PENGETAHUAN MAHASISWA NON KLINIK TENTANG
KESELAMATAN KERJA DI LINTASAN RADIASI PADA
SALAH SATU FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DI SUMATERA BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
IKA RAMADHANI SYAFITRI
NIM: 070600007
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Dept. Radiologi Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2013
Ika Ramadhani Syafitri
Pengetahuan mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan
radiasi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
x + 40 halaman
Selain memiliki banyak manfaat, radiasi pengion dapat berpotensi
mengganggu kesehatan sel dan jaringan. Oleh karena itu, prosedur penggunaannya
harus dikelola dengan baik dan hati-hati yang dilakukan dengan cara proteksi radiasi
terhadap pasien, operator, dokter gigi dan masyarakat di lingkungan sekitar. Hasil
yang beragam diperoleh pada penelitian di setiap Fakultas Kedokteran Gigi yang
berbeda dan semua penelitian dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik.
Belum adanya penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa non klinik
menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut terhadap
mahasiswa non klinik yang telah mengambil mata kuliah radiologi kedokteran gigi
pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat untuk mengetahui sejauh
mana tingkat pengetahuan mahasiswa non klinik tersebut mengenai keselamatan kerja
di lintasan radiasi.
Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif sederhana
dengan sampel 46 orang dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data.
Penelitian dilakukan pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat
pada bulan Mei 2013.
Hasil penelitian ini diperoleh tingkat pengetahuan mahasiswa non klinik
bervariasi pada setiap pertanyaan. Kesimpulan pada penelitian ini adalah pengetahuan
mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi pada salah satu
Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat terbesar berada pada kategori buruk
yaitu 65,22%.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 29 Agustus 2013
Pembimbing: Tanda tangan
Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG ________________
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 03 September 2013
TIM PENGUJI
KETUA : Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG
ANGGOTA : 1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K)
2. H. Amrin Thahir, drg.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Suwito, S.Pd., M.Hum. dan Dra. Susilawati, yang telah
memberikan kasih sayang, doa dan dukungan baik moril maupun materil serta
kedua adik penulis, Nova Dwiana Syafitri dan Tri Nugraha Putra, yang telah
memberikan motivasi selama ini.
2. Prof. Nazaruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
3. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Ketua Unit Radiologi
Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan saran dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. H. Amrin Thahir, drg. selaku dosen senior di Unit Radiologi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Dewi Kartika, drg. dan Maria Novita Helen Sitanggang, drg. selaku staf pengajar
di Unit Radiologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
7. Nevi Yanti, drg., M.Kes. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis selama menjalani
8. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku dosen pengajar mata kuliah Penulisan
Ilmiah yang telah memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
9. Sarinah Rambe, drg. dan Uta Juliani, SKG serta seluruh teman-teman yang telah
memberikan bantuan, doa dan dukungan.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini
sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan wawasan penulis
di bidang Radiologi Kedokteran Gigi dan juga dapat memberikan sumbangan pikiran
yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi
umumnya dan Unit Radiologi Kedokteran Gigi khususnya, serta masyarakat.
Medan, 28 Agustus 2013 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GRAFIK ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi menurut International Commission Radiological Protection (ICRP) ... 3
2.1.1 Tujuan Proteksi Radiasi ... 3
2.1.2 Asas Proteksi Radiasi ... 4
2.1.3 Acuan Dasar Proteksi Radiasi ... 5
2.1.4 Nilai Batas Dosis (NBD) ... 6
2.2 Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi menurut Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) ... 9
2.2.1 Prinsip Proteksi Radiasi ... 11
2.2.2 Nilai Batas Dosis (NBD) ... 12
2.2.3 Alat Proteksi Radiasi ... 14
2.2.4 Alat Monitoring Dosis Perorangan ... 15
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 17
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 17
3.3.1 Populasi ... 17
3.3.2 Sampel ... 17
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 18
3.4.1 Variabel Penelitian ... 18
3.4.2 Definisi Operasional ... 18
3.5 Metode Pengumpulan Data dan Pelaksanaan Penelitian ... 19
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 20
3.6.1 Pengolahan Data ... 20
3.6.2 Analisis Data ... 20
3.7 Etika Penelitian ... 20
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengetahuan Mahasiswa Non Klinik tentang Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat ... 21
4.2 Pengetahuan Mahasiswa Non Klinik Secara Individu tentang Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat ... 26
BAB 5 PEMBAHASAN ... 27
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 30
6.1 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pengetahuan tentang alat monitoring yang digunakan untuk mendeteksi paparan radiasi pada para pekerja radiografi ... 21
2. Pengetahuan tentang alat monitoring yang digunakan untuk mendeteksi paparan radiasi pada ruangan radiografi ... 21
3. Pengetahuan tentang cara melakukan pencegahan paparan radiasi terhadap sumber radiasi ... 22
4. Pengetahuan tentang prinsip menjaga jarak dan posisi untuk mengurangi paparan radiasi ... 22
5. Pengetahuan tentang prinsip membatasi waktu untuk mengurangi paparan radiasi ... 23
6. Pengetahuan tentang nilai batas dosis (NBD) radiasi yang aman untuk pekerja radiasi per tahun ... 23
7. Pengetahuan tentang nilai batas dosis (NBD) radiasi yang aman untuk bukan pekerja radiasi per tahun ... 23
8. Pengetahuan tentang nilai batas dosis (NBD) radiasi yang aman untuk masyarakat umum per tahun ... 24
9. Pengetahuan tentang keharusan radiografer berada di luar bilik penyinaran saat melakukan foto ronsen ... 24
10.Pengetahuan tentang keharusan radiografer memakai alat proteksi radiasi saat melakukan foto ronsen ... 25
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Kuesioner Penelitian
2. Hasil Perhitungan Penelitian
3. Surat Keterangan dari Health Research Ethical Committee of North Sumatera
4. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian
5. Informed Concent (Lembar Persetujuan)
6. Jadwal Penelitian
7. Rincian BiayaPenelitian
Fakultas Kedokteran Gigi
Dept. Radiologi Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2013
Ika Ramadhani Syafitri
Pengetahuan mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan
radiasi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
x + 40 halaman
Selain memiliki banyak manfaat, radiasi pengion dapat berpotensi
mengganggu kesehatan sel dan jaringan. Oleh karena itu, prosedur penggunaannya
harus dikelola dengan baik dan hati-hati yang dilakukan dengan cara proteksi radiasi
terhadap pasien, operator, dokter gigi dan masyarakat di lingkungan sekitar. Hasil
yang beragam diperoleh pada penelitian di setiap Fakultas Kedokteran Gigi yang
berbeda dan semua penelitian dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik.
Belum adanya penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa non klinik
menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut terhadap
mahasiswa non klinik yang telah mengambil mata kuliah radiologi kedokteran gigi
pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat untuk mengetahui sejauh
mana tingkat pengetahuan mahasiswa non klinik tersebut mengenai keselamatan kerja
di lintasan radiasi.
Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif sederhana
dengan sampel 46 orang dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data.
Penelitian dilakukan pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat
pada bulan Mei 2013.
Hasil penelitian ini diperoleh tingkat pengetahuan mahasiswa non klinik
bervariasi pada setiap pertanyaan. Kesimpulan pada penelitian ini adalah pengetahuan
mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi pada salah satu
Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat terbesar berada pada kategori buruk
yaitu 65,22%.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah
satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi
kedokteran gigi yang telah lebih dari satu abad meggunakan radiografi sebagai sarana
untuk menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan dan menilai
keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. Unit pelayanan radiologi merupakan
salah satu instalasi penunjang medik yang menggunakan sumber radiasi pengion
dalam bentuk gambaran anatomi tubuh yang ditampilkan dalam film radiografi.
Selain memiliki banyak manfaat, radiasi pengion tersebut juga dapat berpotensi
mengganggu kesehatan sel dan jaringan. Oleh karena itu, prosedur penggunaannya
harus dikelola dengan baik dan hati-hati yang dilakukan dengan cara proteksi radiasi
terhadap pasien, operator, dokter gigi, dan masyarakat di lingkungan sekitar.1,2
Hasil penelitian Anne pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Fakultas
Kedokteran Gigi UNPAD adalah sebesar 92% responden mengetahui mengenai
bahaya yang mungkin timbul akibat foto ronsen, 99% responden mengetahui
mengenai resiko pasien terkena dampak bahaya foto ronsen tersebut, 99% responden
mengetahui prinsip proteksi radiasi dan 84% responden mengetahui tentang
pentingnya penggunaan apron.3 Hasil penelitian Emilia pada mahasiswa kepaniteraan klinik di Fakultas Kedokteran Gigi USU adalah sebesar 88,8% responden mengetahui
bahaya yang timbul akibat radiasi foto ronsen.4 Hasil penelitian Mahdila yang dilakukan terhadap mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu Fakultas
Kedokteran Gigi di Malaysia adalah sebesar 100% responden mengetahui bahaya
akibat radiasi foto ronsen.5
Hasil yang beragam diperoleh pada penelitian tersebut di setiap fakultas
kedokteran gigi yang berbeda dan semua penelitian dilakukan terhadap mahasiswa
non klinik menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut
terhadap mahasiswa non klinik yang telah mengambil mata kuliah radiologi
kedokteran gigi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan mahasiswa non klinik tersebut
mengenai keselamatan kerja di lintasan radiasi.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu
bagaimana pengetahuan mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan
radiasi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi pada salah satu
Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
1.4Manfaat Penelitian
Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada seluruh mahasiswa dan staf pengajar pada Fakultas Kedokteran Gigi
khususnya di Fakultas Kedokteran Gigi USU tentang keselamatan kerja di lintasan
radiasi terutama pada saat melakukan radiografi kedokteran gigi.
Secara aplikatif diharapkan agar seluruh mahasiswa dan klinisi pada Fakultas
Kedokteran Gigi khususnya di Fakultas Kedokteran Gigi USU dapat mengikuti garis
panduan tentang keselamatan kerja di lintasan radiasi kedokteran gigi yang telah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan
pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada
keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan
radiasi.6 Keselamatan radiasi adalah bagian dari keselamatan secara keseluruhan. Terminologi keselamatan radiasi dan proteksi radiasi sering digunakan secara
bersamaan. Proteksi radiasi berhubungan dengan pembatasan dosis radiasi sedangkan
keselamatan radiasi berhubungan dengan mengurangi potensi kecelakaan radiasi.7 Menurut PP No.33 Tahun 2007, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya
radiasi, sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untukmengurangi
pengaruh radiasi yang merusak akibatpaparan radiasi.8
2.1Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi menurut International Commission Radiological Protection (ICRP)
ICRP adalah organisasi ilmiah non pemerintah yang dibentuk tahun 1928 dan
yang kompeten dalam memberikan rekomendasi dan pedoman mengenai proteksi
radiasi. ICRP pertama kali menerbitkan publikasinya pada tahun 1928 yang awalnya
hanya memberikan perhatian pada penggunaan radiasi dalam bidang medik dan
selanjutnya berkembang mencakup kegiatan nuklir lainnya. Rekomendasi ICRP
membentuk dasar standar proteksi radiasi ke seluruh dunia, meskipun ICRP bukan
suatu badan pengawas maupun bukan standar nasional dan internasional.7,9
2.1.1Tujuan Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi dimaksudkan agar seseorang menerima atau terkena dosis
diterbitkannya Publikasi ICRP No.26 Tahun 1977. Adapun tujuan utama dari proteksi
radiasi adalah:7,9,10
a. Mencegah terjadinya efek non stokastik (deterministik) yang
membahayakan.
b. Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup
rendah yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan di sekitarnya.
Efek stokastik adalah efek yang kemungkinan terjadinya merupakan akibat
dari dosis radiasi yang diterima oleh seseorang tanpa suatu nilai ambang, sedangkan
efek deterministik adalah efek yang tingkat keparahannya tergantung pada dosis
radiasi yang diterima dan memerlukan suatu nilai ambang. Efek negatif ini disebut
efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi dan disebut efek genetik
apabila dialami oleh keturunannya.11
2.1.2Asas Proteksi Radiasi
ICRP sudah sejak awal memberikan pemahaman mengenai asas proteksi
radiasi untuk mencapai tujuan proteksi radiasi, sesuai dengan rekomendasi ICRP
No.60 Tahun 1990, yaitu:7,9-14 a. Asas Justifikasi
Setiap jenis pemanfaatan harus terlebih dahulu dijustifikasi antara manfaat
dan risiko, dalam hal ini manfaat yang diterima harus lebih besar dari risiko yang
ditimbulkannya.
b. Asas Limitasi
Asas limitasi diberlakukan untuk paparan kerja dan paparan masyarakat
melalui penerapan nilai batas dosis. Harus diingat bahwa nilai batas dosis tidak
berlaku untuk paparan medik dan paparan yang berasal dari alam. Dosis yang
diterima pekerja radiasi maupun masyarakat tidak boleh melampaui nilai batas dosis
yang telah ditetapkan. Semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi
cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa dengan menggunakan program proteksi
radiasi yang disusun secara baik sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan
c. Asas Optimasi
Semua penyinaran harus diupayakan agar besarnya dosis yang diterima
serendah-rendahnya sesuai prinsip ALARA (as low as reasonably achieveable)
dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Kegiatan pemanfaatan radiasi
harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang serta dioperasikan untuk
menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya. Dalam
kaitannya dengan penyusunan program proteksi radiasi, asas optimasi mengandung
pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara
seksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi
radiasi dikatakan memenuhi asas optimasi apabila semua komponen dalam program
tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi.
2.1.3Acuan Dasar Proteksi Radiasi
Untuk mencapai tujuan program proteksi radiasi, baik untuk pekerja radiasi
maupun masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan proteksi
radiasi harus sesuai dengan acuan dasar tadi. Sesuai dengan rekomendasi ICRP,
dalam setiap kegiatan proteksi radiasi dikenal adanya standar dalam nilai batas dan
tingkat acuan.Nilai batas terdiri dari nilai batas dasar, nilai batas turunan, dan nilai
batas ditetapkan. Sedangkan tingkat acuan terdiri dari tingkat pencatatan, tingkat
penyelidikan, dan tingkat intervensi.10
Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara
langsung. Sedangkan dalam pelaksanaan program proteksi radiasi, rencana program
pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung dapat
menunjukkan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan batas dosis. Untuk mencapai
efisiensi dalam proteksi radiasi, dipandang perlu memperkenalkan nilai batas turunan
yang menunjukkan hubungan langsung antara nilai batas dasar dan hasil pengukuran.
Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan dengan nilai batas
dasar menggunakan suatu model. Dengan demikian, hasil pengukuran yang sesuai
Sedangkan nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur yang ditetapkan oleh
pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instansi. Nilai batas ditetapkan
biasanya lebih rendah dari nilai batas turunan, ada juga kemungkinan keduanya
sama.10
Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas tetapi dapat digunakan untuk
menentukan suatu tindakan dalam hal suatu nilai besaran melampaui atau diramalkan
dapat melampai tingkat acuan. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan program
pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat acuan. Pelaksanaan program proteksi
radiasi memerlukan tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika suatu
besaran mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini akan sangat membantu penguasa
instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga tingkat acuan,
yaitu:6,10
a. Tingkat Pencatatan
Tingkat pencatatan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil
pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari 1/10 dari
nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada di bawah nilai
tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
b. Tingkat Penyelidikan
Tingkat penyelidikan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka penyebab
atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat penyelidikan harus
kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.
c. Tingkat Intervensi
Tingkat intervensi yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa
tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus ditentukan
sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi operasional normal.
2.1.4Nilai Batas Dosis (NBD)
Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan
tidak boleh melebihi NBD yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang. Semua
sedemikian rupa dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun dan
dikelola secara baik sehingga NBD yang telah ditetapkan tidak akan terlampaui.ICRP
mendefinisikan dosis maksimum yang diizinkan diterima seseorang sebagai “dosis
yang diterima dalam jangkawaktu tertentu atau dosis yang berasal dari penyinaran
intensif seketika, yang menurut tingkat pengetahuan dewasa ini memberikan
kemungkinan yang dapat diabaikan tentang terjadinya cacat somatik gawat atau
cacat genetik”.16
Sejarah perkembangan NBD tidak lepas dari munculnya kesadaran akan
pentingnya proteksi radiasi yang dimulai pada awal tahun 1920-an. Dari waktu ke
waktu, ICRP selalu memperbaiki dan menyempurnakan rekomendasinya mengenai
perlindungan terhadap bahaya radiasi.16,17
Konsep terbaru mengenai prisip-prinsip dasar proteksi radiasi telah
diperkenalkan dalam publikasi ICRP No. 60 tahun 1990 dan terjadi penurunan NBD
efektif tahunan. Penurunan ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari resiko
yang lebih besar akibat paparan radiasi pengion dan semata-mata bukan disebabkan
oleh penurunan batas resiko yang dapat diterima, melainkan disebabkan oleh
perubahan cara menghitung atau mengestimasi peluang terjadinya resiko yang dapat
diterima. Dosis 1 mSv/tahun ini mengakibatkan timbulnya peluang kematian karena
kanker sebesar 4 x 10-3. Angka ini sama dengan peluang kematian karena kanker oleh sebab-sebab lain (karsinogenik kimia) pada semua orang dengan masa usia kerja.
Radiasi 1 mSv/tahun untuk masyarakat tidak termasuk radiasi alam yang mau tidak
mau harus diterima oleh setiap orang.10,16,17
NBD berdasarkan ICRP No.60 Tahun 1990 ini belum digunakan di Indonesia
karena penentuan ini tidak diperhitungkan dengan dosis yang diperoleh dari kegiatan
medik.16,17 Adapun ketentuan NBD berdasarkan ICRP No.60 Tahun 1990 adalah sebagai berikut.
a. Pekerja Radiasi
NBD yang tidak boleh dilampaui setiap pekerja radiasi akibat penyinaran
kerja, adalah:18,19
2. Dosis efektif maksimum 50 mSv selama setahun.
3. Dosis ekuivalen 150 mSv/tahun untuk lensa mata.
4. Dosis ekuivalen 500 mSv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki.
b. Siswa dan Magang (Usia 16 – 18 Tahun)
Siswa dan magang yang menggunakan penyinaran radiasi dan menggunakan
sumber radiasi dalam studinya harus diawasi sehingga NBD-nya adalah:18,19 1. Dosis efektif 6 mSv/tahun.
2. Dosis ekuivalen 50 mSv/tahun untuk lensa mata.
3. Dosis ekuivalen 150 mSv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki.
c. Keadaan Khusus
Walaupun sudah berusaha sebaik-baiknya untuk melaksanakan semua
ketentuan keselamatan kerja, namun untuk sementara perubahan nilai batas dosis
masih diperlukan dan telah disetujui, maka:18,19
1. Masa rata-rata dapat diperpanjang menjadi 10 tahun berturut-turut.
2. Perubahan sementara ditentukan oleh instansi berwenang tetapi tidak boleh lebih
dari 50 mSv selama setahun dan perubahan sementara ini tidak boleh lebih dari
lima tahun.
d. Masyarakat Umum
Dosis rata-rata yang diperkirakan akan diterima oleh masyarakat umum tidak
boleh lebih besar dari NBD berikut:18,19 1. Dosis efektif 1 mSv/tahun.
2. Dalam kondisi khusus, dosis efektif 5 mSv selama setahun dan rata-rata selama
lima tahun berturut-turut tidak lebih dari 1 mSv/tahun.
3. Dosis ekuivalen 15 mSv/tahun untuk lensa mata.
4. Dosis ekuivalen 50 mSv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki.
NBD antara pekerja radiasi berbeda dengan masyarakat umum. Adapun
alasan yang membedakan hal ini adalah:10,17
a. Jumlah anggota masyarakat jauh lebih besar dibandingkan jumlah pekerja
radiasi sehingga efek kelainan per sievert dosis radiasi yang diterima tubuh akan
b. Hubungan kerja yang melibatkan resiko penyinaran dalam pekerjaan
bersifat sukarela dan bahaya radiasi yang dihadapi dapat diketahui sebelumnya.
c. Pekerja radiasi telah dipilih sedemikian rupa sehingga mereka yang
dianggap tidak mampu menghadapi setiap bahaya tertentu akan disalurkan untuk
kegiatan yang lain.
d. Dalam suatu instalasi nuklir, bahaya radiasi dapat dievaluasi dan diawasi
melalui pemantauan radiasi.
e. Anggota masyarakat adalah bukan pekerja radiasi yang kemungkinan
besar terdiri dari anak-anak dan janin yang lebih peka terhadap kerusakan radiasi dan
mungkin juga terdiri dari orang lanjut usia yang mungkin lebih mudah terpengaruh
oleh kerusakan radiasi.
f. Jangka waktu penyinaran pekerja radiasi lebih pendek dibandingkan
jangka waktu penyinaran oleh lingkungan luar.
g. Setiap instalasi tidak dibenarkan untuk mengenakan ukuran penuh dari
bahaya pekerjaan yang khusus untuk sekitarnya.
2.2Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi menurut Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
BAPETEN adalah instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui
peraturan, perizinan dan inspeksi terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga
nuklir.16 BAPETEN merupakan Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang dibentuk
berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 dan dilaksanakan melalui
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja, yang beberapa kali telah diubah
dan terakhir dengan Peraturan Presiden RI Nomor 64 Tahun 2005.18
Di dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut disebutkan
bahwa tugas pokok BAPETEN ialah melaksanakan tugas pemerintah di bidang
pengawasan tenaga nuklir melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Pengawasan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa pengawasan terhadap
tenaga nuklir dilaksanakan oleh Badan Pengawas melalui peraturan, perizinan dan
inspeksi meliputi aspek keselamatan (safety), keamanan (security) dan safeguards.
Untuk itu diharapkan dalam melaksanakan tugasnya BAPETEN memberikan rasa
aman dan tenteram bagi pekerja dan masyarakat serta perlindungan terhadap
lingkungan hidup.18
Menurut BAPETEN, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari
bahaya radiasi. Sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Paparan radiasi
merupakan penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau materi, baik disengaja
atautidak, yang berasal dari radiasi interna maupun eksterna.16
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi meliputi:8 a. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif.
b. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis
radiasi yang diterima organ/jaringan.
c. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan.
d. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya
untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.
Proteksi radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:8 a. Proteksi radiasi kerja yang merupakan perlindungan pekerja.
b. Proteksi radiasi medis yang merupakan perlindungan pasien dan pekerja
radiasi.
c. Proteksi radiasi masyarakat yang merupakan perlindungan individu,
anggota masyarakat dan penduduk secara keseluruhan.
Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya
radiasi adalah:7
a. Meniadakan bahaya radiasi dengan mentaati dan melaksanakan peraturan
b. Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia dengan merancang tempat kerja
dan menggunakan peralatan proteksi radiasi yang baik serta penahan radiasi yang
memadai sehingga kondisi kerja dan lingkungannya aman.
c. Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi yang memerlukan pemonitoran
dan pengawasan secara terus menerus baik pekerja radiasi maupun lingkungannya.
2.2.1Prinsip Proteksi Radiasi
Sumber radiasi memancarkan radiasi pengion yang berbahaya. Untuk
memproteksi diri dari sumber radiasi, maka diterapkan tiga strategi dasar yang
dikenal sebagai prinsip proteksi radiasi, yaitu:9,19 a. Waktu
Kurangi waktu berada di sekitar sumber radiasi. Sedapat mungkin diupayakan
untuk tidak terlalu lama berada di dekat sumber radiasi saat proses radiografi untuk
mengurangi dosis radiasi yang diterima secara proporsional. Semakin minimal waktu
bekerja maka akan semakin minimal dosis yang diterima.
b. Jarak
Posisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi. Besarnya paparan radiasi
akan menurun sebanding dengan kebalikan kuadrat jarak terhadap sumber.
Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor dua maka akan menurunkan intensitasnya
menjadi seperempatnya dan menjauhkan jarak sumber radiasi dengan faktor tiga
maka akan menurunkan intensitas radiasi menjadi sepersembilannya.
c. Perisai (Shielding)
Pilih dan gunakan perisai yang sesuai selama melakukan pekerjaan dengan
sumber radiasi. Perisai yang tepat dapat menurunkan secara eksponensial paparan
radiasi gamma dan menghalangi hampir semua sinar radiasi beta. Pilih dan gunakan
perisai yang sesuai selama melakukan penelitian atau pekerjaan dengan sumber
radiasi. Gunakan pelindung berupa apron, sarung tangan dan kaca mata berlapis
timbal (Pb) yang merupakan sarana proteksi radiasi individu. Proteksi lingkungan
terhadap radiasi dapat dilakukan dengan melapisi ruang radiografi menggunakan Pb
Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah menunjukkan
tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan
dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Ketika inspeksi dilakukan di
suatu fasilitas, dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi menjadi salah satu
topik diskusi antara tim inspeksi dengan Pemegang Izin, Petugas Proteksi Radiasi
(PPR) dan praktisi medik.
2.2.2Nilai Batas Dosis (NBD)
Dosis radiasi adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau
jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya. Dosis
ekuivalen adalah besaran dosis yang khusus digunakan dalam proteksi radiasi untuk
menyatakan besarnya tingkat kerusakan pada jaringan tubuh akibat terserapnya
sejumlah energi radiasi dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhinya (dosis
dan jenis radiasi serta faktor lain). Sedangkan dosis efektif adalah besaran dosis yang
khusus digunakan dalam proteksi radiasi yang nilainya adalah jumlah perkalian dosis
ekuivalen yang diterima jaringan dengan faktor skor jaringan.16
Menurut BAPETEN, NBD adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh
BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam
jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti
akibat pemanfaatan tenaga nuklir. NBD tidak tergantung pada laju dosis baik untuk
radiasi eksterna maupun interna. Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran medis dan
alam. Pekerja radiasi tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita
dalam masa menyusui tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi dengan resiko
kontaminasi tinggi.16
Berikut ini adalah NBD yang ditetapkan sesuai SK Kepala Bapeten No.
1/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi:16 a. Pekerja Radiasi
NBD yang tidak boleh dilampaui setiap pekerja radiasi akibat penyinaran
kerja adalah:18,19
2. Dosis untuk wanita dalam usia subur adalah 13 mSv dalam jangka 13 minggu
pada abdomen dan wanita hamil adalah 10 mSv pada janin terhitung sejak
dinyatakan mengandung hingga saat bayi lahir.
3. Dosis penyinaran lokal adalah 500 mSv/tahun. Khusus untuk lensa mata adalah
150 mSv/tahun dan 500 mSv/tahun untuk kulit, tangan, lengan serta kaki.
b. Keadaan Khusus
Pembatasan dosis untuk penyinaran khusus direncanakan hanya boleh
dilakukan bagi pekerja radiasi kategori A dan telah mendapat izin dari Pengusaha
Instalasi Nuklir (PIN) setempat dengan mempertimbangkan bahwa sudah tidak ada
cara lain, usia dan kesehatan. Penyinaran khusus tersebut tidak boleh diberikan
kepada pekerja radiasi, apabila:
1. Selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih besar daripada NBD
seluruh tubuh (dan usia subur).
2. Pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau kecelakaan sehingga
jumlah dosis melebihi 5 kali NBD untuk seluruh tubuh (lokal).
3. Wanita usia subur dan menolak.
c. Masyarakat Umum
NBD yang tidak boleh dilampaui masyarakat umum adalah:18,19
1. Dosis penyinaran seluruh tubuh adalah 1/10 dari NBD pekerja radiasi yaitu
sebesar 5 mSv/tahun.
2. Dosis penyinaran lokal adalah 50 mSv/tahun.
Setiap penguasa instalasi nuklir harus menjamin kontribusi penyinaran yang
berasal dari instalasinya kepada anggota masyarakat serendah mungkin dan harus
dikaji ulang dan dilaporkan pada instansi yang berwenang, khususnya harus
diperkirakan dosis genetik.
d. Siswa dan Magang
NBD dalam satu tahun untuk siswa dan magang yang harus menggunakan
sumber radiasi adalah:
1. Usia di atas 18 tahun sama dengan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi.
3. Usia dibawah 16 tahun adalah 0,1 dari NBD untuk masyarakat umum dan tidak
boleh menerima dosis sebesar 0,01 dari NBD masyarakat umum dalam sekali
penyinaran.
2.2.3Alat Proteksi Radiasi
Berikut ini adalah beberapa alat proteksi radiasi yang biasa digunakan dalam
radiologi medik terutama radiologi kedokteran gigi sesuai yang direkomendasikan
oleh BAPETEN.16,19 a. Baju Pelindung
Pakaian pelindung untuk pekerja radiasi berbeda dengan yang digunakan di
bengkel mekanik atau elektrik.
Pakaian kerja yang digunakan di daerah instalasi nuklir tidak boleh dibawa
pulang dan harus dibersihkan/dicuci dan didekontaminasi oleh masing-masing
instalasi. Pakaian yang akan diperlakukan sebagai limbah radioaktif dikelola oleh
bidang keselamatan satuan kerja. Berbagai jenis pakaian pelindung diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Berbagai jenis pakaian pelindung.16
Untuk melindungi tubuh atau bagian tubuh dari kemungkinan terkena paparan
pelindung radiasi ini digunakan oleh pekerja radiasi yang menangani sumber radiasi
tinggi pada jarak jangkau tertentu. Pakaian ini bahannya mengandung timah hitam
atau timbal (Pb).
Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan
pesawat sinar X radiologi diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat
sinar-X radiologi intervensional. Tebal kesetaran timah hitam harus diberi tanda
secara permanen dan jelas pada apron tersebut.
b. Pelindung Gonad
Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk
penggunaan pesawat sinar X Radiologi Diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb
untuk pesawat sinar X Radiologi Intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi
tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. Proteksi ini harus dengan
ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari
paparan berkas utama.
c. Pelindung Tiroid
Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.
d. Tabir
Tabir yang digunakan oleh pekerja harus dilapisi dengan bahan yang setara
dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir adalah dengan tinggi 2 m dan lebar 1 m yang
dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb.
2.2.4 Alat Monitoring Dosis Perorangan
Alat monitoring yang digunakan untuk memantau dosis perorangan sesuai
rekomendasi BATAN adalah:16 a. Film Badge
b. Termoluminisensi Dosimeter (TLD)
2.2.5Alat Monitoring Paparan Radiasi
Peralatan pemantau paparan radiasi seperti surveymeter tidak dipersyaratkan
untuk penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostiktetapi, sedangkan untuk
penggunaan pesawat sinar-X radiologi intervensional sebaiknya tersedia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan
pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada
keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan
radiasi.6 Keselamatan radiasi adalah bagian dari keselamatan secara keseluruhan. Terminologi keselamatan radiasi dan proteksi radiasi sering digunakan secara
bersamaan. Proteksi radiasi berhubungan dengan pembatasan dosis radiasi sedangkan
keselamatan radiasi berhubungan dengan mengurangi potensi kecelakaan radiasi.7 Menurut PP No.33 Tahun 2007, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya
radiasi, sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untukmengurangi
pengaruh radiasi yang merusak akibatpaparan radiasi.8
2.1Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi menurut International Commission Radiological Protection (ICRP)
ICRP adalah organisasi ilmiah non pemerintah yang dibentuk tahun 1928 dan
yang kompeten dalam memberikan rekomendasi dan pedoman mengenai proteksi
radiasi. ICRP pertama kali menerbitkan publikasinya pada tahun 1928 yang awalnya
hanya memberikan perhatian pada penggunaan radiasi dalam bidang medik dan
selanjutnya berkembang mencakup kegiatan nuklir lainnya. Rekomendasi ICRP
membentuk dasar standar proteksi radiasi ke seluruh dunia, meskipun ICRP bukan
suatu badan pengawas maupun bukan standar nasional dan internasional.7,9
2.1.1Tujuan Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi dimaksudkan agar seseorang menerima atau terkena dosis
diterbitkannya Publikasi ICRP No.26 Tahun 1977. Adapun tujuan utama dari proteksi
radiasi adalah:7,9,10
a. Mencegah terjadinya efek non stokastik (deterministik) yang
membahayakan.
b. Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup
rendah yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan di sekitarnya.
Efek stokastik adalah efek yang kemungkinan terjadinya merupakan akibat
dari dosis radiasi yang diterima oleh seseorang tanpa suatu nilai ambang, sedangkan
efek deterministik adalah efek yang tingkat keparahannya tergantung pada dosis
radiasi yang diterima dan memerlukan suatu nilai ambang. Efek negatif ini disebut
efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi dan disebut efek genetik
apabila dialami oleh keturunannya.11
2.1.2Asas Proteksi Radiasi
ICRP sudah sejak awal memberikan pemahaman mengenai asas proteksi
radiasi untuk mencapai tujuan proteksi radiasi, sesuai dengan rekomendasi ICRP
No.60 Tahun 1990, yaitu:7,9-14 a. Asas Justifikasi
Setiap jenis pemanfaatan harus terlebih dahulu dijustifikasi antara manfaat
dan risiko, dalam hal ini manfaat yang diterima harus lebih besar dari risiko yang
ditimbulkannya.
b. Asas Limitasi
Asas limitasi diberlakukan untuk paparan kerja dan paparan masyarakat
melalui penerapan nilai batas dosis. Harus diingat bahwa nilai batas dosis tidak
berlaku untuk paparan medik dan paparan yang berasal dari alam. Dosis yang
diterima pekerja radiasi maupun masyarakat tidak boleh melampaui nilai batas dosis
yang telah ditetapkan. Semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi
cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa dengan menggunakan program proteksi
radiasi yang disusun secara baik sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan
c. Asas Optimasi
Semua penyinaran harus diupayakan agar besarnya dosis yang diterima
serendah-rendahnya sesuai prinsip ALARA (as low as reasonably achieveable)
dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Kegiatan pemanfaatan radiasi
harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang serta dioperasikan untuk
menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya. Dalam
kaitannya dengan penyusunan program proteksi radiasi, asas optimasi mengandung
pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara
seksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi
radiasi dikatakan memenuhi asas optimasi apabila semua komponen dalam program
tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi.
2.1.3Acuan Dasar Proteksi Radiasi
Untuk mencapai tujuan program proteksi radiasi, baik untuk pekerja radiasi
maupun masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan proteksi
radiasi harus sesuai dengan acuan dasar tadi. Sesuai dengan rekomendasi ICRP,
dalam setiap kegiatan proteksi radiasi dikenal adanya standar dalam nilai batas dan
tingkat acuan.Nilai batas terdiri dari nilai batas dasar, nilai batas turunan, dan nilai
batas ditetapkan. Sedangkan tingkat acuan terdiri dari tingkat pencatatan, tingkat
penyelidikan, dan tingkat intervensi.10
Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara
langsung. Sedangkan dalam pelaksanaan program proteksi radiasi, rencana program
pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung dapat
menunjukkan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan batas dosis. Untuk mencapai
efisiensi dalam proteksi radiasi, dipandang perlu memperkenalkan nilai batas turunan
yang menunjukkan hubungan langsung antara nilai batas dasar dan hasil pengukuran.
Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan dengan nilai batas
dasar menggunakan suatu model. Dengan demikian, hasil pengukuran yang sesuai
Sedangkan nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur yang ditetapkan oleh
pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instansi. Nilai batas ditetapkan
biasanya lebih rendah dari nilai batas turunan, ada juga kemungkinan keduanya
sama.10
Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas tetapi dapat digunakan untuk
menentukan suatu tindakan dalam hal suatu nilai besaran melampaui atau diramalkan
dapat melampai tingkat acuan. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan program
pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat acuan. Pelaksanaan program proteksi
radiasi memerlukan tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika suatu
besaran mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini akan sangat membantu penguasa
instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga tingkat acuan,
yaitu:6,10
a. Tingkat Pencatatan
Tingkat pencatatan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil
pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari 1/10 dari
nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada di bawah nilai
tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
b. Tingkat Penyelidikan
Tingkat penyelidikan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka penyebab
atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat penyelidikan harus
kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.
c. Tingkat Intervensi
Tingkat intervensi yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa
tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus ditentukan
sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi operasional normal.
2.1.4Nilai Batas Dosis (NBD)
Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan
tidak boleh melebihi NBD yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang. Semua
sedemikian rupa dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun dan
dikelola secara baik sehingga NBD yang telah ditetapkan tidak akan terlampaui.ICRP
mendefinisikan dosis maksimum yang diizinkan diterima seseorang sebagai “dosis
yang diterima dalam jangkawaktu tertentu atau dosis yang berasal dari penyinaran
intensif seketika, yang menurut tingkat pengetahuan dewasa ini memberikan
kemungkinan yang dapat diabaikan tentang terjadinya cacat somatik gawat atau
cacat genetik”.16
Sejarah perkembangan NBD tidak lepas dari munculnya kesadaran akan
pentingnya proteksi radiasi yang dimulai pada awal tahun 1920-an. Dari waktu ke
waktu, ICRP selalu memperbaiki dan menyempurnakan rekomendasinya mengenai
perlindungan terhadap bahaya radiasi.16,17
Konsep terbaru mengenai prisip-prinsip dasar proteksi radiasi telah
diperkenalkan dalam publikasi ICRP No. 60 tahun 1990 dan terjadi penurunan NBD
efektif tahunan. Penurunan ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari resiko
yang lebih besar akibat paparan radiasi pengion dan semata-mata bukan disebabkan
oleh penurunan batas resiko yang dapat diterima, melainkan disebabkan oleh
perubahan cara menghitung atau mengestimasi peluang terjadinya resiko yang dapat
diterima. Dosis 1 mSv/tahun ini mengakibatkan timbulnya peluang kematian karena
kanker sebesar 4 x 10-3. Angka ini sama dengan peluang kematian karena kanker oleh sebab-sebab lain (karsinogenik kimia) pada semua orang dengan masa usia kerja.
Radiasi 1 mSv/tahun untuk masyarakat tidak termasuk radiasi alam yang mau tidak
mau harus diterima oleh setiap orang.10,16,17
NBD berdasarkan ICRP No.60 Tahun 1990 ini belum digunakan di Indonesia
karena penentuan ini tidak diperhitungkan dengan dosis yang diperoleh dari kegiatan
medik.16,17 Adapun ketentuan NBD berdasarkan ICRP No.60 Tahun 1990 adalah sebagai berikut.
a. Pekerja Radiasi
NBD yang tidak boleh dilampaui setiap pekerja radiasi akibat penyinaran
kerja, adalah:18,19
2. Dosis efektif maksimum 50 mSv selama setahun.
3. Dosis ekuivalen 150 mSv/tahun untuk lensa mata.
4. Dosis ekuivalen 500 mSv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki.
b. Siswa dan Magang (Usia 16 – 18 Tahun)
Siswa dan magang yang menggunakan penyinaran radiasi dan menggunakan
sumber radiasi dalam studinya harus diawasi sehingga NBD-nya adalah:18,19 1. Dosis efektif 6 mSv/tahun.
2. Dosis ekuivalen 50 mSv/tahun untuk lensa mata.
3. Dosis ekuivalen 150 mSv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki.
c. Keadaan Khusus
Walaupun sudah berusaha sebaik-baiknya untuk melaksanakan semua
ketentuan keselamatan kerja, namun untuk sementara perubahan nilai batas dosis
masih diperlukan dan telah disetujui, maka:18,19
1. Masa rata-rata dapat diperpanjang menjadi 10 tahun berturut-turut.
2. Perubahan sementara ditentukan oleh instansi berwenang tetapi tidak boleh lebih
dari 50 mSv selama setahun dan perubahan sementara ini tidak boleh lebih dari
lima tahun.
d. Masyarakat Umum
Dosis rata-rata yang diperkirakan akan diterima oleh masyarakat umum tidak
boleh lebih besar dari NBD berikut:18,19 1. Dosis efektif 1 mSv/tahun.
2. Dalam kondisi khusus, dosis efektif 5 mSv selama setahun dan rata-rata selama
lima tahun berturut-turut tidak lebih dari 1 mSv/tahun.
3. Dosis ekuivalen 15 mSv/tahun untuk lensa mata.
4. Dosis ekuivalen 50 mSv/tahun untuk kulit, tangan dan kaki.
NBD antara pekerja radiasi berbeda dengan masyarakat umum. Adapun
alasan yang membedakan hal ini adalah:10,17
a. Jumlah anggota masyarakat jauh lebih besar dibandingkan jumlah pekerja
radiasi sehingga efek kelainan per sievert dosis radiasi yang diterima tubuh akan
b. Hubungan kerja yang melibatkan resiko penyinaran dalam pekerjaan
bersifat sukarela dan bahaya radiasi yang dihadapi dapat diketahui sebelumnya.
c. Pekerja radiasi telah dipilih sedemikian rupa sehingga mereka yang
dianggap tidak mampu menghadapi setiap bahaya tertentu akan disalurkan untuk
kegiatan yang lain.
d. Dalam suatu instalasi nuklir, bahaya radiasi dapat dievaluasi dan diawasi
melalui pemantauan radiasi.
e. Anggota masyarakat adalah bukan pekerja radiasi yang kemungkinan
besar terdiri dari anak-anak dan janin yang lebih peka terhadap kerusakan radiasi dan
mungkin juga terdiri dari orang lanjut usia yang mungkin lebih mudah terpengaruh
oleh kerusakan radiasi.
f. Jangka waktu penyinaran pekerja radiasi lebih pendek dibandingkan
jangka waktu penyinaran oleh lingkungan luar.
g. Setiap instalasi tidak dibenarkan untuk mengenakan ukuran penuh dari
bahaya pekerjaan yang khusus untuk sekitarnya.
2.2Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi menurut Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
BAPETEN adalah instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui
peraturan, perizinan dan inspeksi terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga
nuklir.16 BAPETEN merupakan Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang dibentuk
berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 dan dilaksanakan melalui
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja, yang beberapa kali telah diubah
dan terakhir dengan Peraturan Presiden RI Nomor 64 Tahun 2005.18
Di dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut disebutkan
bahwa tugas pokok BAPETEN ialah melaksanakan tugas pemerintah di bidang
pengawasan tenaga nuklir melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Pengawasan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa pengawasan terhadap
tenaga nuklir dilaksanakan oleh Badan Pengawas melalui peraturan, perizinan dan
inspeksi meliputi aspek keselamatan (safety), keamanan (security) dan safeguards.
Untuk itu diharapkan dalam melaksanakan tugasnya BAPETEN memberikan rasa
aman dan tenteram bagi pekerja dan masyarakat serta perlindungan terhadap
lingkungan hidup.18
Menurut BAPETEN, keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan
untuk melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari
bahaya radiasi. Sedangkan proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Paparan radiasi
merupakan penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau materi, baik disengaja
atautidak, yang berasal dari radiasi interna maupun eksterna.16
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi meliputi:8 a. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif.
b. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis
radiasi yang diterima organ/jaringan.
c. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan.
d. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya
untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.
Proteksi radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:8 a. Proteksi radiasi kerja yang merupakan perlindungan pekerja.
b. Proteksi radiasi medis yang merupakan perlindungan pasien dan pekerja
radiasi.
c. Proteksi radiasi masyarakat yang merupakan perlindungan individu,
anggota masyarakat dan penduduk secara keseluruhan.
Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya
radiasi adalah:7
a. Meniadakan bahaya radiasi dengan mentaati dan melaksanakan peraturan
b. Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia dengan merancang tempat kerja
dan menggunakan peralatan proteksi radiasi yang baik serta penahan radiasi yang
memadai sehingga kondisi kerja dan lingkungannya aman.
c. Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi yang memerlukan pemonitoran
dan pengawasan secara terus menerus baik pekerja radiasi maupun lingkungannya.
2.2.1Prinsip Proteksi Radiasi
Sumber radiasi memancarkan radiasi pengion yang berbahaya. Untuk
memproteksi diri dari sumber radiasi, maka diterapkan tiga strategi dasar yang
dikenal sebagai prinsip proteksi radiasi, yaitu:9,19 a. Waktu
Kurangi waktu berada di sekitar sumber radiasi. Sedapat mungkin diupayakan
untuk tidak terlalu lama berada di dekat sumber radiasi saat proses radiografi untuk
mengurangi dosis radiasi yang diterima secara proporsional. Semakin minimal waktu
bekerja maka akan semakin minimal dosis yang diterima.
b. Jarak
Posisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi. Besarnya paparan radiasi
akan menurun sebanding dengan kebalikan kuadrat jarak terhadap sumber.
Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor dua maka akan menurunkan intensitasnya
menjadi seperempatnya dan menjauhkan jarak sumber radiasi dengan faktor tiga
maka akan menurunkan intensitas radiasi menjadi sepersembilannya.
c. Perisai (Shielding)
Pilih dan gunakan perisai yang sesuai selama melakukan pekerjaan dengan
sumber radiasi. Perisai yang tepat dapat menurunkan secara eksponensial paparan
radiasi gamma dan menghalangi hampir semua sinar radiasi beta. Pilih dan gunakan
perisai yang sesuai selama melakukan penelitian atau pekerjaan dengan sumber
radiasi. Gunakan pelindung berupa apron, sarung tangan dan kaca mata berlapis
timbal (Pb) yang merupakan sarana proteksi radiasi individu. Proteksi lingkungan
terhadap radiasi dapat dilakukan dengan melapisi ruang radiografi menggunakan Pb
Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah menunjukkan
tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan
dan prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Ketika inspeksi dilakukan di
suatu fasilitas, dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi menjadi salah satu
topik diskusi antara tim inspeksi dengan Pemegang Izin, Petugas Proteksi Radiasi
(PPR) dan praktisi medik.
2.2.2Nilai Batas Dosis (NBD)
Dosis radiasi adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau
jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya. Dosis
ekuivalen adalah besaran dosis yang khusus digunakan dalam proteksi radiasi untuk
menyatakan besarnya tingkat kerusakan pada jaringan tubuh akibat terserapnya
sejumlah energi radiasi dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhinya (dosis
dan jenis radiasi serta faktor lain). Sedangkan dosis efektif adalah besaran dosis yang
khusus digunakan dalam proteksi radiasi yang nilainya adalah jumlah perkalian dosis
ekuivalen yang diterima jaringan dengan faktor skor jaringan.16
Menurut BAPETEN, NBD adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh
BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam
jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti
akibat pemanfaatan tenaga nuklir. NBD tidak tergantung pada laju dosis baik untuk
radiasi eksterna maupun interna. Dalam hal ini tidak termasuk penyinaran medis dan
alam. Pekerja radiasi tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita
dalam masa menyusui tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi dengan resiko
kontaminasi tinggi.16
Berikut ini adalah NBD yang ditetapkan sesuai SK Kepala Bapeten No.
1/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi:16 a. Pekerja Radiasi
NBD yang tidak boleh dilampaui setiap pekerja radiasi akibat penyinaran
kerja adalah:18,19
2. Dosis untuk wanita dalam usia subur adalah 13 mSv dalam jangka 13 minggu
pada abdomen dan wanita hamil adalah 10 mSv pada janin terhitung sejak
dinyatakan mengandung hingga saat bayi lahir.
3. Dosis penyinaran lokal adalah 500 mSv/tahun. Khusus untuk lensa mata adalah
150 mSv/tahun dan 500 mSv/tahun untuk kulit, tangan, lengan serta kaki.
b. Keadaan Khusus
Pembatasan dosis untuk penyinaran khusus direncanakan hanya boleh
dilakukan bagi pekerja radiasi kategori A dan telah mendapat izin dari Pengusaha
Instalasi Nuklir (PIN) setempat dengan mempertimbangkan bahwa sudah tidak ada
cara lain, usia dan kesehatan. Penyinaran khusus tersebut tidak boleh diberikan
kepada pekerja radiasi, apabila:
1. Selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih besar daripada NBD
seluruh tubuh (dan usia subur).
2. Pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau kecelakaan sehingga
jumlah dosis melebihi 5 kali NBD untuk seluruh tubuh (lokal).
3. Wanita usia subur dan menolak.
c. Masyarakat Umum
NBD yang tidak boleh dilampaui masyarakat umum adalah:18,19
1. Dosis penyinaran seluruh tubuh adalah 1/10 dari NBD pekerja radiasi yaitu
sebesar 5 mSv/tahun.
2. Dosis penyinaran lokal adalah 50 mSv/tahun.
Setiap penguasa instalasi nuklir harus menjamin kontribusi penyinaran yang
berasal dari instalasinya kepada anggota masyarakat serendah mungkin dan harus
dikaji ulang dan dilaporkan pada instansi yang berwenang, khususnya harus
diperkirakan dosis genetik.
d. Siswa dan Magang
NBD dalam satu tahun untuk siswa dan magang yang harus menggunakan
sumber radiasi adalah:
1. Usia di atas 18 tahun sama dengan nilai batas dosis untuk pekerja radiasi.
3. Usia dibawah 16 tahun adalah 0,1 dari NBD untuk masyarakat umum dan tidak
boleh menerima dosis sebesar 0,01 dari NBD masyarakat umum dalam sekali
penyinaran.
2.2.3Alat Proteksi Radiasi
Berikut ini adalah beberapa alat proteksi radiasi yang biasa digunakan dalam
radiologi medik terutama radiologi kedokteran gigi sesuai yang direkomendasikan
oleh BAPETEN.16,19 a. Baju Pelindung
Pakaian pelindung untuk pekerja radiasi berbeda dengan yang digunakan di
bengkel mekanik atau elektrik.
Pakaian kerja yang digunakan di daerah instalasi nuklir tidak boleh dibawa
pulang dan harus dibersihkan/dicuci dan didekontaminasi oleh masing-masing
instalasi. Pakaian yang akan diperlakukan sebagai limbah radioaktif dikelola oleh
bidang keselamatan satuan kerja. Berbagai jenis pakaian pelindung diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Berbagai jenis pakaian pelindung.16
Untuk melindungi tubuh atau bagian tubuh dari kemungkinan terkena paparan
pelindung radiasi ini digunakan oleh pekerja radiasi yang menangani sumber radiasi
tinggi pada jarak jangkau tertentu. Pakaian ini bahannya mengandung timah hitam
atau timbal (Pb).
Apron yang setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk penggunaan
pesawat sinar X radiologi diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb untuk pesawat
sinar-X radiologi intervensional. Tebal kesetaran timah hitam harus diberi tanda
secara permanen dan jelas pada apron tersebut.
b. Pelindung Gonad
Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb untuk
penggunaan pesawat sinar X Radiologi Diagnostik dan 0,35 mm Pb atau 0,5 mm Pb
untuk pesawat sinar X Radiologi Intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi
tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. Proteksi ini harus dengan
ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari
paparan berkas utama.
c. Pelindung Tiroid
Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.
d. Tabir
Tabir yang digunakan oleh pekerja harus dilapisi dengan bahan yang setara
dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir adalah dengan tinggi 2 m dan lebar 1 m yang
dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb.
2.2.4 Alat Monitoring Dosis Perorangan
Alat monitoring yang digunakan untuk memantau dosis perorangan sesuai
rekomendasi BATAN adalah:16 a. Film Badge
b. Termoluminisensi Dosimeter (TLD)
2.2.5Alat Monitoring Paparan Radiasi
Peralatan pemantau paparan radiasi seperti surveymeter tidak dipersyaratkan
untuk penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostiktetapi, sedangkan untuk
penggunaan pesawat sinar-X radiologi intervensional sebaiknya tersedia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif sederhana
dengan mengambil sampel dari suatu populasi tertentu dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpul data. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini
adalah cross sectional study dimana pengambilan data dilakukan hanya sekali saja
pada suatu saat tertentu.
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera
Barat. Waktu penelitian pada bulan Mei 2013.
3.3Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa non klinik pada salah
satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa non klinik yang telah
mengambil mata kuliah radiologi kedokteran gigi. Sampel penelitian diperoleh secara
purposive sampling, dimana pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau
pertimbangan peneliti.
Kriteria inklusi yang digunakan adalah mahasiswa yang hadir pada saat
pengisian kuesioner.
Kriteria eksklusi yang digunakan adalah mahasiswa yang tidak bersedia
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
n : Besar sampel
Zα2 : Tingkat kepercayaan (1,96)
P : Prevalensi penelitian sebelumnya (Emilia, 2012 sebesar 88,8%)
Q : (100 – P) = 11,2%
d : Ketetapan presisi (10%)
Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
�=(1,96)
2∙0,888∙0,112
(0,1)2
�=3,8416 ∙0,099456 0,01
�=0,3821
0,01 �=��,��
Dengan memakai rumus di atas diperoleh besar sampel minimum sebanyak 38
orang. Pada penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 46 orang.
3.4Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa non klinik pada
salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
3.4.2 Definisi Operasional
Pengetahuan mahasiswa non klinik tentang keselamatan kerja di lintasan
radiasi adalah pemikiran mahasiswa non klinik tentang alat monitoring, cara � =��
2� ∙ �
melakukan pencegahan paparan radiasi, nilai batas dosis radiasi dan alat proteksi
radiasi.
Pengetahuan tersebut diukur dengan kuesioner yang telah diberi skor. Jumlah
pertanyaan ada 11 buah dimana setiap pertanyaan memiliki jawaban YA dan TIDAK
serta memiliki alasan. Pemberian skor pada setiap pertanyaan adalah sebagai berikut:
a. Jawaban YA dengan alasan BENAR memiliki skor 3.
b. Jawaban YA dengan alasan KURANG LENGKAP memiliki skor 2.
c. Jawaban YA dengan alasan SALAH atau TANPA ALASAN dan jawaban
TIDAK memiliki skor 0.
Berdasarkan seluruh pertanyaan yang memiliki total skor maksimal 33, maka
tingkat pengetahuan diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu:
a. Tingkat pengetahuan BAIK apabila total skor lebih dari 22 dari total skor
maksimal.
b. Tingkat pengetahuan SEDANG apabila total skor berada diantara 12 – 22
dari total skor maksimal.
c. Tingkat pengetahuan BURUK apabila total skor kurang dari 12 dari total
skor maksimal.
3.5Metode Pengumpulan Data dan Pelaksanaan Penelitian
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah survei dengan alat
pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner yang dibawa dan disebarkan
langsung oleh peneliti.
Untuk pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Pengurusan izin dari Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
b. Pengurusan izin pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera
Barat untuk melakukan penelitian.
c. Pembagian kuesioner kepada mahasiswa non klinik di salah satu Fakultas
d. Pengumpulan data.
e. Pengolahan dan analisis data.
3.6Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual, melalui proses:
a. Penyuntingan data (editing), dilakukan pemeriksaan kembali apakah data
yang terkumpul sudah lengkap, terbaca dengan jelas, tidak meragukan, dan apakah
ada kesalahan atau sebagainya.
b. Membuat lembaran code (coding sheet) pada lembaran kuesioner yang
tujuannya untuk memberi nomor responden, memberi skor pada setiap jawaban yang
diberikan responden untuk lebih mudah dalam pengolahan, dan menghitung total skor
dari semua pertanyaan.
c. Memasukan data (data entry) ke dalam kolom-kolom yang telah
disesuaikan dengan jawaban masing-masing pertanyaan dan skor dari masing-masing
jawaban.
d. Tabulasi, membuat tabel- tabel data sesuai dengan tujuan penelitian.
3.6.2Analisis Data
Teknik statistik yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah
berupa tabel yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sederhana dan dihitung
dalam bentuk persentase.
3.7Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan keterangan dari Komisi Etik Penelitian
Kesehatan Sumatera Utara (Health Research Ethical Committee of North Sumatera)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Pengetahuan Mahasiswa Non Klinik tentang Keselamatan Kerja di Lintasan Radiasi pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat
Sampel pada penelitian ini berjumlah 46 orang yang berasal dari mahasiswa
non klinik yang telah mengambil mata kuliah radiologi pada salah satu Fakultas
Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
Tabel 1 dan 2 menggambarkan bahwa mahasiswa non klinik tidak mengetahui
tentang alat monitoring yang digunakan untuk mendeteksi paparan radiasi pada para
pekerja radiasi dan pada ruangan radiografi karena tidak ada satu pun mahasiswa
yang dapat menyebutkan nama alat monitoring tersebut.
Tabel 1. Pengetahuan tentang alat monitoring yang digunakan untuk mendeteksi paparan radiasi pada para pekerja radiasi.
Pengetahuan tentang alat monitoring
pada parapekerja radiasi N %
Tahu:
- Alasan benar
- Alasan kurang lengkap - Alasan salah
Tabel 2. Pengetahuan tentang alat monitoring yang digunakan untuk mendeteksi paparan radiasi pada ruangan radiografi.
Pengetahuan tentang alat monitoring
pada ruangan radiografi N %
Tahu:
- Alasan benar