BAB I: PENDAHULUAN
1.5 Definisi Istilah
Disertasi ini memiliki sejumlah istilah, yang perlu mendapat penjelasan secara konseptual karena istilah-istilah yang dimaksud diperkirakan sering muncul pada bagian tertentu dari tulisan ini. Selain itu, istilah-istilah yang dimaksud sebagian besar terdiri dari istilah yang berkenaan dengan fokus penelitian yaitu:
deiksis, deiksis spesifik, deiksis non-spesifik, mengacu, acuan, dan pengacuan, pragmatik, paradigmatik, sintagmatik, grup nomina, struktur eksperiensial, struktur logikal, numeratif, pengkelas, pengkualifikasi, dan epitet.
1. “The Deictic element indicates whether or not some specific subset of the Thing is intended; and if so, which. The nature of the Deictic is determined by the system of DETERMINATION” ‘Deiksis elemen yang menunjukkan apakah ada
atau tidak subset spesifik dari benda diacu; dan jika ada, yang mana. Sifat dasar deiksis ditentukan oleh sistem determinasi (Halliday, 2014).
2. “The specific Deictics are … demonstrative or possessive determiners, or embedded possessive nominal groups.” ‘Deiksis spesifik adalah demonstratif atau penentu posesif, atau posesif yang dilekatkan pada grup nomina’
(Halliday, 2014).
3. “Non-specific Deictics … are total or partial determiners. The total ones convey the sense of ‘all’ (positive) or ‘none’ (negative), and the partial ones convey the sense of some unspecified subset.” ‘Deiksis Non-Spesifik adalah total dan parsial. Total sesuatu yang mengandung makna ‘semua’ (positif) atau
‘tak satupun’ (negatif), dan parsial sesuatu yang mengandung makna dari sejumlah subset yang tidak spesifik’ (Halliday, 2014).
4. Mengacu (to refer) dalam penelitian ini mengandung makna pekerjaan yang dilakukan penutur untuk menjelaskan sesuatu kepada mitra tuturnya dengan menggunakan isyarat tangan, mata, kepala, mulut atau bahagian tubuh lainnya.
Sedangkan acuan (referent) adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh penutur dengan menggunakan bentuk lingual tertentu maupun bentuk lingual itu sendiri. Sedangkan pengacuan (reference) adalah unsur atau peristiwa non-bahasa, terletak di luar kekuasaan para linguis (Ullmann dan Sudarsono, 2011).
5. Pragmatics is the study of speaker meaning ’Pragmatik adalah telaah mengenai makna yang dimaksudkan oleh penutur’ (Yule, 1996).
6. Paradigmatik adalah suatu analisa pencarian dan pemahaman terhadap sebuah konsep (makna) suatu simbol (kata) dengan cara mengaitkannya dengan konsep-konsep dari simbol-simbol lain yang mendekati atau bahkan
berlawanan. Hubungan paradigmatik merupakan hubungan yang terdapat dalam bahasa, namun tidak terlihat dalam susunan suatu kalimat. Hubungan ini baru terlihat bila suatu kalimat dibandingkan dengan kalimat lain (Chaer, 2007).
7. Sintagmatik adalah suatu kegiatan analisis yang bertujuan untuk menentukan makna mana yang lebih tepat dalam suatu teks di mana kata itu disebutkan.
Dengan kata lain hubungan sintagmatik merupakan hubungan antar unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, tersusun secara berurutan, bersifat linear (Chaer, 2007).
8. Grup nomina adalah perluasan kata yang memiliki sebuah inti dan pemodifikasi, dapat mendahului inti (pramodifikasi) atau mengikutinya (pasca modifikasi) dengan berbagai kelas kata lain (Halliday, 1985a).
9. Struktur Eksperiensial adalah struktur yang difungsikan untuk menspesifikasi suatu kelas kata nomina dan sejumlah elemen pengikutnya seperti deiktik, numeratif, epitet dan pengklasifikasi (Halliday, 2014).
10. Struktur Logikal adalah suatu struktur yang difungsikan untuk melihat bahasa direpresentasikan secara umum oleh hubungan semantik logika dalam pengkodean bahasa alamiah (Halliday, 2014).
11. Numeratif (numerative) adalah sejumlah fitur angka dari partikel subset benda, jumlah atau urutannya termasuk kategori pasti atau tidak pasti (Halliday, 2014).
12. Pengkelas (classifier) adalah hal-hal yang mengacu pada sub-kelas tertentu dari suatu objek nomina (thing) yang bersangkutan dan tidak menerima perbandingan tingkatan atau intensitas (Halliday, 2014).
13. Pengkualifikasi (qualifier) adalah unsur fungsional dalam struktur eksperiensial yang diwujudkan sepenuhnya oleh bentukan pergeseran status melalui (1) Frasa berpreposisi atau (2) klausa (Halliday, 2014).
14. Epitet (epithet) adalah sejumlah sub-set tertentu sebagai referensi norma, skala, dan gradasi (Halliday, 2014).
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka meliputi sejumlah sub bab yaitu landasan teori yang mencakup pandangan teori LSF tentang deiksis, alasan memilih teori LSF, sejarah singkat teori, prinsip-prinsip dasar teori, beberapa model LF dan LSF, leksikogramatika dalam LSF, leksikogramatika dalam stratifikasi metafungsional, leksikogramatika dalam diversifikasi metafungsional, metafungsi bahasa, fungsi ideasional, struktur eksperiensial, struktur logikal, hubungan sintagmatik dan paradigmatik, struktur grup dalam bahasa Aceh, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual. Deskripsi masing-masing sub-bab tersebut di atas secara berurut dapat dinarasikan sebagai berikut:
2.2 Landasan Teori
Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori LSF sebagai landasan utama, dan kehadiran teori lain seperti teori pragmatik hanya sebagai pembanding untuk memperjelas teori dasar. Teori LSF ini pertama dicetuskan oleh Halliday (1973, 1978, 1985a, 1985b), dan kemudian perjalanannya dalam kajian bahasa ikut dikembangkan antara lain oleh Benson & Greaves, Eds. (1988), Martin (1991, 1992, 2014), Halliday & Martin (1993), Matthiessen (1992, 1993), Martin, Matthiessen dan Painter (1997), Martin & Halliday (1997), Martin &
Veel, Eds. (1998), Halliday & Matthiessen (1999, 2004, 2014).
Sementara kajian tentang BA sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti terdahulu seperti Ishak (1974), Sulaiman (1978, 1979), Sulaiman, dkk (1977a, 1977b, 1982), Hanoum (1982), Sulaiman, dkk (1983), Hanafiah (1984), Durie (1985), Asyik (1987), Djunaidi (1996, 1999, 2000), Ajies (1999), Yunisrina (2009), Wildan (2002, 2010), Wildan, dkk (1999, 2000, 2009, 2010), Khadijah (2015), dan Nurmaida (2015). Diperhatikan dari sederet kajian BA yang sudah diteliti hanya kajian Khadijah, dan Nurmaida yang mutakhir. Sementara kajian mengenai deiksis dalam BA dengan pendekatan apapun, pragmatik, sistemik maupun pendekatan-pendekatan lainnya sama sekali belum disentuh, sehingga tidak ada satupun paparan deiksis yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan disertasi ini
.
2.2.1 Deiksis
Kata deiksis berasal dari kata Yunani Deiktikos yang berarti 'hal yang menunjuk secara 1angsung'. Bahasa Yunani menyebut deiksis sebagai istilah teknis untuk salah satu hal mendasar yang dilakukan dalam tuturan. Isti1ah deiktikos yang dipergunakan oleh tata bahasa Yunani da1am pengertian sekarang dapat disebut kata ganti demonstratif dan didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya. Oleh karena itu memahami deiksis tidak hanya terletak pada fisik bahasa saja melainkan ikut mentalnya juga. Artinya deiksis tidak dapat dimengerti tanpa melibatkan konteks sekeliling bahasa, seperti waktu, tempat, dan ruang pada saat bahasa itu dituturkan seseorang penutur bahasa. Sejumlah ahli bahasa memaparkan makna mengenai deiksis sebagai berikut:
Halliday (2014: 365) menyebutkan “The Deictic element indicates whether or not some specific subset of the Thing is intended; and if so, which. The nature of the Deictic is determined by the system of DETERMINATION”. ‘Elemen deiksis menunjukkan apakah ada atau tidak subset spesifik dari benda yang diacu;
dan jika ada, yang mana. Sifat dasar deiksis adalah ditentukan oleh sistem determinasi (terjemahan penulis). Menurut Saragih (2003) deiksis adalah unit linguistik (bunyi, kata, Frasa, grup, klausa) yang maknanya membutuhkan rujukan atau dengan kata lain maknanya ditentukan oleh konteks dengan rujukan ke pemakai bahasa. Yule (1996: 9) menyatakan “ Deixis is a technical term (from Greek) for one or the most basic things we do with utterances”.
‘Deiksis merupakan istilah teknis (dari bahasa Yunani) terhadap sesuatu atau sesuatu yang paling mendasar dilakukan dengan tuturan (terjemahan penulis).
Kaswanti Purwo (1984: 1) mengatakan bahwa sebuah kata dikatakan deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan lawan bicara, tergantung pada saat dituturkan kata itu. Selanjutnya Alwi (1993) menjelaskan deiksis adalah gejala semantik yang hanya dapat ditafsirkan acuannya atau rujukannya dengan memperhitungkan situasi pembicara.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa deiksis merupakan unit linguistik yang dipakai dalam kegiatan berbahasa, menggunakan isyarat gerakan tubuh, bunyi-bunyi, kata-kata, Frasa-Frasa, grup-grup dan klausa-klausa yang penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada penutur dan mitra tuturnya, waktunya, tempat dituturkannya tuturan tersebut, dan dalam konteks tertentu.
Untuk memahami lebih jauh mengenai pemakaian deiksis diberikan contoh-contoh pemakaiannya sebagai berikut:
(5) a. Nyan lagèe nyan.
Itu seperti itu ‘Begitulah’
b. Beutateupu peugöt ie lagèe nyoe.
Harus anda tahu buat air seperti ini
‘(Sudah semestinya) kita mengerti (agar) menyuguhkan kopi seperti ini.’
c. Kön keudroneuh ie nyoe.
Bukan untuk anda air ini
‘Air ini (saya) suguhkan bukan (untuk) anda.’ (A6-8: EB 13, hlm. 302) Pengertian nyan ‘itu’ pada data (5a) di atas memiliki makna rujukan terhadap pekerjaan membuat kopi yang telah dilakukan seorang mitra tutur kepada penuturnya. Penggunaan nyan ‘itu’ digunakan untuk menyatakan bahwa objek (pekerjaan membuat kopi) yang dimaksud penutur dilakukan ketika mitra tutur berada jauh dengannya. Mitra tutur dalam konteks tersebut mengerti betul bahwa penutur sedang memujinya, bukan memuji orang lain dengan ungkapan tersebut (biasanya disertai isyarat gerak tubuh). Data (5b) dan (5c) nyoe ‘ini’
merujuk kepada air kopi yang telah disuguhkan mitra tutur kepada penutur.
Penggunaan nyoe ‘ini’ dalam konteks ini untuk menyatakan objek kopi yang berdekatan dengan penutur atau berdekatan dengan mitra tutur ataupun berdekatan dengan kedua-duanya, penutur dan mitra tutur. Perhatikan juga data (6) berikut:
(6) a. Hai aneuk, kaprèh kah [sinoe].
Pengertian sinoe ‘di sini’ dalam konteks (6a) di atas adalah dekat dengan penutur (induk bebek). Bebek tersebut memerintahkan seekor anak ayam yang telah kesasar untuk duduk berdekatan dengannya. Sedangkan data (6b) menunjukkan bahwa blahnan ‘sebelah sana’ bermakna jauh dengan penutur (orang dewasa) dan mitra tuturnya (anak-anak). Dalam konteks tersebut di atas tampak dengan jelas perbedaan penggunaan antara sinoe ‘ di sini’ dengan blahnan ‘sebelah sana’. Berdasarkan contoh di atas dapat dikatakan bahwa deiksis sangat dekat hubungannya atau tidak dapat dipisahkan dengan konsep jarak sebagaimana yang disebutkan sejumlah pakar bahasa.
2.2.1.1 Jenis-jenis Deiksis Menurut Teori Pragmatik
Deiksis dikenal sejak periode Yunani, namun sebagai objek kajian ilmiah beroleh tempat sejak tahun 1930 (masa Buhler) dengan tiga jenis deiksis yaitu deiksis tempat (spasial deixis), deiksis waktu (temporal deixis) dan deiksis personal (personal deixis). Perkembangan selanjutnya (baca Hasibuan, 2011: 50) diperkenalkan dua jenis deiksis lagi masing-masing bernama deiksis sosial (social deixis) dan deiksis wacana (discourse deixis) sehingga dikenal lima jenis deiksis.
Uraian dan contoh-contoh pemakaian kelima jenis deiksis tersebut secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
Deiksis Orang.
Deiksis orang dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu: deiksis orang pertama, deiksis orang kedua, dan deiksis orang ketiga. Deiksis orang adalah pemberian bentuk menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa saat ujaran
tersebut diucapkan. Kategori ketiga deiksis orang tersebut beserta contoh-contohnya dijelaskan sebagai berikut:
a. Kategori Orang Pertama
Kategori orang pertama adalah kategori penutur kepada dirinya sendiri.
Contoh:
(7) a. Sabab 1.200.000 yum teumpat éh [ku] bloe.
Sebab 1.200.000 harga tempat tidur [saya] beli
‘Sebab tempat tidur itu saya beli dengan harga rp.1.200.000.’
(A5: EB, hlm. 302)
b. Keujeut neutarék [lôn] lagèe nyan?
Kenapa anda tarik [saya] seperti itu?
‘Kenapa anda menarik saya seperti itu?’ (A30: EB, hlm. 303) c. [Kèe] hana kukalön jih
[Aku] tidak ku melihat nya’
‘Aku tidak melihatnya.’ (C50: CLC, hlm. 290)
Kata ku ‘saya’ pada data (7a) merupakan bentuk deiksis pronomina terikat yang tidak bisa berdiri sendiri. Teks dalam ujaran di atas menunjuk kepada seseorang sebagai aktor. Orang pertama tunggal (pronomina) dalam klausa tersebut bertindak sebagai pelaku terhadap pekerjaan membeli yang dilakukannya. Biasanya ku bentuk bebasnya adalah kèe yang dapat berdiri sendiri sebagai aktor. Perhatikan data (7b) yang menunjukkan sebagai pelaku adalah lôn ‘saya’. Dalam hal ini kata ku, kèe dan lôn ‘saya’ dapat saling berdistribusi, tetapi hanya pada konteks klausa (7a) saja,
misalnya; Frasa kubloe ‘saya beli’ dan lôn bloe ‘saya beli’, keduanya tidak ada perbedaan makna kecuali dalam hal tingkat kesopanan (lôn lebih sopan dari kèe dan ku), dan berterima dalam masyarakat. Akan tetapi, data (7b) neutarék lôn lagèe nyan
‘anda tarik saya seperti itu’ tidak bisa diganti dengan *neutarék ku lagèe nyan.
Untuk kasus data (7c) Kèe hana kukalön jih bisa menjadi lôn hana lônkalön jih, tetapi
b. Kategori Orang Kedua
Kategori orang kedua, yakni pemberian bentuk rujukan penutur kepada seseorang atau lebih yang melibatkan dirinya. Contoh:
(8) a. Rupajih [drokeuh] sumber masalah lam glé nyo.
Rupanya [andalah] sumber masalah dalam ladang ini
‘Rupanya (sebagai) sumber masalah dalam ladang ini (adalah) anda.’
(A31: EB, hlm. 303) b. Ata nyoe atra [gata]
Benda ini kepunyaan [kamu]
‘Benda Ini kepunyaan kamu.’ (C5: CLC, hlm. 288)
Kata drokeuh ’kamu’ dalam ujaran (8a) di atas menunjuk kepada seseorang yang bertindak sebagai objek dalam kalimat dan sebagai pendengar. Demikian juga gata ‘kamu’ pada data (8b) saling dapat dipertukarkan keduanya dan tidak
membedakan makna kecuali dari sisi kesopanan, makna gata lebih sopan dari drokeuh. Frasa tersebut dipakai oleh orang yang lebih tua terhadap orang yang lebih muda.
c. Kategori Orang Ketiga
Kategori orang ketiga yakni pemberian bentuk rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran dalam peristiwa bahasa. Contoh:
(9) a. [Ureueng nyan] kageubeurangkat u Malaysia [Mereka itu] sudah mereka berangkat ke Malaysia ‘Mereka sudah berangkat ke Malaysia.’
b. [Ureueng nyoe] kageubeurangkat u Malaysia
[Mereka ini] sudah mereka berangkat ke Malaysia’
‘Mereka sudah berangkat ke Malaysia.’
c. [Ureueng jéh] kageubeurangkat u Malaysia [Mereka] sudah mereka berangkat ke Malaysia
‘Mereka sudah berangkat ke Malaysia.’ (C71-73: CLC, hlm. 291)
Kata ureung nyan, ureung nyoe dan ureung jéh ‘mereka’ dalam ujarannya di atas menunjuk kepada semua orang atau bisa juga dipahami satu orang (dia/beliau) karena konteksnya memang rumah itu hanya dihuni oleh satu orang penghuni rumah yang sudah berangkat ke Malaysia. Akan tetapi apabila penghuni rumah dalam konteks lebih dari satu orang, maka ureung nyan mengandung makna
‘mereka/beliau’. Jelaslah sudah bahwa memaknai sesuatu klausa mestilah diikuti dengan pemahaman yang benar-benar valid terhadap sesuatu konteks tersebut.
Deiksis Tempat.
Deiksis tempat yakni pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Contoh:
(10) Gobnyan kageujak [u meuseujid]
Beliau sudah beliau pergi [ke mesjid]
‘Beliau sudah pergi ke mesjid.’ (C66: CLC, hlm. 291)
Kata u meuseujid ‘ke mesjid’ dalam ujarannya di atas menunjuk pada rumah ibadah atau masjid. Penunjuk tidak diikuti gerak gerik badan, karena tempat yang ditunjuk jumlahnya hanya satu, dan dapat dipahami oleh mitra tuturnya, dengan demikian dikatakan kata masjid sebagai perlambangan (symbolic).
Deiksis Waktu.
Deiksis waktu yakni pemberian bentuk pada rentang waktu saat suatu ujarannya diujarkan. Contoh:
(11) Soe trôh keunoe [singeh]?
Siapa datang kemari [besok]?’
‘Besok siapa (yang) datang kemari?’ (C80: CLC, hlm. 291)
Kata singeh ‘besok’ dalam ujaran di atas menunjukkan waktu di mana seseorang atau sekelompok orang yang akan datang ke suatu tempat pada waktu tertentu. Hal yang harus diperhatikan dalam klausa di atas adalah penunjuk memberi petunjuk dengan tidak mengikuti gerak gerik badan, karena yang ditunjuk dapat dipahami oleh setiap orang yang menjadi mitra tuturnya bahwa singeh merupakan satu hari setelah tuturan itu terjadi.
Deiksis Wacana.
Deiksis wacana yakni rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan. Contoh:
(12) Nyoe! Atra nyang neuyuba baroe
Ini! Benda yang anda suruh bawa kemaren
‘Benda ini yang Anda suruh bawa kemaren.’ (C288: CLC, hlm. 301)
Kata nyoe ‘ini’ dalam ujaran di atas disebutkan pertama sekali, lalu kata nyang ‘yang/benda’ disebutkan berikutnya yang mengacu pada wacana sebelumnya. Apabila kata yang disebutkan kedua tidak diacu pada kata yang pertama maka klausa tersebut tidak dapat dipahami kecuali diikuti gerak gerik badan terhadap benda tersebut.
Deiksis Sosial.
Deiksis sosial yakni pemberian bentuk menurut perbedaan sosial yang merujuk kepada peran peserta, khususnya aspek-aspek hubungan sosial antara pembicara dengan pendengar (penutur dengan petutur). Contoh:
(13) Kah payah kameuhei lôn [Ayah Cut]
Kamu harus kamu memanggil saya [Ayah Cut]
‘Kamu harus memanggil Saya (dengan sebutan) “Ayah Cut”.’
(C289: CLC, hlm. 301)
Kata Ayah Cut ‘adik ayah’ dalam ujaran di atas mengacu pada panggilan terhadap seseorang karena ada hubungan keluarga. Penutur tidak menyertakan gerak gerik badan karena yang ditunjuk dapat dipahami oleh mitra tuturnya.
Lima jenis deiksis yang telah diuraikan berdasarkan pandangan pragmatik di atas, dirasakan perlu untuk dipaparkan menurut pandangan LSF sebagai berikut:
2.2.1.2 Jenis-jenis Deiksis Menurut Teori LSF
Pengertian deiksis dan jenis-jenis deiksis menurut teori pragmatik telah panjang lebar diuraikan dalam sub-bab di atas, namun di sini masih perlu untuk dideskripsikan lagi pengertian deiksis menurut Halliday dalam kerangka teori LSF. Hal ini disebabkan fokus penelitian ini menggunakan kerangka analisis Linguistik Sistemik Fungsional (LSF).
Menurut kajian Halliday (2014: 365-398) terhadap bahasa Inggris, pada dasarnya deiksis ada dua yakni deiksis yang menunjukkan subset sesuatu benda secara spesifik (khusus/tertentu), dan deiksis yang menunjukkan subset sesuatu benda secara umum atau non-spesifik (general). Antara kedua jenis deiksis, kemudian muncul deiksis paralel yang menunjukkan subset sesuatu benda secara spesifik atau non-spesifik (boleh kedua-duanya). Kedua deiksis utama tersebut ditentukan oleh sistem determinasi yang melekat di dalamnya dengan karakteristik dari non-spesifik menuju spesifik.
Deiksis Spesifik.
“The specific Deictics are … demonstrative or possessive determiners, or embedded possessive nominal groups” (Halliday, 2014: 365). ‘Deiksis spesifik
adalah demonstratif atau penentu posesif, atau posesif yang dilekatkan pada grup nomina. Oleh karena itu, dapatlah dipahami bahwa deiksis spesifik diketahui dengan adanya unsur personal/posesif dan unsur demonstratif/proksimitas, atau dengan kata lain dapat disebut dengan istilah konsep jarak. Lebih jelas Halliday (2014: 365-368) mengelompokkan deiksis spesifik, non-spesifik, dan paralel sebagaimana terlihat pada tabel 2.1-2.3 berikut:
Tabel 2.1. Deiksis Spesifik
[my father’s], etc. [which person’s], etc.
Sumber: Halliday (2014: 365)
Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat dimengerti bahwa deiksis spesifik dalam bahasa Inggris memiliki dua penanda yaitu; 1) demonstratif dan 2) posesif.
Demonstratif dibagi dua yang terdiri dari demonstratif yang determinatif (demonstratif-determinative) seperti kata this ‘ini’, that ‘itu’, these ‘ini’, those
‘itu’, dan the ‘penentu’. Kata this ‘ini’ untuk menunjukkan objek tunggal (singular) yang dekat dengan penutur (speaker). Kata these ‘ini’ menunjukkan objek non-tunggal (plural) yang dekat dengan penutur. Kata that ‘itu’ untuk menunjukkan objek tunggal (singular) yang jauh dengan penutur (speaker) dan kata those ‘itu’ untuk menunjukkan objek non-tunggal (plural) yang jauh dengan
penutur, dan artikel/penentu yang ditandai dengan kata the ‘penentu’ yang selalu berada sebelum nomina.
Jenis kedua adalah demonstratif interogatif (demonstratif-interrogative), ditandai dengan which (ever) ‘yang mana (yang manapun’) untuk menyatakan pilihan, dan what (ever) ‘apa (apapun)’ untuk menanyakan benda atau hal-hal konkrit maupun abstrak.
Posesif/kepemilikan juga dibagi menjadi dua kelompok yaitu 1) determinatif dan 2) interogatif. Posesif yang determinatif ditandai dengan my
’Saya punya’ your ‘kamu punya’, our ‘kami punya’, his ‘dia (laki-laki) punya’, her ‘dia (perempuan) punya’, its ‘dia (benda) punya’, their ‘mereka punya’, one’s
‘seseorang punya’, John’s ‘John punya’, my father’s ‘ayah Saya punya’, dan 2) posesif yang interogatif ditandai dengan adanya kata seperti whose (ever) ‘siapa punya (siapapun yang punya)’, which person’s ‘orang mana yang punya’, dan lain-lain.
Deiksis Non-Spesifik.
Halliday (2014, 367) menyatakan “Non-specific Deictics … are total or partial determiners. The total ones convey the sense of ‘all’ (positive) or ‘none’
(negative), and the partial ones convey the sense of some unspecified subset.”
‘Deiksis Non-Spesifik adalah penentu total dan parsial. Total sesuatu yang mengandung makna ‘semua’ (positif) atau ‘tak satupun’ (negatif), dan parsial sesuatu yang mengandung makna dari sejumlah subset yang tidak spesifik’.
Pernyataan tersebut jelas bahwa deiksis non-spesifik dapat memberi penanda 1) total dan 2) parsial. Total dapat dibagi dua jenis yaitu positif dan negatif, sedangkan parsial terdiri dari dua jenis juga, selektif dan non-selektif. Lebih jelas
Halliday (2014: 365-368) mengelompokkan deiksis non-spesifik sebagaimana penanda deiksis non-spesifik ada delapan yaitu; 1) adanya unsur total berbentuk positif tunggal (singular) seperti each ‘tiap’, dan every ‘setiap’ 2) adanya unsur total positif berbentuk non-tunggal (plural) seperti both ‘keduanya’ dan all
’semua’, 3) total negatif berbentuk tunggal (singular) seperti neither ‘tidak’ atau not either ‘tidak juga’, 4) adanya unsur total negatif tidak bertanda (unmarked) seperti no ‘bukan’ atau not only ‘bukan hanya’ 5) adanya unsur parsial selektif tunggal seperti one ‘satu’ dan either ‘juga’, 6) adanya unsur parsial selektif tidak bertanda (unmarked) seperti some ‘beberapa’ dan any ‘beberapa’, 7) adanya unsur parsial non-selektif tunggal seperti a (n) ‘se…’, one ‘satu’, dan two ‘dua’, dan 8) adanya unsur parsial non-selektif non-tunggal seperti some ‘beberapa’ dan not one
‘tak satupun’.
Deiksis Paralel.
Selanjutnya Halliday mengelompokkan deiksis ketiga dalam satu kelompok dan disebut deiksis sejajar (parallel) yang terdiri dari the ‘artikel penentu’, that
‘itu’, it ‘dia’ dari kelompok spesifik dan a(n) ‘se…’, one ‘satu’, dan there ‘ada/di sana’ dari kelompok non-spesifik. Perhatikan tabel 2.3 berikut ini:
Tabel 2.3. Deiksis paralel (spesifik dan non-spesifik)
‘weak’ determiner [cannot be Head]
‘full’ determiner [may be Head]
not personal pronoun [Head]
specific the That it
non-spesific a(n) One there
Sumber: Halliday, 2014: 368
Berdasarkan tabel 2.3 di atas terlihat dengan jelas bahwa dalam bahasa Inggris deiksis paralel ada enam jenis yaitu; (1) deiksis spesifik yang penentunya lemah (specific weak determiner), dan tidak boleh menjadi head/inti dalam sebuah Frasa seperti artikel the, (2) deiksis spesifik yang penentunya penuh/kuat (specific full determiner), dan memiliki kemungkinan untuk menjadi head/inti dalam sebuah Frasa seperti that ‘itu’ (3) deiksis spesifik yang bukan dari jenis kata ganti persona (not personal pronoun), secara otomatis menjadi head/inti dalam sebuah Frasa seperti it (ia/Nya), (4) deiksis tak spesifik yang penentunya lemah (non-specific weak determiner), dan tidak boleh menjadi head/inti dalam sebuah Frasa seperti se…, (5) deiksis tak spesifik yang penentunya penuh/kuat (non-specific full determiner), dan memungkinkan untuk menjadi head/inti dalam sebuah Frasa seperti one ‘satu’, dan (6) deiksis tak spesifik yang penentunya bukan kata ganti persona, dan secara otomatis menjadi head/inti dalam sebuah Frasa seperti there
‘di sana’.
Mengacu kepada tabel 2.1, 2.2, dan 2.3 di atas dapat disimpulkan bahwa deiksis dalam bahasa Inggris menurut pandangan LSF dua jenis utama (spesifik dan non-spesifik). Jenis spesifik memiliki empat penciri dan non-spesifik memiliki delapan penciri. Deiksis hasil perpaduan kedua jenis deiksis utama, spesifik dan non-spesifik melahirkan enam jenis deiksis yang disebut dengan deiksis paralel.
Jenis deiksis spesifik ditandai dengan determinatif dan posesif terdiri dari unsur 1) demonstratif yang determinatif 2) demonstratif yang interogatif 3) posesif/kepemilikan yang determinatif dan 4) posesif/kepemilikan yang interogatif. Jenis deiksis non-spesifik yang ditandai dengan unsur total dan parsial terdiri dari 1) deiksis yang memiliki unsur total berbentuk positif tunggal
Jenis deiksis spesifik ditandai dengan determinatif dan posesif terdiri dari unsur 1) demonstratif yang determinatif 2) demonstratif yang interogatif 3) posesif/kepemilikan yang determinatif dan 4) posesif/kepemilikan yang interogatif. Jenis deiksis non-spesifik yang ditandai dengan unsur total dan parsial terdiri dari 1) deiksis yang memiliki unsur total berbentuk positif tunggal