• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Analytical Hierarchy Process (AHP)

2.5.1. Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Dr.Thomas L.Saaty dari Wharton School of Bussines pada tahun 1970-an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternative yang paling disukai (Saaty 1983). Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu bentuk model pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model–model sebelumnya. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia.

Kelebihan model AHP dibandingkan dengan model keputusan lainnya adalah terletak pada kemampuan memecahkan masalah yang multi objective dan multi criteria. Kebanyakan model yang sudah ada memakai single objective dan multi criteria. Kelebihan model AHP ini lebih disebabkan oleh fleksibilitasnya yang lebih tinggi terutama dalam pembuatan hierarkinya. Sifat fleksibelnya tersebut membuat AHP dapat menangkap beberapa tujuan dan beberapa kriteria sekaligus ke dalam sebuah model ataupun hierarki. Bahkan model tersebut juga bisa memecahkan masalah yang mempunyai tujuan–tujuan yang saling berlawanan dalam sebuah model.

Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal itu menunjukkan penilaian perlu diperbaiki atau hierarkhi harus distruktur ulang.

Ada beberapa keuntungan yang lain bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan AHP sebagai berikut :

Tabel 2.3 Keuntungan AHP

( Sumber : Marimin Nurul Maghfiroh, IPB Press , 2010 )

Kesatuan AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur

Kompleksitas AHP memadukan ancangan deduktif berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks

Saling ketergantungan

AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier

Penyusunan hierarki

AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat

Pengukuran AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas

Konsistensi AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas

Sintesis AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternative

Tawar-Menawar

AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memeungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka

Peniaian dan Konsensus

AHP tidak memaksakan konsesus tetapi mensintesiskan suatu hasil representatif dari berbagai peilaian yang berbeda

Pengulangan Proses

AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan

Di dalam AHP, terdapat hierarki yang terbagi atas level-level. Hierarki adalah suatu ringkasan dari struktur suatu sistem untuk mempelajari interaksi- interaksi fungsional dari komponen-komponen yang ada dan pengaruhnya pada seluruh sistem.

Ada dua macam hierarki, antara lain :

1. Hierarki Struktural, sistem yang kompleks disusun kedalam komponen- komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat struktural mereka.

Hierarki ini sangat erat kaitannya dengan cara otak menganalisis hal yang kompleks, yaitu dengan memecah-mecah obyek yang ditangkap oleh indera menjadi gugusan yang semakin kecil. Misalnya ukuran, bangunan, warna atau umur.

2. Hierarki Fungsional, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen- komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut hubungan esensial mereka. Hierarki ini sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang diinginkan. Misalnya pemecahan konflik, prestasi yang efisien, atau kebahagiaan yang perlu dipertimbangkan.

Dalam menyusun suatu hierarki tidak ada prosedur tetap untuk membuat tujuan, kriteria, dan kegiatan yang harus dimasukkan ke dalam tersebut. Gagasan penyusunan mendaftar semua konsep yang relevan terhadap masalah tanpa memperhatikan hubungan atau urutan, dapat diperoleh melalui studi literatur untuk memperkaya ide, atau seringkali dilakukan dengan bekerja sama dengan orang lain.

Tujuan utama yang akan dicapai harus diidentifikasi pada puncak hierarki, sub tujuan pada tingkat berikutnya, dan kendala-kendala yang menghalangi usaha para pelaku pada tingkat berikutnya lagi. Hal ini dapat mendominasi level dari pelaku-pelaku itu sendiri, yang kemudian mendominasi level dari tujuan mereka, dibawahnya adalah level kebijakan mereka dan pada tingkat terbawah adalah level dari semua kemungkinan hasil yang ada. Secara umum struktur hierarki dapat digambarkan sebagai berikut :

Jika kita dihadapkan pada beberapa pilihan untuk memilih dan kita mempunyai beberapa kriteria yang rumit untuk dinilai, terlebih dahulu kita melakukan perbandingan berpasangan dari kriteria-kriteria yang ada dalam hubungannya dengan usaha jangka pendek dan panjang, keuntungan dan resiko, dan juga matriks perbandingan berpasangan yang berhubungan dengan keefektifan dan kesuksesan.

Akhirnya, pada level terbawah kita membandingkan pilihan-pilihan terhadap tiap kriteria, membuat bobot secara hierarki, dan memilih prioritas tertinggi. Dengan demikian, keputusan diambil berdasarkan pilihan yang memiliki weight overall tertinggi.

Goal

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3

1 Sub Kriteria 5 Sub Kriteria 4 Sub Kriteria 3 Sub Kriteria 2 Sub Kriteria 1 N 2 Level 1 Level 2 Level 3 Level N

Jika kita meneliti penilaian-penilaian yang ada sehingga kita yakin bahwa kita telah mempertimbangkan semua faktor-faktor yang relevan, maka kita tidak perlu melakukan perbandingan atas pilihan-pilihan lainnya. Dengan kata lain, kita telah melakukan yang terbaik untuk memilih yang terbaik.

Dengan menggunakan sistem hierarki beberapa keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana perubahan bobot prioritas pada level atas akan mempengaruhi elemen-elemen pada level dibawahnya.

2. Dengan membuat level-level, maka si pengambil keputusan dapat

memfokuskan perhatiannya hanya pada sekelompok kecil kriteria, sehingga keputusan akan lebih realistis terutama untuk sistem yang kompleks.

Dengan demikian dapat disimpulkan kegunaan hierarki adalah sebagai berikut:

1. Hierarki menggambarkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk

menjelaskan bagaimana perubahan pada prioritas pada level atas dapat mempengaruhi prioritas elemen-elemen di level bawahnya.

2. Memberikan informasi yang mendetail mengenai struktur dan fungsi dari suatu sistem pada level bawahnya dan memberikan overview dari pelaku- pelaku dan tujuan mereka pada tingkatan yang lebih tingi. Kendala dari elemen-elemen pada suatu level dapat digambarkan dengan baik pada level berikutnya untuk meyakinkan bahwa mereka merasa puas.

4. Bersifat stabil dan fleksibel. Stabil berarti bahwa perubahan kecil membawa pengaruh kecil dan fleksibel berarti bahwa tambahan pada hierarki dengan susunan yang baik tidak akan mengacaukan nilai performance.

2.5.2 Langkah-langkah Analitycal Hierarchy Process (AHP)

Adapun langkah–langkah dari Analitical Hierarchy Process (AHP) sebagai berikut:

1. Membandingkan antar kriteria dengan skala perbandingan yang telah ditentukan. Skala perbandingan yang digunakan adalah :

Tabel 2.4 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan (Sumber : Saaty, Thomas L.).

Intensitas

Kepentingan Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen

dibandingkan atas elemen lainnya 5

Elemen yang satu sedikit lebih cukup daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya 7

Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8

Nilai – nilai antara dua nilai pertimbangan yang

berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan I aji = 1 / aji

2. Membuat matriks perbandingan berpasangan, seperti contoh di bawah ini : Tabel 2.5 Contoh Matriks Perbandingan

(Sumber : Saaty, Thomas L.)

C A1 A2 - - A7 A1 1 A2 1 - - A7 1

Dari matriks ini, bandingkan elemen A, dalam kolom disebelah kiri dengan elemen A1, A2, A3 dan seterusnya yang terdapat dibaris atas berkenaan dengan

sifat C di sudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen kolom A2 dan seterusnya.

Untuk mengisi matriks perbanding berpasangan itu kita menggunakan bilangan untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen diatas yang lainnnya dengan menggunakan skala penilaian perbandingan pasangan.

3. Membuat matriks normalisasi

Matriks normalisasi diperoleh dengan membagi nilai masing–masing sel matriks berpasangan kriteria dengan total masing–masing kolom. Dan bobot kriteria diperoleh dengan membagi total nilai normalisasi seluruh kriteria terhadap jumlah kriteria. Nilai normalisasi =

= n i ij ij a a 1

4. Membuat matriks perbandingan berpasangan dikalikan dengan bobot masing- masing kriteria.

5. Menentukan eigen vector

λmaks = n

r E i g e n v e

7. Menentukan Consistency Index (CI)

Pengukuran konsistensi dilakukan untuk tiap matriks perbandingan dengan ukuran ≥3. Penilaian dinyatakan dengan konsistensi 100% jika CI=0. Jika CI≤0.1, maka penilaian dinyatakan dapat diterima. Jika CI≥0.1, maka penilaian harus diulang kembali.

(

)

(

1

)

maks n CI n λ − = −

8. Menentukan Consistensi Ratio (CR)

Consistensi Ratio (CR) diperoleh dari perbandingan Consistensi Index terhadap Random Index (RI). CR dapat diterima jika CR≤0.1.

CR = RI CI

CR = Rasion Konsistensi CI = Indeks Konsistensi

RI = Indeks Random

Consistensi Ratio (CR) adalah angka yang menunjukkan tingkat kekonsistenan suatu nilai. Apabila nilai CR≤0.1, maka masih dapat ditoleransi tetapi bila CR>0.1 maka perlu dilakukan revisi. Nilai CR=0 maka dapat dikatakan “perfectly consistent”. (Saaty,)

Tabel 2.6 Nilai Indeks Random (RI)

2 3 4 5 6 7 8 9 10

0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima adalah tingkat inkonsistensi sebesar 10% kebawah

2.6 Scoring System

Scoring system dilakukan untuk mengetahui nilai pencapaian terhadap target yang telah ditetapkan untuk setiap indikator kinerja. Adapun 3 skor yang ditekankan pada Key Indicator Performance (KPI) adalah

1. Lower is Better

Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin rendah nilainya (mendekati nol), maka kualitasnya akan lebih baik.

2. Larger is Better

Karakteristik kualitas ini menjadi pengukuran dimana semakin besar nilainya, maka kualitasnya akan semakin baik

3. Nominal is Better

Karakteristik kualitas ini biasanya ditetapkan suatu nilai nominal tertentu dan semakin mendekati nilai nominal tersebut, kualitas semakin baik.

2.7 Pengolahan Data

2.7.1 Uji Validitas

Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :

r =

(

)( )

[

2 2

][

(

2

)( )

2

]

) )( ( ) )( (

∑∑

∑ ∑

Y Y N X X N Y X Y X N dimana :

r = Koefisien korelasi yang dicari N = Jumlah responden

Y = Skor total tiap responden

Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r.

2.7.2 Uji Reliabilitas

Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.

Rumus Alpha : r11 =         −       −

2 1 2 1 ) 1 ( σ σb k k dimana : r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal

Σσb2 = Jumlah varians butir

σ12 = Varians total

Program komputer SPSS 15 (Statistical Package for The Social Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.

Pengujian analisis validitas dan reliabilitas adalah proses menguji butir- butir pertanyaan yang ada dalam sebuah angket, apakah isinya sudah valid dan reliabel. Analisis dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh uji reliabilitas. Jadi jika sebuah butir tidak valid, maka otomatis ia dibuang. Butir-butir yang sudah valid kemudian baru secara bersama diukur reliabilitasnya.

2.8 Penentuan Sampel

Penentuan jumlah sampel/kuesioner menurut Suharsini Arikunto (2002), apabila subyek yang diamati kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, Selanjutnya jika jumlah subyek besar (lebih dari 100), maka dapat diambil antara 10%-15%, maka menggunakan rumus : n = 15% x N Keterangan : n = besar sampel N = besar populasi 2.9 Peneliti Terdahulu

Beberapa penunjang bahan Supply Chain Operations Reference yang telah dilakukan penelitian sebelumnya antara lain:

1. Ilma Shofyana, Analisis Performansi Supply Chain Operation Reference di PT. Petronika Gresik, UPN Veteran Jawa Timur, 2010

Mengetahui performansi kinerja Supply Chain di PT Petronika, hasil penelitiannya adalah pengukuran performasi Supply Chain PT Petronika dapat diketahui bahwa nilai performansi yang paling tinggi terdapat pada periode bulan Februari 2010 (714.6) dan nilai performasi Supply Chain yang paling rendah terdapat pada periode bulan September 2009 (514.78). Dan tiga indikator yang mempunyai nilai skor rendah, yang pertama adalah Percentage of adjusted production quantity dengan skor 43,4 Dan yang ketiga adalah Minimum delivery quantity dengan skor 9,7.

2. Ita Yustianingwati, Implementasi Supply Chain Untuk Pengukuran Kinerja di PT Varia Usaha Beton Waru – Sidoarjo, UPN Veteran Jawa Timur, 2005. Untuk mengetahui tingkat kinerja Supply Chain di PT. Varia Usaha Beton, hasil penelitiannya adalah Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap Kinerja berdasarkan metode Supply Chain dengan pendekatan model Supply Chain Operations Reference (SCOR) yaitu : a. Plan yaitu (81,75), b. Source yaitu (56.41) ,c .Make yaitu proses produksi yang berlangsung lama. d.Deliver yaitu (27.65) serta e. Return yaitu (43.89).

Dokumen terkait