• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian - Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian - Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian fungsi dan peran Mansion Tjong A Fie dalam melestarikan budaya Cina di Medan dengan metode Antropologi budaya dan dengan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yang lebih menekankan hasil pengamatan terutama pada fungsi Tjong A fie Memorial Institute dalam melestarikan budaya Cina di Medan. Data dan informasi dikumpulkan selain bukan sekunder dari literatur-literatur tertulis, juga data-data penelitian dilapangan mengenai ke objek yang bersangkut paut dengan pokok pembahasan.

(2)

keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa, melainkan variable-variabel yang diteliti.

Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal ini tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif. Semua yang ikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan dengan penamaan kualitatif. Deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat ilmiah, (Fatimah,1993:16)

Data yang dikumpulkan berasal dari naskah, artikel, wawancara, catatan, lapangan, foto, dokumen pribadi, dsb. Data digambarkan sesuai hakikatnya (ciri kriteria ilmiah tertentu ) secara intitutif kebahasaan, berdasarkan pemerolehan (pengalaman gramatika) kaidah kebahasaan tertentu sebagai hasil studi pustaka pada awal penelitian dimulai). Hal ini tersebut hendaknya disusun dengan teliti bagian dengan bagian dengan pertimbagan ilmiah, (Fatimah, 1993:7).

Secara deskriptif peneliti dapat memberikan ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data setelah data terkumpul. Dengan demkian penulis akan selalu mempertimbangkan data dari watak itu sendiri, dan hubungannya dengan data lainnya secara keseluruhan, peneliti tidak berpandangan bahwa sesuatu itu memang demikian adanya, akan tetapi harus diberikan berdasarkan pertimbangan ilmiah yang digunakannya sebagai pisau (alat) kajiannya, (Fatimah, 1993 : 7).

(3)

mengenai fakta dari makna fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam melestarikan budaya Cina Medan.

3.1.1 Teknik Pengumpulan Data

Langkah dalam teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui Studi lapangan dan Studi kepustakaan.

Adapun proses yang dilakukan adalah :

1. Melakukan pengamatan ke lokasi penelitian, yaitu Tjong A Fie Memorial Institute.

2. Mewawancarai beberapa tokoh masyarakat untuk memudahkan penulis untuk mengerjakan tulisan ini, serta mendapatkan informasi tentang peranan mansion Tjong A Fie dalam melestarikan budaya Cina di Medan.

3. Mengumpulkan buku-buku, artikel atau skripsi yang diharapkan dapat mendukung penelitian ini kemudian memilih data yang dianggap paling penting dan penyusunannya secara sistematis.

3.1.1.1 Observasi

Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan.

(4)

tersebut dilakukan dengan berjalan mengelilingi museum tersebut,mengamati benda-benda peninggalan serta foto-foto yang masih terpajang.

3.1.1.2 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah teknik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Soehartono (1995 : 67) yang mengatakan “…wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alah perekam (tape recorder)”

Koentjaraingrat (1981 : 139) juga mengemukakan bahwa wawancara itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu, “…wawancara terfokus, bebas dan sambil lalu. Wawancara terfokus diskusi pada pokok permasalahan. Wawancara sambil lalu adalah diskusi langsung yang dilakukan untuk menambah/melengkapi data yang sudah terkumpul.”

Sesuai dengan pendapat Soehartono dan Koentjaraningrat mengenal kegiatan wawancara maka penulis telah mempersiapkan hal yang berhubungan dengan kegiatan wawancara demi kelancaran seperti alat tulis, daftar pertanyaan.

(5)

1. Wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat Tionghoa yang juga keturunan Tjong A Fie, yaitu Fon Prawira, untuk mendapatkan informasi tentang sejarah Tjong A Fie, sejarah Museum Tjong A Fie, sejarah budaya Peranakan Cina.

2. Wawancara dengan salah satu wisatawan yang juga pengamat budaya yaitu, Ibu Drg. Insan Mulyardewi. Untuk mendapat tambahan data mengingat data yang penulis dapat dari Informan pertama sudah hampir lengkap sesuai dengan yang penulis butuhkan.

3. Wawancara dengan bapak Lu Jun seorang masyarakat Tionghoa. Untuk mengetahui pendapatnya mengenai Tjong A Fie Memorial Institute.

Pada saat proses wawancara berlangsung penulis menerapkan metode wawancara bebas. Dimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada informan berlangsung dari satu masalah ke masalah lain tetapi tidak keluar dari topik permasalahan.

3.1.1.3 Studi kepustakaan

(6)

pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, skripsi, artikel atau berita dari surat kabar dan berita dari internet.

3.1.2 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau mengintepretasikansecara spesfik dalam rangka menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis menggunakan teori uses and functions dan kemudian diklasifikasikan dengan melihat relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian bertujuan untuk menghindari data yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis untuk mengolah data tersebut. Hasil dari data yang telah diolah tersebut penulis jadikan sebagai laporan dalam bentuk skripsi.

3.1.3 Lokasi Penelitian

(7)

BAB IV

GAMBARAN UMUM MENGENAI TJONG A FIE

4.1Tjong A Fie

4.1.1 Sejarah Kedatangan Tjong A Fie

(8)

Tjong A Fie adalah seorang keturunan suku Hakka atau Khe dari desa kecil Meixian, didaerah Guandong, bagian selatan negeri Cina. Disana Tjong A Fie dikenal dengan

nama Tjong Fung Nam atau Tjong Yao Xuan, berganti menjadi Tjong A Fie setelah pindah ke Medan sebagai pegusaha Cina tersukses ditanah Sumatera

Ia berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya hanya memiliki toko kelontong yang tak banyak meraih untung. Ia bersama kakaknya Tjong Yong Hian, terpaksa harus meninggalkan bangku sekolahnya demi membantu menjaga toko setiap hari. Mereka berhenti sekolah ketika sudah pandai menulis dan membaca.

Ketika sang kakak melihat Tjong A Fie sudah bisa menjaga toko sendiri, ia memutuskan untuk merantau ke tanah Sumatera. Tjong A Fie ditugaskan untuk memimpin usaha keluarga karena pada saat itu kesehatan ayahnya mulai menurun. Saat usia A Fie 17 tahun ia dinikahkan dengan seorang gadis. Pernikahanpun berlangsung sederhana. Setahun setelah ia menikah, keadaan Cina daratan tidak begitu baik karena bencana alam disertai terjadinya pemberontakan terhadap kekuasaan kaisar , membuat kehidupan semakin sulit. Ia mendengar kabar dari perantau Cina yang kembali dari Sumatera bahwa kakaknya mengalami kemajuan dan menjadi kaya di Sumatera. Ia pun tertarik untuk mengikuti jejak kakak nya untuk merantau dan meminta izin kepada orang tuanya. Dengan bekal sepuluh perak uang Manchu yang dijahitkan istrinya dan diikat dipinggang ia pun pergi merantau.

(9)

ditanah Sumatera yang tidak semua mengerti bahasa Cina yang ia gunakan, ia bekerja keras untuk mendalami bahasa melayu yang biasa digunakan penduduk sekitar. Karena kegigihan dan kejujurannya ia sering ditugaskan untuk mengantar bahan kebutuhan ke penjara setempat. Lama kelamaan ia menjadi kenal dengan beberapa orang yang ada dipenjara. Banyak orang Cina yang ditahan bukan karena melakukan tindakan kriminal. Tetapi karena berbagai hal, seperti membuat rusuh diperkebunan atau terlibat hutang, ada juga yang difitnah.

Karena sering berkunjung dan mendengarkan keluhan mereka lama kelamaan ia mendapat kepercayaan dari berbagai pihak. Masyarakat Cina meminta kepada penguasa Belanda agar Tjong A Fie menjadi kepala distrik bagi orang-orang Cina. Permintaan itu dikabulkan pemerintah Belanda. Karena pekerjaan baru tersebut Tjong A Fie mengundurkan diri dari majikannya.

Dari waktu ke waktu karena sering menjadi penengah dan perantara berbagai etnis di Medan, ia membina hubungan baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasyid Perkasa Plamsyah dan Tuanku Raja Moeda. Pihak kerajaan puas dengan kinerjanya dan diberi gelar “Tengku” atau Bangsawan. Ia dipercaya untuk mewakili beliau dalam berbagai urusan.

(10)

terkesan dan percaya. Pernikahanpun berlangsung. Dari pernikahan tersebut ia mempunyai tiga orang anak, satu orang lelaki dan duanya perempuan.

Istrinya meninggal dunia karena wabah demam berdarah yang melanda Asia Pasifik. Ia berduka cukup lama dengan kematian istrinya. Tak lama sepeninggal istrinya, ia mencoba bangkit dan mencoba meninjau perkebunan milik Belanda, ia berkenalan dengan seorang tandir besar yang memiliki putri cantik yang bernama Lim Koei Yap, namun terkenal galak. Ia penasaran dengan sosok putri yang terkenal dikalangan para pekerja perkebunan itu, sehingga tanpa ia sadari, kelak putri galak itu menjadi pendamping sampai akhir hayat hidunya sebagai istri. Entah bagaimana mulanya Tjong A Fie mendapat tugas dari pemerintah Hindia Belanda untuk memantau perkebunan. Sejak mendapat tugas itu ia jadi sering bertemu dengan keluarga putri seorang tandir pemilik perkebunan tersebut. Tak lama kemudian ia pun menikah dengan putri tandir tersebut yang juga berkebudayaan Tionghoa-Melayu (Budaya Peranakan). Budaya itulah yang tetap ia jaga dan teruskan kepada keturunan nya hingga saat ini.

(11)

Istri pertamanya beserta anak dari istri kedua meninggal dunia karena wabah penyakit yang menyerang Cina daratan.

Kehidupan Tjong A Fie semakin suskes, ia meneruskan usaha bank yang ia dan kakaknya dirikan semenjak kakanya meninggal, bank tersebut bernama bank Deli, namun ia sempat sakit dan risau karena para kemenakannya yakni anak-anak kakaknya menggunakan uang warisan milik ayah mereka di bank Deli hanya untuk berfoya-foya dan sebagai jaminan sehingga membuat tekor dana di bank yang sedang mengalami masa sulit.

Perang dunia pertama yang semakin buruk terjadi di Eropa juga turut menambah masalah bagi usaha perkebunan Tjong A Fie karena ekspor semakin berkurang . Krisis ekonomi mulai melanda seluruh dunia, ditambah dengan banyaknya rumah judi di Medan , akhirnya tanpa sadar pula mereka tidak bisa memperbaiki diri mereka, kekacauan pun melanda setiap orang yang tidak insyaf.

Akhirnya masa-masa sulit perang dunia berhasil Tjong A Fie lewati hingga tahun 1920, bank miliknya tetap bertahan walau tidak sekuat dulu kala. Dari waktu ke waktu, ia merasa sudah tua. Ia meihat waktunya cepat atau lambat akan menyusul kakaknya, sebelum tiba saatnya ia sudah menyiapkan 12 rumah atas nama istrinya. Ia berharap kelak bisa memberikan penghasilan yang cukup untuk istrinya untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang.

(12)

untuk mencarikan pakaian yang paling ia sukai yakni jubah dinas yang biasa ia pakai dalam acara kedinasan. Proses pemakamannya sangat mengharukan , tangis terdengar dimana-mana. Orang-orang berdatangan dari tempat-tempat jauh seperti Jawa, Malaya dan Singapura. Sementara jalanan dipenuhi dengan masyarakat sekitar dan para pengemis yang mengharap makanan dari upacara pemakaman.(Agnes Danovar, 2013 )

4.1.2 Sejarah Tjong A Fie Memorial Institute

Tjong A Fie Memorial Institute atau Tjong A Fie Mansion, merupakan sebuah bangunan kediaman Tjong A Fie yang didirikan Pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900, berada di jalan Ahmad Yani, Kesawan, Medan. Rumah Tjong A Fie merupakan bangunan yang didesain dengan gaya arsitektur Tionghoa, Eropa, Melayu dan art deco. Sebagian dari bangunan rumah terbuat dari kayu jati berkualitas baik asal Malaysia dan semen beton untuk menopang lantai kayu. Rumah mewah milik Tjong A fie tersebut yang dulu ditempati oleh Tjong A Fie beserta istri (ketiga) Lim Koei Yap dan tujuh anaknya, saat ini ditempati oleh ahi waris Tjong A Fie, yaitu cucu Tjong A Fie, Fon Prawira yang juga merupakan direktur PT.Mitra Nusantara.

(13)

museum Affandi di Yogjakarta. Selain menyimpan karya-karya sang maestro, museum tersebut ditinggali keluarga pelukis legendaris itu.

(14)

Gambar 1.2 Rumah Tjong A Fie

Pohon besar dan rindang mengisi bagian kanan dan kiri, serta warna-warni dibagian tengah. Dari taman sudah terlihat jelas luasnya bangunan Tjong A Fie. Bangunan ini bertingkat dua dengan bagian tengah terlihat lebih besar dibandingkan bagian kanan dan kirinya jendela dibagian tengah, pintu tengah, pintu masuk. Arsiteknya campuran antara pilar bulat tinggi gaya Eropa, jeruji khas Melayu dan ukiran-ukiran Cina.

Gambar 1.3 Halaman depan

(15)

saja sekitar 20 m². maklum saja, selain karena memiliki 10 anak, Tjong A Fie yang sempat ditunjuk sebagai wakil pemerintahan Cina di Medan, sering menerima tamu dirumahnya.

Gambar 1.4 Sudut ruangan yang berbeda

Walau terlihat kuno, tapi tidak semua barang diruang makan keluarga asli peninggalan Tjong A Fie. Dalam perjalanannya, beberapa barang dalam rumah ini terpaksa dijual untuk membiayai beban operasional rumah besar ini.

(16)

Dari kamar, kita menuju taman tengah. Jadi kita memulai perjalanan dari samping menuju belakang lalu maju kedepan bangunan. Disekitar taman, terdapat tempat sembahyang, tempat abu leluhur keluarga Tjong A Fie. Beberapa pengunjung lain yang beragama Buddha diperkenankan sembahyang disana.

Gambar 1.5 Altar

Bangunan ini memiliki beberapa ruang tamu yang didekorasi dan digunakan sesuai tamunya. Ada ruang Cina, Pribumi, dan Belanda. Seperti juga di ruang makan keluarga, beberapa barang asli sudah terjual, bahkan ruang tamu ini terlihat agak kosong. Ruang dansa yang dikelilingi jendela besar dan tinggi. Sebagian menghadap kejalan Kesawan. Disayap kanan dari bangunan tersebut juga masih tertutup untuk umum.

(17)

kota Medan pada zamannya tersebut. Apalagi banyak peninggalan Tjong A Fie yang tersimpan dengan baik di dalam rumah tersebut. “Sayang kalau tidak dimanfaatkan. Apalagi, usia barang-barang peninggalan kakek tersebut sudah cukup tua, lebih dari seabad,” tutur Fon (Wawancara, 13 September 2013).

BAB V

FUNGSI DANPERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA MEDAN

5.1Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan

(18)

Pada bab ini membahas tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan. Adapun analisis Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan akan dianalisis berdasarkan teori uses and functions Alan P. Merriam.

5.1.1 Fungsi Penghayatan Estetis

Mungkin fungsi ini dianggap kurang layak untuk dimasukan dalam daftar ini. Fungsi penghayatan estetis mengacu kepada keindahan sesuatu yang dipandang oleh mata. Tjong A Fie Memorial Institute adalah bangunan tua yang masih terjaga keasrian bangunannya. Mempertontonkan tampilannya yang indah dengan desain yang unik serta perabotan yang antik. Desain yang unik serta perabotan yang antik tersebut memiliki sejarah, secara tidak langung telah menghantarkan pengunjung kepada sejarah awal tentang budaya Cina peranakan sampai perkembangan budaya Cina peranakan.tersebut.

5.1.2 Fungsi Komunikasi

(19)

5.1.3 Fungsi Perlambangan (symbolic representation)

Pada sebagian masyarakat Tionghoa peranakan yang sudah mengetahui sejarah Tjong A Fie Memorial Institute, menganggap Tjong A Fie Memorial Institute merupakan perlambangan dari diri mereka sendiri, karena bangunan tersebut dapat menggambarkan kepada masyarakat lain sedikit banyaknya tentang awal keberadaan leluhur mereka sampai kepada keberadaan mereka sendiri.

5.1.4 Fungsi Kesinambungan Kebudayaan

Didalam fungsi ini akan dibahas lebih mendalam tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam Perkembangan Budaya Cina Di kota Medan. Karena fungsi kesinambungan kebudayaan adalah teori yang paling kuat dan cocok dalam pembahasan judul yang penulis angkat.

(20)

Semakin hari zaman semakin maju dan canggih. Kemajuan dan kecanggihan zaman mempengaruhi perkembangan teknologi, sehingga lewat teknologi pengaruh kebudayaan asing dapat melunturkan keaslian budaya lokal. Budaya Cina merupakan salah satu budaya yang hidup dan berkembang di kota Medan. Budaya Cina masuk di Medan karena adanya imigran Cina yang datang ke Medan, seperti yang penulis paparkan pada bab ke-2. Tentunya imigran yang datang ke Medan banyak mempersunting wanita pribumi. Keterkaitan antara Tjong A Fie Memorial Institute dengan perkembangan budaya Cina di Medan yakni, seperti yang kita ketahui Tjong A Fie yang merupakan pemilik Tjong A Fie Memorial Institute adalah seorang yang berkebangsaan Cina asli asal Meixian Guandong, Cina, juga seorang imigran yang awalnya hanya datang dengan niat untuk berdagang dan akhirnya menetap di kota Medan. Beliau mempersunting seorang gadis berdarah Melayu asal kota Binjai Timbangan, Sumatera Utara. Pernikahan beliau dengan Ny. Liam Koei Yap merupakan pernikahan dengan dua budaya yang berbeda, tentunya pernikahan tersebut akan menghasilkan keturunan dengan budaya yang tidak asli lagi atau dapat juga dikatakan sebagai budaya Cina yang berkembang. Budaya yang dihasilkan akibat pernikahan tersebut dikenal dengan budaya Peranakan.

5.1.4.1Budaya Peranakan

(21)

Di Medan budaya Peranakan terlahir awalnya pada abad ke 15-16, karena pada saat itu banyak imigran Cina yang datang ke Medan untuk berdagang dan sebagian lagi bekerja sebagai kuli kontrak. Banyak dari mereka yang menikahi wanita pribumi khususnya etnis Melayu.

Istilah “Peranakan” paling sering digunakan di kalangan etnis Tionghoa bagi orang keturunan Tionghoa, di Singapura dan Malaysia orang keturunan Tionghoa ini dikenal sebagai “Tionghoa Selat”.

Pernikahan tersebut tak hanya menyatukan dua manusia berbeda bangsa saja, tapi juga menggabungkan ragam sosial budaya dan kuliner kedua bangsa. Kebudayaan yang lahir sebagai hasil perkawinan antar budaya inilah yang dikenal dengan kebudayaan Indo-Cina atau Peranakan. Budaya peranakan ini disebut-sebut sebagai percampuran budaya yang paling kaya di Asia. Karena ternyata budaya Peranakan merupakan asimilasi atau campuran budaya antara imigran dari Cina dengan Jawa, Belanda, Inggris, Arab, India, Melayu, dan Portugis.

Selain di Indonesia, budaya Peranakan juga banyak tersebar di Negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Karena sebagian besar masyarakatnya kaum Tionghoa, budaya Peranakan sangat dijunjung tinggi di dua Negara tersebut. Bahkan Singapura memiliki sebuah museum budaya Peranakan dengan dokumentasi produk budaya yang mampu membawa kita lebih mengenal budaya Peranakan di Singapura. Yang cukup mengejutkan, sejarah menunjukkan banyak benda dan kain Peranakan yang berasal dari Indonesia.

(22)

digunakan orang Peranakan, yaitu bahasa Kreol Melayu (atau bahasa Melayu Baba), adalah dialek Kreol dari bahasa Melayu, yang berisi banyak kata dialek Hokkian. Bahasa ini adalah bahasa yang hampir punah, dan penggunaan kontemporernya terbatas pada anggota generasi tua. Bahasa Indonesia, Melayu, Inggris, kini telah menggantikan bahasa ini sebagai bahasa utama yang digunakan dikalangan generasi muda.

Di Indonesia, orang peranakan muda masih bisa berbicara bahasa kreol. Meskipun penggunaannya terbatas pada acara-acara informal. Peranakan muda telah kehilangan banyak bahasa Tradisional mereka, sehingga biasanya ada perbedaan dalam kosakata antara generasi tua dan muda.

(23)

terjadi karena pada adanya larangan terhadap kesenian dan tradisi Tionghoa selama era administrasi bapa

Di masa lalu orang Peranakan dijunjung tinggi oleh orang Pribumi Melayu. Beberapa orang Melayu di masa lalu mungkin telah mengambil kata "Baba",merujuk pada lelaki Tionghoa, dan memasukkannya ke dalam nama mereka, ketika nama ini masih digunakan Hal ini tidak diikuti oleh generasi muda Melayu, da yang sama seperti yang dimiliki orang Peranakan kala itu.

(24)

cerah.Mereka juga mengembangkan pola batik mereka sendiri, yang menggabungkan simbol dari Cina.Kebaya encim cocok dipakai dengan kain

sepertiBaba biasanya akan mengenakan baju

muda memakai hanya bagian atasannya yang merupakan jaket sutra lengan panjang dengan kerah Tionghoa, ata

Peranakan biasanya berkeyakinan Tionghoa: sembari mengadopsi adat istiadat tanah yang mereka tinggali, dan adat istiadat Negara penjajah. Namun dalam masyarakat modern, banyak masyarakat peranakan muda telah memeluk agam Negara dengan jumlah Peranakan terbesar di dunia, di mana sebagian besar orang Tionghoa beragama Kristen. Namun terdapat pula kaum Peranakan yang memeluk agama

(25)

sangat populer di Singapura dan Malaysia, begitu pula yang bertingkat, paling sering dimakan di Tahun Baru Imlek untuk melambangkan tangga kemakmuran.Sejumlah kecil restoran yang menyajikan makanan Nyonya dapat ditemukan di Singapura; da dapat dilihat dari kesenian musik contohnya lagu dondang sayang.

Pada pertengahan abad Ke-20, kebanyakan Peranakan adalah orang berpendidikan Inggris atau Belanda, akibat dari penjajahan bangsa Belanda di Indonesia dan Inggris di Belanda atau Inggris sebagai sarana untuk memajukan perekonomian mereka, sehingga posisi-posisi administrasi dan pelayanan sipil sering diisi oleh Tionghoa Peranakan terkemuka. Banyak masyarakat Peranakan yang kemudian memilih untuk berpindah agama ke agar membangun kedekatan dengan Belanda dan Inggris.

(26)

semua kelompok etnis - telah menyebabkan hilangnya karakteristik unik dari para

Baba Melayu.

Di Indonesia, budaya Peranakan kehilangan popularitas dibandingka mempertahankan bahasa, masakan, dan adat istiadat mereka. Peranakan muda masih berbicar Peranakan tidak memakai kebaya. Pernikahan biasanya mengikuti budaya barat karena kebiasaan tradisional Peranakan kehilangan popularitas. Tercatat hanya tiga komunitas Peranakan yang masih menjunjung tinggi adat pernikahan tradisional Peranakan, yaitu: Makassar dan Peranakan Padang. Dari tiga komunitas tersebut, orang Cina Benteng adalah yang paling patuh terhadap budaya Peranakan, namun jumlah mereka semakin berkurang.

Tjong A Fie Memorial Institute dapat berfungsi sebagai pintu masuk bagi masyarakat untuk dapat mengetahui bagaimana sejarah ada dan berkembangnya kebudayaan Cina peranakan di kota Medan, khususnya bagi masyarakat Cina Peranakan di kota Medan sendiri. Mereka wajib tahu sejarah leluhur mereka.

5.1.5 Fungsi Pengintergrasian Masyarakat

(27)

Peranakan di Medan juga menganggap memiliki wadah dimana mereka dapat melaksanakan kegiatan kebudayaan mereka .

5.2 Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan

Peran selama ini selalu dikaitkan dengan fungsi, bahkan penggunaan peran dan fungsi terkadang dijadikan satu kesatua . Di sini penulis mencoba untuk memisah penggunaan peran dan fungsi. Dari uraian sebelumnya mengenai Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan, penulis mengartikan kata “fungsi” sebagai “kegunaan”. Sedangkan penggunaan kata “Peran” pada Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan penulis bermaksud untuk mengartikan sebagai hasil dari “kegunaan”tersebut.

Di Indonesia berdiri sebuah organisasi Cina yang bernama Paguyuban Masyarakat Tionghoa Indonesia atau disingkat dengan PMSTI. Di Medan, PMSTI berdiri pada tahun 2006. PMSTI merupakan organisasi semua etnis Cina, termasuk Cina peranakan. Keberadaan mereka selama ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat, termasuk masyarakat Tionghoa sendiri. Setiap organisasi yang berdiri tentunya memiliki visi dan misi tertentu.

(28)

Sejak awal berdirinya PMSTI Medan, cita-cita untuk mengangkat eksistensi Tjong A Fie sudah ada. Hanya karena hubungan emosional PMSTI dengan keluarga Tjong A Fie belum terbangun dengan baik. Niat tersebut masih belum tercapai. “ …Sekarang hubungan emosional antara PMSTI dengan keluarga Tjong A Fie sudah tebangun dengan baik. Hubungan emosinal ini terlihat dengan telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang dilakukan PMSTI di rumah Tjong A Fie ” ungkap Ketua PMSTI Kota Medan, Halim Leo, SE (Surat Kabar Analisa, 1 September 2013).

Paguyuban Sosial Marga Tionghoa (PMSTI) Medan pernah menggelar upacara peringatan HUT ke 68 RI di museum Tjong A Fie, hal itu merupakan bentuk penghargaan bagi PMSTI. Kegiatan itu diliput oleh berbagai media elektronik, cetak dan online sehingga banyak masyarakat yang mengetahuinya. Berdasarkan fungsi Tjong A Fie Memorial Institute yang telah dipaparkan penulis yakni sebagai pintu masuk untuk menggali lebih banyak informasi tentang sejarah budaya peranakan Cina di Medan, Tjong A Fie Memorial Institute turut berperan dalam mendongkrak eksistensi organisasi agar lebih di ketahui oleh masyarakat. Salah satunya PMSTI, tentunya semakin di kenal maka keberadaan organisasi akan lebih cepat berkembang dan lebih mudah untuk menjalankan visi dan misi mereka.

(29)

hanya sekadar bangunan cagar budaya, tapi jati diri. Karena setiap bangunan pasti memiliki cerita masa lalu.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Setelah dikemukakan tentang Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan, Tjong A Fie Memorial Institute memang belum jatuh ke tangan Pemerintahan Kota Medan, namun keberadaannya di Medan untuk kedepannya akan diupayakan kelestariannya agar lebih menarik minat wisatawan asing maupun lokal.

Kebudayaan Cina di Medan yang semakin berkembang diakibatkan oleh beberapa hal. Salah satunya karena westernisasi yang mengakibatkan kebudayaan tersebut mengarah kebarat-baratan. sehingga sebagian masyarakat Tionghoa atau kesatuan organisasi yang masih perduli dengan kelestarian kebudayaan Tionghoa sangat senang dengan disahkannya rumah Tjong A Fie menjadi Tjong A Fie Memorial Institute.

(30)

heritage yang masih berdiri kokoh. Sedangkan bangunan heritage sebenarnya penting bagi sebuah kota untuk kelestarian kebudayaan di kota itu sendiri. Disini penulis menemukan beberapa kesimpulan mengenai Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan :

1. Merupakan bangunan warisan yang diturun temurunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya atau dapat dikatakan sebagai kesinambungan kebudayaan.

2. Merupakan alat bagi masyarakat Tionghoa khususnya Peranakan untuk mengingat sejarah leluhurnya agar dapat melestarikan kebudayaan mereka. 3. Tempat untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebudayaan Peranakan

Cina yang juga merupakan Perkembangan dari budaya Cina.

4. Sebagai pemersatu antara satu kelompok atau organisasi kebudayaan Tionghoa dengan kelompok Budaya Tionghoa lainnya yang memiliki visi dan misi yang sama.

6.2 Saran

Dari hasil penelitian mengenai Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan ini, penulis meilhat ada beberapa hal yang harus diperhatikan demi kelestarian bangunan dan perkembangan budaya Cina sendiri.

(31)

lebih banyak dalam proses pelestariannya. Karena walaupun bangunan tersebut tidak menunjukkan jati diri asli kebudayaan setempat tetapi Tjong A Fie Memorial Institute merupakan bukti bahwa kota Medan adalah salah satu daerah yang memiliki etnis yang beragam, serta menjadi bukti bahwa budaya Cina di Medan masih ada dan berkembang.

Khususnya bagi generasi muda etnis Tionghoa diharapkan agar lebih perduli dengan perkembangan budayanya sendiri dengan menumbuhkan rasa keingintahuan tentang leluhur mereka. Tidak perlu sering mengunjungi Tjong A Fie Memorial Institute, dengan hanya datang beberapakali dan mengetahui perkembangannya saja sudah cukup menjadi bekal untuk dapat menginformasikan kepada masyarakat Tionghoa lainnya. Karena jika kalau bukan generasi muda, siapa lagi yang akan menjadi generasi penerus.

Skripsi ini kiranya juga menjadi rujuka n bagi mahasiswa-mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian tentang Tjong A Fie Memorial Institute dan perkembangan budaya Cina maupun budaya Peranakan yang merupakan perkembangan budaya Cina tersebut.

Gambar

Gambar 1.1 Tjong A Fie
Gambar 1.2 Rumah Tjong A Fie
Gambar 1.4 Sudut ruangan yang berbeda
Gambar 1.5 Altar

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan (SI'{P ) dan Kepmendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar laoalifrkasi dan

Tulis al-Qur’an didapatkan siswa mulai dari kelas VII. Meskipun demikian, masih ada siswa kelas VIII yang kurang benar dalam membaca al-Qur’an. Sehingga setelah selesai jam

aktif peserta didik secara individu untuk mendalami materi pelajaran di luar kelas dengan waktu yang tidak terbatas sebelum pelajaran di kelas dimulai, dapat

Isilah draft rencana proposal Bapak / ibu yang akan disusun ke dalam kolom yang disediakan 2.. Mohon dikirim ke email aris_martiana@uny.ac.id tanggal 09

168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan, maka terdapat dua program utama PNPM Mandiri yang memerlukan DDUB

Universitas Negeri

PARA PIHAK menyatakan amanat Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, telah dilakukan pencermatan dan pembahasan terhadap Rancangan

2010 Ketua Wasit cabang Olahraga Catur dalam Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) SMP tingkat Prov.DIY