• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi dan Etiopatogenesa

Dalam dokumen USULAN PENELITIAN DASAR (Halaman 11-0)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulkus Gaster

2.1.1 Definisi dan Etiopatogenesa

Ulkus gaster merupakan salah satu penyakit umum saluran gastrointestinal dengan spektrum yang luas yaitu mulai dari asimptomatik, nyeri epigastrium yang samar-samar, mual, dan anemia defisiensi besi yang mengakibatkan perdarahan (Kurniawaty & Mustofa, 2013). Dua kondisi yang merupakan kunci untuk terjadinya ulkus peptikum yaitu3:

1. Helicobacter pylori. Merupakan faktor yang sangat mempengaruhi terbentuknya ulkus.

2. Mukosa yang terpapar oleh asam lambung dan pepsin.

Disamping 2 hal di atas, banyak aspek lain yang mempengaruhi pathogenesis terjadinya ulkus peptikum yang dibentuk karena ketidakseimbangan antara pertahanan mukosa gastroduodenal dan kerusakan yang terjadi.

Ulkus gaster terjadi karena banyak faktor seperti pola makan yang tidak teratur dan memakan makanan yang mengandung asam tinggi seperti durian, kopi, dan teh (Kurniawaty & Mustofa, 2013). Selain itu, infeksi H.Pylori, penggunaan obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS) dan alkohol dapat juga dapat menimbulkan ulkus gaster (Sanusi, 2011). Penggunaan OAINS dan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan defek lapisan mukus dan terjadinya difusi ion 𝐻+ sehingga timbul gastritis akut/kronik dan ulkus gaster.

Sindroma Zollinger Ellison, penyakit Crohn disease juga dapat menyebabkan ulkus gaster namun jarang (Tarigan, 2014).

6 2.1.2 Morfologi

Secara definisi yaitu adanya defek pada mukosa yang dapat penetrasi sampai submukosa dan seringkali sampai ke muskularis propia atau bahkan lebih dalam lagi. Seringkali bentuk ulkusnya bulat atau seperti kawah dengan diameter 2-4 cm. Lokasi tersering yaitu di kurvatura minor yang merupakan lokasi sering terjadinya gastritis, terutama di bagian anthral dan di bagian dengan sekresi asam paling banyak yaitu di bagian korpus. Biasanya sisi dari ulkus terlihat edematous dengan mukosa disekelilingnya membentuk lipatan radier dengan dasar ulkus. Adanya pembuluh darah arteri pada dasar ulkus menunjukkan adanya suatu riwayat perdarahan.(Rosai, 2018; Turner, 2015)

Secara mikroskopis dapat terlihat bentuk aktivitas ulkus, kronisitas dan derajat penyembuhan. Pada ulkus kronis, ulkus terbuka dapat dibedakan menjadi 4 zona yaitu(Rosai, 2018; Turner, 2015):

1. Bagian dasar dan sisi ulkus yang terdiri dari lapisan tipis debris nekrotik fibrinoid

2. Zona aktif yang terdiri dari infiltrasi sel-sel inflammatory non spesifik yang didominasi oleh neutrophil

3. Jaringan granulasi

4. Lapisan terdalam terdiri dari jaringan ikat

Pembuluh darah yang terperangkap di dalam ulkus biasanya menebal dan mengalami thrombosis. Pada masa penyembuhan, ulkus akan dipenuhi dengan jaringan granulasi diikuti dengan reepitalisasi dimulai dari bagian sisi ulkus.

2.1.3 Diagnosis dan Terapi

Biasanya penderita ulkus gaster mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom / kumpulan keluhan pada saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, dan cepat merasa senang. Penderita ulkus gaster akan merasa nyeri pada ulu hati, rasa tidak nyaman disertai muntah. Rasa nyeri akan

7

timbul setelah makan dan biasanya akan terasa pada sebelah kiri dari garis tengah perut. Rasa sakit akan bermula pada satu titik lalu difus menjalar ke punggung (Tarigan, 2014). Anemia dapat terjadi akibat adanya perdarahan, leukositosis menandakan adanya penetrasi ulkus atau perforasi (Sanusi, 2011).

Tatalaksana pada ulkus gaster terdiri dari non medikamentosa, medikamentosa dan tindakan operasi. Tatalaksana non medikamentosa pada penderita ulkus gaster adalah istirahat dan diet (Tarigan, 2014). Diet makanan lunak, susu juga dapat membantu menghilangkan dan mencegah terjadinya ulkus gaster.

(Sanusi, 2011)

Obat-obatan yang dapat mempercepat penyembuhan dibagi menjadi 3 golongan yaitu obat anti sekretorik, protektor mukosa, dan eradikasi H.pylori.

Obat anti sekretorik terdiri dari Proton Pump Inhibitor (PPI) dan penghambat reseptor H2 (Sanusi, 2011). PPI terdiri dari omeprazol, lansoprazol, rabeprazol, dan esomesoprazol. Mekanisme kerja dari obat ini adalah menghambat kerja enzim 𝐾+𝐻+ATPase. Sedangkan penghambat reseptor H2 yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin memblokir efek histamine pada sel pariental (Kurniawaty and Mustofa, 2013; Zaghlool SS, Shehata BA, Abo-Seif AA, 2015). Obat protektor mukosa terdiri dari bismuth, misoprostol, dan antasida. Terapi eradikasi H.pylori adalah terapi dengan menggunakan dua jenis antibiotik dengan penghambat pompa proton atau bismuth (Sanusi, 2011). Tindakan operasi dilakukan bila pengobatan gagal, terjadi komplikasi seperti perdarahan, perforasi, dan bila dicurigai terjadi keganasan (Rosai, 2018; Kurniawaty and Mustofa, 2013).

8 2.2 Jahe

2.2.1 Morfologi dan klasifikasi jahe

Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina (Fatonah, 2012). Jahe telah digunakan sebagai obat tradisional Cina dan India lebih dari 25 abad, serta digunakan dalam pengobatan tradisional Meksiko, terutama untuk keluhan gastrointestinal (Zadeh & Kor, 2014).

Adapun klasifikasi jahe adalah sebagai berikut : Divisi : Spermathophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Family : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna akar/rimpangnya, jahe dibagi menjadi 3 yaitu jahe merah, jahe putih besar dan jahe putih kecil. Berdasarkan warna rimpangnya, jahe dikelompokkan menjadi jahe putih dan jahe kuning.

Sedangkan bentuknya, jahe dibagi menjadi jahe besar (jahe badak atau jahe gajah) dan jahe kecil. (Setyawan, 2015)

2.2.2 Kandungan Jahe

Jahe merah, jahe putih besar dan jahe putih kecil memiliki kandungan yang sama yaitu minyak atsiri, oleoserin dan pati. Perbedaan dari ketiga jahe ini adalah jumlah kadarnya dimana jahe merah memiliki jumlah kandungan yang paling tinggi lalu jahe putih kecil dan jahe putih besar. Jahe merah mengandung minyak atsiri sebesar 2,6%-3,9%, jahe putih kecil sebesar 1,5%-3,5%, dan jahe putih besar mengandung minyak atsiri 0,82%-2,8%. Besarnya kandungan minyak atsiri ini yang membuat jahe dapat digunakan sebagai obat.

((Setyawan, 2015; Rukmana and Yudirachman, 2016)

9

Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tidak menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak menguap atau minyak atsiri merupakan komponen pemberi bau yang khas. Minyak atsiri jahe terdiri dari α pinen, β-phellandren, borneol, limonene, linalool, citral, nonylaldehyde, decylaldehyde, methylepteno, 1,8 sineol, bisabelin, 1-α-curcumi, farnese, humulen, phenol, asetat dan yang paling banyak adalah zingiberen dan zingiberol. Minyak yang tidak menguap atau oleoresin yang merupakan pemberi rasa pedas dan pahit. Oleoresin terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagol, minyak atsiri dan resin. Rimpang jahe juga mengandung flavonoid, 10-dehydrogingerione, gingerdione, arginin, linolenic acid, aspartia acid, kanji, lipid, kayu damar, asam amino, protein, vitamin A dan niacin serta mineral.

(Setyawan, 2015)

Gingerol yang terkandung dalam jahe memiliki efek sebagai antiinflamasi, antipiretik, gastroprotektif, kardiotonik, hepatotoksik, antioksidan, anti kanker, antiangiogenesis dan anti arterosklerotik. Minyak Atsiri dalam jahe berguna sebagai antiseptik dan antioksidan. Jahe mengandung antioksidan seperti Flavonoid dan polifenol, asam oksalat, dan vitamin C. Flavinoid dan fenol dalam jahe dapat digunakan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara menghambat sekresi asam lambung dan meningkatkan prostaglandin yang merupakan faktor defensif dari lambung (Dharmesh, S.M., Nanjundaiah and Annaiah, 2011).

2.3 Piroksikam

Piroksikam adalah salah satu obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dengan struktur baru yaitu oksikam yang merupakan derivat asam enolat. OAINS bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase. OAINS juga dapat menghambat sintesis prostaglandin (Harvey & Champe, 2014).

Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukan prostaglandin dari asam arakhidonat, dimana prostaglandin merupakan salah

10

satu faktor defensif mukosa lambung. Pemberian OAINS juga dapat menurunkan sekresi mukus pada lambung serta karena sifatnya yang asam ia bersifat korosif sehingga dapat merusak epitel epitel mukosa lambung.(Kurniawaty and Mustofa, 2013)

Piroksikam biasanya digunakan untuk mengobati RA, spondilitis, dan osteoartritis (Harvey & Champe, 2014). Absorpsinya berlangsung cepat pada lambung dan waktu paruhnya lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari (Gunawan, 2012). Secara umum OAINS berpotensi menyebabkan efek samping pada tiga organ yaitu saluran cerna, ginjal dan hati.

Efek samping tersering dari piroksikam adalah peradangan pada lambung bahkan dapat menyebabkan tukak lambung pada keadaan yang lebih berat. Ada dua mekanisme yang menyebabkan iritasi pada lambung yaitu (1) Iritasi yang bersifat local yang menyebabkan asam lambung berdifusi kembali sehingga terjadi kerusakan jaringan; (2) Iritasi atau perdarahan pada lambung secara sistemik melalui hambatan 𝑃𝐺𝐸2 dan 𝑃𝐺𝐼2 yang banyak ditemukan dimukosa lambung yang berfungsi menghambat sekresi asam lambung dan menstimulus sekresi mukus usus halus yang bersifat sitiprotektif (Gunawan, 2012).

Piroksikam bila digunakan dalam dosis melebihi 20 mg / hari akan meningkatkan insiden ulkus peptikum dan perdarahan. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa risiko ini sebanyak 9,5 kali lebih tinggi dengan piroksikam dibandingkan dengan NSAID lainnya (Katzung et al., 2012).

2.4 Hipotesis

1. Terdapat penurunan mukus pada mukosa gaster tikus jantan galur Sprague dawley yang diinduksi piroksikam.

2. Terdapat hubungan pemberian jahe dengan gambaran mukosa gaster tikus jantan galur Sprague dawley yang diinduksi piroksikam.

11 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only control group design.

Sebanyak 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 10-16 minggu yang dipilih secara acak dan dibagi menjadi 6 kelompok.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboraturium Patologi Anatomi (PA) Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Unila) untuk mengetahui gambaran mikroskopik lambung.

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan April–September.

3.3 Sampel dan Populasi

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan Galur Sprague dawley berumur 10-16 minggu yang diperoleh dari laboratorium Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) Bogor. Untuk mengetahui besar sampel digunakan rumus Federer (Federer, 1991) sebagai berikut:

Keterangan :

Nilai t : Jumlah perlakuan yang diberikan selama percobaan

Nilai n : Jumlah pengulangan atau jumlah sampel dalam setiap kelompok perlakuan

Dari rumus diatas, dapat dilakukan perhitungan sampel sebagai berikut : t = 8 maka didapatkan :

t (n-1) ≥ 15

12

t (n -1) ≥ 15 6 (n – 1) ≥ 15

6n ≥ 21 n ≥ 3,5

Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 4 ekor tikus per kelompok. Maka jumlah sampel yang diperlukan untuk 6 kelompok perlakuan adalah 24 ekor. Untuk mengantisipasi kematian ditambah 1 ekor untuk masing masing kelompok sehingga jumlah untuk 6 kelompok perlakuan adalah 30 ekor yang terdiri dari :

a. Kelompok kontrol negatif (K1), diberikan piroksikam dengan dosis sama untuk semua kelompok;

b. Kelompok perlakuan (P1–P2), diberikan Ekstrak Jahe Merah dengan 2 dosis bertingkat setelah diinduksi piroksikam;

c. Kelompok Perlakuan (P3–P4), diberikan Ekstrak Jahe Putih dengan 2 dosis bertingkat setelah diinduksi piroksikam;

d. Kelompok kontrol positif 1 (K2), diberikan omeprazol setelah diinduksi piroksikam.

Kriteria Inklusi :

a. Sehat (Tidak tampak rambut kusam, rontok, atau botak dan bergerak aktif);

b. Berjenis kelamin jantan;

c. Memiliki berat badan sekitar 150-250 gram;

d. Berusia sekitar 10-16 minggu;

Kriteria eksklusi :

a. Mati selama masa pemberian perlakuan;

b. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium;

13

3.4 Identifikasi Variabel dan Defini Operasional 3.4.1 Identifikasi Variabel

a. Variabel Independen adalah pemberian Ekstrak Jahe Merah dan Jahe Putih;

b. Variabel Dependen adalah morfologi mukosa gaster.

3.4.2 Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Cara Ukur Alat

Sediaan ekstrak jahe merah dan jahe putih diberikan melalui sonde secara oral.

Dosis efektif pada penelitian sebelumnya: 200mg/KgBB, 400mg/KgBB,P1 = Diberi ekstrak Jahe Merah dan Jahe Putih Besar 40mg/200gBB P2 = Diberi ekstrak Jahe Merah dan Jahe Putih Besar 80mg/200gBB

P3 = Diberi ekstrak Jahe Merah dan Jahe Putih Besar

Sediaan histokimia dilihat menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 40x dalam satu lapang menilai mukus yang terwarnai.

14 3.5 Diagram Alur

Gambar 9. Diagram Alur Penelitian

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini ada 4 yaitu piroksikam dengan dosis 20mg/200gBB, Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.

Var. Rubrum) dan Ekstrak Jahe Putih Besar (Zingiber officinale Rosc. Var.

officinarum) dengan dosis 80mg/200gBB dan 160mg/200gBB, serta Omeprazole 20mg/200gBB.

Aquades Omeprazole

40mg/200gBB

Interpretasi Hasil

40mg/200gBB 160mg/gBB 160mg/gBB

Pemberian dosis selama 7 hari Terminasi tikus & eksisi Gaster Pemeriksaan Histokimia PAS

Timbang BB Tikus Tikus diadaptasikan selama 7 hari

Semua tikus dipuasakan selama 24 jam dan hanya diberi minum Aquades Diberikan Piroksikam dosis 20mg/200gBB pada semua tikus

Ekstrak Jahe Merah Ekstrak Jahe Putih Besar

15 3.6.2 Bahan Kimia

Bahan Kimia yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan metode paraffin meliputi: Larutan formalin 10%, Alkohol 70%, Alkohol 96%, Alkohol Absolut, Etanol, Xylol, Pewarna Hematoksilin dan Eosin, Etelan, dan Ekstrak Jahe Merah serta Jahe Putih Besar yang diperoleh dari Laboratorium Kimia FMIPA.

3.6.3 Alat Penelitian

Alat Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Neraca Analitik Metler Toledo dengan tingkat penelitian 0,01g untuk menimbang berat tikus;

b. Sonde Lambung;

c. Spuit oral 1cc, 3cc, 5cc;

d. Minor set, untuk membedah lambung tikus;

e. Kapas dan alkohol;

f. Mikroskop;

g. Objek glass;

h. Minyak emersi;

i. Kamera digital;

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Prosedur Pemberian Ekstrak Jahe Merah dan Jahe Putih Besar

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian jahe sebagai anti ulkurogenik pada tikus albino yang diinduksi oleh indometasin (Zaman & Mirje, 2014) maka dosis ekstrak jahe yang akan diberikan adalah 400mg/KgBB dan 600mg/KgBB.

Dosis 2 = 400mg/KgBB

= 400 x 0,2

= 80mg/200gBB

16 Dosis 3 = 800mg/KgBB

= 800 x 0,2

= 160mg/200gBB

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sekaligus membandingkan efek ekstrak jahe merah dan jahe putih besar, oleh sebab itu dosis kedua ekstrak ini adalah sama. Dalam penelitian ini kelompok kontrol postif dan negatif tidak diberikan ekstrak jahe merah dan jahe putih besar.

3.7.2 Prosedur Pemberian Dosis Piroksikam

Berdasarkan penelitian penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puscas et al (1993) dan Balagun et al (2015) dosis piroksikam yang dapat menyebabkan ulkus adalah 100mg/KgBB tikus.

Dosis 200g Tikus = 100 x 0,2

= 20mg/200gBB

Sediaan piroksikam yang digunakan adalah 20mg yang berarti 1 tablet 20mg digerus dalam 1ml aquadest.

3.7.3 Prosedur Pembuatan Preparat Histopatologi Metode Teknik pembuatan preparat histopatologi : 1. Fixation

Spesimen berupa potongan organ gaster difiksasi dengan formalin 10%

selama 3 jam, kemudian dicuci dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali;

2. Trimming

Organ dikecilkan hingga ukuran ± 3mm, potongan organ gaster tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tissue cassete;

3. Dehidrasi

17

Mengeringkan air dengan meletakkan tissue cassette pada kertas tisu;

berturut-turut organ gaster direndam dalam alkohol 70% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5 jam, alkohol absolut selama 1 jam, dan alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam;

4. Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xylol I dan II, masing-masing selama 1 jam;

5. Impregnasi

Impregnasi dilakukan dengan menggunakan paraffin selama 1 jam dalam oven suhu 65°C;

6. Embedding

a. Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin kedalam cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu diatas 58°C;

b. Paraffin cair dituangkan kedalam pan;

c. Dipindahkan satu per satu dari tissue cassette ke dasar pan dengan mengatur jarak yang satu dengan lainnya;

d. Pan dimasukkan ke dalam air;

e. Parrafin yang berisi potongan gaster dilepaskan dari pan dengan dimasukkan ke dalam suhu 4-6°C beberapa saat;

f. Parrafin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan skapel/pisau hangat;

g. Memblok paraffin, siap dipotong dengan mikrotom;

7. Cutting

a. Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4-5 mikron. Pemotongan dilakukan menggunakan rotatory microtome dengan disposable knife;

b. Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath 60°C selama beberapa detik sampai mengembang sempurna;

18

c. Dengan gerakan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil dengan slide bersih dan ditempatkan ditengah atau pada sepertiga atas atau bawah;

d. Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 37°C) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna;

8. Pewarnaan dengan PAS

Selanjutnya dilakukan deparafinisasi dalam larutan xylol I selama 5 menit dan larutan xylol II selama 5 menit. Kemudian, dihidrasi dalam ethanol absolut selama 1 jam, alcohol 96% selama 2 menit, alcohol 70% selama 2 menit, rendam air selama 10 menit. Lalu dilakukan oksidasi dengan periodic acid selama 5 menit, dibilas dengan air mengalir, lalu aldehidrasi dengan aschiff selama 15 menit dan cuci dengan air selama 5 menit. . Selanjutnya, dilakukan counterstaining dengan menambahkan mayer’s hematoxylin selama 1 menit dan cuci dengan air mengalir selama 5 menit.

Kemudian didehidrasi dengan alkohol absolut selama 2 menit. Kemudian dilakukan penjernihan dengan xylol I selama 2 menit dan xylol II selama 2 menit;

9. Mounting dengan etelan dan tutup deck glass

Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan di atas kertas tisu pada tempat datar, ditetesi dengan bahan mounting, yaitu entelan, dan ditutup dengan deck glass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara;

10. Slide dibaca dengan mikroskop

3.8 Analisis Data

Analisis data penelitian diproses dengan program SPSS dengan tingkat signifikansi p=0,005. Pertama dilakukan pengujian normalitas data dengan menggunakan Shapiro Wilk test untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak. Bila data terdistribusi normal maka analisis berikutnya adalah uji one way

19

ANOVA untuk menguji perbedaan pengaruh pada kelompok I, II, III, dan IV dan dilakukan uji Kruskal Wallis sebagai uji alternatif ANOVA. Bila pada Uji one way ANOVA menghasilkan nilai p<0,05 maka dilakukan analisis post hoc.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pengajuan proposal Ethical Clearance ke Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk mendapatkan izin etik penelitian menggunakan 30 ekor tikus putih (Rattus Novergicus) jantan dengan galur Sprague Dawley. Prinsip yang diterapkan pada protokol penelitian yaitu 3R yang terdiri dari Replacement, Reduction, dan Refinement.

1. Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan;

2. Reduction, adalah pemanfaatan hewan dalam penelitian sedikit mungkin tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal;

3. Refinement, adalah memperlakukan hewan coba secara manusiawi.

20 BAB IV.

LUARAN DAN TARGET CAPAIAN

Luaran penelitian ini berupa publikasi jurnal nasional, yaitu Majalah Patologi Indonesia yang diterbitkan oleh Kolegium Patologi Universitas Indonesia tahun 2022.

Target capaian penelitian ini akan dilanjutkan dengan pemeriksaan organ lain terutama hepar dan ginjal dengan pewarnaan histokimia PAS.

21 BAB V

RENCANA ANGGARAN BIAYA

Perincian anggaran biaya, dicantumkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Rancangan anggaran biaya kegiatan

No Pengeluaran Volume Satuan Harga Jumlah

A Pembuatan proposal dan laporan hasil penelitian

1 Kertas A4 2 rim Rp 40,000 Rp 80,000

2 Katridge hitam 2 buah Rp 240,000 Rp 480,000

3 Katridge warna 2 buah Rp 330,000 Rp 660,000

4 Perbanyakan proposal 4 buah Rp 10,000 Rp 40,000

5 Jilid proposal 5 buah Rp 10,000 Rp 50,000

6 Konsultasi statitik 1 paket Rp 500,000 Rp 500,000

7 Perbanyakan laporan akhir 4 buah Rp 30,000 Rp 120,000

8 Jilid laporan akhir 5 buah Rp 10,000 Rp 50,000

Sub Jumlah Rp 1,980,000

B Pengadaan alat dan bahan

9 Pembelian reagen PAS 1 Set Rp 5,616,000 Rp 5,616,000

10 Pembelian Buffer Pewarnaan 1 Set Rp 1,000,000 Rp 1,000,000

Sub Jumlah Rp 6,616,000

C Biaya Perjalanan dan Lain-lain

11 Izin Penelitian 1 paket Rp500,000 Rp 500,000

12 Konsumsi selama penelitian 3 orang 20 hari Rp35,000 Rp2,100,000 13 Biaya prosesing sampel penelitian 30 Slide Rp 90,000 Rp2,700,000

Sub Jumlah Rp 5,300,000

D Laporan/Diseminasi/Publikasi

Seminar dan Publikasi 1 paket Rp 1,000,000 Rp 1,000,000

Sub Jumlah Rp 1,000,000

Total Dana Rp. 14,896,000

22 BAB VI

JADWAL PENELITIAN

Jadwal pelaksanaan penelitian dicantumkan pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel 3. Jadwal Penelitian

AKTIVITAS April Mei Juni Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan

Studi

Pendahuluan

Perizinan

Pengumpulan data penelitian

Analisis statistik

Penulisan

laporan

Seminar dan

publikasi

23

DAFTAR PUSTAKA

Deborah and Gemayangsura N (2015) ‘Khasiat Kulit Pisang Kepok ( Musa acuminata) sebagai Agen Preventif Ulkus Gaster Banana Peel ( Musa Acuminata ) as Preventif Agent for Gastric Ulcer’, 4(November), pp. 4–9.

Dharmesh, S.M., Nanjundaiah, S. M. and Annaiah, H. N. . (2011) ‘Gastroprotective effect of ginger rhizome (Zingiber officinale) extract: Role of gallic acid and cinnamic acid in H +, K +-ATPase/ H. pylori inhibition and anti-oxidative mechanism’, Evidence-based Complementary and Alternative Medicine'

Fatonah, D. (2012) Kandungan Gingerol & Shagol, Intensitas Kepedasan &

Penerimaan Panelis Terhadap Oleoresin Jahe Gajah (Zingiber Officinale var.

Roscoe), Jahe Emprit (Zingiber Officinale var. Amarum), dan Jahe Merah (Zingiber Officinale var. Rubrum). Institut Pertanian Bogor.

Gunawan, S. G. (ed.) (2012) FARMAKOLOGI DAN TERAPI. EDISI 5. JAKARTA:

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI DAN TERAPEUTIK FK UI.

Harvey, R. A. and Champe, P. C. (2014) FARMAKOLOGI ULASAN BERGAMBAR.

EDISI 4. JAKARTA: EGC.

Hidayati, F., Agusmawanti, P., Firdausy, M. . (2015) ‘Pengaruh Pemberian Ekstrak Jahe Merah ( Zingiber Officinale Var. Rubrum ) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Ulkus Trauma Mukosa’, Odonto Dental Journal, 2(1), pp. 51–57.

Katzung, B. G., Masters, S. b. and Trevor, A. J. (2012) basic & clinical pharmacology.

12th edn.

Kurniawaty, E. and Mustofa, S. (2013) Manajemen Gangguan Saluran Cerna. 1st edn.

Bandarlampung: Aura Printing & Publishing.

Masrurah, S. and Wulan, A. J. (2016) ‘Khasiat Jahe ( Zingiber officinale ) Sebagai Anti Mual dan Muntah pada Wanita Hamil Efficacy of Ginger ( Zingiber officinale ) As An Anti Nausea and Vomiting in Pregnant Women’, 5, pp. 107–111.

Rosai, J. (2018) ‘Gastrointestinal tract’, in Rosai & Ackerman’s Surgical PathologySurgical Pathology. 11th edn. Elsevier, pp. 620–621. doi: 10.1016/B978-0-323-06969-4.00020-9.

Rukmana, H. R. and Yudirachman, H. H. (2016) Budidaya & Pascapanen Tanaman Obat Unggulan. 1st edn. Edited by Maya. Yogyakarta: LILY PUBLISHER.

Sanusi, I. A. (2011) Buku Ajar Gastroenterologi. 1st edn. Edited by A. Rani, M.

Simadibrata, and A. F. Syam. Jakarta: Interna Publishing.

24

Sembiring, S. and Sismudjito (2015) ‘Pengetahuan dan Pemanfaatan Metode Pengobatan pada Masyarakat Desa Suka Nalu Kecamatan Barus Jahe’, Perspektif Sosiologi, 3(1), pp. 104–117.

Setyawan, B. (2015) Peluang Usaha Budidaya Jahe. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Tarigan, P. (2014) Ilmu Penyakit Dalam. VI. Edited by S. Setiati, I. Alwi, Aa. W.

Sudoyo, M. S. K, B. Setiyohadi, and A. F. Syam. Jakarta: Interna Publishing.

Turner, J. R. (2015) ‘The Gastrointestinal Tract’, in Kumar, V., Abbas, A. K., and Aster, J. C. (eds) Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th edn.

Philadelphia.

Zadeh, J. B. and Kor, N. M. (2014) ‘Physiological and pharmaceutical effects of Ginger ( Zingiber officinale Roscoe ) as a valuable medicinal plant Faculty of Animal Science , Shahid Bahonar University , Kerman , Iran Jalal Bayati Zadeh and Nasroallah Moradi Kor’, 4(1), pp. 87–90.

Zaman, S. U. and Mirje, M. M. (2014) ‘Evaluation of the anti-inflammatory effect of Zingiber officinale (ginger) root in rats’, International Journal of Life Sciences Biotechnology and Pharma Research, 3(1), pp. 292–298.

LAMPIRAN

Lampiran 1: CV Tim Peneliti

Lampiran 2: Profil Sinta Tim Peneliti

2

BIODATA PENGUSUL

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) dr. Rizki Hanriko, SpPA

2 Jenis Kelamin L / P

3 Jabatan Fungsional Lektor

4 NIP/NIK/Identitas lainnya 197907012008121003

5 NIDN 0001077909

6 Tempat dan Tanggal Lahir Manna, 1 Juli 1979

7 E-mail rizki.hanriko@fk.unila.ac.id

8 Alamat Rumah Jl. Pulau Sebesi Sukarame Bandar Lampung

9 Nomor Telepon/HP 081383665558

10 Alamat Kantor Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,

10 Alamat Kantor Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,

Dalam dokumen USULAN PENELITIAN DASAR (Halaman 11-0)

Dokumen terkait