BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia, dan memberikan beban ekonomi dan sosial yang
bermakna dan terus meningkat. Global Burdern of Disease Study memperkirakan bahwa PPOK yang pada tahun 1990 merupakan penyebab kematian ke enam terbanyak di dunia, akan menjadi penyebab kematian ke tiga pada tahun 2020, perkiraan baru – baru ini menunjukkan bahwa PPOK akan menjadi penyebab kematian ke empat pada 2030. Peningkatan mortalitas ini terutama disebabkan meluasnya epidemi merokok, berkurangnya mortalitas akibat penyebab umum lainnya (misalnya; penyakit infeksi, penyakit jantung iskemik), dan semakin menuanya populasi dunia.
Pada tahun 2002 jumlah penderita PPOK sedang hingga berat di negara – negara Asia Pasifik memiliki angka prevalensi 6,3%. Angka prevalens bagi masing-masing negara berkisar 3,5-6,7%. Negara dengan prevalensi terkecil adalah Hongkong dan Singapura 3,5%, sedangkan negara dengan prevalensi terbesar adalah Vietnam 6,7%. Indonesia memiliki angka prevalens 5,6%. Selama periode Januari–Desember 2012 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan terdapat 110 kasus PPOK, dengan Case Fatality Rate (CFR) 10,9%.
PPOK memberikan gambaran yang tumpang tindih dari bronkitis kronis dan emfisema, dan pasien dengan PPOK memiliki elemen asma bronkial. Bronkospasme merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada ketidakmampuan membersihkan sekresi. Hal ini mengakibatkan berkurangnya pertukaran gas di paru –paru dengan konsekuensi menurunnya kualitas hidup dan hospitalisasi berulang.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa defisiensi magnesium berkontribusi pada eksaserbasi asma, dan magnesium meringankan bronkospasme pada pasien – pasien asma. Meskipun mekanisme pasti hal ini belum jelas, namun diduga magnesium berperan dalam mempertahankan patensi saluran nafas melalui mekanisme relaksasi otot polos bronkial.
Kondisi PPOK stabil ditandai dengan derajat inflamasi yang bervariasi pada saluran nafas besar dan kecil serta alveolus yang menyebabkan hipersekresi mukus, penyempitan saluran nafas dan kerusakan alveoli. Mediator – mediator utama penyebab hal ini adalah
proteinase yang dilepaskan sel – sel inflamasi, terutama neutrofil, yang banyak ditemukan pada sekresi bronkial pasien dengan PPOK sejalan dengan semakin menurunnya volume ekspirasi dalam 1 detik (forced expiratory volume in 1 second – FEV1). Berdasarkan hal tersebut, secara umum diduga bahwa eksaserbasi merupakan episode dimana proses inflamasi ini meningkat, meskipun proses terjadinya dan efek hal ini masih belum banyak diketahui.
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara magnesium dengan respon inflamasi. Peningkatan sitokin proinflamasi (Interleukin 6, Tumor Necrosis Factor – α) telah diteliti pada hewan percobaan yang mengalami kekurangan Magnesium selama 3 minggu. Para peneliti juga menemukan peningkatan Substance – P (SP) plasma yang merupakan stimulator produksi sitokin dalam minggu pertama defisiensi Magnesium. Sekresi
dari sitokin – sitokin dapat mencapai maksimal setelah lima hari (Interleukin -4 , Interleukin – 5) atau 7 hari (Interleukin – 2, Interleukin –10, dan Interferon γ) defisiensi magnesium.
Sebuah penelitian oleh Azis et al pada tahun 2005 menemukan bahwa kadar magnesium plasma pada pasien dengan PPOK eksaserbasi lebih rendah dibandingkan dengan kadar magnesium plasma pada pasien dengan PPOK stabil. data penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien PPOK dengan kadar magnesium plasma yang lebih rendah lebih beresiko mengalami eksaserbasi.
Berdasarkan hal diatas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang perbedaan kadar plasma Magnesium pada pasien PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi akut.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah kadar magnesium serum pada pasien PPOK eksaserbasi akut lebih rendah dibandingkan kadar magnesium pada pasien PPOK stabil?
1.3 Hipotesis Penelitian
Kadar magnesium serum pada pasien PPOK Eksaserbasi akut lebih rendah dibandingkan kadar magnesium padapasien PPOK Stabil.
1.4Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik pasien dengan PPOK eksaserbasi akut dan pasien dengan PPOK stabil.
2. Untuk mengetahui kadar magnesium serum pasien dengan PPOK eksaserbasi akut dan pasien dengan PPOK stabil.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar magnesium serum dengan PPOK eksaserbasi akut dan PPOK stabil
4. Sebagai syarat untuk kelulusan program Magister Kedokteran Klinik Ilmu Penyakit Dalam.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Bagi ilmu pengetahuan : untuk mengetahui hubungan antara kadar magnesium serum pada pasien – pasien dengan PPOK stabil dan pasien – pasien dengan PPOK eksaserbasi akut.
b. Bagi pasien / pelayanan kesehatan: perbedaan kadar magnesium serum pada pasien – pasien dengan PPOK eksaserbasi akut dan PPOK stabil dapat menjadi pertimbangan pilihan tambahan jenis pengobatan berupa suplementasi magnesium pada pasien – pasien dengan PPOK yang murah dengan efek samping minimal.
c. Bagi penelitian: mengkonfirmasi penelitian sebelumnya yang menyatakan hubungan antara kadar magnesium serum dengan eksaserbasi pada PPOK, dan sebagai landasan untuk penelitian lanjutan, apakah ada manfaat pemberian suplementasi magnesium pada PPOK.
1.6Kerangka Konseptual
Variabel independen pada penelitian ini adalah kadar magnesium serum serta variabel dependen adalah PPOK eksaserbasi akutdan PPOK stabil.
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
PPOK EKSASERBASI
AKUT
PPOK STABIL KADAR
MAGNESIUM
PLASMA