• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Tari Tibet pada Budaya Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Tari Tibet pada Budaya Masyarakat Tionghoa di Kota Medan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

22 BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II ini, penulis memaparkan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka, yang digunakan yang berkaitan dengan topik penelitian, rumusan masalah, dan rujukan-rujukan saintifik dalam skripsi sarjana ini. Tujuannya adalah untuk memperjelas baik itu konsep mapun teori, serta bahan-bahan kepustakaan yang digunakan di dalam penelitian ini.

(2)

23 2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989:33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Poerwadarminta sebagai editor (1995:456) dikatakan bahwa, konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

Dalam hal ini, defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar. Selain itu adalah untuk menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Kebudayaan

(3)

24 2.1.2 Masyarakat Tionghoa

Masyarakat Tionghoa mulai masuk ke negara Indonesia pada abad ke-7. Pada abad ke-11, mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, terutama di pesisir timur Sumatra dan Kalimantan Barat. Kemudian pada abad ke-14, ada warga Tionghoa yang mulai bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama di sepanjang pantai utara Jawa. Perpindahan ini merupakan akibat dari aktivitas perdagangan antara India dan Tiongkok melalui jalur laut. Istilah Tionghoa dibuat sendiri oleh keturunan Cina, berasal dari kata 中 ฀ zhōnghuá, dalam bahasa Mandarin dilafalkan sebagai Tionghoa.

Kehidupan masyarakat Tionghoa mulai mewarnai lembaran ritual di Indonesia. Masyarakat Tionghoa juga memiliki berbagai jenis adat istiadat budaya yang kita kenal dengan perayaan-perayaan ataupun festival-festival tradisional.

2.1.3 Tari

Di dalam kebudayaan Cina dijumpai beberapa jenis atau genre tarian. Di

antaranya adalah tari tradisional, tari Xuanzi, tari Reba, tari Guozhuang, dan

lain-lainnya.

Tarian tradisional Cina 中 国 ฀ ฀ 舞/zhōngguó chuántǒng wǔdǎo adalah

tarian tradisional dalam adat warisan masyarakarat Cina, yang awalnya adalah

ritual pemujaan dan penghormatan kepada Dewa Mitologi Cina. Tarian Cina

merupakan salah satu cabang dari seni yang menggunakan tubuh sebagai media

pertunjukan. Tarian Cina memiliki gerakan tarian yang kaya, dapat

(4)

25

gembira, marah, suka, duka, risau serta watak dan adegan cerita dari tokoh

pemeran sipil maupun militer. Tarian Cina dalam pertunjukan sendratarinya masih

terdapat bagian performa tarian. Performa tarian ini berbeda dengan pertunjukan

pada drama, teater dan pertunjukan opera. Perferma tarian Cina menggunakan

perpaduan ekspresi dan gerakan anggota tubuh, ditampilkan secara maksimal.

Berikut ini tarian Cina berdasarkan etnis dan daerah.

Di Tibet ada beberapa jenis tarian. Salah satu di antaranya yaitu tarian etnis Lisu, tarian ini dibuat dengan meniru gerak-gerik kambing, tarian ini ekspresi kecintaan etnis Lisu terhadap alam dan kehidupan mereka.

Tarian Xuanzi, 玄子的舞蹈/xuánzi de wǔdǎo ini dan dipersembahkan oleh kaum pria dan wanita dengan diiringi irama musik tradisional Cina dan Tibet.

Tarian Xuanzi merupakan tarian yang menggambarkan perasaan penduduk lokal

setelah makan dan bekerja.

Tarian Reba, ฀ 吧 的 舞 蹈/rè ba de wǔdǎo tarian ini terkenal di kota Tacheng, sebuah kota kecil di Kabupaten Otonom Etnis Lisu Weixi provinsi Yunnan China. Tarian Reba dipersembahkan saat merayakan perayaan keagamaan, memohon keselamatan penduduk desa kepada Buddha saat kejadian bencana alam dan serangan wabah. Tarian Reba dibagi sebagai tiga jenis tarian, yaitu tarian Reba klasik, tarian seniman di jalan, dan tarian persembahan komersial.

(5)

26

berwarna menyolok merah dan putih.Ran ba dirajut dari benang wol murni, khusus dipakai untuk menghadiri pesta tarian Tibet.

2.1.4 Tari Tibet

Tari Tibet berasal dari 5 provinsi di Cina yaitu: Tibet, Yunnan, Qinghai, Gansu, dan Sichuan. Tari Tibet merupakan tarian tradisonal masyarakat Tionghoa yang sudah menjadi adat istiadat mereka. Tari Tibet yang menjadi topik penulisan ini, yaitu di Kota Medan, mengalami perubahan-perubahan karena faktor ekologi budaya di Indonesia pada umumnya dan Kota Medan secara khusus.

Berbicara tari Tibet pada masa awalnya dulu, terbentuk karena cara hidup tradisional orang-orang Tibet yang unik secara mendalam terefleksi dalam tarian mereka. Ciri yang paling istimewa dari gaya tarian ini adalah tubuh yang miring ke depan, ditemani juga oleh lompatan yang terus menerus dari lutut si penari. Awalnya digunakan untuk ucupan syukur masyarakat Tibet atas hasil panen mereka.

Tari Tibet ini berkembang di kota Medan, ditarikan oleh kaum perempuan dan laki-laki. Menurut informasi dari nmarasumber yaitu bapak Sutrisno, tari Tibet adalah tarian yang mencerminkan keadaan daerah Tibet tersebut dan lebih menceritakan budaya Tibet.

(6)

27

festival maupun kegiatan sosial lainnya seperti acara bazar. Tari Tibet yang dipakai di Perhimpunan Keluarga Besar Wijaya sudah diperbaharui dan dikreasikan kembali.

Gerakan Tari Tibet ini meniru gerakan hewan Yak, yang mencerminkan masyarakat Tibet yang kuat sehingga gerakan tari Tibet ini banyak gerakan-gerakan lompatan. Serta lagu pengiring dalam tarian Tibet ini adalah lagu tradisional daerah yaitu 快฀的฀฀kuàilè de nuò sū.

2.1.5 Buddha Lamaistik

Agama Buddha masuk ke Tibet pada abad kedelapan setelah perkembangan pemikiran sejarah Buddha di India pada tahun 500 sebelum Masehi. Sejak saat itu, pengajaran turun-temurun dilakukan, hal ini adalah salah satu cara bagi penganut Buddha Tibet mengikuti praktik agama seperti pada zaman Buddha Gautama masih hidup.

(7)

28

cari dan dalam pencarian ini dipisahkan sebagian kecil dari dan di atas perjuangan insani.

Orang-orang Tibet sangat mempercayai adanya reinkarnasi atau penjelmaan kembali. Dalai Lama yang dalam bahasa Tibet berarti samudera kebijaksanaan dipercayai sebagai inkarnasi Avalokitesvara. Pembahasan mengenai Buddhisme Tibet oleh L.Austine Waddell dalam bukunya The Buddhism of Tibet or Lamaism memaparkan tentang agama Buddha pada awalnya di Tibet dengan cara pemujaan mistik, simbol, dan mitos, serta hubungannya dengan Buddhisme India. Karena masuknya agama Buddha ke Tibet salah satunya berasal dari India. Dari sekte Buddha Mahayana yang berkembang yakni Tantra sampai perubahan dalam Buddisme primitif menuju Lamaisme.

Dalai Lama pertama merupakan titik awal sejarah adanya gelar dan kepercayaan-kepercayaan seputar dalai lama sebagai inkarnasi Avalokitesvara, sedangkan Dalai Lama ke-14 berhubungan dengan modernitas dan kemajuan jaman serta invasi Cina di Tibet. Dalai lama adalah kepala pemerintahan Tibet dan kepala Tibetan Buddhism. Para dalai lama memerintah di Tibet sampai Republik Rakyat China.

(8)

29 2.2 Landasan Teori

Teori merupakan yang alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan.

Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan adalah seperti teori yang akan diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Teori Kinesiologis Struktur Tari dan Musik

(9)

30

dapat dilihat adanya kenyataan, bahwa seorang pelompat jauh akan dapat melompat lebih jauh lagi dengan membawa beban pada kedua tangannya bila dibandingkan dengan yang tanpa membawa beban. Seorang pelari akan lebih cepat larinya, bila ia mengayunkan lengannya, karena dengan demikian terjadi extensi lengan yang sakan-akan dapat menjadi sandaran terhadap tangan dan pergelangannya.

Pada tahun itu pula Archimedes memberikan andilnya dengan prinsip hidrostatikanya. yang sampai sekarang masih dipakai dalam kinesiologi renang dan perjalanan ruang angkasa.

Setelah itu Galen dalam karangannya “De Motu Musculorum” mengajukan pengertian tentang adanya otot-otot agonis dan antagonis dan mulai pula dipakai kata-kata “diarthrosis” dan “sinarthrosis” pada sistem persendian. Sesudah Galen perkembangan kinesiologi menjadi statis dan baru pada tahun 1452-1519 Leonardo da Vinci membangkitkan kembali dengan memberikan perhatiannya pada struktur tubuh manusia yang dihubungkan dengan penampilan atau peragaannya, dan hubungan antara pusat gravitasi dan keseimbangan tubuh serta pusat tumpuannya.

(10)

31

dikembangkan oleh Webers pada tahun 1836. Uraiannya didasarkan atas adanya observasi yang menyatakan bahwa sikap tegak tubuh disebabkan oleh adanya tegangan pada ligament dan hanya sedikit saja atau tidak adanya kerja otot sedangkan pada berjalan atau lari maka gerakan ke depan dari tungkai merupakan ayunan bandul yang disebabkan oleh adanya gravitasi. Keadaan ini menyebabkan gerakan jatuh ke depan dari badan yang selanjutnya disalurkan ke tungkai. Webers pula yang menyatakan, bahwa panjang otot akan berkurang pada waktu kontraksi dan tulang berperan sebagai pengumpil.

Isaac Newton pada tahun 1642--1727 memberikan dasar-dasar dinamika modern yang ternyata sangat penting artinya bagi perkembangan Kinesiologi. Dasar ini tertuang dalam “Hukum Newton.” Mulai tahun 1861--1917 dengan adanya perkembangan teknik fotografi Otto Fischer mengadakan studi eksperimental tentang cara manusia berjalan. Rudolf A.Fick sekitar tahun itu pula meneliti tentang sikap (postur) manusia dan mekanik gerakan sendi.

(11)

32

sebelumnya telah ditinggalkan dan diganti dengan mekanisme servo maupun mekanisme umpan-balik (feedback).

Pada beberapa tahun sesudah Perang Dunia II berakhir, kecuali terlihat adanya perkembangan teknologi mulai terjadi pula adanya pendekatan-pendekatan secara multidisipliner antara ahli-ahli faal. anatomi, psikolog, teknik, seni tari, seni musik, dan lain-lainnya, yang pada akhirnya berhasil membuahkan suatu ilmu baru yang sebetulnya merupakan saudara kembar dari kinesiologi.

2.2.2 Teori Fungsionalisme

Untuk mengkaji fungsi sosiobudaya tari Tibet dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa ini, peneliti menggunakan teori fungsionalisme yang ditawarkan oleh Malinowski. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.

(12)

33

Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dari Universitas Cracow. Yang menarik, selama studinya ia gemar membaca buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng rakyat, sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman (Koentjaraningrat, 1987:160).

Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan, atau a functional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu (Malinowski 1944).

(13)

34

(melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.

Dari teori Fungsionalisme yang dikemukakan oleh Malinowski itu, penulis berasumsi bahwa tari Tibet dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa pastilah berfungsi, kalau tidak kegiatan atau lembaga sosiobudaya ini pastilah mati atau menjelma dalam bentuk yang lainnya. Kegiatan sosiobudya tari Tibet ini memainkan peran dalam konteks kesinambungan dan integrasi kebudayaan Tionghoa secara umum.

2.2.3 Teori Semiotik

(14)

35

Menurut Barthes dalam (Kusumarini, 2006), “denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.”

Barthes adalah penerus pemikiran Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.

Berthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan order of signification, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman cultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

(15)

36

berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:912). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon (KBBI,2003:912). Jadi, tinjauan pustaka yaitu hasil meninjau, pandangan, pendapat terhadap buku-buku maupun jurnal-jurnal yang sudah diselidiki atau dipelajari sebelumnya.

Skripsi Inovasi Gerak Si Menyon dalam Topeng Benjang menjadi Topeng Rehe Di Ujung Berung Bandung, Jawa Barat (Kiki Yovita, 2012). Dalam penelitian ini membahas tari Topeng Rehe yang merupakan inovasi dari Topeng Benjang; sebuah kesenian yang berasal dari Ujung Berung. Tari Topeng Rehe merupakan tari Jaipongan yang diciptakan oleh seorang penata tari Jaipongan bernama Gondo, di mana dalam proses penciptaannya Ia terinspirasi oleh seni Topeng Benjang yang di dalamnya terdapat tari yang yang menggunakan topeng dengan karakter Menyon. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, dan lokasi penelitian ini dilakukan di kecamatan Ujung Berung, Bandung. Penelitian ini dilakukan pada bulan november 2011. Penelitian ini berkontribusi dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menitikberatkan pada bentuk pertunjukan.

(16)

37

Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan (Reni Yulyati, 2013). Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan perekaman. Penelitian difokuskan kepada bagaimana pertunjukan tari Galombang yang disajikan pada saat upacara perkawinan masyarakat Minangkabau. Adanya hubungan struktur tari, musik pengiring, dan fungsi sosial yang berhubungan dalam penyajiannya. Dalam proses meneliti gerak tari tersebut, penulis tidak terlalu memfokuskan secara detail pada gerak tari, dalam tulisan penulis menggunakan lambang-lambang umum dan sederhana yang dapat mewakili pola gerak tari Galombang. Penelitian ini berkontribusi menggunakan teori fungsionalisme untuk mengkaji fungsi tari dan struktur dalam sebuah tarian.

Skripsi Fungsi dan Struktur Tari Anak yang Diiringi Musik Sikambang dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah di Kecamatan Sibolga Kota (Evi Nenta Sipahutar, 2012). Penelitian ini membahas sejauh apa fungsi tari Anak dalam kebudayaan, terutama pada upacara adat perkawianan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah, serta melihat bagaimana bentuk struktur dari tari Anak tersebut dalam upacara perkawinan masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah. Untuk mengkaji permasalahan diatas menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan kerja lapangan serta kerja laboratorium. Dengan tersedianya data serta narasumber dilokasi penelitian maka akan memungkinka studi ini dilakukan.

(17)

38

Toba. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada pesta Horja di desa Rahut Bosi, Pangaribuan, Tapanuli Utara. Bentuk penyajian dari gerak Tortor yang meliputi motif gerak dasar, danskrip gerak Tortor, pola lantai maupun busana merupakan pembahasan penulis tentang Tortor dalam pesta Horja tersebut.

Jurnal浅฀藏族舞蹈 qiǎn tán zàngzú wǔdǎo (周智慧, 2011). Penelitian ini menjelaskan bahwa tari Tibet adalah tarian yang bernyanyi dan menari. Tari Tibet menceritakan tentang sejarah Tibet, lingkungan geografis, pekerjaan, praktik keagamaan, dan faktor lainnya, sehingga pembentukan bentuk tarian yang berbeda dan memiliki pesona tarian yang unik.

Referensi

Dokumen terkait

Peranan Musik dalam Upacara Perayaan Cap Go Meh dalam Budaya Masyarakat Tionghoa Di Kota Medan .... Tata Acara Perayaan Cap Go Meh dalam Budaya Masyarakat Tionghoa di Kota

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah Fungsi meditasi pada kebaktian keagamaan Buddha bagi Masyarakat Tionghoa di kota Medan adalah untuk memberi penghormatan pada

Masyarakat Tionghoa di Kota Medan yang juga memiliki fungsi bagi mereka,. salaha satunya yaitu sebagai landasan dalam menentukan hidup ke arah

Untuk mengkaji fungsi perayaan sembahyang arwah pada penghormatan leluhur dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa Kota Pematangsiantar, penulis menggunakan teori fungsionalisme

fungsi dan makna Yin Yang pada masyarakat Tionghoa di Kota Medan, serta. menjadi sumber pengetahuan bagi penulis di dalam

bahwa setiap unsur kebudayaan memiliki tujuan dan fungsi yan berbeda, tetapi saling berhubungan satu sama lain, demikian juga dengan Yin Yang pada Masyarakat Tionghoa di Kota

Fungsi dan Makna Makanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa.. Medan: Universitas Sumatera

Fungsi dan Makna Makanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa.. Medan: Universitas Sumatera Utara Suryanto,