyimpan karya-karya sang maestro,
museum tersebut ditinggali keluarga pelukis legendaris itu.
Diantara jajaran ruko yang mendominasi jalan Kesawan, pagar Tjong A Fie
Mansion pasti membuat orang memalingkan leher. Pagar tembok tinggi berwarna
kuning dengan aksen kayu dan atap Cina disertai kaligrafi Cina besar yang
terletak di kanan dan kiri gerbang pagar terlihat kontras. Saat ingin memasuki
rumah tersebut kita menemui dua ekor singa masing-masing disisi kiri dan kanan.
Mengapa patung singa, karena singa merupakan raja binatang. Dan menurut cerita
pada zaman dahulu dan masih dipercayai hingga saat ini, patung singa merupakan
hiasan pada kediaman pejabat tinggi, istana, kuil, pagoda dan makam kaisar.
Patung singa itu terdiri atas jantan dan betina. Untuk membedakan yang mana
singa jantan dan singa betina ternyata sangat mudah yakni, singa jantan kaki
kanannya mencengkram bola dan singa betina kaki kirinya mencengkram anak
singa. Singa jantan mencengkram bola untuk melambangkan kesatuan seluruh
negeri. Sementara singa betina dengan anaknya menggambarkan kebahagiaan
keluarga. Dalam budaya Cina semua hal memang selalu dibuat sepasang. Ini
karena mereka menganut filosofi Yin Yang. Seperti rumah-rumah zaman
dahulu,halaman depan terasa sangat kuno. Luas, dengan bagian rumput yang
dibuat seperti lingkaran di tengah dan setengah lingkaran dibagian kanan dan kiri
Gambar 1.2 Rumah Tjong A Fie
Pohon besar dan rindang mengisi bagian kanan dan kiri, serta warna-warni
dibagian tengah. Dari taman sudah terlihat jelas luasnya bangunan Tjong A Fie.
Bangunan ini bertingkat dua dengan bagian tengah terlihat lebih besar
dibandingkan bagian kanan dan kirinya jendela dibagian tengah, pintu tengah,
pintu masuk. Arsiteknya campuran antara pilar bulat tinggi gaya Eropa, jeruji
khas Melayu dan ukiran-ukiran Cina.
Gambar 1.3 Halaman depan
Jangankan oven, kompor saja tidak ada. Yang ada hanya tungku panjang terbuat
saja sekitar 20 m². maklum saja, selain karena memiliki 10 anak, Tjong A Fie
yang sempat ditunjuk sebagai wakil pemerintahan Cina di Medan, sering
menerima tamu dirumahnya.
Gambar 1.4 Sudut ruangan yang berbeda
Walau terlihat kuno, tapi tidak semua barang diruang makan keluarga asli
peninggalan Tjong A Fie. Dalam perjalanannya, beberapa barang dalam rumah ini
terpaksa dijual untuk membiayai beban operasional rumah besar ini.
Seperti umumnya rumah pada zaman Cina kuno, dalam bangunan dengan 40
ruangan ini hanya ada 2 kamar mandi. Jadi aktivitas mandi, harus dilakukan
dikamar dengan menggunakan bak mandi kuno tadi. Selain itu di setiap kamar
ditempatkan sebuah pispot. Baju-baju asli mendiang Ny. Tjong A Fie juga masih
tersisa. Hanya saja, baju-baju ini sudah berusia ratusan tahun, jadi jika disentuh
Dari kamar, kita menuju taman tengah. Jadi kita memulai perjalanan dari samping
menuju belakang lalu maju kedepan bangunan. Disekitar taman, terdapat tempat
sembahyang, tempat abu leluhur keluarga Tjong A Fie. Beberapa pengunjung lain
yang beragama Buddha diperkenankan sembahyang disana.
Gambar 1.5 Altar
Bangunan ini memiliki beberapa ruang tamu yang didekorasi dan digunakan
sesuai tamunya. Ada ruang Cina, Pribumi, dan Belanda. Seperti juga di ruang
makan keluarga, beberapa barang asli sudah terjual, bahkan ruang tamu ini terlihat
agak kosong. Ruang dansa yang dikelilingi jendela besar dan tinggi. Sebagian
menghadap kejalan Kesawan. Disayap kanan dari bangunan tersebut juga masih
tertutup untuk umum.
Dirumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah kehidupan Tjong A Fie lewat
foto-foto, lukisan, perabotan rumah yang digunakan oleh keluarganya serta
mempelajari budaya Melayu-Tionghoa. Tepatnya pada 18 Juni 2009 rumah
tersebut resmi dijadikan sebagai Tjong A Fie Memorial Institute. Adapun gagasan
kota Medan pada zamannya tersebut. Apalagi banyak peninggalan Tjong A Fie
yang tersimpan dengan baik di dalam rumah tersebut. “Sayang kalau tidak
dimanfaatkan. Apalagi, usia barang-barang peninggalan kakek tersebut sudah
cukup tua, lebih dari seabad,” tutur Fon (Wawancara, 13 September 2013).
BAB V
FUNGSI DANPERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE DALAM
PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA MEDAN
5.1Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya
Cina Di Kota Medan
Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia (1998:192), fungsi berarti kegunaan
sesuatu hal pekerjaan yang dilakukan. Kata fungsi digunakan dalam berbagai
bidang kehidupan manusia. menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia
dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidupnya, kegiatan manusia
merupakan fungsi dan mempunyai fungsi secara kualitatif. Fungsi dilihat dari segi
kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi, atau asosiasi tertentu.
Fungsi juga menuju pada proses yang sedang atau akan berlangsung, yaitu
menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses
tersebut. Sehingga bisa dikatakan “berfungsi” atau “tidak berfungsi”. Fungsi
tergantung pada predikatnya, misalnya fungsi komputer, fungsi rumah, fungsi
organ tubuh, fungsi mobil dan lain sebagainya. Secara kualitatif, fungsi dapat
meningkatkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program
Pada bab ini membahas tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam
Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan. Adapun analisis Fungsi Tjong A Fie
Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan akan
dianalisis berdasarkan teori uses and functions Alan P. Merriam.
5.1.1 Fungsi Penghayatan Estetis
Mungkin fungsi ini dianggap kurang layak untuk dimasukan dalam daftar ini.
Fungsi penghayatan estetis mengacu kepada keindahan sesuatu yang dipandang
oleh mata. Tjong A Fie Memorial Institute adalah bangunan tua yang masih
terjaga keasrian bangunannya. Mempertontonkan tampilannya yang indah dengan
desain yang unik serta perabotan yang antik. Desain yang unik serta perabotan
yang antik tersebut memiliki sejarah, secara tidak langung telah menghantarkan
pengunjung kepada sejarah awal tentang budaya Cina peranakan sampai
perkembangan budaya Cina peranakan.tersebut.
5.1.2 Fungsi Komunikasi
Walaupun hanya sebagai sebuah bangunan Tjong A Fie Memorial Institute dapat
menceritakan sebagian besar tentang sejarah budaya peranakan dan kota Medan.
Sebagai contoh komunikasi dapat dilihat dari susunan dan arsitektur ruang makan,
yakni ada yang bergaya Melayu. Ruangan tersebut mengkomunikasikan kepada
pengunjung bahwa dulu setiap tamu dari kerajaan datang berkunjung, mereka
ditempatkan di ruangan tersebut. Begitu juga dengan ruangan yang lainnya,
memiliki cerita tersendiri untuk dapat dikomunikasikan kepada pengunjung dan
5.1.3 Fungsi Perlambangan (symbolic representation)
Pada sebagian masyarakat Tionghoa peranakan yang sudah mengetahui sejarah
Tjong A Fie Memorial Institute, menganggap Tjong A Fie Memorial Institute
merupakan perlambangan dari diri mereka sendiri, karena bangunan tersebut
dapat menggambarkan kepada masyarakat lain sedikit banyaknya tentang awal
keberadaan leluhur mereka sampai kepada keberadaan mereka sendiri.
5.1.4 Fungsi Kesinambungan Kebudayaan
Didalam fungsi ini akan dibahas lebih mendalam tentang Fungsi Tjong A Fie
Memorial Institute dalam Perkembangan Budaya Cina Di kota Medan. Karena
fungsi kesinambungan kebudayaan adalah teori yang paling kuat dan cocok dalam
pembahasan judul yang penulis angkat.
Sebagai sebuah bangunan Tjong A Fie Memorial Institute merupakan wahana
pengajaran adat, bangunan ini menjamin kesinambungan dan stabilitas
kebudayaan sampai generasi penerus. Keturunan Tjong A Fie sendiri, yaitu Fon
Prawira hingga saat ini masih mempertahankan bangunan Tjong A Fie Memorial
Institute agar tidak jatuh ke tangan para investor bahkan Pemerintah Kota Medan
agar beliau dapat tetap menjaga kesinambungan dan kestabiitasan kebudayaan
Cina Peranakan seperti yang beliau anut dan beliau akan terus berusaha untuk
mengembangkan dan melestarikan budaya Cina Peranakan agar tidak hilang
Semakin hari zaman semakin maju dan canggih. Kemajuan dan kecanggihan
zaman mempengaruhi perkembangan teknologi, sehingga lewat teknologi
pengaruh kebudayaan asing dapat melunturkan keaslian budaya lokal. Budaya
Cina merupakan salah satu budaya yang hidup dan berkembang di kota Medan.
Budaya Cina masuk di Medan karena adanya imigran Cina yang datang ke Medan,
seperti yang penulis paparkan pada bab ke-2. Tentunya imigran yang datang ke
Medan banyak mempersunting wanita pribumi. Keterkaitan antara Tjong A Fie
Memorial Institute dengan perkembangan budaya Cina di Medan yakni, seperti
yang kita ketahui Tjong A Fie yang merupakan pemilik Tjong A Fie Memorial
Institute adalah seorang yang berkebangsaan Cina asli asal Meixian Guandong,
Cina, juga seorang imigran yang awalnya hanya datang dengan niat untuk
berdagang dan akhirnya menetap di kota Medan. Beliau mempersunting seorang
gadis berdarah Melayu asal kota Binjai Timbangan, Sumatera Utara. Pernikahan
beliau dengan Ny. Liam Koei Yap merupakan pernikahan dengan dua budaya
yang berbeda, tentunya pernikahan tersebut akan menghasilkan keturunan dengan
budaya yang tidak asli lagi atau dapat juga dikatakan sebagai budaya Cina yang
berkembang. Budaya yang dihasilkan akibat pernikahan tersebut dikenal dengan
budaya Peranakan.
5.1.4.1Budaya Peranakan
Budaya Peranakan adalah percampuran antara dua budaya yang dihasilkan
melalui perkawinan. Budaya Peranakan merupakan istilah bagi masyarakat
Di Medan budaya Peranakan terlahir awalnya pada abad ke 15-16, karena pada
saat itu banyak imigran Cina yang datang ke Medan untuk berdagang dan
sebagian lagi bekerja sebagai kuli kontrak. Banyak dari mereka yang menikahi
wanita pribumi khususnya etnis Melayu.
Istilah “Peranakan” paling sering digunakan di kalangan etnis Tionghoa bagi
orang keturunan Tionghoa, di Singapura dan Malaysia orang keturunan Tionghoa
ini dikenal sebagai “Tionghoa Selat”.
Pernikahan tersebut tak hanya menyatukan dua manusia berbeda bangsa saja, tapi
juga menggabungkan ragam sosial budaya dan kuliner kedua bangsa. Kebudayaan
yang lahir sebagai hasil perkawinan antar budaya inilah yang dikenal dengan
kebudayaan Indo-Cina atau Peranakan. Budaya peranakan ini disebut-sebut
sebagai percampuran budaya yang paling kaya di Asia. Karena ternyata budaya
Peranakan merupakan asimilasi atau campuran budaya antara imigran dari Cina
dengan Jawa, Belanda, Inggris, Arab, India, Melayu, dan Portugis.
Selain di Indonesia, budaya Peranakan juga banyak tersebar di Negara lain seperti
Malaysia dan Singapura. Karena sebagian besar masyarakatnya kaum Tionghoa,
budaya Peranakan sangat dijunjung tinggi di dua Negara tersebut. Bahkan
Singapura memiliki sebuah museum budaya Peranakan dengan dokumentasi
produk budaya yang mampu membawa kita lebih mengenal budaya Peranakan di
Singapura. Yang cukup mengejutkan, sejarah menunjukkan banyak benda dan
kain Peranakan yang berasal dari Indonesia.
digunakan orang Peranakan, yaitu bahasa Kreol Melayu (atau bahasa Melayu
Baba), adalah dialek Kreol dari bahasa Melayu, yang berisi banyak kata dialek
Hokkian. Bahasa ini adalah bahasa yang hampir punah, dan penggunaan
kontemporernya terbatas pada anggota generasi tua. Bahasa Indonesia, Melayu,
Inggris, kini telah menggantikan bahasa ini sebagai bahasa utama yang digunakan
dikalangan generasi muda.
Di Indonesia, orang peranakan muda masih bisa berbicara bahasa kreol. Meskipun
penggunaannya terbatas pada acara-acara informal. Peranakan muda telah
kehilangan banyak bahasa Tradisional mereka, sehingga biasanya ada perbedaan
dalam kosakata antara generasi tua dan muda.
Kebanyakan Peranakan adalah dari keturunan Hokkien, meskipun sejumlah yang
cukup besar adalah dari keturunan
ke-19 dan abad ke-20 pria Peranakan biasanya menikahi wanita dalam komunitas
Peranakansetempat. Keluarga Peranakan kadang-kadang menikahi wanita dari
Cina dan mengirim putri mereka ke Cina untuk mencari suami.Orang Peranakan
banyak yang bermigrasi di antara Malaysia, Indonesia dan Singapura, yang
mengakibatkan tingginya tingkat kesamaan adat dan budaya di antara komunitas
peranakan di Negara-negara tersebut.Alasan ekonomi atau pendidikan biasanya
mendorong migrasi Peranakan di antara wilayah Nusantara (Malaysia, Indonesia
dan Singapura),
negara tersebut, yang membuat adaptasi mereka jauh lebih mudah.Budaya
peranakan sangat berkembang di Negara Malaysia dan Singapura.Di Indonesia
terjadi karena pada adanya larangan terhadap kesenian dan tradisi Tionghoa
selama era administrasi bapa
Di masa lalu orang Peranakan dijunjung tinggi oleh orang Pribumi Melayu.
Beberapa orang Melayu di masa lalu mungkin telah mengambil kata
"Baba",merujuk pada lelaki Tionghoa, dan memasukkannya ke dalam nama mereka, ketika nama ini masih digunakan Hal ini tidak diikuti oleh generasi muda
Melayu, da
yang sama seperti yang dimiliki orang Peranakan kala itu.
Di Malaysia dan Singapura, Peranakan mempertahankan sebagian besar etnis dan
agama asal mereka (seperti pemujaan leluhur), namun berasimilasi dengan bahasa
dan kebudayaan Melayu. Busana Nyonya, yaitu
busana pribumi Melayu
kesabaran: dirangkai, dimanik-manik dan dijahit ke kanvas dengan manik-manik
kaca berbentuk tertentu yang kecil dari
Di Indonesia, Peranakan mengembangka
encim”, berasal dari nama
wanita Tionghoa yang sudah menikah. Kebaya encim biasanya dipakai oleh
wanita Tionghoa di Kota-kota pesisir Jawa yang mempunyai permukiman
Tionghoa yang cukup besar. Seperti
cerah.Mereka juga mengembangkan pola batik mereka sendiri, yang
menggabungkan simbol dari Cina.Kebaya encim cocok dipakai dengan kain
sepertiBaba biasanya akan mengenakan baju
muda memakai hanya bagian atasannya yang merupakan jaket sutra lengan
panjang dengan kerah Tionghoa, ata
Peranakan biasanya berkeyakinan Tionghoa:
sembari mengadopsi adat istiadat tanah yang mereka tinggali, dan adat istiadat
Negara penjajah. Namun dalam masyarakat modern, banyak masyarakat
peranakan muda telah memeluk agam
Negara dengan jumlah Peranakan terbesar di dunia, di mana sebagian besar orang
Tionghoa beragama Kristen. Namun terdapat pula kaum Peranakan yang
memeluk agama
Dari pengaruh Melayu yang unik,
"Nyonya" di Singapura dan Malaysia) telah dikembangkan dengan menggunakan rempah-rempah khas Melayu. Contohnya adala
da
ikan umum yang disajikan di Indonesia selama tahun baru Imlek dan begitu pula
sangat populer di Singapura dan Malaysia, begitu pula
yang bertingkat, paling sering dimakan di Tahun Baru Imlek untuk
melambangkan tangga kemakmuran.Sejumlah kecil restoran yang menyajikan
makanan Nyonya dapat ditemukan di Singapura;
da
dapat dilihat dari kesenian musik contohnya lagu dondang sayang.
Pada pertengahan abad Ke-20, kebanyakan Peranakan adalah orang berpendidikan
Inggris atau Belanda, akibat dari penjajahan bangsa Belanda di Indonesia dan
Inggris di
Belanda atau Inggris sebagai sarana untuk memajukan perekonomian mereka,
sehingga posisi-posisi administrasi dan pelayanan sipil sering diisi oleh Tionghoa
Peranakan terkemuka. Banyak masyarakat Peranakan yang kemudian memilih
untuk berpindah agama ke agar membangun kedekatan dengan Belanda dan
Inggris.
Budaya Peranakan telah mulai menghilang di Malaysia dan Singapura. Tanpa
dukungan kolonial Inggris terhadap netralitas Ras mereka, kebijakan pemerintah
di kedua negara setelah kemerdekaan dari Inggris telah mengakibatkan asimilasi
budaya Peranakan kembali ke aliran umum budaya Tionghoa. Singapura
kemudian mengklasifikasikan Peranakan sebagai etnis Tionghoa, sehingga
mereka menerima instruksi formal dalam
sebagai bahasa kedua (sesuai dengan "Kebijaka
semua kelompok etnis - telah menyebabkan hilangnya karakteristik unik dari para
Baba Melayu.
Di Indonesia, budaya Peranakan kehilangan popularitas dibandingka
mempertahankan bahasa, masakan, dan adat istiadat mereka. Peranakan muda
masih berbicar
Peranakan tidak memakai kebaya. Pernikahan biasanya mengikuti budaya barat
karena kebiasaan tradisional Peranakan kehilangan popularitas. Tercatat hanya
tiga komunitas Peranakan yang masih menjunjung tinggi adat pernikahan
tradisional Peranakan, yaitu:
Makassar dan Peranakan Padang. Dari tiga komunitas tersebut, orang Cina
Benteng adalah yang paling patuh terhadap budaya Peranakan, namun jumlah
mereka semakin berkurang.
Tjong A Fie Memorial Institute dapat berfungsi sebagai pintu masuk bagi
masyarakat untuk dapat mengetahui bagaimana sejarah ada dan berkembangnya
kebudayaan Cina peranakan di kota Medan, khususnya bagi masyarakat Cina
Peranakan di kota Medan sendiri. Mereka wajib tahu sejarah leluhur mereka.
5.1.5 Fungsi Pengintergrasian Masyarakat
Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute membangkitkan kembali rasa
solidaritas berkelompok khususnya bagi masyarakat Tionghoa di Medan. Karena
mereka menganggap bahwa mereka memiliki aset yang dapat mereka tunjukkan
Peranakan di Medan juga menganggap memiliki wadah dimana mereka dapat
melaksanakan kegiatan kebudayaan mereka .
5.2 Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya
Cina Di Kota Medan
Peran selama ini selalu dikaitkan dengan fungsi, bahkan penggunaan peran dan
fungsi terkadang dijadikan satu kesatua . Di sini penulis mencoba untuk memisah
penggunaan peran dan fungsi. Dari uraian sebelumnya mengenai Fungsi Tjong A
Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan,
penulis mengartikan kata “fungsi” sebagai “kegunaan”. Sedangkan penggunaan
kata “Peran” pada Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan
Budaya Cina Di Kota Medan penulis bermaksud untuk mengartikan sebagai hasil
dari “kegunaan”tersebut.
Di Indonesia berdiri sebuah organisasi Cina yang bernama Paguyuban
Masyarakat Tionghoa Indonesia atau disingkat dengan PMSTI. Di Medan, PMSTI
berdiri pada tahun 2006. PMSTI merupakan organisasi semua etnis Cina,
termasuk Cina peranakan. Keberadaan mereka selama ini masih belum banyak
diketahui oleh masyarakat, termasuk masyarakat Tionghoa sendiri. Setiap
organisasi yang berdiri tentunya memiliki visi dan misi tertentu.
PMSTI sendiri mengakui bahwa seidikit generasi muda yang perduli dengan
perkembangan budayanya sendiri, bahkan ada yang tidak mau tahu sama sekali.
Untuk itulah mereka membangun organisasi tersebut, agar kebudayaan mereka
Sejak awal berdirinya PMSTI Medan, cita-cita untuk mengangkat eksistensi
Tjong A Fie sudah ada. Hanya karena hubungan emosional PMSTI dengan
keluarga Tjong A Fie belum terbangun dengan baik. Niat tersebut masih belum
tercapai. “ …Sekarang hubungan emosional antara PMSTI dengan keluarga Tjong
A Fie sudah tebangun dengan baik. Hubungan emosinal ini terlihat dengan telah
dilaksanakan berbagai kegiatan yang dilakukan PMSTI di rumah Tjong A Fie ”
ungkap Ketua PMSTI Kota Medan, Halim Leo, SE (Surat Kabar Analisa, 1
September 2013).
Paguyuban Sosial Marga Tionghoa (PMSTI) Medan pernah menggelar
upacara peringatan HUT ke 68 RI di museum Tjong A Fie, hal itu merupakan
bentuk penghargaan bagi PMSTI. Kegiatan itu diliput oleh berbagai media
elektronik, cetak dan online sehingga banyak masyarakat yang mengetahuinya.
Berdasarkan fungsi Tjong A Fie Memorial Institute yang telah dipaparkan
penulis yakni sebagai pintu masuk untuk menggali lebih banyak informasi tentang
sejarah budaya peranakan Cina di Medan, Tjong A Fie Memorial Institute turut
berperan dalam mendongkrak eksistensi organisasi agar lebih di ketahui oleh
masyarakat. Salah satunya PMSTI, tentunya semakin di kenal maka keberadaan
organisasi akan lebih cepat berkembang dan lebih mudah untuk menjalankan visi
dan misi mereka.
Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute sangat berperan dalam membantu
PMSTI Medan dalam melaksanakan salah satu visinya yakni mengembangkan
hanya sekadar bangunan cagar budaya, tapi jati diri. Karena setiap bangunan pasti
memiliki cerita masa lalu.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Setelah dikemukakan tentang Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial
Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan, Tjong A Fie
Memorial Institute memang belum jatuh ke tangan Pemerintahan Kota Medan,
namun keberadaannya di Medan untuk kedepannya akan diupayakan
kelestariannya agar lebih menarik minat wisatawan asing maupun lokal.
Kebudayaan Cina di Medan yang semakin berkembang diakibatkan oleh
beberapa hal. Salah satunya karena westernisasi yang mengakibatkan kebudayaan tersebut mengarah kebarat-baratan. sehingga sebagian masyarakat Tionghoa atau
kesatuan organisasi yang masih perduli dengan kelestarian kebudayaan Tionghoa
sangat senang dengan disahkannya rumah Tjong A Fie menjadi Tjong A Fie
Memorial Institute.
Tjong A Fie Memorial Institute bukan hanya sekadar cagar budaya bagi
beberapa Masyarakat Tionghoa di Medan, karena bangunan tersebut
melambangkan jati diri mereka yang masih berdiri kokoh sehingga masih dapat
heritage yang masih berdiri kokoh. Sedangkan bangunan heritage sebenarnya penting bagi sebuah kota untuk kelestarian kebudayaan di kota itu sendiri. Disini
penulis menemukan beberapa kesimpulan mengenai Fungsi dan Peran Tjong A
Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan :
1. Merupakan bangunan warisan yang diturun temurunkan dari generasi
sebelumnya pada generasi berikutnya atau dapat dikatakan sebagai
kesinambungan kebudayaan.
2. Merupakan alat bagi masyarakat Tionghoa khususnya Peranakan untuk
mengingat sejarah leluhurnya agar dapat melestarikan kebudayaan mereka.
3. Tempat untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebudayaan Peranakan
Cina yang juga merupakan Perkembangan dari budaya Cina.
4. Sebagai pemersatu antara satu kelompok atau organisasi kebudayaan
Tionghoa dengan kelompok Budaya Tionghoa lainnya yang memiliki visi
dan misi yang sama.
6.2 Saran
Dari hasil penelitian mengenai Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial
Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan ini, penulis meilhat
ada beberapa hal yang harus diperhatikan demi kelestarian bangunan dan
perkembangan budaya Cina sendiri.
Penulis berharap pada masyarakat, baik masyarakat Tionghoa maupun
Pribumi agar tetap sama-sama menjaga kelestarian bangunan Tjong A Fie
lebih banyak dalam proses pelestariannya. Karena walaupun bangunan tersebut
tidak menunjukkan jati diri asli kebudayaan setempat tetapi Tjong A Fie
Memorial Institute merupakan bukti bahwa kota Medan adalah salah satu daerah
yang memiliki etnis yang beragam, serta menjadi bukti bahwa budaya Cina di
Medan masih ada dan berkembang.
Khususnya bagi generasi muda etnis Tionghoa diharapkan agar lebih perduli
dengan perkembangan budayanya sendiri dengan menumbuhkan rasa
keingintahuan tentang leluhur mereka. Tidak perlu sering mengunjungi Tjong A
Fie Memorial Institute, dengan hanya datang beberapakali dan mengetahui
perkembangannya saja sudah cukup menjadi bekal untuk dapat menginformasikan
kepada masyarakat Tionghoa lainnya. Karena jika kalau bukan generasi muda,
siapa lagi yang akan menjadi generasi penerus.
Skripsi ini kiranya juga menjadi rujuka n bagi mahasiswa-mahasiswa yang
ingin melanjutkan penelitian tentang Tjong A Fie Memorial Institute dan
perkembangan budaya Cina maupun budaya Peranakan yang merupakan
perkembangan budaya Cina tersebut.
Akhir kata penulis menyadari, bahwa hasil penelitian ini masih belum
sempurna, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima
dengan tangan terbuka segala kritikan maupun saran demi kesempurnaan skripsi