DEIKSIS DENGAN SISTEM PARADIGMATIK DAN SINTAGMATIK DALAM BAHASA ACEH
DISERTASI
Oleh
IBRAHIM NIM: 128107010
PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
DEIKSIS DENGAN SISTEM PARADIGMATIK DAN SINTAGMATIK DALAM BAHASA ACEH
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Doktor Linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum untuk dipertahankan di hadapan
sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara
Oleh
IBRAHIM NIM: 128107010
Program Doktor (S3) Linguistik
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
Judul Disertasi : Deiksis dengan Sistem Paradigmatik dan Sintagmatik Dalam Bahasa Aceh Nama Mahasiswa : Ibrahim
Nomor Pokok : 128107010
Program Studi : Doktor (S3) Linguistik
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) Promotor
(Dr. Nurlela, M.Hum) (Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A)
Co-Promotor Co-Promotor
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. Eddy Setia, M.Ed., TESP) (Dr. Budi
Agustono, M.S)
Tanggal Lulus: 10 Januari 2019
Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi) Tanggal: 10 Januari 2019
________________________________________________
PANITIA PENGUJI DISERTASI
Pemimpin Sidang: Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum (Rektor USU) Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D (USU Medan) Anggota : Dr. Nurlela, M.Hum (USU Medan) ` Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A (USU Medan)
Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D (UNIMED Medan) Dr. Eddy Setia, M.Ed., TESP (USU Medan) Dr. Mulyadi, M.Hum (USU Medan) Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling (USU Medan)
OTOR
Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D
Dr. Nurlela, M.Hum
Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A
TIM PENGUJI LUAR KOMISI
Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D
Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP
Dr. Mulyadi, M.Hum
Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling
PERNYATAAN Judul Disertasi
DEIKSIS DENGAN SISTEM PARADIGMATIK DAN SINTAGMATIK DALAM BAHASA ACEH
Dengan ini penulis menyatakan bahwa disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor Linguistik pada Program Studi Linguistik Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian- bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, 10 Januari 2019 Penulis,
6000
Ibrahim
ABSTRAK
Deiksis merupakan unit linguistik yang memegang peranan sama penting dalam bahasa termasuk bahasa Aceh (BA), disebabkan akan ditemukan kendala dalam menerangkan sesuatu apabila pelibatan deiksis tidak terdapat di dalamnya.
Metode deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan jenis-jenis deiksis, realisasi deiksis dengan sistem paradigmatik dan sintagmatik, serta alasan pemakaian sistem deiksis yang terpola dalam BA. Hasil penelitian sebagai berikut: 1. BA memiliki dua jenis deiksis yaitu spesifik dan non-spesifik. Deiksis spesifik bercirikan; (1) demonstratif determinatif (DD) seperti nyoe ‘ini’ (2) demonstratif interogatif (DI) seperti yang töh,‘yang mana’
(3) posesif determinatif (PD) seperti atra lôn ‘milik saya’, dan (4) posesif interogatif (PI) seperti seupo ‘siapa punya’. Deiksis non-spesifik bercirikan; (1) total positif tunggal (TPT) seperti tiep ‘setiap’, (2) total negatif tunggal (TNT) seperti hana ‘tidak’, (3) total positif non-tunggal (TPNT) seperti mandua
‘keduanya’ dan mandum ‘semua’, (4) total negatif tidak memberi tanda (TNTB) seperti kön’tidak’, (5) total selektif tunggal (TST) seperti sa, ‘satu’, (6) total selektif non-tunggal (TSNT) seperti meupadum… ’beberapa’, (7) parsial berbentuk tunggal (PT) seperti saboh ‘sebuah’, (8) parsial berbentuk non-tunggal (PNT) seperti meupadum ‘beberapa’, dan hana meusaboh pih ‘tak satupun’.
2. Realisasi sistem sintagmatik deiksis BA secara metafungsi ideasional terdiri atas struktur eksperiensial dan logikal. Struktur eksperiensial terbagi kepada Entitas dan kelas kata lain yang meliputi; (a) deiktik, (b) numeratif, (c) pengkelas, (d) epitet, dan (e) pengkualifikasi. Struktur eksperiensial grup nomina BA diwujudkan oleh; 1) Deiktik ^ Entitas, 2) Entitas ^ Deiktik, 3) Entitas ^ Numeratif
^ Deiktik, 4) Entitas ^ Deiktik ^ Epitet, 5) Entitas ^ Epitet ^ Deiktik, 6) Entitas ^ Deiktik ^ Pengkualifikasi, 7) Entitas ^ Deiktik ^ Numeratif ^ Epitet, 8) Entitas ^ Pengkelas ^ Deiktik ^ Epitet, 9) Entitas ^ Pengkelas ^ Deiktik ^ Numeratif ^ Epitet, 10) Entitas ^ Pengkelas ^ Epitet ^ Deiktik ^ Numeratif. Struktur logikal ada lima yaitu; 1) Inti ^ Modifikasi, 2) Modifikasi ^ Inti, 3) Inti ^ Pemodifikasi, 4) Pemodifikasi ^ Inti, dan 5) Pramodifikasi ^ Inti ^ Pascamodifikasi. Sedangkan realisasi sistem paradigmatik deiksis BA ditemukan dengan perwujudan melalui pendistribusian ke arah atas-bawah melalui kata-kata, frasa-frasa, grup-grup, dan klausa-klausa yang mengandung deiksis BA mencakup unsur demonstratif, posesif, total dan parsial. 3. Alasan pemakaian sistem deiksis BA dalam konteks sosial disebabkan sistem deiksis tersebut masih dipakai dan berterima dalam masyarakat sesuai dengan pola gramatika BA baik berdasarkan semantik, situasi, budaya, maupun ideologi. Disimpulkan, terdapat perbedaan sistem deiksis BA dengan bahasa Inggris dalam beberapa hal yaitu; 1) jenis deiksis dalam BA lebih banyak jumlahnya dibanding deiksis bahasa Inggris, 2) penggunaan artikel untuk mengungkapkan jumlah tidak dibedakan, 3) jenis deiksis spesifik posesif tidak dibedakan, 4) jenis deiksis spesifik demonstratif tunggal dan non-tunggal dan yang menggunakan artikel tidak dibedakan, 5) jenis deiksis non-spesifik berbentuk parsial selektif dan parsial non-selektif untuk mengungkapkan benda cair dan benda padat tidak dibedakan.
Kata Kunci: Deiksis, Spesifik, Non-Spesifik, Paradigmatik, Sintagmatik
ABSTRACT
Deixis is a linguistic unit which plays an important role in a language including Acehnese Language (AL).It can be predicted that there will be some contraints for describing objects without deixis in it. The purpose of this qualitative descriptive research was to describe the kinds of deixis, the realization of deixis with paradigmatic and syntagmatic systems, and the reasons of using deixis system pattern in AL. The results showed that; a) AL has two kinds of deixis as in English i.e, specific and non-specific deixis. The specific deixis of AL is characterized by (1) the determinative demonstrative (DD) like nyoe 'this’ (2) the interrogative demonstrative (ID) as töh 'whichever' (3) possessive determinative (PD) like atralôn 'my’, and (4) interrogative possessive (IP) like seupo 'whose'.
Non-specific deixis characterizes (1) total positive singular (TPS) such as tiep 'each’, (2) total negative singular (TNS) as hana 'no', (3) total positive non- singular (TPNS) such as mandua 'both 'and mandum 'all ', (4) total negatives unmarked (TNUM) such as kön 'tidak', (5) total selective singular (TSS) such as sa 'one', (6) total selective non-singular (TSNS ) such as meupadum ‘some’, (7) partial singular (PS) like saboh 'a', and (8) partial non-singular (PNS) such as meupadum 'some', and hana meusaboh pih 'not one', b)deixis realization syntagmatic systems of AL was found in ideational metafunction systems which are divided into (1) Experiential Systems, and (ii) Logical systems. The experiential System is divided into (1) Entities, and (2) other word classes include (1) Deixis, (b) Numerative, (c) Classifier, (d) Epithet, and (e) qualifier. Whereas the experiencial structure of AL group which contains deixis was found; 1) Deixis
^ Entity, 2) Entity ^ Deixis, 3) Entity ^ Numerative ^ Deixis, 4) Entity ^ Deixis ^ Epitet, 5) Entity ^ Epithet ^ Deixis, 6) Entity ^ Deixis ^ Qualifier, 7) Entity ^ Deixis ^ Numerative ^ Epithet, 8) Entity ^ Classifier ^ Deixis ^ Epitet, 9) Entity ^ Classifier ^ Deixis ^ Numerative, 10) Entity ^ Classifier ^ Epithet ^ Deixis, and Logical structures of noun groups in AL which contains Deixis are five structures namely; 1) Core ^ Modification, 2) Modification ^ Core, 3) Core ^ Modifier, 4) Modifier ^ Core, and 5) Pramodification ^ Core ^ Postmodification. Deixis realization paradigmatic systems of AL is shown through the distribution top- down by words, phrases, groups, and clauses of AL deixis included demonstrative, posesif, total and partial, c) the finding reasons for the deixis systems which used in social context of AL is because the pattern of the language is still used and acceptable in society base on Acehness gramatical rules of semantic, situation, culture, and ideology. It was concluded that the differences of Acehness with English language was in some ways namely; 1) the type of deixis in AL was more numerous than the English, 2) BA does not distinguish the use of sa/si ‘a/an’ 3) BA does not distinguish specific possessive deixis type 4) BA does not recognize the specific demonstratif in plural and which uses articles, 5) BA does not distinguish non-specific types of partial selective and partial non- selective forms for expressing liquid and solid objects.
Keywords: Deixis, Specific, Non- Specific, Paradigmatic, Syntagmatic
KATA PENGANTAR
Puji syukur disampaikan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa dan Maha Kuasa, atas berkat dan rahmatNya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan disertasi ini berjudul “Deiksis dengan Sistem Paradigmatik dan Sintagmatik dalam Bahasa Aceh”. Penulisan disertasi ini tentu tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, terutama promotor dan co-promotor yang berpengalaman dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga disertasi ini dapat selesai sesuai waktu yang telah ditentukan.
Disertasi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Doktor di bidang Linguistik pada Program Studi Linguistik, Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan disertasi ini sesungguhnya telah menerima bantuan dan dukungan baik dari segi materil maupun moril, secara langsung ataupun tidak langsung dari semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan menerima penulis sebagai mahasiswa Sekolah pasca sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S., selaku Direktur pasca sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah menyeleksi penulis menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara
3. Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menggunakan fasilitas di Program Doktor Linguistik FIB USU
4. Dr. Eddy Setia, M.Ed., TESP selaku Ketua Program Studi Magister dan Doktor Linguistik yang berkenan menerima penulis untuk mengikuti Program Doktor, memberi izin penggunaan fasilitas yang tersedia di Program Studi Magister dan Doktor Linguistik, dan sekaligus berkenan sebagai penguji luar komisi, perhatiannya dalam mengingatkan, mengoreksi dan memotivasi penulis sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan 5. Dr. Mulyadi, M.Hum selaku sekretaris Program Studi Doktor Linguistik
sekaligus penguji luar komisi, di sela-sela kesibukannya menjalankan aktifitas sehari-hari, telah banyak meluangkan waktu, membaca, mengoreksi, memberikan saran-saran yang bersifat membangun, sehingga disertasi ini memperoleh peringkat layak.
6. Prof. Dr. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D selaku promotor, Dr. Nurlela, M.Hum dan Dr. T Thyrhaya Zein, M.A selaku co-promotor sekaligus selaku penguji dalam komisi, yang telah membimbing, mengarahkan, dan bahkan meminjamkan buku-buku, serta selalu mengingatkan, mengoreksi dan memotivasi penulis dengan ikhlas dan sabar, tanpa pamrih..
7. Prof. Dr. Amrin Saragih, M.A., Ph.D dan Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling selaku penguji luar komisi yang telah bersedia membaca, mengoreksi dan memberikan saran-saran perbaikan yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan disertasi ini
8. Seluruh dosen Program Studi Doktor Linguistik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu mereka secara ikhlas sejak permulaan hingga penyelesaian studi penulis
9. Teman-teman angkatan terdahulu (khususnya Dr. Yusni Amri Lubis, M.Hum., Dr. Khadijah,M.Pd., Dr. Edijal, M.Pd) yang telah membantu mengedit bahasa dalam disertasi ini dan menjadi teman berdiskusi, teman-teman seangkatan (khususnya bu Nurlaila, bu Masitowarni dan bu Siti Kudriyah), saling mendukung, memberi semangat dan informasi, serta teman-teman angkatan lainnya, telah turut berpartisipasi, datang, duduk bersama, dan saling tukar pendapat baik dalam forum resmi seminar berkala, seminar hasil dan forum tidak resmi sehari-hari melalui tatap muka, telepon, WA, SMS, maupun melalui email.
10. Drs. Arifin Syamaun, M.Ed., Dr. Asnawi Muslem, M.Ed selaku Ketua dan Pembantu Ketua Bidang Akademik sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP An-Nur Nanggroe Aceh Darussalam yang telah memberikan izin dan do’a restu kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor Linguistik
11. Kedua orang tua kandung, almarhum M. Jamil dan almarhumah Antikah, mertua penulis almarhum Abdullah dan almarhumah Tihawa, keterlibatan restu mereka penulis dapat menempuh pendidikan sampai ke jenjang Doktor 12. Istri tercinta, Supiati, S.Ag yang telah memberikan dukungan dan merelakan
suaminya menimba ilmu pada jenjang akademik yang paling tinggi. Di kesibukannya bekerja sebagai pegawai negeri sipil, telah memiliki andil yang sangat besar untuk menjaga dan membimbing anak-anak dengan tekun, ikhlas, penuh tanggungjawab walaupun sedang sendiri, merasa sepi tanpa didampingi sang suami. Demikian juga kepada ke enam anak-anak penulis, Muhammad Khalil Qardhawy (hafizh 30 juz), Zakia Nailul ‘Izzaty (hafizhah 30 juz), Fatin 13. Rizqina Putri (hafizhah 5 juz), Muhammad Wildan Mukhalladun (hafizh 5 juz), Zayyina Najwa Kamila (hafizhah 4 juz), dan almarhumah Putri Luthfia, semuanya sangat penurut kepada orang tua, walaupun kadang terasa sepi tanpa papa dampingi. Terus terang papa bangga pada kalian, dan pesan papa, bagi abang dan kakak yang sudah khatam Al-Qur’ an, jagalah hafalanmu, jangan sampai hilang, jadikan sebagai amalan, dan bagi adik-adik yang belum khatam, sempurnakanlah hafalanmu, ikuti abang dan kakakmu, berikan hadiah syurga kepada kedua orang tuamu, dan raihlah cita-citamu yang lain.
14. Drs. Armyen Pane, M.Hum, Drs. Ahyar Amir Chaniago, Tengku Alex Al- Zuhri, Muhammad Yasin Nasution, dan semua pihak yang belum penulis sebutkan namanya satu persatu, telah mewarnai lembaran kehidupan penulis, membantu baik secara moril maupun materil serta dukungan do’a. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih, mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang mungkin terjadi dalam pergaulan sehari-hari.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritikan yang bersifat konstruktif, dan temuan dalam disertasi ini semoga bermanfaat bagi semua pihak, baik penulis maupun semua pembaca.
Medan, 10 Januari 2019
Ibrahim
NIM: 128107010
RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI
Nama : Ibrahim
Tempat/Tanggal Lahir : Mns. Gadong/03 Mei 1969
NIDN : 0103056910
Pangkat/Golongan : Asisten Ahli III/b
Pekerjaan : Dosen Tetap Yayasan
Pada STKIP An-Nur
Nanggroe Aceh Darussalam Alamat Kantor : Jln T. Lamgugob
(belakang Mesjid Syuhada) Lamgugub-Banda Aceh No. Telp Kantor : 0651-7555156
Faksimili : 0651-7555156
E-mail : [email protected]
Alamat Rumah : Jln Blang Kayee Adang Lamgugub-Banda Aceh
E-mail : [email protected]
Nama Ayah : M. Jamil
Nama Ibu : Antikah
Nama Istri : Supiati, S.Ag
Nama Anak : Muhammad Khalil Qardhawy Zakia Nailul ‘Izzaty
Fatin Rizqina Putri
Mhd. Wildan Mukhalladun Zayyina Najwa Kamila Luthfia (almarhumah) B. PENDIDIKAN
1977-1983 Madrasah Ibtidaiyah Negeri Cot Meurak, Bireuen 1983-1986 Madrasah Tsanawiyah Swasta, Bireuen
1986-1989 Madrasah Aliyah Negeri, Bireuen
1989-1992 Sarjana Muda Pendidikan Bahasa Inggris Unsyiah, Banda Aceh
1992-1998 Sarjana Agama Tarbiyah Bahasa Inggris IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, judul skripsi “Process of Learning Phonology Among Students at Tarbiyah Ar-Raniry”
2002-2011 Magister Pendidikan Bahasa Inggris Unsyiah, Banda Aceh, judul thesis “The Implementation of English Language Teaching for Elementary School”
C. PENGAJARAN
2002-Sekarang Dosen Tetap STKIP An-Nur Nanggroe Aceh, Banda Aceh
D. JABATAN
2002-2006 Ketua STKIP An-Nur Nanggroe Aceh, Banda Aceh
2016-Sekarang Plt. Pembantu Ketua II bidang Administrasi dan Keuangan STKIP An-Nur Nanggroe Aceh, Banda Aceh
E. ORGANISASI PROFESI DAN AKTIFITAS PROFESIONAL
2017-Sekarang Wakil Ketua Penyunting Jurnal Ilmiah Umum (JIUM), Banda Aceh
F. PENGHARGAAN
2013 Penulis Buku English for Kindergarten 1-2 dari Yayasan Pemacu Pendidikan Anak Bangsa (YPPAB), Banda Aceh
2013 Penulis buku-buku media pembelajaran bagi anak dari penerbit Naskah Aceh (NASA), Banda Aceh
2013 Penulis buku-buku media pembelajaran bagi anak dari Universal Publishing, Banda Aceh
G. PUBLIKASI
No Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi Tahun Penerbit 1 The Implementation of English Language
Teaching 2016
STAI-PTIA YYS Tgk. Chik Pante Kulu, Banda Aceh, No. 1, Vol. 1
2 Teachers Problems in English Language
Teaching 2016
Prodi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP An-Nur, Banda Aceh, Vol. 1, No. 1
3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi
Belajar Anak 2016
Prodi Pendidikan Guru PAUD STKIP An-Nur, Banda Aceh, Vol. 1, No.1 4 Upaya Orang Tua dan Guru Dalam
Merubah Perilaku Anak Berkomunikasi 2017
Yayasan Pemacu Pendidikan Anak Bangsa, Banda Aceh, Vol. 1, No. 1 5
Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Hijaiyah Melalui Metode Qiraaty
2017
Prodi Pendidikan Guru PAUD STKIP An-Nur, Banda Aceh, Vol. 1, No, 2
H. PENGALAMAN SEMINAR
No Judul Makalah Seminar Tahun Pelaksana 1
Kurikulum Berbasis Kompetensi bagi PTS Eksakta
Seminar
Regional 2014 Kopertis Wilayah I Aceh-SUMUT 2
Kurikulum Berbasis Kompetensi bagi PTS Non-Eksakta
Seminar
Regional 2014 Kopertis Wilayah I Aceh-SUMUT 3
Deiksis Spesifik dan Non-Spesifik dalam bahasa Aceh
Seminar Berkala Prodi Linguistik FIB USU
2017
Program Studi Linguistik FIB USU
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Definisi Istilah ... 8
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar ... 12
2.2 Landasan Teori ... 12
2.2.1 Deiksis ... 13
2.2.2 Leksikogramatika dalam LSF ... 27 2.2.3.1 Deiksis Orang 17 2.2.3 Metafungsi Bahasa ... 29
2.2.4 Struktur eksperiensial ... 30
2.2.5 Struktur Logikal ... 35
2.2.6 Hubungan Sintagmatik dan Paradigmatik ... 35
2.2.7 Struktur Grup dalam Bahasa Aceh ... 41
2.3 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) ... 43
2.3.1 Alasan Memilih Teori LSF ... 44
2.3.2 Sejarah Singkat Teori LSF ... 46
2.3.3 Prinsip-prinsip Dasar Teori LSF ... 47
2.3.4 Beberapa Model Linguistik Fungsional (LF) dan LSF ... 48
2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 50
2.5 Kerangka Konseptual... 56
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Pengantar ... 58
3.2 Data dan Sumber Data ... 58
3.2.1 Data ... 58
3.3.2 Sumber Data ... 59
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 59
3.4 Metode Analisis Data ... 61
3.5 Validitas dan Reliabilitas ... 67
BAB IV: PAPARAN DATA DAN ANALISIS
4.1 Pengantar ... 68
4.2 Paparan Data ... 68
4.2.1 Jenis-jenis Deiksis dalam BA... 68
4.2.2 Realisasi Deiksis Secara Sintagmatik ... 72
4.2.3 Realisasi Deiksis Secara Paradigmatik ... 73
4.2.4 Pola Pemakaian Deiksis dalam Konteks Sosial BA ... 74
4.3 Analisis Realisasi Deiksis dengan Sistem Sintagmatik ... 75
4.3.1 Deiksis Spesifik (DS) ... 75
4.3.1.1 Demonstratif ... 73
4.3.1.2 Posesif ... 82
4.3.2 Deiksis Non-Spesifik ... 91
4.3.2.1 Total ... 91
4.3.2.2 Parsial ... 99
4.4 Analisis Realisasi Deiksis dengan Sistem Paradigmatik ... 105
4.4.1 Posesif Pronomina BA ... 105
4.4.1.1 Pronomina Orang Pertama ... 108
4.4.1.2 Pronomina Orang Kedua ... 110
4.4.1.3 Pronomina Orang Ketiga ... 113
4.4.1.4 Pronomina Tanya dalam BA ... 115
4.4.1.5 Pronomina Tidak Tentu dalam BA ... 118
4.4.1.6 Pronomina Jati Diri dalam BA ... 119
4.4.2 Posesif Nomina dalam BA... 119
4.4.2.1 Posesif Atra/Ata ... 122
4.4.2.2 Posesif Intra Pronomina dalam BA ... 123
4.4.3 Hubungan Bagian Keseluruhan (termasuk bagian tubuh) ... 123
4.4.4 Hubungan Kekerabatan dalam BA ... 124
4.4.5 Hubungan Persona dalam BA ... 125
4.4.6 Numeratif dalam BA... 127
4.4.7 Numeralia dalam BA ... 129
4.4.7.1 Numeralia Sederhana ... 129
4.4.7.2 Numeralia Kompleks ... 129
4.4.7.3 Numeralia Pecahan: Pembilang dan Penyebut ... 130
4.4.7.4 Numeralia Ordinal ... 131
4.4.8 Aproksimatif dalam BA ... 133
4.4.9 Pengukuran dalam BA ... 135
4.4.9.1 Satuan Takaran ... 135
4.4.9.2 Ukuran Pasti... 139
4.4.9.3 Ukuran Tidak Pasti ... 142
4.4.10 Kuantum dalam BA ... 146
4.4.11 Penspesifikasi dalam BA ... 148
4.4.12 Kuanta dalam BA ... 153
4.4.12.1 Totalitas dalam BA ... 153
4.4.12.2 Totalitas dalam BA ... 155
4.4.13 Pengintensif yang Diacu Numeratif... 157
4.4.14 Pembanding yang Diacu Numeratif... 159
4.4.15 Faset dalam BA... 160
4.4.16 Pengkelas (classifier) dalam BA ... 162
4.4.16.1 Pengkelas yang Diwujudkan oleh Nomina ... 162
4.4.16.2 Pengkelas yang Diwujudkan oleh Verba ... 164
4.4.16.3 Pengkelas yang Diwujudkan oleh Ajektifa... 165
4.4.16.4 Pengkelas yang Diwujudkan oleh Numeralia ... 166
4.4.17 Epitet dalam BA ... 176
4.4.17.1 Pengintensif yang Diacu Epitet ... 196
4.4.17.2 Pembanding yang Diacu Epitet ... 201
4.4.17.3 Perluasan dengan Grup ... 203
4.4.17.2 Perluasan dengan Klausa ... 204
4.4.18 Pengkualifikasi dalam Grup Nomina... 207
4.4.18.1 Pengkualifikasi Diwujudkan Melalui Frasa Berpreposisi ... 207
4.4.18.2 Pengkualifikasi Diwujudkan Melalui Klausa ... 208
4.4.19 Pembatas atau Pewatas dalam BA ... 213
4.4.19.1 Pemakaian Mantöng ... 213
4.4.19.2 Pemakaian Sagai ...214
4.4.20 Fungsi Gramatika yang Diwujudkan Grup Nomina ... 220
4.5 Pola Pemakaian Deiksis Dalam Konteks Sosial BA ... 230
BAB V: TEMUAN BARU DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengantar ... 243
5.2 Hasil Penelitian ... 243
5.2.1 Jenis Deiksis Dalam BA ... 243
5.2.2 Realisasi Deiksis Dalam BA ... 245
5.2.2.1 Realisasi Deiksis Dengan Sistem Sintagmatik ... 245
5.2.2.2 Realisasi Deiksis Dengan Sistem Paradigmatik ... 247
5.2.3 Pola Pemakaian Deiksis Dalam Konteks Sosial BA ... 249
5.3 Pembahasan ... 251
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 263
6.2 Saran ... 266
DAFTAR PUSTAKA ... 268
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1 Deiksis spesifik ... 22
2.2 Deiksis non-spesifik ... 24
2.3 Deiksis Paralel ... 25
2.4 Contoh hubungan sintagmatik dan paradigmatik ... 39
3.1 Contoh data catatan hasil libat cakap ... 63
4.1 Deiksis Spesifik dalam BA ... 69
4.2 Deiksis Non-Spesifik dalam BA ... 71
4.3 Hubungan Pronomina Bentuk Tunggal dengan Subjek, Posesif dan Objek dalam BA ... 105
4.4 Hubungan Pronomina Bentuk Non-Tunggal dengan Subjek, Posesif dan Objek dalam BA ... 106
4.5 Hubungan Pronomina Bentuk Tunggal dengan Subjek, Awalan dan Akhiran dalam BA ... 107
4.6 Hubungan Pronomina Bentuk Non-Tunggal dengan Subjek, Awalan dan Akhiran dalam BA ... 108
DAFTAR BAGAN
No. Judul Halaman
2.1 Strata bahasa... 28
2.2 Metafungsi bahasa ... 34
2.3 Kerangka konseptual ... 57
3.1 Metode pengumpulan data ... 61
3.2 Metode analisis data ... 62
3.3 Pola analisis ... 64
5.1 Pemakaian Deiksis BA Dalam Ranah Metafungsi Bahasa ... 244
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG 1. Singkatan
AMT = Aneuk Manok Tungang (Judul Cerita Rakyat 1) APAM = Akibat Peusakét Até Ma (Judul Cerita Rakyat 2) BA = Bahasa Aceh
BI = Bahasa Inggris BK = Bahasa Karo CD = Compact Disc CLC = Catatan Libat Cakap DVD = Digital Video Disc DI = Demonstratif Interogatif DD = Demonstratif Determinatif DS = Deiksis Spesifik
DNS = Deiksis Non-Spesifik Det = Determinatif
Dkk = Dan Kawan-kawan
EB 13 = Eumpang Breuh Volume 13 (Judul Cerita Rakyat 3) Hlm = Halaman
Int = Interogatif
LF = Linguistik Functional
LSF = Linguistik Sistemik Fungsional MI = Madrasah Ibtidaiyah
Neg = Negatif NSel = Non-Selektif
No = Nomor NTG = Non-Tunggal
PD = Posesif Determinatif PI = Posesif Interogatif POS = Positif
RM = Rhang Manyang (Judul Cerita Rakyat 4) SD = Sekolah Dasar
Sel = Selektif
TB = Tidak Bertanda (Lazim) TG = Tunggal
2. Lambang
^ = Penanda Urutan
* = Unsur lingual yang ditandai dengannya Tidak Berterima dalam konstruksi tertentu
? = Bentuk yang ditandai dengannya dipertanyakan […] = Penanda Grup
[[…]] = Penanda Klausa
(…) = Posisi tertentu dalam klausa yang dapat diisi oleh setiap bentuk lingual dari sejumlah kemungkinan
= Di dalamnya terdapat unsur lingual yang mungkin dapat digabungkan dengan unsur lingual yang terdapat pada kiri atau kanan, atau kiri dan kanannya
= Seharusnya
‘…’ = Pengapit Glosari
1
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1 Transkripsi CD/DVD volume 13 Eumpang breuh ... 273 2 Cerita rakyat ‘Aneuk manok tungang’ (Jilid 3) ... 281 3 Cerita rakyat ‘Rhang manyang’ (Jilid 3) ... 282 4 Cerita rakyat ‘Akibat peusakét até ma’ (Jilid 5) ... 284 5 Catatan hasil libat cakap (Data Primer) ... 286 6 Display data deiksis dari dua sumber data sekunder ... 300 7 Data jenis deiksis spesifik yang demonstratif ... 311 8 Data jenis deiksis spesifik yang berunsur posesif ... 312 9 Data jenis deiksis non-spesifik yang berunsur total ... 313 10 Data jenis deiksis non-spesifik yang berunsur parsial ... 314 11 Rekapitulasi data berdasarkan jenis deiksis ... 315
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa memiliki peranan penting sebagai alat berkomunikasi dan berinteraksi sesama manusia yang merupakan salah satu hasil budaya, di tengah- tengah kehidupannya sehari-hari. Manusia tidak dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik apabila tidak memiliki bahasa. Manusia harus memahami penggunaan bahasa dengan baik dalam kehidupannya. Memahami penggunaan bahasa dengan baik berarti, mereka dapat mengekspresikan bahasa dalam kehidupan untuk berbagai kepentingan. Hal ini dapat diekspresikan melalui elemen bunyi, kata, Frasa, grup maupun klausa secara lisan atau tulisan. Ekspresi yang dimaksud di sini salah satunya tentang penggunaan deiksis (deixis) dalam berbahasa. Deiksis memegang peranan penting dalam penyampaian ekspresi setiap penutur bahasa. Seseorang tidak dapat memahami dengan jelas tuturan yang diungkapkan lawan bicaranya atau tidak dapat mengerti dengan baik tulisan yang dibacanya apabila dalam tuturan maupun tulisan tersebut terjadi penghilangan unsur deiksis.
Berdasarkan observasi sementara (preliminary research) yang dilakukan dalam sebuah keluarga, ditemukan anak-anak menghindari ungkapan deiksis ketika berbicara dengan kedua orang tua mereka. Demikian juga orang tua mereka sering mengalihkan pembicaraannya yang mengandung unsur deiksis ke arah pembicaraan yang tidak ada unsur deiksis. Hal demikian dilakukan karena salah satu alasannya adalah anak-anak tersebut belum mengerti penggunaan deiksis dengan baik, misalnya penggunaan kata ‘kamu’ diganti dengan kata ‘bang Khalil,
kak Kia, kak Fatin, bang Adun, dan dek Iin’ (nama panggilan) agar lebih jelas, mudah untuk dimengerti dan praktis penggunaannya. Pengalihan ungkapan deiksis ke nama-nama tersebut tidak diperlukan penjelasan lebih lanjut.
Penggunaan kata ‘kamu’ tentu sangat dibutuhkan penjelasan tambahan agar mitra tuturnya dapat memahami dengan benar bahwa yang dimaksud ‘kamu’ mungkin saja abang ‘Khalil’ atau bang ‘Adun’. Kata ‘kakak’, juga belum spesifik, masih bersifat umum, apakah yang dimaksud kak ‘Kia’ atau kak ‘Fatin’. Pengalihan ungkapan seperti ini merupakan pengalihan dari ungkapan salah satu bentuk deiksis yang masih bersifat umum (non-spesifik) ke ungkapan salah satu bentuk deiksis yang bersifat khusus (spesifik).
Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah- pindah atau berganti-ganti, seperti kata-kata dalam bahasa Aceh (BA) mak ‘ibu’
dan Jinoe ‘sekarang’ merupakan kata-kata deiksis karena kata-kata tersebut sudah jelas tidak memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata seperti buku /buku/ ‘buku’, rumoh ‘rumah’, tah ‘tas’ dan lain-lain. Kata-kata tersebut siapapun yang mengucapkannya, di tempat manapun, pada waktu kapanpun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata mak ‘ibu’ dan jinoe ‘sekarang’
baru dapat dimengerti jika diketahui siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Hal ini disebabkan deiksis sangat tergantung kepada konteksnya. Untuk lebih memperjelas gambaran mengenai deiksis dapat diperhatikan klausa yang dikutip dari hasil percakapan A dan B dalam sebuah keluarga di depan rumahnya menggunakan BA berikut ini:
(1) A: Na [mak] i rumoh?
Ada [ibu] di rumah?
‘(Apakah) ibu ada di rumah?.’
B: Hana Tidak
‘(ibu) tidak (di rumah).’ (C1: CLC, hlm. 288)
Data (1), kata mak ‘ibu’ mungkin mengacu pada ibu A atau bisa juga pada ibu B. Kalau kata mak ‘ibu’ mengacu pada ibu A , berarti A benar-benar menanyakan di mana keberadaan mak ‘ibu’-nya, mungkin sedang berada di rumah B. Sedangkan kata mak ‘ibu’ kalau mengacu pada ibu B, berarti A sekarang memerlukan informasi tentang keberadaan ibu B.
Berdasarkan pandangan pragmatik kalimat seperti di atas wajar hadir di tengah-tengah pembicaraan karena konteks pembicaraan sudah disepakati antara si pembicara dan lawan bicara. Masing-masing tuturan di atas referennya ada di luar tuturan, sehingga untuk mengetahui maksud tuturan itu harus dijelaskan faktor luar bahasa, seperti siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan tuturan itu berlangsung atau dituturkan. Merujuk ke bahasa Aceh tuturan yang mengandung deiksis seperti di atas banyak ditemukan dan sangat potensial untuk diteliti serta dideskripsikan baik dari jenis kata, Frasa, grup maupun klausa yang mengandung deiksis. Sebagaimana dalam bahasa-bahasa lainnya, deiksis dalam BA juga memegang peranan penting dalam berkomunikasi. Hal ini dapat dibuktikan dalam sebuah percakapan yang berlangsung di sebuah pesantren pada data (2) dan (3) berikut ini:
(2) A: Na [Tgk]?
Ada [ustadz]?
‘(Apakah) ustadz ada?’
B: [Tgk] töh?
[Ustadz] mana?
‘Ustadz (yang) mana (yang anda maksud)?’ (C2: CLC, hlm. 298)
5
Konteks sosial seperti komunikasi di atas, mitra tutur masih belum jelas tentang Tgk ‘ustadz’ yang dimaksudkan oleh penutur, mungkin ustadz A, B, C atau D. Hal ini disebabkan di pesantren tempat tuturan itu berlangsung, pada saat itu ada empat ustadz, sehingga ia bertanya lagi kepada penutur, ustadz mana yang ia maksudkan. Mungkin kalau pada waktu itu di sana hanya ada satu ustadz ia tidak akan bertanya lagi, tetapi langsung menjawab ada di bilik atau tidak ada.
Selanjutnya perhatikan konteks data berikut:
(3) Na…?
‘Ada…?’
Pu na/Na pu?
Apa ada/ada apa
‘(Apakah) ada?’ (C3: CLC, hlm. 288)
Pembicaraan lisan di atas membingungkan siapa saja yang menjadi mitra tuturnya. Konteks di atas memungkinkan banyak kemungkinan sebagai jawaban, misalnya; ada orang, uang ataupun berbagai kelas kata lainnya yang dapat ditempelkan dengan kata “ada”. Pemahaman tentang pemakaian deiksis memang rumit. Orang dewasa yang sudah memahami bagaimana ungkapan deiksis digunakan secara praktis kadang-kadang terjadi kebingungan. Pemahaman deiksis bagi anak-anak yang relatif baru menguasai pemakaian bahasa, tentu mereka lebih bingung lagi diakibatkan oleh referennya yang berpindah-pindah atau berganti- ganti. Perhatikan kutipan beberapa percakapan anak-anak yang berinteraksi dengan orang tua mereka dalam penggunaan deiksis di bawah ini.
(4) a. … kah mak, kah Supi, kah Ibu Supi…
‘…kamu ibu, kamu Supi, kamu ibu Supi…’
b. … lôn abang, lôn adék, lôn kah, lôn jih, lôn ayah, lôn droeku…
‘…Saya abang, saya adek, saya kamu, saya dia, saya ayah, saya saya…’
6
c. … awak nyan, awak nyoe,soe nyan…
‘…orang itu, orang ini, siapa itu…’ (C4: CLC, hlm. 298)
Frasa-Frasa pada data (4a-4c) di atas jelas terlihat betapa bingungnya seorang anak dalam menggunakan deiksis ketika berbicara dengan orang tuanya.
Anak-anak bergumam sendiri untuk melatih dirinya dalam pemakaian deiksis.
Untuk menghindari hal-hal yang mengandung deiksis yang masih membingungkan mereka seperti dalam kutipan di atas, anak-anak maupun orang tua sering menggunakan nama dirinya sendiri ketika berinteraksi sesama. Hal semacam ini terus saja dibiarkan oleh orang tua mereka sampai usia tertentu, usia ketika anak-anak benar-benar telah matang penguasaan bahasa khusus mengenai penggunaan deiksis. Berdasarkan fenomena di atas maka dapat dikatakan bahwa elemen deiksis dalam setiap bahasa perlu dideskripsikan lebih lanjut dalam berbagai konteks demi pemahaman yang jelas bagi pasangan tuturnya. Penelitian ini memerlukan analisis tentang jenis-jenis deiksis yang terdapat dalam BA, realisasi deiksis secara paradigmatik maupun sintagmatik, dan berbagai alasan terhadap sistem deiksis yang terpolakan dalam konteks sosial BA.
Penelitian terhadap deiksis masih sangat sedikit dilakukan baik dalam bahasa internasional (Inggris dan Arab), bahasa nasional peneliti (bahasa Indonesia), bahasa nasional lainnya, dan bahasa-bahasa daerah termasuk bahasa Aceh. Bahasa daerah merupakan salah satu kekayaan nasional yang perlu dilestarikan baik melalui tindakan penelitian maupun penggunaan dalam kehidupan sehari-hari oleh penuturnya. Apabila hal ini tidak cepat ditanggapi maka bahasa daerah bergeser sedikit demi sedikit dengan berbagai alasan yang akhirnya punah tidak dipergunakan lagi. Oleh sebab itu hilanglah salah satu kekayaan nasional akibat dari ketidakpedulian semua pihak baik penutur bahasa
7
itu sendiri, peneliti bahasa maupun pihak pemerintah. BA yang merupakan salah satu bahasa daerah sangat perlu diperhatikan oleh semua pihak, penutur, peneliti, pemerintah maupun pemerhati bahasa lainnya agar dapat dipertahankan keberadaannya dengan berbagai cara dalam kehidupan masyarakat. BA merupakan bahasa ibu peneliti tentunya mempunyai kelebihan tersendiri dalam penelitian ini, memiliki hubungan emosional yang sangat erat dan dapat mempermudah peneliti melakukan penelitian di lapangan. Di samping itu sudah sewajarnya peneliti ikut andil membantu pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengkaji deiksis yang belum pernah dikaji peneliti sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak tersedianya referensi yang menjelaskan secara panjang lebar dan mendetail tentang deiksis BA dari berbagai sumber, baik sumber cetak, buku-buku, artikel, jurnal, disertasi, maupun sumber internet. Oleh karena itu peneliti termotivasi masuk ke ranah deiksis ini dan menggali jenis-jenis deiksis, realisasi deiksis BA dengan sistem sintagmatik dan paradigmatik serta berbagai alasan terhadap sistem deiksis yang terpola dalam konteks sosial BA.
Berdasarkan sejumlah alasan di atas, maka dapat dimengerti bahwa pentingnya seseorang memahami tentang deiksis dalam berinteraksi dan berkomunikasi melalui tuturan dengan pasangan tuturnya baik melalui lisan penutur dengan mitra tutur maupun teks tulisan antara penulis dengan para pembacanya. Sejumlah alasan dari paparan di atas membawa peneliti melakukan penelitian ini, dan mengangkat judul “Deiksis dengan Sistem Paradigmatik dan Sintagmatik Dalam Bahasa Aceh”.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan ke beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah Jenis-jenis deiksis yang terdapat dalam bahasa Aceh?
2. Bagaimanakah deiksis direalisasikan dengan sistem sintagmatik dalam bahasa Aceh?
3. Bagaimanakah deiksis direalisasikan dengan sistem paradigmatik dalam bahasa Aceh?
4. Mengapakah terpolakan demikian sistem deiksis yang dipakai dalam konteks sosial bahasa Aceh?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan jenis-jenis deiksis yang terdapat dalam bahasa Aceh.
2. Menganalisis realisasi deiksis dengan sistem sintagmatik dalam bahasa Aceh.
3. Menganalisis realisasi deiksis dengan sistem paradigmatik dalam bahasa Aceh.
4. Mendeskripsikan pola pemakaian sistem deiksis dalam konteks sosial bahasa Aceh
1.4 Manfaat Penelitian
Temuan penelitian di dalam disertasi ini diharapkan memiliki manfaat baik secara akademis, teoritis, praktis, dan lintas disiplin ilmu. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian kebahasaan.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan model dan sekaligus sebagai pengayaan analisis teks ekspresi deiksis yang komprehensif selain berbagai model analisis teks lainnya baik menggunakan teori LSF maupun teori lainnya. Secara praktis, hasil yang diperoleh dari analisis dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan sekaligus sebagai kontribusi pemikiran bagi para pemerhati bahasa, khususnya bagi pemerhati analisis teks dengan menggunakan teori LSF.
1.5 Definisi Istilah
Disertasi ini memiliki sejumlah istilah, yang perlu mendapat penjelasan secara konseptual karena istilah-istilah yang dimaksud diperkirakan sering muncul pada bagian tertentu dari tulisan ini. Selain itu, istilah-istilah yang dimaksud sebagian besar terdiri dari istilah yang berkenaan dengan fokus penelitian yaitu:
deiksis, deiksis spesifik, deiksis non-spesifik, mengacu, acuan, dan pengacuan, pragmatik, paradigmatik, sintagmatik, grup nomina, struktur eksperiensial, struktur logikal, numeratif, pengkelas, pengkualifikasi, dan epitet.
1. “The Deictic element indicates whether or not some specific subset of the Thing is intended; and if so, which. The nature of the Deictic is determined by the system of DETERMINATION” ‘Deiksis elemen yang menunjukkan apakah ada
atau tidak subset spesifik dari benda diacu; dan jika ada, yang mana. Sifat dasar deiksis ditentukan oleh sistem determinasi (Halliday, 2014).
2. “The specific Deictics are … demonstrative or possessive determiners, or embedded possessive nominal groups.” ‘Deiksis spesifik adalah demonstratif atau penentu posesif, atau posesif yang dilekatkan pada grup nomina’
(Halliday, 2014).
3. “Non-specific Deictics … are total or partial determiners. The total ones convey the sense of ‘all’ (positive) or ‘none’ (negative), and the partial ones convey the sense of some unspecified subset.” ‘Deiksis Non-Spesifik adalah total dan parsial. Total sesuatu yang mengandung makna ‘semua’ (positif) atau
‘tak satupun’ (negatif), dan parsial sesuatu yang mengandung makna dari sejumlah subset yang tidak spesifik’ (Halliday, 2014).
4. Mengacu (to refer) dalam penelitian ini mengandung makna pekerjaan yang dilakukan penutur untuk menjelaskan sesuatu kepada mitra tuturnya dengan menggunakan isyarat tangan, mata, kepala, mulut atau bahagian tubuh lainnya.
Sedangkan acuan (referent) adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh penutur dengan menggunakan bentuk lingual tertentu maupun bentuk lingual itu sendiri. Sedangkan pengacuan (reference) adalah unsur atau peristiwa non- bahasa, terletak di luar kekuasaan para linguis (Ullmann dan Sudarsono, 2011).
5. Pragmatics is the study of speaker meaning ’Pragmatik adalah telaah mengenai makna yang dimaksudkan oleh penutur’ (Yule, 1996).
6. Paradigmatik adalah suatu analisa pencarian dan pemahaman terhadap sebuah konsep (makna) suatu simbol (kata) dengan cara mengaitkannya dengan konsep-konsep dari simbol-simbol lain yang mendekati atau bahkan
berlawanan. Hubungan paradigmatik merupakan hubungan yang terdapat dalam bahasa, namun tidak terlihat dalam susunan suatu kalimat. Hubungan ini baru terlihat bila suatu kalimat dibandingkan dengan kalimat lain (Chaer, 2007).
7. Sintagmatik adalah suatu kegiatan analisis yang bertujuan untuk menentukan makna mana yang lebih tepat dalam suatu teks di mana kata itu disebutkan.
Dengan kata lain hubungan sintagmatik merupakan hubungan antar unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, tersusun secara berurutan, bersifat linear (Chaer, 2007).
8. Grup nomina adalah perluasan kata yang memiliki sebuah inti dan pemodifikasi, dapat mendahului inti (pramodifikasi) atau mengikutinya (pasca modifikasi) dengan berbagai kelas kata lain (Halliday, 1985a).
9. Struktur Eksperiensial adalah struktur yang difungsikan untuk menspesifikasi suatu kelas kata nomina dan sejumlah elemen pengikutnya seperti deiktik, numeratif, epitet dan pengklasifikasi (Halliday, 2014).
10. Struktur Logikal adalah suatu struktur yang difungsikan untuk melihat bahasa direpresentasikan secara umum oleh hubungan semantik logika dalam pengkodean bahasa alamiah (Halliday, 2014).
11. Numeratif (numerative) adalah sejumlah fitur angka dari partikel subset benda, jumlah atau urutannya termasuk kategori pasti atau tidak pasti (Halliday, 2014).
12. Pengkelas (classifier) adalah hal-hal yang mengacu pada sub-kelas tertentu dari suatu objek nomina (thing) yang bersangkutan dan tidak menerima perbandingan tingkatan atau intensitas (Halliday, 2014).
13. Pengkualifikasi (qualifier) adalah unsur fungsional dalam struktur eksperiensial yang diwujudkan sepenuhnya oleh bentukan pergeseran status melalui (1) Frasa berpreposisi atau (2) klausa (Halliday, 2014).
14. Epitet (epithet) adalah sejumlah sub-set tertentu sebagai referensi norma, skala, dan gradasi (Halliday, 2014).
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka meliputi sejumlah sub bab yaitu landasan teori yang mencakup pandangan teori LSF tentang deiksis, alasan memilih teori LSF, sejarah singkat teori, prinsip-prinsip dasar teori, beberapa model LF dan LSF, leksikogramatika dalam LSF, leksikogramatika dalam stratifikasi metafungsional, leksikogramatika dalam diversifikasi metafungsional, metafungsi bahasa, fungsi ideasional, struktur eksperiensial, struktur logikal, hubungan sintagmatik dan paradigmatik, struktur grup dalam bahasa Aceh, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual. Deskripsi masing-masing sub-bab tersebut di atas secara berurut dapat dinarasikan sebagai berikut:
2.2 Landasan Teori
Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori LSF sebagai landasan utama, dan kehadiran teori lain seperti teori pragmatik hanya sebagai pembanding untuk memperjelas teori dasar. Teori LSF ini pertama dicetuskan oleh Halliday (1973, 1978, 1985a, 1985b), dan kemudian perjalanannya dalam kajian bahasa ikut dikembangkan antara lain oleh Benson & Greaves, Eds. (1988), Martin (1991, 1992, 2014), Halliday & Martin (1993), Matthiessen (1992, 1993), Martin, Matthiessen dan Painter (1997), Martin & Halliday (1997), Martin &
Veel, Eds. (1998), Halliday & Matthiessen (1999, 2004, 2014).
Sementara kajian tentang BA sudah dilakukan oleh sejumlah peneliti terdahulu seperti Ishak (1974), Sulaiman (1978, 1979), Sulaiman, dkk (1977a, 1977b, 1982), Hanoum (1982), Sulaiman, dkk (1983), Hanafiah (1984), Durie (1985), Asyik (1987), Djunaidi (1996, 1999, 2000), Ajies (1999), Yunisrina (2009), Wildan (2002, 2010), Wildan, dkk (1999, 2000, 2009, 2010), Khadijah (2015), dan Nurmaida (2015). Diperhatikan dari sederet kajian BA yang sudah diteliti hanya kajian Khadijah, dan Nurmaida yang mutakhir. Sementara kajian mengenai deiksis dalam BA dengan pendekatan apapun, pragmatik, sistemik maupun pendekatan-pendekatan lainnya sama sekali belum disentuh, sehingga tidak ada satupun paparan deiksis yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan disertasi ini
.
2.2.1 Deiksis
Kata deiksis berasal dari kata Yunani Deiktikos yang berarti 'hal yang menunjuk secara 1angsung'. Bahasa Yunani menyebut deiksis sebagai istilah teknis untuk salah satu hal mendasar yang dilakukan dalam tuturan. Isti1ah deiktikos yang dipergunakan oleh tata bahasa Yunani da1am pengertian sekarang dapat disebut kata ganti demonstratif dan didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya. Oleh karena itu memahami deiksis tidak hanya terletak pada fisik bahasa saja melainkan ikut mentalnya juga. Artinya deiksis tidak dapat dimengerti tanpa melibatkan konteks sekeliling bahasa, seperti waktu, tempat, dan ruang pada saat bahasa itu dituturkan seseorang penutur bahasa. Sejumlah ahli bahasa memaparkan makna mengenai deiksis sebagai berikut:
Halliday (2014: 365) menyebutkan “The Deictic element indicates whether or not some specific subset of the Thing is intended; and if so, which. The nature of the Deictic is determined by the system of DETERMINATION”. ‘Elemen deiksis menunjukkan apakah ada atau tidak subset spesifik dari benda yang diacu;
dan jika ada, yang mana. Sifat dasar deiksis adalah ditentukan oleh sistem determinasi (terjemahan penulis). Menurut Saragih (2003) deiksis adalah unit linguistik (bunyi, kata, Frasa, grup, klausa) yang maknanya membutuhkan rujukan atau dengan kata lain maknanya ditentukan oleh konteks dengan rujukan ke pemakai bahasa. Yule (1996: 9) menyatakan “ Deixis is a technical term (from Greek) for one or the most basic things we do with utterances”.
‘Deiksis merupakan istilah teknis (dari bahasa Yunani) terhadap sesuatu atau sesuatu yang paling mendasar dilakukan dengan tuturan (terjemahan penulis).
Kaswanti Purwo (1984: 1) mengatakan bahwa sebuah kata dikatakan deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi pembicara dan lawan bicara, tergantung pada saat dituturkan kata itu. Selanjutnya Alwi (1993) menjelaskan deiksis adalah gejala semantik yang hanya dapat ditafsirkan acuannya atau rujukannya dengan memperhitungkan situasi pembicara.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa deiksis merupakan unit linguistik yang dipakai dalam kegiatan berbahasa, menggunakan isyarat gerakan tubuh, bunyi-bunyi, kata-kata, Frasa-Frasa, grup-grup dan klausa-klausa yang penunjukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada penutur dan mitra tuturnya, waktunya, tempat dituturkannya tuturan tersebut, dan dalam konteks tertentu.
Untuk memahami lebih jauh mengenai pemakaian deiksis diberikan contoh-contoh pemakaiannya sebagai berikut:
(5) a. Nyan lagèe nyan.
Itu seperti itu ‘Begitulah’
b. Beutateupu peugöt ie lagèe nyoe.
Harus anda tahu buat air seperti ini
‘(Sudah semestinya) kita mengerti (agar) menyuguhkan kopi seperti ini.’
c. Kön keudroneuh ie nyoe.
Bukan untuk anda air ini
‘Air ini (saya) suguhkan bukan (untuk) anda.’ (A6-8: EB 13, hlm. 302) Pengertian nyan ‘itu’ pada data (5a) di atas memiliki makna rujukan terhadap pekerjaan membuat kopi yang telah dilakukan seorang mitra tutur kepada penuturnya. Penggunaan nyan ‘itu’ digunakan untuk menyatakan bahwa objek (pekerjaan membuat kopi) yang dimaksud penutur dilakukan ketika mitra tutur berada jauh dengannya. Mitra tutur dalam konteks tersebut mengerti betul bahwa penutur sedang memujinya, bukan memuji orang lain dengan ungkapan tersebut (biasanya disertai isyarat gerak tubuh). Data (5b) dan (5c) nyoe ‘ini’
merujuk kepada air kopi yang telah disuguhkan mitra tutur kepada penutur.
Penggunaan nyoe ‘ini’ dalam konteks ini untuk menyatakan objek kopi yang berdekatan dengan penutur atau berdekatan dengan mitra tutur ataupun berdekatan dengan kedua-duanya, penutur dan mitra tutur. Perhatikan juga data (6) berikut:
(6) a. Hai aneuk, kaprèh kah [sinoe].
Wahai anak, tunggu kamu di sini
‘Wahai anak (ku), kamu tunggu di sini.’ (B6: AMT, hlm. 302) b. Hai aneuk mit! Bèk kamoe-manoe blahnan beh?
Wahai anak-anak! Jangan kalian mandi sebelah sana ya ‘Wahai anak-anak! Kalian jangan mandi di sini ya?’
(C287: CLC, hlm. 301)