PENGETAHUAN MAHASISWA NON-KLINIK PADA
SALAH SATU FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DI
SUMATERA BARAT TERHADAP PROSEDUR
PEMANFAATAN RADIOGRAFI
KEDOKTERAN GIGI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
V KUMARAN VEALAM
NIM : 090600163
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Radiologi Dental
Tahun 2013
V Kumaran Vealam
Pengetahuan mahasiswa non-klinik pada salah satu fakultas kedokteran gigi di
Sumatera Barat tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi.
xi +49 halaman
Penggunaan sinar Roentgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa dan untuk menentukan rencana perawatan. Hasil penelitian
terdahulu memperlihatkan persentase yang cukup bervariasi terhadap pengetahuan
prosedur pemanfaatan radiografi pada mahasiswa kepaniteraan klinik dari berbagai
Fakultas Kedokteran Gigi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tujuan penelitian
ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan mahasiswa
non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi di salah satu Fakultas
Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional Study. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat berjumlah 46 orang.
Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik
tentang prosedur pemanfaatan radiografi secara individu di kategori baik sebesar
52,17% atau sebanyak 24 orang, kategori sedang sebesar 45,65% atau sebanyak 21
orang dan kategori kurang sebesar 2,17% atau 1 orang.
Kesimpulan penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang
prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi pada salah satu Fakultas Kedokteran
Gigi di Sumatera Barat dapat dikategorikan baik.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 23 Juli 2013
Pembimbing Tanda tangan
1. H. Amrin Thahir, drg.
NIP : 19510421 198403 1 001
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi pada tanggal 23 Juli 2013
TIM PENGUJI
KETUA : H. Amrin Thahir, drg. ……….
KATA PENGANTAR
Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih
karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi (SKG) di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin
mengucapkan terima kasih terdalam orang tua penulis Ibu SarasPathy Munusamy,
kakak, Poovai Vealam, dan abang ipar, Ramesh Thangavelu yang telah memberikan
dorongan dan doa restu, baik moral maupun material selama penulis menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini.
Selain itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Prof. Nazruddin,
drg., C.Ort., Ph.D., Sp. Ort., atas izin penelitian yang telah diberikan.
2. H. Amrin Thahir, drg selaku dosen senior di Departemen Radiologi dan selaku
dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan
kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
3. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K)., selaku Ketua Unit Radiologi Dental
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen
pembimbing kedua yang telah memberi masukan dan pikiran untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
4. Cek Dara Manja, drg., Sp.RKG., Dewi Kartika, drg., dan Maria H Sitanggang,
drg., selaku staf pengajar di Unit Radiologi Dental Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
5. Pegawai di lingkungan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,
khususnya di Unit Radiologi Dental, atas kebaikan yang diberikan selama penulis
6. Dekan dan staf pegawai pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera
Barat yang telah memberi izin selama penelitian berlangsung.
7. Teman-teman stambuk 2009, terutama Wanda, Laina yang telah banyak
memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan pikiran yang berguna
bagi Fakultas Kedokteran Gigi, pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Demikian dan terima kasih.
Medan, 23 Juli 2013.
DAFTAR ISI
2.2.1 Permintan Tertulis Untuk Melakukan Radiografi ... 7
2.2.2 Proteksi Radiasi ... 7
2.2.3 Perlindungan Pasien ... 9
2.2.4 Perlindungan Operator ... 10
2.2.5 Perlindungan Pihak Lain ... 10
2.3 Jenis-jenis Foto Roentgen Gigi ... 11
2.3.1 Teknik Roentgen Intra Oral ... 11
2.3.2 Teknik Roentgen Ekstra Oral ... 14
2.4 Penyebab Terjadinya Kesalahan Radiografi ... 19
2.5 Kerangka Teori ... 31
2.5 Kerangka Konsep ... 32
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 33
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
3.3.1 Populasi Penelitian ... 33
3.3.2 Sampel Penelitian... 33
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 35
3.5 Metode Pengumpulan Data dan Pelaksanaan Penelitian.... 35
3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 36
3.7 Etika Penelitian ... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38
BAB 5 PEMBAHASAN ... 42
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Dosis efektif pada pemeriksaan rutin gigi ... 8
2. Batasan dosis yang berdasarkan Ionising Radiations Regulations
(IRR) 1999 ... 9
3. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang melakukan pemeriksaan klinis dahulu sebelum melakukan pemeriksaan
radiografi... 38
4. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya
surat izin dari dokter jaga untuk merujuk melakukan radiografi ... 38
5. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang menulis
jenis foto roentgen dan elemen gigi pada order foto ... 39
6. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang indikasi
setiap foto roentgen ... 39
7. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang menulis
diagnosa sementara pada order foto ... 39
8. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang langsung melakukan radiografi ulang tanpa persetujuan dokter jaga
yang merujuk ... 40
9. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang radiografer melakukan radiografi kepada pasien tanpa didampingi
dokter jaga yang merujuk ... 40
10.Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang melakukan
pengulangan radiografi pada satu pasien yang sama ... 41
11.Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Wilhelm Conrad Roentgen ... 4
2. Gambar x-ray pertama ... 4
3. Radiografi dental pertama... 6
4. Skema diagramatik Zone of Maximum Safety ... 10
5. Penggunaan teknik pemotretan bisektris pada gigi anterior mandibula ... 12
6. Penggunaan teknik pemotretan paralel pada daerah gigi bikuspid maksila ... 12
7. Teknik Bite Wing pada gigi posterior ... 13
8. Radiografi oklusal pada gigi anterior maksila rahang atas ... 13
20.Over-developed film ... 21
21.Reticulated film ... 21
22.Stain berwarna kuning kecoklatan ... 22
23.Film dengan spot larutan developer ... 23
24.Film dengan spot larutan fixer ... 23
25.Film Developer Cut-off ... 24
26.Film Fixer Cut-off ... 25
27.Film Overlap ... 25
28.Film fingernail artifact ... 26
29.Film fingerprint artifact... 26
30.Film dengan Static Electricity ... 27
31.Film tergores ... 28
32.Film berkabut ... 28
33.Over-exposed film ... 29
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Persetujuan Komisi Etik
2. Curriculum Vitae (CV) 3. Rincian Biaya Penelitian
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Radiologi Dental
Tahun 2013
V Kumaran Vealam
Pengetahuan mahasiswa non-klinik pada salah satu fakultas kedokteran gigi di
Sumatera Barat tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi.
xi +49 halaman
Penggunaan sinar Roentgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa dan untuk menentukan rencana perawatan. Hasil penelitian
terdahulu memperlihatkan persentase yang cukup bervariasi terhadap pengetahuan
prosedur pemanfaatan radiografi pada mahasiswa kepaniteraan klinik dari berbagai
Fakultas Kedokteran Gigi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tujuan penelitian
ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan mahasiswa
non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi di salah satu Fakultas
Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional Study. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat berjumlah 46 orang.
Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik
tentang prosedur pemanfaatan radiografi secara individu di kategori baik sebesar
52,17% atau sebanyak 24 orang, kategori sedang sebesar 45,65% atau sebanyak 21
orang dan kategori kurang sebesar 2,17% atau 1 orang.
Kesimpulan penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang
prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi pada salah satu Fakultas Kedokteran
Gigi di Sumatera Barat dapat dikategorikan baik.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan sinar roentgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis dan untuk menentukan rencana perawatan. Penggunaan kalimat sinar
roentgen akhir-akhir ini sering dipakai penggunaan sinar-x. Sinar-x yang dipakai di kedokteran gigi, memberikan hasil radiograf yang dapat memberi informasi diagnostik
yang penting untuk digunakan dalam rencana perawatan. Radiografi kedokteran gigi
sangat membantu dalam melihat keadaan struktur pendukung gigi baik normal
maupun patologis.1-2
Apabila terjadi kesalahan radiografi, akan menyebabkan pengulangan
pembuatan radiografi tersebut. Hal ini bertentangan dengan azas justification dimana radiasi harus seminimal mungkin dan keuntungan harus lebih besar dari kerugian yang
timbul terhadap pasien. Konsekuensi meningkatnya paparan radiasi, dan efek
akumulasi dari beberapa sumber radiasi harus dipertimbangkan selaras dengan prinsip
ALARA (As Low As Reasonably Achievable) untuk meminimalkan paparan radiasi serta mendapatkan hasil yang maksimal.1-2
Beberapa aspek penting harus diperhatikan seiring dengan prinsip tersebut,
misalnya teknik atau cara pengambilan foto roentgen, teknik processing film, dan juga menginterpretasi hasil radiograf. Faktor-faktor lain seperti jarak target film, ukuran
jumlah dari energy listrik yang melewati x-ray tube dalam miliampere (mA), kualitas dari energy listrik yang melewati x-ray tube dalam kilovolt (kV), posisi kepala serta tingkat kesehatan pasien, posisi film, sudut penyinaran, waktu penyinaran, dan juga
processing film harus diberikan perhatian untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan efektif.3
Gambaran radiografi sangat membantu dalam penatalaksanaan berbagai kasus,
evaluasi hasil perawatan yang dilakukan. Namun perlu diingat bahwa selain nilai
diagnostik yang diperoleh, pemeriksaan radiografi dapat mengakibatkan bahaya
radiasi. Pada saat sinar-x mengenai jaringan tubuh, akan terjadi ionisasi pada jaringan
yang dilaluinya sehingga terjadi kerusakan pada jaringan tersebut. Karena itu, perlu
dilakukan proteksi yang baik pada saat melakukan pemeriksaan radiologi agar efek
radiasi yang diterima oleh penderita, operator maupun lingkungan di sekitar ruang
radiografi dapat sekecil mungkin. Pemilihan proyeksi pemotretan yang tepat adalah
salah satu upaya yang harus dilakukan untuk menghindari paparan radiasi yang tidak
diperlukan.1-3
Penelitian Emilia Mestika (2012), pada 80 mahasiswa kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara didapatkan sebesar 63,8%
mahasiswa kepaniteraan klinik melakukan radiografi kedokteran gigi tanpa melakukan
pemeriksaan klinis, 33,3% merasa tidak perlu izin dari dokter jaga dan 13,8% pernah
melakukan radiografi gigi tanpa izin dokter jaga. Hasil penelitian Mahdila Ayurian
(2013), pada 163 mahasiswa kepaniteraan klinik salah satu Fakultas Kedokteran Gigi
di Malaysia, didapatkan sebesar 98,77% mengetahui tentang prosedur radiografi
kedokteran gigi, 88,34% mengetahui kalau radiografi dilakukan berdasarkan
pemeriksaan klinis, 7,98% merasa tidak perlu izin dokter jaga sebelum melakukan
radiografi kedokteran gigi, 12,88% pernah melakukan radiografi tanpa izin dari dokter
jaga, dan 74,23% merasa boleh melakukan radiografi yang berulang pada seorang
pasien.4-5
Hasil penelitian Emilia Mestika (2012) dan Mahdila Ayurian (2013) tersebut
memperlihatkan persentase yang cukup bervariasi terhadap pengetahuan prosedur
pemanfaatan radiografi pada mahasiswa kepaniteraan klinik dari berbagai Fakultas
Kedokteran Gigi baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui pengetahuan mahasiswa non-klinik
terhadap prosedur pemanfaatan radiografi yang hanya diterima melalui perkuliahan di
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan, Bagaimana tingkat
pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi
kedokteran gigi di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan mahasiswa
non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi kedokteran gigi di salah satu Fakultas
Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi titik tolak
penguasaan ilmu radiologi dental dalam hal teknis dan prosedur radiografi dental bagi
mahasiswa non-klinik.
Secara aplikatif diharapkan kepada mahasiswa kepaniteraan klinik mempelajari
prosedur-prosedur radiografi yang baik dan benar untuk diaplikasi di kepaniteraan
klinik. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi suatu landasan teori kepada
radiografer tentang prosedur radiografi dental bagi mengelakkan terjadinya kesalahan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiografi dan Radiografi Kedokteran Gigi
Radiografi pertama dilakukan pada tahun 1895 dengan penemuan X-ray oleh Profesor Wilhelm Conrad Roentgen. Ahli fisika Jerman ini adalah merupakan
Penerima Penghargaan Nobel pertama untuk Fisika, pada tahun 1901, untuk penemuan
sinar-x, yang menandakan zaman fisika modern dan merevolusi kedokteran
diagnostik.2,6
Gambar 1. Wilhelm Conrad Roentgen Gambar 2. Gambar X-ray yang (1845-1923) pertama
Dalam bidang kedokteran, radiografi terdiri dari penggunaan radiasi
elektromagnetik untuk menghasilkan gambar organ dan jaringan tubuh untuk tujuan
diagnostik dan pengobatan. Para profesional medis menggunakan perlengkapan
khusus untuk menghasilkan gambaran radiografi secara komputerisasi terhadap
anatomi pasien. Hasil gambaran radiografi ini dapat mendeteksi masalah dalam tubuh
penggunaan terapi radiasi dalam bidang medis dapat mengobati beberapa masalah
kesehatan antara lain penyakit jantung dan kanker.6
Radiografi memiliki peran penting dalam bidang kedokteran gigi karena
radiografi dibutuhkan sebagai pemeriksaan penunjang untuk melihat keadaan yang
tidak terlihat saat dilakukan pemeriksaan klinis yang tujuannya untuk menegakkan
diagnosis, membuat perencanaan perawatan dan prognosis pada pasien. Radiografi
juga penting dalam pemeriksaan rutin karies gigi, evaluasi terhadap penyakit
periodontal, identifikasi patologi yang berhubung dengan tulang (seperti kista dan
tumor), evaluasi traumatis yang melibatkan rahang dan tulang wajah serta dalam
evaluasi pertumbuhan dan perkembangan.7
Suatu gambaran radiografi dihasilkan dengan melewatkan sinar-x melalui
jaringan untuk diperiksa dan ini akan menghasilkan emulsi fotografi pada film. Jumlah
sinar-x yang mencapai film akan menentukan keseluruhan paparan atau menghitamkan
emulsi. Struktur mineral dan jaringan keras akan mengabsorpsi sejumlah besar radiasi,
sedangkan jaringan lunak akan memungkinkan perjalanan sinar-x melewatinya.
Gambar radiografi yang dihasilkan oleh suatu proses radiografi adalah gambar dua
dimensi dari struktur tiga dimensi.7
Jumlah radiasi yang diabsorpsi oleh struktur akan menentukan radiodensitas
dari bayangan.
Daerah putih atau radiopak merupakan struktur padat
Daerah hitam atau radiolusen merupakan struktur yang diizinkan berlalunya sinar x untuk menampilkan gambar.
Bayangan kelabu merupakan struktur yang bervariasi menyerap sinar-x.7
Meskipun kualitas gambar radiografi berada di bawah pengaruh berbagai
parameter yang bertindak secara tunggal maupun dalam kombinasi, berbagai faktor
yang memiliki pengaruh dalam pembentukan gambar dapat diringkas sebagai berikut:
Jumlah foton sinar-x melewati struktur
Energi atau intensitas foton sinar-x
Waktu paparan atau periode di mana sinar-x dihasilkan
Ketebalan atau kepadatan objek
Posisi objek dan film
Sensitivitas dari film x-ray7
Gambar 3. Radiografi dental pertama pada 12 Januari 1896 oleh Dr. Otto Walkoff, dokter gigi asal Jerman; waktu paparan; 25 menit.
2.2 Prosedur Penggunaan Radiografi Kedokteran Gigi
Tahapan yang harus dilalui sebelum melakukan radiografi di bidang
kedokteran gigi adalah dengan membuat permintaan tertulis untuk dilakukan
radiografi oleh dokter gigi, adanya izin dari bagian radiologi kedokteran gigi untuk
Sebelum melakukan satu radiografi, mahasiswa harus meminta izin dari dokter
gigi untuk mendapat surat permintaan/order/rujukan agar radiografi tersebut dapat
dilakukan. Surat permintaan radiografi di kedokteran gigi hanya dapat dikeluarkan
oleh dokter gigi bertugas pada suatu waktu tersebut. Surat ini menjelaskan jenis
radiografi yang akan dilakukan, elemen gigi dan rahang yang akan dilakukan
radiografi, diagnosis sementara dari dokter gigi dan hasil pemeriksaan klinis.8-10
2.2.2 Proteksi Radiasi
Tampak jelas bahwa langkah-langkah perlindungan yang tepat harus
diterapkan untuk melindungi individu dari efek bahaya radiasi. Meskipun tidak ada
jumlah radiasi yang aman, karena hampir semua individu yang terpapar radiasi dari
pemeriksaan radiografi diagnostik atau paparan tidak disengaja. Satu dosis maksimum
yang diizinkan, Maximum Permissible Dose (MPD) atau Nilai Batas Dosis (NBD) telah dirumuskan. Radiasi dikaitkan dengan cedera jaringan meskipun pada tingkat
yang sangat rendah. NBD menetapkan batas untuk paparan radiasi.7,11
NBD didefinisikan sebagai dosis maksimum radiasi yang dimana dalam
pengetahuan ini tidak akan diharapkan untuk menghasilkan efek radiasi yang
signifikan di dalam kehidupan seseorang individu (satuan Sievert). NBD berbeda bagi mereka yang bukan pekerja radiasi dan pekerja radiasi. Effective dose menunjukkan berapa besar dosis paparan radiasi dari sumber radioaktif yang diserap oleh tubuh per
satuan massa (berat), yang mengakibatkan kerusakan secara biologis pada sel/jaringan.
Untuk pekerja radiasi, NBD dihitung dengan menggunakan rumus:7,11
NBD : Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja
radiasi selama masa kerjanya
18 : Usia minimum seseorang yang diizinkan bekerja dalam medan
Dosis radiasi paling tinggi yang diizinkan selama kehamilan adalah 2 mSv. 7,11
Batas dosis menurut Ionising Radiations Regulations (IRR) tahun 1999 adalah batasan dosis radiasi yang dibedakan atas pekerja radiasi, bukan pekerja radiasi dan
masyarakat umum (Tabel 2.).13
Tabel 1. Dosis efektif pada pemeriksaan rutin gigi13
Jenis Foto Dosis Efektif (mSv)
Skull/Kepala/Posteroanterior 0,03
Tabel 2. Batasan dosis yang berdasarkan Ionising Radiations Regulations (IRR) 1999 Batas Dosis Lama Batas Dosis Baru
(IRR 1999)
Pekerja Radiasi 50 mSv 20 mSv
Bukan Pekerja Radiasi 15mSv 6 mSv
Masyarakat Umum 5 mSv 1 mSv
2.2.3 Perlindungan Pasien.
Menggunaan alat radiografi yang baik, yang diproduksi oleh manufaktur perusahaan.
Radiografi diambil hanya jika perlu dan sangat penting untuk mencapai suatu diagnosis.
Pemaparan radiasi harus seminimal mungkin sesuai dengan prinsip ALARA atau
As Low As Reasonably Achievable.
Menggunakan film yang mempunyai kualitas yang baik dan sensitivitas tinggi.
Teknik yang tepat harus digunakan untuk menghindari pengulangan paparan radiasi.
Teknik pemrosesan yang benar juga membantu dalam mencegah pengulangan yang tidak perlu.
Menggunakan cone silindris panjang dan terbuka.
Alat radiografi harus diperiksa secara berkala untuk kebocoran.
Pasien harus mengenakan apron.
Pasien harus menggunakan thyroid collar
Sebaiknya menggunakan film holder
Penggunaan layar-film (intensifying screen dengan film) dikombinasi selama pemeriksaan radiografi ekstraoral sangat mengurangi paparan radiasi. 6-7
2.2.4 Perlindungan Operator
Operator tidak boleh memegang film dalam mulut pasien selama paparan
Operator tidak boleh menstablisasi alat radiografi selama paparan
Operator sebaiknya berdiri di belakang tabir berlapis Pb memiliki 0,5 mm setara kandungan timah selama paparan.
Jika penghalang kandungan Pb tidak tersedia, operator harus berdiri 6 meter dari sinar x-ray utama di daerah yang disebut zona keamanan maksimum yang berkisar
antara 90 ° sampai 135 °
Lakukan rotasi tugas operator sehingga paparan accidental secara terus menerus dapat dihindari. 6-7
Gambar 4. Skema diagramatik Zone of Maximum Safety
2.2.5 Perlindungan pihak lain
Perlindungan untuk pihak lain mengacu pada perlindungan bagi mereka yang
tidak terlibat langsung dalam prosedur radiografi. Kelompok ini meliputi bahkan
mereka yang menggunakan ruangan kantor atau kamar yang berdekatan serta mereka
yang menemani pasien.
Hanya mereka yang kehadirannya diperlukan untuk prosedur radiografi harus tetap berada di dalam ruangan.
Sebuah tabung sinar-x tidak boleh diarahkan ke arah pintu atau ambang pintu untuk menghindari paparan accidental.
Tanda-tanda perhatian atau peringatan harus ditampilkan.
Dinding ruangan harus diperkuat dengan plaster barium atau ketebalan dinding harus ditambah dengan menggunakan lapisan tambahan batu bata.
Sinar merah harus menyala ketika alat radiografi sedang dioperasikan, ianya bertindak sebagai sinyal peringatan agar tidak ada yang berjalan ke ruangan x-ray.
Paparan radiasi ke lokasi kantor yang berdekatan harus dipantau. 6-7
2.3 Jenis-jenis Foto Roentgen Gigi
Secara garis besar foto roentgen gigi, berdasarkan teknik pemotretan dan penempatan film, dibagi menjadi dua: foto Roentgen Intra oral dan foto Roentgen
Ekstra oral.
2.3.1 Teknik Roentgen Intra oral
Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara
radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk mendapatkan
gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih 14
sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi intra oral yaitu: pemeriksaan proyeksi
periapikal, interproksimal, dan oklusal.6,12
a) Radiografi Periapikal
Jenis radiografi ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi
dan tulang pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang digunakan untuk
memperoleh foto periapikal, yaitu teknik paralel dan bisektris. 6,12
Gambar 6. Penggunaan teknik pemotretan paralel pada daerah gigi bikuspid maksila
b) Radiografi Bite Wing
Jenis radiografi ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang
bawah daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat
permukaan gigi yang berdekatan dan puncak tulang alveolar. Teknik pemotretannya
yaitu pasien dapat menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film di dalam mulut. 6,12
c) Radiografi Oklusal
Jenis radiografi ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada rahang atas
maupun rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan adalah film oklusal.
Teknik pemotretannya yaitu pasien diinstruksikan untuk mengoklusikan atau
menggigit bagian dari film tersebut. 6,12
(a) (b)
Gambar 8. (a) Teknik radiografi oklusal pada gigi anterior maksila rahang atas;
(b) Hasil radiografi oklusal
2.3.2 Teknik Roentgen Ekstra Oral
Foto roentgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto roentgen ekstra oral yang paling umum dan paling sering digunakan adalah foto roentgen panoramik, sedangkan contoh foto roentgen ekstra oral lainnya adalah foto lateral, foto
Posteroanterior, proyeksi Standard Occipitomental, foto sefalometri, proyeksi Waters, proyeksi Bregma Menton, proyeksi Reverse-Towne, proyeksi Submentovertex.
a) Foto Panoramik
Foto panoramik merupakan foto roentgen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur fasial termasuk mandibula dan maksila
impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit
dan mengevaluasi trauma.6,12
(a) (b)
Gambar 9. (a) Posisi proyeksi foto panoramik;
(b) Hasil gambaran panoramik yang normal
b) Foto Posteroanterior
Foto roentgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma, atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto roentgen ini juga dapat memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis,
fossanasalis, dan orbita. 6,12
(a) (b)
c) Proyeksi Standard Occipitomental(0° OM)
Proyeksi ini menunjukkan kerangka wajah dan kavitas anatomis tulang maksila,
serta menghindari superimposisi tulang padat basis kranii. Ini sangat berguna untuk
mendeteksi fraktur tulang (Le Fort I, II, III, kompleks zygomatikus, kompleks nasoethmoidal, tulang orbital) dan fraktur tulang koronoideus. 6,12
(a) (b)
Gambar 12. (a) Posisi proyeksi radiografi Standard Occipitomental(0° OM); (b) Hasil foto Standard Occipitomental(0° OM)
d) Proyeksi Modified Occipitomental(30° OM)
Proyeksi ini menunjukkan kerangka wajah, dari sudut yang berbeda dan ini
memungkinkan pemindahan tulang tertentu dapat dideteksi. Ini sangat berguna untuk
mendeteksi fraktur tulang (Le Fort I, II, III) dan fraktur prosessus koronoideus. 6,12
Gambar 13. (a) Posisi proyeksi radiografi Standard Occipitomental (30° OM); (b) Hasil foto Standard Occipitomental(30° OM)
e) Foto Sefalometri
Foto roentgen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat digunakan
untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan palatum keras. 6,12
(a) (b)
Gambar 14. (a) Posisi proyeksi sefalometri; (b) Hasil foto sefalometri
f) Proyeksi Water’s
Foto roentgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatikus frontalis, dan rongga nasal. 6,12
(a) (b)
g) Proyeksi Bregma Menton
Proyeksi ini digunakan terutama untuk menunjukkan dinding dari sinus maksilaris
(terutama di daerah posterior), orbit, lengkungan zygomatikus dan septum
hidung/nasal. Selain itu, proyeksi ini juga digunakan untuk menunjukkan deviasi
medial atau lateral dari setiap bagian dari mandibula. 6,12
(a) (b)
Gambar 16. (a) Posisi proyeksi Bregma Menton; (b) Hasil foto Bregma Menton
h) Proyeksi Reverse-Towne
Foto roentgen ini digunakan untuk pasien yang kondilusnya mengalami perpindahan tempat dan juga dapat digunakan untuk melihat dinding postero-lateral
pada maksila. 6,12
i) Foto Lateral
Foto roentgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.6,12
(a) (b)
Gambar 10. (a) Posisi proyeksi foto Lateral; (b) Hasil foto Lateral
j) Proyeksi Submentovertex
Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi kondilus, sinus
sphenoidalis, lengkung mandibular, dinding lateral sinus maksila, dan arcus
zigomatikus.6,12
(a) (b)
2.4 Penyebab Terjadinya Kesalahan Radiografi
Sebuah radiograf yang baik adalah yang menyediakan banyak informasi,
memiliki densitas serta kontras yang tepat, memiliki outline yang tajam, dan memiliki bentuk struktur dan ukuran yang sama dengan objek yang diradiografi.8,10,12
Masalah yang sering ditemukan dalam radiografi adalah karena kesalahan
teknik radiografi atau kesalahan dalam processing. Kesalahan yang sering timbul adalah seperti gambar yang terang, gelap, gambar pecah-pecah, spot hitam dan putih,
gambar kuning-kecoklatan dan berkabut, pinggiran hitam dan putih, atau ada tergores
emulsi atau sidik jari.11,13-15
1. Under-developed film
Gambar yang terlihat terang, mungkin disebabkan oleh:
Waktu developer yang tidak tepat, terlalu cepat.
Larutan developer yang terkontaminasi.
Kesalahan dalam penyinaran, miliampere dan voltase yang rendah.
Penggunaan larutan developer yang terlalu dingin. Solusinya :
Perhatikan temperatur larutan developer dan juga lama waktu film harus berada dalam larutan developer.
Gunakan larutan developer yang tidak terkontaminasi atau lama.
Jika perlu, tambah waktu film berada dalam larutan developer. 11,13-15
2. Over-developed film
Gambar yang terlalu gelap, mungkin disebabkan oleh:
Konsentrasi larutan developer yang terlalu pekat .
Terlalu lama waktu developer.
Kesalahan dalam penyinaran, miliamper dan voltase tinggi
Penggunaan larutan developer yang terlalu hangat. Solusinya:
Perhatikan temperatur larutan developer dan juga lama waktu film harus berada dalam larutan developer.
Kurangi waktu film berada dalam larutan developer sebaik perlu.11,13-15
Gambar 20. Over-developed film
3. Gambar pecah-pecah (Reticulated/Cracked)
Gambar ini memiliki penampilan berupa jaringan atau mengerut, disebabkan
oleh perubahan suhu yang mendadak secara tiba-tiba selama processing. Solusinya adalah dengan mengelakkan perbedaan temperatur yang drastis.
Gambar 21. Reticulated Film
4. Stain berwarna kuning kecoklatan
Film kelihatan kuning kecoklatan, disebabkan oleh:
Waktu fixer yang tidak tepat
Larutan developer atau fixer yang tidak efektif
Rinsing yang tidak efektif Solusinya:
Menggantikan larutan developer dan larutan fixer yang lama dengan yang baru
Pastikan waktu fiksasi dan rinsing yang adekuat
Cuci film yang telah diproses dengan air dingin yang mengalir selama minimum 20 menit. 11,13-15
5. Spot larutan developer
Kelihatan spot hitam pada film, karena terjadi kontak antara larutan developer
dan film sebelum film diproses.
Solusinya:
Gunakan area kerja yang bersih di ruang gelap
Untuk permukaan meja kerja yang bersih, lapisi dengan paper towel
sebelum membuka film. 11,13-15
Gambar 23. Film dengan spot larutan developer
6. Spot larutan fixer
Kelihatan spot putih pada film, karena terjadi kontak antara larutan fixer dan film sebelum diproses.
Solusinya:
Gunakan area kerja yang bersih di ruang gelap
Untuk permukaan meja kerja yang bersih, lapisi dengan paper towel
Gambar 24. Film dengan spot larutan fixer
7. Developer cut-off
Gambar yang kelihatan putih di bagian pinggir film, karena sewaktu
processing sebagian film tidak masuk ke dalam larutan developer. Solusinya:
Periksa tahap larutan developer sebelum melakukan prosessing film.
Pastikan semua film dalam rak film terendam penuh dalam larutan
developer. 11,13-15
8. Fixer cut-off
Gambar yang kelihatan hitam di bagian pinggir film, karena sewaktu
processing sebagian film tidak masuk ke dalam larutan fixer. Solusinya:
Periksa tahap larutan fixer sebelum melakukan processing film.
Pastikan semua film dalam rak film terendam penuh dalam larutan
fixer. 11,13-15
Gambar 26. Film fixer cut-off
9. Film Overlap
Gambar kelihatan hitam atau putih pada daerah overlap, karena:
Kontak antara dua film sebelum selama processing.
Film yang overlap di larutan developer akan kelihatan putih pada daerah overlap.
Film yang overlap di larutan fixer akan kelihatan hitam pada daerah
overlap.
Solusinya adalah dengan memastikan tidak ada kontak antara satu film dengan
Gambar 27. Film overlap
10.Fingernail artifact
Kelihatan bentuk crescent hitam pada film, karena rusaknya emulsi film oleh kuku jari operator selama pengerjaannya.
Solusinya adalah memastikan pengerjaan film secara hati-hati dari sisi film
saja. 11,13-15
Gambar 28. Film fingernail artifact
11.Fingerprint artifact
Kelihatan gambar bekas jari pada film, karena film bersentuhan dengan jari
yang terkontaminasi fluoride atau larutan developer dan larutan fixer. Solusinya:
Pegang film dari bagian sisi 11,13-15
Gambar 29. Film fingerprint artifact
12.Film garis bercabang (Static Electricity)
Kelihatan garis bercabang hitam pada film, karena:
Mengeluarkan film dari bungkusnya secara kasar.
Mengeluarkan film dari bungkusnya sebelum menyentuh barang lain, sekiranya berada di ruangan dimana lantainya berkarpet.
Solusinya :
Membuka film secara lembut dan berhati-hati.
Sekiranya berada di ruangan dimana lantainya berkarpet, sentuh dulu objek yang bersifat konduktif sebelum mengeluarkan film dari
bungkusnya. 11,13-15
13.Film tergores (Scratched Film)
Kelihatan garis putih pada film, karena lepasnya soft emulsi film dari film oleh
benda yang tajam seperti klip film atau film hanger. Solusinya:
Berhati-hati semasa menempatkan rak film ke dalam larutan
processing.
Elakkan kontak dengan klip film atau film hanger yang lain. 11,13-15
Gambar 31. Film tergores
14.Fogged film
Gambar pada film kelihatan berkabut, karena:
Film yang telah luput
Larutan processing yang terkontaminasi
Temperatur larutan developer yang tinggi
Paparan film terhadap cahaya selama penyimpanan Solusinya:
Periksa tanggal luput film pada bungkusannya
Menyimpan film di tempat yang kering.
Periksa kebocoran cahaya di kamar gelap
Gambar 32. Film berkabut
15.Over-exposed film
Film kelihatan gelap, disebabkan oleh:
Waktu eksposur terlalu lama
miliamper dan voltase tinggi; atau
kombinasi faktor-faktor penyebab di atas Solusinya adalah:
Mengelakkan waktu eksposur terlalu lama,
Perhatikan miliamper dan voltase sebelum processing. 11,13
Gambar 33. Over-exposed film
16.Under-exposed film
Film kelihatan terang, disebabkan oleh:
miliamper dan voltase inadekuat; atau
kombinasi faktor-faktor penyebab di atas Solusinya adalah:
Perhatikan waktu eksposur, miliamper dan voltase sebelum melakukan radiografi
Naikkan waktu eksposur, miliamper dan voltase jika perlu. 11,13
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan rancangan Cross Sectional Study dimana pengambilan data hanya dilakukan sekali pada setiap subjek. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel dari suatu populasi tertentu dan
menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 hingga 6 Mei 2013 di salah satu
Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas
Kedokteran Gigi di Sumatera Barat.
3.3.2 Sampel
Metode pemilihan sampel adalah secara Simple Random Sampling yaitu proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap
anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Oleh karena itu yang menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah mahasiswa non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran
Gigi di Sumatera Barat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi:
a) Kriteria inklusi adalah mahasiswa non-klinik bersedia mengisi kuisioner.
b) Kriteria ekslusi adalah mahasiswa non-klinik yang tidak hadir pada saat
Untuk mendapatkan besar sampel minimal digunakan persentase berdasarkan
penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013) yaitu 98,77%. Penggunaan rumus
dibawah dilakukan karena jumlah besar populasi tidak diketahui.
n = Zα2.P.Q d2
= (1,96)2. (0,9877) (0,0123)
(0,05)2
= 0,04667
0,0025
= 18,668 = 19
Dengan ketentuan:
n : jumlah sampel minimal yang diperlukan
Zα2
: deviat baku alfa = 1,96
P : proporsi kategori variabel yang diteliti = 98,77%
Q : 1-P = 1 - 0,9877 = 0,0123
d : presisi (0,05)
Jumlah sampel minimal adalah sebanyak 19 orang. Pada penelitian ini
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang
prosedur pemanfaatan radiografi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di
Sumatera Barat.
3.4.2 Definisi Operasional
Pengetahuan mahasiswa non-klinik terhadap prosedur pemanfaatan radiografi
kedokteran gigi adalah pemikiran mahasiswa non-klinik terhadap tahapan prosedur
dalam radiografi kedokteran gigi. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner, cara
pengukurannya berdasarkan skor kuisioner dimana hasil ukurnya merupakan data
numerik dan persentase.
3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian
Tahap 1:
a) Pengurusan izin dari Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara;
b) Pengurusan izin melakukan penelitian di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi
di Sumatera Barat;
Tahap 2:
a) Pembagian kuisioner kepada mahasiswa non-klinik di salah satu Fakultas
Kedokteran Gigi di Sumatera Barat;
b) Pengumpulan data;
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengetahuan
Untuk mengukur pengetahuan mahasiswa mengenai prosedur penggunaan
radiografi kedokteran gigi dengan memberikan total skor terhadap kuisioner yang
telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan delapan, dimana dimana setiap pertanyaan
memiliki dua pilihan jawaban yaitu “YA” (bobot 1), dan “TIDAK TAHU” (NOL). Pengukuran pengetahuan berdasarkan jawaban responden (mahasiswa
non-klinik) dari seluruh pertanyaan yang diberikan dengan total skor maksimal adalah 8,
maka tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik diklasifikasikan dalam 3 kategori
yaitu:
a. Tingkat pengetahuan baik, apabila total skor berada diantara 7 – 8 ( >80% dari total skor maksimal)
b. Tingkat pengetahuan sedang, apabila total skor berada diantara 4 – 6 ( 50% - 80% dari total skor maksimal)
c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila total skor berada diantara <3 ( <50% dari
total skor maksimal)
2. Pengolahan data dilakukan secara manual, melalui proses:
a. Penyuntingan Data (Editing)
Dilakukan periksaan kembali apakah data yang terkumpul sudah lengkap,
terbaca dengan jelas dan tidak meragukan serta apakah ada kesalahan dan sebagainya.
b. Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)
Membuat kode pada lembaran kuisioner yang tujuannya untuk memberi nomor
responden, memberi bobot kepada setiap jawaban yang diberikan responden untuk
lebih mudah dalam pengolahan dan penghitungan total skor dari semua pertanyaan.
c. Memasukan Data (Data entry)
Memasukkan data ke dalam kolom-kolom yang telah disesuaikan dengan
jawaban masing-masing pertanyaan dan bobot dari masing-masing jawaban.
Membuat tabel- tabel data sesuai dengan tujuan penelitian.
3.7 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari komisi etik (Health Research
Ethical Committee of North Sumatera) dengan nomor surat 313/KOMET/FK
USU/2013 dengan judul „Pengetahuan Mahasiswa Non-Klinik pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat Terhadap Prosedur Pemanfaatan
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan terhadap 46 orang mahasiswa non-klinik tentang prosedur
pemanfaatan radiografi kedokteran gigi pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di
Sumatera Barat. Hasil penelitian yang diperoleh melalui kuisioner, dapat diketahui
sebagai berikut:
Tabel 3. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang melakukan dahulu pemeriksaan klinis sebelum melakukan pemeriksaan radiografi
Frekuensi Persentase
Dari Tabel 3., responden yang menjawab tahu harus melakukan pemeriksaan
klinis dahulu sebelum melakukan pemeriksaan radiografi sebanyak 44 orang.
Sedangkan yang menjawab tidak tahu sebanyak 2 orang.
Tabel 4. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya Surat Izin dari dokter jaga untuk merujuk melakukan radiografi
Frekuensi Persentase
jaga untuk merujuk melakukan radiografi sebanyak 33 orang. Sedangkan yang
Tabel 5. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang menulis jenis foto roentgen dan elemen gigi yang diinginkan pada order foto
Frekuensi Persentase
Tabel 6. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang mengetahui indikasi setiap foto roentgen
indikasi setiap foto roentgen yang dirujuk.
Tabel 7. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang menulis diagnosis sementara pada order foto
Frekuensi Persentase
diagnosis sementara pada order foto. Sedangkan yang menjawab tidak tahu sebanyak
Tabel 8. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang langsung melakukan radiografi ulang tanpa persetujuan dokter jaga yang merujuk
Frekuensi Persentase
radiografi ulang tanpa persetujuan dokter jaga yang merujuk sebanyak 30 orang.
Sedangkan yang menjawab ya sebanyak 16 orang.
Tabel 9. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang radiografer melakukan radiografi kepada pasien tanpa didampingi dokter jaga yang merujuk
Frekuensi Persentase
melakukan radiografi kepada pasien tanpa didampingi dokter jaga yang merujuk.
Tabel 10. Frekuensi pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang melakukan pengulangan radiografi pada satu pasien yang sama
Frekuensi Persentase
radiografi pada satu pasien yang sama, sebanyak 40 orang. Sedangkan yang menjawab
Tabel 11. Frekuensi Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Non-Klinik tentang Prosedur Pemanfaatan Radiografi Secara Individu
No. Kategori Tingkat Pengetahuan
Skor Mahasiswa
Nilai Total Persentase Jumlah Persentase
1 Baik 7-8 > 80% 24 52,17%
2 Sedang 4-6 50 – 80% 21 45,65%
3 Kurang < 3 < 50% 1 2,17%
Total 46 100%
Dari Tabel 11., tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik pada salah satu
Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat dikategorikan berdasarkan nilai total
persentase. Secara individu dikategorikan tingkat pengetahuan baik dengan persentase
sebesar 52,17%, tingkat pengetahuan sedang dengan persentase sebesar 45,65%, dan
BAB 5
PEMBAHASAN
Pelaksanaan prosedur pemeriksaan dalam kedokteran gigi ditunjang dengan
pemeriksaan radiografis. Pemeriksaan radiografis dapat membantu menegakkan
diagnosis suatu penyakit dan membantu menentukan rencana perawatannya.
Penggunaan radiografis ini sendiri tidak hanya terfokus pada dokter gigi dalam
praktek klinik saja, namun juga memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan di
tingkat fakultas kedokteran gigi, keperluan forensik, survei kesehatan gigi dan mulut,
serta kegiatan riset kedokteran gigi.6
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel pada mahasiswa
non-klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Sumatera Barat. Untuk
memperoleh data responden dilakukan pembagian dan pengisian kuisioner. Jumlah
responden yang didapat sebanyak 46 orang mahasiswa non-klinik.
Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah harus melakukan
pemeriksaan klinis dahulu sebelum melakukan pemeriksaan radiografi, diperoleh hasil
hanya 4,35% mahasiswa non-klinik menjawab tidak tahu (Tabel 3). Dibanding dengan
penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013) pada 163 mahasiswa kepaniteraan
klinik di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia, 11,66% responden tidak
mengetahui bahwa radiografi dental dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis.
Pemeriksaan klinis harus dilakukan sebelum pemeriksaan radiografi karena
pemeriksaan radiografi adalah merupakan suatu pemeriksaan penunjang dalam
menegakkan diagnosis dan bersifat mendukung pemeriksaan klinis. Pemeriksaan
klinis dalam bidang kedokteran gigi dilakukan melalui 2 tahap, yaitu anamnesis atau
pemeriksaan subjektif, dan pemeriksaan objektif. Anamnesis atau anamnesa adalah
suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan dokter kepada pasien melalui wawancara,
anamnesa untuk mengetahui penyakit apa yang dialami pasien, pengambilan data oleh
dokter melalui wawancara. Pemeriksaan objektif yang terbagi kepada pemeriksaan
dari bagian tubuh penderita di luar mulut (muka, kepala, leher). Pemeriksaan intra oral
adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang akurat
tentang status kesehatan gigi dan mulut pasien serta penentuan jenis penyakit yang
diderita pasien di rongga mulut. 6,8
Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya meminta izin kepada
dokter jaga untuk merujuk radiografi kepada pasien didapatkan hasil sebesar 28,26%
mahasiswa menyebut tidak tahu (Tabel 4). Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang
apakah boleh langsung melakukan radiografi ulang tanpa persetujuan dari dokter jaga
yang merujuk apabila terjadi kesalahan radiografi didapat hasil 34,78% menjawab ya
(Tabel 8). Hasil dari penelitian Emilia Mestika (2012), pada 80 mahasiswa
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mendapat
respon yaitu 33,75% merasa tidak perlu izin dari dokter jaga dan 13,8% pernah
melakukan radiografi gigi tanpa izin dokter jaga. Order izin untuk melakukan
radiografi harus berasal dan ditandatangani oleh dokter, dokter gigi atau dokter gigi
spesialis. Standard Operational Procedure (SOP) akan menciptakan keteraturan pelaksanaan kegiatan dimanapun kegiatan tersebut dilakukan. Pola yang teratur ini
selain menaikkan kualitas hasil kegiatan pelayanan juga akan meningkatkan moral
petugas untuk melaksanaan setiap kegiatan secara bersungguh-sungguh. Dengan
demikian, SOP merupakan suatu keharusan yang perlu dimiliki oleh setiap instansi
pengelola radiasi, karena tidak saja akan meningkatkan kualitas pengelolaan radiasi
tetapi juga akan meningkatkan manfaat radiasi itu sendiri guna kebutuhan kesehatan
masyarakat juga akan meningkatkan derajat keselamatan dan kesehatan pekerja yang
mengelola radiasi serta lingkungan dimana sumber radiasi itu manfaatkan.8-10
Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang perlunya menuliskan jenis foto
roentgen dan elemen gigi yang diinginkan pada order foto roentgen diperoleh hasil hanya 2,17% menjawab tidak tahu (Tabel 5). Pengetahuan mahasiswa non-klinik
tentang perlunya mengetahui indikasi setiap jenis foto roentgen yang dirujuk pula didapatkan hasil 0% menjawab tidak tahu (Tabel 6). Pengetahuan mahasiswa
non-klinik tentang apakah harus menuliskan diagnosa sementara pada order foto,
7). Dibanding dengan penelitian sebelumnya oleh Mahdila Ayurian (2013), pada 163
mahasiswa kepaniteraan klinik salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia
didapatkan hasil hanya 1,23% tidak mengetahui tentang prosedur radiografi
kedokteran gigi. Pemilihan suatu jenis radiografi haruslah sesuai indikasi. Indikasi
adalah berbeda bergantung kasus dimana indikasi setiap jenis foto roentgen perlu agar tindakan lanjutan untuk mendapatkan gambaran dari kasus pasien yang dirujuk untuk
foto roentgen dapat diketahui. Sebagai contoh, indikasi radiografi panoramik adalah apabila kelainan yang mencakup daerah yang lebih luas, lebih dari 4 gigi seperti
Osteomyelitis, abses yang mengenai gigi, fase gigi campuran yang memerlukan
evaluasi gigi susu dan pertumbuhan gigi permanen secara keseluruhan dan lain-lain.
Selain itu, indikasi radiografi panoramik turut digunakan pada kasus pasien sulit
membuka mulut, kurang koperatif atau untuk perawatan orthodonsi. Pengetahuan
tentang prosedur radiografi kedokteran gigi dapat mempermudah tahapan kerja
radiografi dalam rangka mengatur jenis foto roentgen, mempermudah pembacaan foto
roentgen tersebut, serta demi rekam medis yang lengkap, diagnosa sementara dapat membantu membandingkan gambaran-gambaran lain pada foto roentgen serta menjadi bahan pertimbangan untuk menyimpulkan diagnosa pasti setelah mendapatkan hasil
foto roentgen.8
Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah radiografer dapat
melakukan radiografi sendiri kepada pasien tanpa didampingi dokter jaga didapatkan
hasil 8,7% mahasiswa non-klinik menjawab tidak tahu, dengan mayoritas responden
berpendapat radiografer adalah seorang yang ahli dalam bidangnya dan sudah
kompeten dalam melakukan radiografi (Tabel 9). Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 375/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar
Profesi Radiografer, radiografer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang
dan tanggungjawab oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi
dan imaging di unit Pelayanan Kesehatan. Tanggung jawab seorang radiografer secara umum adalah menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bidang
radiologi/radiografi dengan tingkat keakurasian dan keamanan yang memadai. Dalam
kesehatan lainnya (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Spesialis Radiologi, Dokter
Kedokteran Nuklir, dll) memberikan pelayanan kesehatan bidang radiasi kepada
masyarakat umum maupun ilmiah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebatas
kewenanganyang di landasi oleh etika Profesi.16
Secara umum tugas dan tanggung jawab Radiografer, adalah:
1. Melakukan pemeriksaan pasien secara radiografi meliputi pemeriksaan untuk
radiodiagnostik dan imejing termasuk kedokteran nuklir dan ultra sonografi (USG);
2. Melakukan teknik penyinaran radiasi pada radioterapi;
3. Menjamin terlaksananya penyelenggaraan pelayanan kesehatan bidang
radiologi/radiografi sebatas kewenangan dan tanggung jawabnya;
4. Menjamin akurasi dan keamanan tindakan profesi radiasi dalam mengoperasikan
peralatan radiologi atau sumber radiasi;
5. Melakukan tindakan Jaminan Mutu peralatan radiografi.
Tanggung jawab dan tugas tersebut meliputi semua sarana pelayanan kesehatan
bidang radiologi mulai dari Puskesmas sampai dengan Rumah Sakit yang
menyelenggarakan pelayanan Radiodiagnostik, Radioterapi dan Kedokteran Nuklir.16
Pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang apakah boleh melakukan
pengulangan radiografi pada satu pasien yang sama, diperoleh hasil 13,04%
mahasiswa menjawab tidak tahu (Tabel 10). Dibanding dengan penelitian sebelumnya
oleh Mahdila Ayurian (2013) pada mahasiswa kepaniteraan klinik di salah satu
fakultas kedokteran gigi di Malaysia didapati bahwa 25,77% merasa tidak boleh
melakukan radiografi yang berulang pada seorang pasien. Suatu pengulangan
radiografi biasanya dilakukan apabila radiografi yang diperoleh tidak jelas, tidak dapat
diinterpretasi yang disebabkan oleh beberapa kesalahan radiografi. adanya kesalahan
foto dan radiografinya elongasi. Dari sudut pandang yang lain, pengulangan radiografi
dibutuhkan apabila untuk kelanjutan perawatan dan evaluasi perawatan. Radiografi
sebagai evaluasi dapat memperlihatkan status pasien yang terkini. Sebagai contoh,
pada kasus dimana kondisi pasien memburuk, tetap
tidak berubah, atau telah menunjukkan kesembuhan, seperti dalam perkembangan
batas paparan radiasi pada seseorang pasien tersebut dan tergantung jenis foto
roentgen yang dilakukan.17
Secara keseluruhan, terdapat perbedaan yang menonjol di antara penelitian ini
terhadap pengetahuan mahasiswa non-klinik dengan penelitian sebelumnya pada
pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik. Selain itu, terdapat juga perbedaan dari
segi jumlah responden. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik adalah lebih baik
dibandingkan mahasiswa non-klinik karena mahasiswa kepaniteraan klinik bukan saja
telah mempelajari ilmu radiografi kedokteran gigi secara teoritis, bahkan telah dan
sedang menjalaninya secara praktikal selama kepaniteraan klinik.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa
non-klinik tentang prosedur pemanfaatan radiografi secara individu di kategori baik
sebesar 52,17% atau sebanyak 24 orang, kategori sedang sebesar 45,65% atau
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Dengan jumlah sampel sebanyak 46 orang, hasil penelitian didapatkan
gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa non-klinik tentang prosedur pemanfaatan
radiografi mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 24 orang (52,17%),
kategori sedang diperoleh sebanyak 21 orang (45,65%), dan kategori kurang diperoleh
sebanyak 1 orang (2,17%).
6.2 SARAN
1. Perlunya mahasiswa non-klinik mempelajari prosedur-prosedur radiografi yang
lebih baik dan benar untuk diaplikasi di kepaniteraan klinik.
2. Perlunya dilakukan pengawasan terhadap mahasiswa agar Standard Operational Procedure (SOP) pada kedokteran gigi diikuti secara efektif.
3. Perlunya ditingkatkan pengetahuan mengenai prosedur pemanfaatan radiografi
pada mahasiswa, karena hal ini penting sebagai fungsi pengendalian dalam mencegah
timbulnya bahaya radiasi.
4. Perlunya penempelan poster mengenai keamanan saat foto roentgen, dipasang di ruang pemotretan bagian radiologi agar masyarakat umum sebagai pasien juga dapat
melihat dan mengetahui pentingnya proteksi radiasi, sehingga pasien dapat merasa
DAFTAR PUSTAKA
1. J Am Dent Assoc. Oral and maxillofacial radiology: Then and now. Agustus. 2008. http://jada.ada.org. (24/04/2013)
2. Assmus A. Early History of X-Rays. http://www. slac.stanford.edu/ pubs
/beamline 25/2/25-2-assmus.pdf (22/04/2013)
3. Dental Radiology. http://medical.tpub.com/14275/css/14275 11.htm (21/04/
2013)
4. Mestika E. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara Terhadap Kegunaan Radiografi, Bahaya
Radiasi, Dan Prosedur Penggunaan Radiografi. Tahun 2012. Skripsi. Medan:
Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi FKG USU, 2012: 17-22
5. Ayurian M. Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Pada Salah Satu
Fakultas Kedokteran Gigi Di Malaysia Terhadap Penggunaan Radiografi
Kedokteran Gigi Tahun 2013. Skripsi. Medan: Program Studi Sarjana
Kedokteran Gigi FKG USU, 2013: 26-8
6. Karjodkar FR. Textbook of Dental and Maxillofacial Radiology. 1 st ed., New
Dehli: Jaypee Brothers Medical Pub. (P) Ltd., 2008: 1-4, 54-9, 182-202
7. John PR. Textbook of Dental Radiology. 2 nd ed., New Dehli: Jaypee Brothers
Medical Pub. (P) Ltd., 2011: 1-2, 52-7
8. Guidelines for Prescribing Dental Radiographs. New York: Eastmen Kodak
Company., 2004: 3-4
9. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation., 5 th
edition., St.Louis: Mosby Ins.: 2007: 265, 271-6
10.Café-radiologi. Standard Operational Procedure; Keselamatan Kerja Radiologi.
http://www.radiologi.blogspot.com (21/6/2013)
11.Iannucci JM, Howerton LJ. Dental Radiography Principles and Techniques. 3
12.Chestnut IG, Gibson J. Churchill‟s Pocketbooks Clinical Dentistry. 3 rd ed., Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier., 2007: 43-7
13.Boel T. Dental Radiografi: Prinsip dan Teknik. Medan: USU Press, 2010:
13-4, 49-55
14.Moore WS. Successful IntraOral Radiography. USA: Eastmen Kodak
Company., 2002: 5-10,12
15.Moore WS. Successful Panoramic Radiography. USA: Eastmen Kodak
Company., 2002: 2-3
16.Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 375/MENKES/SK/III/2007
17.Radiology Information Center. Jaminan Kualitas Radiografi.