Representasi sebagai suatu tindakan yang mengadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol ( Piliang, 2003 : 21 ). Representasi juga bisa berarti proses pengubahan konsep - konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk - bentuk yang konkret ( Juliastuti, 2000 : 1 ). Juliastuti juga menambahkan bahwa representasi adalah konsep yang digunakan yang merujuk pada proses maupun produk pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia, seperti dialog, tulisan, fil, video, fotografi dan lain - lain. Representasi merujuk pada penggunaan bahasa dan gambar untuk membentuk makna mengenai dunia sekitar kita ( Struken & Catwright. 2000 : 11 ).
3.1.1. Kecantikan
Cantik adalah sesuatu hal yang ingin dimiliki oleh seruluh perempuan di muka bumi ini. Banyak gambaran kecantikan yang muncul di masyarakat dan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Untuk mendapatkan predikat sebagai seorang perempuan yang cantik secara fisik, seorang perempuan rela melakukan apa saja, mulai
dari diet ketat, pergi ke dokter untuk melakukan operasi di beberapa bagian tubuhnya yang dianggap kurang sempurna, kemudian pergi ke salon atau spa, hingga melakukan olah raga dengan giat di gym. Itu semua dilakukan oleh para perempuan untuk dapat terlihat cantik dan menarik.
Kecantikan sendiri dibagi menjadi dua yaitu kecantikan dari luar ( Outer Beauty ) dan kecantikan dari dalam ( Inner Beauty ). Kedua karakter kecantikan ini menjadi acuan bagi kaum perempuan untuk mendapat sebutan perempuan yang cantik.
Citra tubuh adalah cara seseorang dalam mempersepsikan tubuhnya dengan konsep ideal yang dimilikinya pada pola kehidupan setempat dan dalam hubungannya dengan cara orang lain menilai tubuhnya ( Meliana, 2006 ). Kecantikan dari luar atau fisik ( outer
beauty ) adalah kecantikan yang tampak dari luar yang sifatnya relatif
( Meliana, 2006 ). Kecantikan dari luar lebih mengandalkan fisik seorang perempuan. Menurut Meliana dalam bukunya “ Menjelajah Tubuh Perempuan dan Mitos Kecantikan “ karakteristik perempuan yang cantik secara fisik yang ideal adalah langsing, tinggi, berkulit putih, payudara kencang, pinggang berlekuk - liku, pantat sintal, perut datar, tidak kelebihan lemak pada bagian - bagian tubuh (proporsional), berhidung mancung, dan berambut lurus. Kecantikan dilihat dari wajah, rambut, kulit, ukuran dan bentuk tubuh, pakaian dan tata rias ( make up ).
Inner beauty sendiri bersifat subjektif ( Meliana, 2006 ).
Inner beauty sendiri menurut Meliana, menunjukkan bahwa inner beauty itu muncul dari dalam diri seseorang terlebih dahulu kemudian baru mencerminkan sikap. Namun kenyataanya dalam masyarakat inner beauty itu diasosiasikan dengan perlakuan sikap yang baik dan segala sesuatu hal yang positif yang dilakukan oleh perempuan. Dalam penelitian ini karakteristik inner beauty yang digunakan adalah kepandaian, memiliki keahlian dan ketrampilan, kepercayaan diri dan kebersihan diri.
3.1.1.2 Makna Kecantikan
Kecantikan pada mulanya adalah konstruksi sosial. Apa yang didefinisikan sebagai cantik, modern, dan beradab ditentukan lewat konstruksi sosial. Kepentingan bisnis tentu saja turut menumpang di dalamnya. Maka, kita melihat bahwa mereka yang cantik adalah mereka yang berambut lurus, berkulit putih nan mulus dan bertubuh tinggi plus langsing.
Perhelatan Miss Universe, Pemilihan Putri Indonesia, dan berbagai iklan adalah hal - hal yang mencoba mengidealisasikan kecantikan hingga begitu kuat menghegemoni masyarakat. Asumsinya, sekalipun seorang perempuan memiliki kecerdasan, namun ia tetap dilihat kurang menarik jika ia tidak “cantik”.
Seseorang yang bertubuh gemuk, kulitnya tidak putih, dan rambutnya tidak lurus terurai berarti tidak cantik.
Definisi cantik lantas dipuja dan diamini seruluh perempuan sejagat. Di Indonesia, dalam kondisi masyarakat kita yang menyukai hal - hal serba visual, gelombang iklan kecantikan yang memonopoli makna cantik hadir sebagai media untuk melegitimasi bahwa seorang perempuan harus langsing atau sintal, berkulit mulus, serta rambut panjang lurus. Dari iklan - iklan dan gebyar sinetron di televisi itulah para perempuan mengukur dirinya dengan prototipe cantik yang diciptakan oleh iklan dan berbagai acara.
Ketika anda ditanya seperti apakah bentuk penampilan ideal seorang perempuan, mungkin kebanyakan orang akan menjawab perempuan yang cantik adalah berambut lurus, langsing, berkulit putih, lembut, cantik dan mungkin hanya beberapa orang saja yang mengatakan cantik itu merupakan hal yang relatif.
Mendefinisikan cantik tentunya tidak terlepas dari ruang dan waktu. Dahulu kala, jauh sebelum laju modernisasi muncul, definisi cantik mungkin bertolak belakang dengan apa yang kita terima hari ini. Pendefenisian cantik juga berkaitan dengan siapa yang mendefinisikannya. Ternyata cantik berhubungan dengan konstruksi sosial, gender, budaya patriarki, hegemoni, dan kapitalisme pasar
bebas. Begitu banyak varian - varian yang mempengaruhi definisi cantik.
Dominasi budaya yang ditawarkan oleh media sebagai penjajahan atas tubuh, juga turut memberikan lahan - lahan ekonomi bagi beberapa pihak, mulai muncul industri spa, salon dengan fasilitas baru, layanan konsultasi sex di media, radio, televisi. Sehingga terjadi keterasingan perempuan dari dirinya sendiri, perempuan tidak lagi otentik, melainkan dibentuk oleh selera pria maupun pasar. Seharusnya perempuan bisa memaknai arti manusia yang unik, manusia yang menurut Filsuf Kierkegaard, manusia yang mempunyai eksistensi otentik. Manusia yang otentik adalah manusia yang berani menjadi dirinya sendiri. Kita tidak perlu sama dan seragam dengan orang lain, karena dengan itu maka mati sudahlah makna interpretasi keindahan itu sendiri. Menjadi manusia yang asli diantara kerumuman manusia - manusia buatan media yang palsu adalah suatu keindahan yang langka. Sama halnya semakin langka dan semakin berbeda suatu hal, maka harganya akan semakin mahal.
(http://www.scribd.com/doc/18233593/PerempuanMedia-Dan-Nalar-Kapitalisme)
3.1.1.3 Konsep Kecantikan
Dengan gencarnya produksi definisi cantik yang
merasa kurang ideal sesuai dengan citra cantik yang di produksi lewat iklan produk kecantikan yang setiap saat muncul di televisi.
Simone de Beauvoir dalam The Second Sex pernah
mendeskripsikan mitos kecantikan secara apik. Dia menyatakan masa tersulit bagi perempuan adalah ketika menjalani proses transisi dari seorang gadis menjadi perempuan dewasa. Menurut dia, transisi menjadi dewasa diiringi tuntutan agar perempuan mempunyai sikap feminim yang berarti penurut, mudah dikendalikan, dan tidak produktif. Dalam konteks ini, perempuan dibentuk bukan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh citraan dari luar lewat definisi perempuan yang ideal.
Banyak kaum perempuan yang mengekploitasi dirinya sendiri lewat penggunaan produk- produk kecantikan. Upaya kapitalisme menarik minat banyak kaum perempuan adalah lewat aparat - aparat kebudayaan seperti televisi, iklan, internet dan lain - lainnya. Masuknya nila dan kultur dari luar, telah merubah makna cantik bagi banyak perempuan.
Hanya sedikit perempuan yang masih memegang teguh prinsip beauty inside, dan yang lainnya lebih memilih beauty outside. Hal ini masuk ke dalam sosial budaya masyarakat dalam memaknai kecantikan perempuan. Dilain pihak, seorang perempuan menilai kecantikan dirinya dipengaruhi cara lingkungan sosial dan budaya
yang berada di luar dirinya memaknai kata cantik. Maka tidak heran jika banyak perempuan berusaha menyesuaikan bentuk tubuh mereka dengan kata sosial dan budaya masyarakat tentang konsep cantik.
3.1.2 Corpus Penelitian
Corpus merupakan kumpulan bahan yang terbatas yang dilakukan pada perkembangannya oleh analisa dengan kesemenaannya. Corpus haruslah cukup luas untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa unsur - unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf subtansi maupun homogen pada taraf waktu ( Kurniawan, 2002 : 70 ).
Corpus adalah kata lain dari sample, bertujuan tetapi khusus digunakan untuk analisis semiotika dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dari penelitian ini adalah iklan sabun mandi lux versi “ Lux Soft Touch - Atiqah Hasiholan “. Iklan ini merupakan iklan sabun Lux yang tayang sekitar bulan Januari 2011. Peneliti akan melakukan capture atau pemotongan gambar terhadap iklan tersebut di mana gambar yang akan diambil merajuk pada adanya kecantikan.
Bagian yang diteliti dalam iklan Lux versi “ Lux Soft Touch - Atiqah Hasiholan “ini adalah semua bentuk komunikasi yang
erat kaitannya dengan penggambaran kecantikan yang tampak dalam iklan ini. Dikarenakan bagian tersebut sesuai dengan subyek penelitian yaitu representasi kecantikan dalam iklan Lux versi “ Lux Soft Touch - Atiqah Hasiholan”.