BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Ada empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) penerimaan pajak Kanwil DJP Sumut I, (2) kompetensi account representative, (3) independensi account representative dan (4) penerapan benchmarking laporan keuangan Wajib Pajak. Guna memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan diteliti sebagai dasar dalam menyusun kuesioner penelitian. Defenisi operasional dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penerimaan pajak Kanwil DJP Sumut I (Y) didefinisikan sebagai persepsi
account representative terhadap pembayaran pajak oleh wajib pajak yang
dibuktikan dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), Nomor Transaksi Bank (NTB), Nomor Transaksi Pos (NTP) dan Nomor Penerimaan Pemotongan (NPP) dan telah dilakukan rekonsiliasi oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Variabel ini diukur dengan butir-butir pertanyaan sebanyak 6 butir mengenai penerimaan pajak dari analisis resiko profil, tagihan pajak wajib pajak, pembayaran potensi pajak terhutang/objek pajak yang belum disetor, setoran wajib pajak cabang dan lun-sum PPh Pasal 25 dan 29. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen kuesioner yang dibuat sendiri dengan skala pengukuran interval/likert.
2. Kompetensi account representative (X1) adalah Persepsi account representative mengenai pengetahuan, keahlian/keterampilan dan tingkah laku yang dimilikinya.
kemampuannya menguasai peraturan perpajakan, memiliki seni komunikasi, kemampuan menggali potensi pajak dari para wajib pajak, menganalisis laporan keuangan wajib pajak dan mampu melihat perkembangan dunia usaha serta harus mengikuti dan lulus diklat account representative. Skala pengukuran yang digunakan adalah interval/likert.
3. Independensi account representative (X2) yang dimaksudkan dalam definisi operasional ini adalah persepsi account representative mengenai integritas yang dimiliki account representative dan kesediaannya tunduk pada Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1/PM.3/2007 tanggal 23 juli 2007. Ada 9 butir pertanyaan sebagai alat ukur dalam variabel ini yang menjelaskan tentang independensi account representative dalam melayani pihak eksternal maupun internal DJP dan sikap untuk berlaku jujur dan benar terhadap diri sendiri dan keluarga. Skala pengukuran yang digunakan adalah interval/likert.
4. Penerapan benchmarking laporan keuangan wajib pajak merupakan persepsi
account representative tentang persentase rasio keuangan yang disusun
berdasarkan hasil penghitungan rata-rata tertimbang rasio keuangan dari Laporan Keuangan WP Patuh per KLU yang diambil sampel oleh Kantor Pusat DJP sebagai patokan (triger) dalam menentukan tax gap. Variabel ini diukur dengan 5 butir pertanyaan yang berkaitan dengan rasio keuangan yang digunakan dalam mengukur tax gap, kebenaran materil laporan kewajiban perpajakan wajib pajak
dan pengklasifikasian wajib pajak yang masih aktif atau tidak. Skala pengukuran yang digunakan adalah interval/likert.
Dalam daftar di bawah ini akan dijelaskan beberapa variabel beserta definisi operasionalnya dan alat ukur yang digunakan dalam mengukur setiap variabel dimaksud, yaitu:
Tabel 4.2. Daftar Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Definisi Operasional Pengukuran Indikator Skala
Pengukura n
Penerimaan Kanwil DJP Sumut I (Y)
Hasil dari proses perencanaan, pengelolaan dan pengawasan potensi pajak dari tiap jenis pajak oleh account
representative melalui
pengawasan terhadap laporan kewajiban perpajakan wajib pajak dalam MPN yang dinyatakan dengan NTPN dan NTB atau NTPN dan NTP atau NTPN dan NPP dan telah dilakukan rekonsiliasi oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
1. Analisis resiko yang terdapat dalam profil wajib pajak menjadi penerimaan ketika besarnya pajak terhutang dari analisis resiko tersebut terbukti melalui SSP yang sudah ada NTPN/ NTP/ NTB.
2. Tagihan pajak atas pokok pajak yang kurang atau belum disetor ditambah sanksiyang merupakan tindak lanjut dari pengawasan merupakan penerimaan apabila muncul dalam MPN.
3. Konseling dengan wajib pajak mengenai potensi pajak yang belum dilapor dan disetorkan terbukti menambah penerimaan ketika besar pajak terhutang dalam potensi itu muncul dalam MPN
4. Himbauan dan penetapan untuk
melakukan penyetoran lokasi (di KPP Pratama tempat WP cabang terdaftar) bagi cabang suatu perusahaan yang
pusatnya di luar wilayah kerja Kanwil DJP Sumut I.
Kompetensi AR (X1) Persepsi account representative mengenai pengetahuan, Keahlian/ keterampilan dan tingkah laku yang dimilikinya.
1. Tingkat pendidikan yang telah dimilikinya.
2. Telah mengikuti dan lulus Diklat.
3. Mempunyai kemampuan berkomunikasi (communication skill) secara baik dengan WP dan antar sesama Account
Representative. Menguasai peraturan
perpajakan.
4. Kemampuan menganalisis pertumbuhan ekonomi makro.
5. Kemampuan analisis laporan keuangan dalam mencari potensi penerimaan pajak. 6. Menyelesaikan Profil tepat waktu.
7. Memberikan analisi resiko dan profil WP kepada seksi pemeriksaan untuk diusulkan diperiksa.
8. Memiliki kepercayaan diri (Self
Confidence) dalam melakukan himbauan
kepada WP berkaitan potensi pajak terhutang WP bersangkutan.
9. Kreatif dalam mencari potensi pajak wajib pajak.
10.Mempunyai pengetahuan di bidang akuntansi dalam menganalisis laporan keuangan.
Interval Lanjutan Tabel 4.2
Independensi AR (X2)
Persepsi account
representative
mengenai integritas yang dimilikinya dan kesediaannya tunduk pada Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
1. Bersikap independen terhadap Wajib Pajak.
2. Pelayanan yang sama kepada pihak internal maupun eksternal.
3. Kesediaan memberikan data/ informasi kepada pihak yang dibenarkan oleh peraturan.
4. Tidak pernah menerima suatu pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan saya patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan saya.
5. Bekerja tidak di bawah tekanan pihak manapun.
6. Tidak bekerja di tempat lain di dalam atau di luar jam dinas.
7. Tidak mengurangi potensi pajak terhutang Wajib Pajak saat pembuatan profil.
8. Melaporkan kewajiban pajak saya dengan benar sesuai peraturan yang berlaku. 9. Melaporkan kewajiban pajak keluarga
saya dengan benar sesuai peraturan yang berlaku.
Interval Lanjutan Tabel 4.2
Penerapan Benchmarkin g Laporan Keuangan Wajib Pajak (X3) Persepsi account representative mengenai persentase rasio keuangan yang disusun berdasarkan hasil penghitungan rata-rata tertimbang rasio keuangan dari Laporan Keuangan WP Patuh per KLU yang diambil sampel oleh Kantor Pusat DJP sebagai patokan (triger) dalam menentukan tax gap, potensi pajak dan kebenaran laporan perpajakan wajib pajak.
1. Penerapan benchmarking merupakan selisih antara rasio keuangan, yaitu Rasio GPM, OPM, CTTOR, NPM, PPN (pn), gaji/ penjualan (g), gaji/sewa (s), Pretax
Profit Margin (PPM), Dividend Payout Ratio(DPR), bunga/ Penjualan (b) dengan
rasio serupa dari laporan keuangan WP sehingga diketaui besarnya kewajiban perpajakan yang belum dilaporkan dan dibayarkan.
2. Merupakan supporting tools dalam mengukur kebenaran materil laporan perpajakan wajib pajak.
3. Selisih lebih benchmarking DJP dengan persentase hasil perhitungan rasio keuangan wajib pajak merupakan potensi dan dapat dijadikan trigger dalam peningkatan penerimaan.
4. Penerapan benchmarking merupakan tindakan official assessement untuk menentukan besar pajak terhutang wajib pajak.
5. Penerapan benchmarking untuk mendeteksi dan mengidentifikasi wajib pajak efektif (WP yang masih ada kegiatan usaha) dan non efektif (WP yang tidak ada kegiatan usaha)
Interval
Penentuan skala pengukuran di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Untuk variabel bebas “kompetensi, independensi dan penerapan benchmarking laporan keuangan Wajib Pajak oleh account representative” jenis skala yang
digunakan adalah interval dengan skala pengukuran (rating scale) yang digunakan adalah likert rating scale (data yang diperoleh dari responden berupa
bobot dari setiap jawaban) dengan instrumen berdasarkan teori-teori yang ada pada Bab II.
2. Terhadap variabel terikat yaitu penerimaan Kanwil DJP Sumut I: skala yang digunakan adalah interval dengan skala pengukuran adalah likert dengan dasar ukurannya merujuk beberapa teori-teori penerimaan pajak dan strategi-strategi yang sudah di jalankan Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dijelaskan pada Bab II di atas.