• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.6 Definisi Operasional

1. Produksi adalah hasil usahatani Bawang Merah dalam satu musim tanam yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).

2. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usahatani Bawang Merah dan total biaya usahatani Bawang Merah dinyatakan dengan rupiah (Rp).

3. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap.

4. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan

5. biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi. Biaya Usahatani atau biaya produksi dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

6. Break Even Point atau titik impas adalah suatu keadaan dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC), sehingga terjadi keadaan yang tidak untung dan tidak rugi.

7. Kelayakan usahatani adalah perbandingan atau rasio antara penerimaan total (TR) dengan biaya total (TC).

8. Penerimaan adalah perkalian antara output yang dihasilkan dengan harga jual 9. Harga adalah Nilai yang seseorang butuhkan untuk memperoleh sejumlah

produk atau layanan dalam berusahatani

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis

Lokasi penelitian ini berada di dalam wilayah Desa Pekalobean, yang ada di salah satu desa di Kabupaten Enrekang, Desa Pekalobean berada sekitar 6 km dari ibu kota Kecamatan Anggeraja dan 31 km dari Ibu kota Kabupaten Enrekan .

Secara Geografis luas wilayah Desa Pekalobean memiliki luas wilayah ± 9,92 km2 dengan potensi lahan yang produktif diantaranya perkebunan.Desa Pekalobean memiliki kondisi daerah yang berbukit-bukit, berada di atas kondisi gunung dengan ketinggian antara 500 m sampai 1000 m di atas permukaan laut, dengan suhu 26 – 35oC pada siang hari sedangkan pada malam hari dan pagi hari 15– 20 oC Kondisi tanah yang cukup subur untuk ditanami berbagai jenis tanaman baik tanaman jangka pendek maupun tanaman jangka panjang.

4.2. Letak Geografis

DesaPekalobeanterdiri atas 5 Dusun yakni Dusun Marena, Dusun Pasang, Dusun Malimongan, Dusun Kota dan Dusun Sipate. Pada umumnya mata pencarian didesa pekalobean adalah Petani, PNS, Karyawan Swata dan lain-lainnya.

Desa Pekalobean mempunyai batas-batas wilayah yaitu:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Salu Dewata

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kelurahan Mataram 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bubun Lamba 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Singki

4.3. Keadaan Penduduk

Penduduk merupakan faktor penentu terbentuknya suatu negara atau wilayah dan sekaligus sebagai modal utama suatu negara dikatakan berkembang atau maju, bahkan suksesnya pembangunan disegala bidang dalam negara tidak bisa terlepas dari peran penduduk, baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dan pendidikan, sekaligus sebagai aktor utama dalam pembangunan fisik maupun nonfisik. Oleh karena kehadiran dan peranannya sangat menentukan bagi perkembangan suatu wilayah, baik dalam skala kecil maupun besar.

Jumlah penduduk di Desa Pekalobean dari data Kantor Desa Pekalobean tahun 2016. Secara keseluruhan adalah berjumlah 2.096 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 1082 jiwa dan perempun sebanyak 1014 jiwa dengan 479 KK.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, 2016.

No Nama Dusun Jenis Kelamin

KK Frekuiensi

Jumlah 1,082 1,014 479 2,100 100 %

Suber: Desa Pekalobean dalam angka

Tabel ini menunjukan bahwa jumlah penduduk terbanyak diantara 5 dusun adalah Marena dengan jumlah penduduk 621 jiwa yang terdiri dari 154 KK atau 29,57 .Sedangkan Jumlah penduduk yang paling sedikit adalah dusun Sipate

dengan jumlah penduduk 279 jiwa yang terdiri dari 63 KK dengan persentase 13,29. Dari data tersebut menyimpulkan bahwa didesa pekalobean yang paling banyak pendduknya adalah dusun marena karna wilayah tersbut agak datar dan memiliki wilayah yang luas. Sedangkan wilayah yang paling sedikit penduduknya adalah dusun sipate karna wilayahnya ada diatas bukit dan memiliki wilayah yang sedikit.

4.3.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Penelitian

Kemampuan seseorang di dalam berusahatani maupun ikut kegiatan di lingkungan sekelilingnya sebagianya ditentukan oleh tingkat pendidikannya, baik yang bersifat formal maupun informal Pendidikan berarti proses mengembangkan kemampuan diri sendiri, Data penduduk berdasarkan pendidik dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang

No Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase %

1

Sumber : Data Kantor Desa Pekalobean Tahun 2016,

Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang paling banyak yaitu Tamat SLTA dengan jumlah 327 jiwa dengan persentase 32,06 persen sedangkan paling sedikit adalah Sarjana S1 yang berjumlah 18 Jiwa dengan persentase 1,77 Persen yang artinya tingkat pendidikan di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang tergolong sedang, Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Tempat penelitian masih memiliki pendidikan relatif sedang.

Pendidikan sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam berusahatani Bawang Merah, namun pendidikan yang sangat rendah bukan merupakan faktor yang selalu mempengaruhi petani untuk menerimah atau tidaknya tetapi melainkan didukung oleh kekuatan fisik, karna pengalaman berusahatani, luas lahan dan jumlah tanggungan keluarga yang mau tidak mau memaksa petani untuk lebih meningkatkan produksi pertanian Bawang Merah.

4.3.2. Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian penduduk Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang sebagian besarnya adalah petani, namun tidak semuanya penduduk yang ada di desa pekalobean bermata pencaharian sebagai petani tapi ada juga sebagian masyarakat yang mata pencaharian sebagai PNS, Karyawan Swasta, wiraswasta dll. Dapat dilihat pada Tabel 3,

Tabel 3, Mata Pencaharian Penduduk di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Marena Pasang Malimongan Kota Sipate

Petani 260 149 122 232 110 873 94,68

PNS 6 1 2 1 - 10 1,08

Karyawa

Swasta 2 - - 3 - 5 0,54

Pensiunan 5 - 2 2 - 9 0,98

Wiraswasta 12 5 3 3 2 25 2,71

Jumlah 285 155 129 241 112 922 100%

Sumber : Data Kantor Desa Pekalobean dalam Angka Tahun, 2016

Tabel.3. menunjukkan bahwa penduduk di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang mempunyai mata pencaharian terbanyak ada di sektor pertanian sebanyak 873 jiwa atau 88,00 persen dan yang paling sedikit pada mata pencaharian pada Karyawan Swata sebanyak 5 jiwa atau 0,66 parsen , Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian di Desa Pekalobean kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang didominasi sektor pertanian,

4.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana merupakan salah satu faktor menting yang dibutuhkan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan, oleh karena itu sarana dan prasarana sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam bidang pembangunan,

Jenis sarana dan prasarana yang ada desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang sebagian besar berupa sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana tempat ibadah, cukup tersedia ini membuktikan bahwa keadaan penduduk sangat nyaman dengan keadan tersebut, keadaan sarana dan prasarana di Desa Pekalobean dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4, Sarana dan Prasarana Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, 2016

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1

Sumber : Kantor Desa Pekalobean dalam Angka Tahun 2016

Tabel 4 menunjukkan bahwa sarana dan prasarana paling banyak adalah mesjid sebanyak 6 unit yang menandai bahwa mayoritas penduduk di lokasi penelitian adalah agama Islam, sarana dan prasarana yang tidak ada adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) ,Sekolah menengah atas (SMA) , Dan KUA.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identitas Responden

Identitas responden merupakan sumber infomasi dalam pengumpulan data .Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 30 responden dengan Analisis Break Event Point Usahatani Bawang Merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Namun demikian seorang petani tidak terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usahataninya antara lain tingkat umur, tingkat pendidikan, pengalaman petani, jumlah tanggungan petani dan luas lahan

5.1.1 Umur Responden

Tingkat umur merupakan salah satu faktor yang menentukan bagi responden. Umur sangat mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berifikir sehingga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dan daya serap informasi pengetahuan dari penyuluh. Umur secara harfia sebagai usia kelahiran seseorang, yang ditandai dengan denyutan nadi sampai meninggal. Umur merupakan ciri-ciri kedewasaan fisiologis dan kematangan fisiologis, dengan kemampuan fisiknya dalam bekerja dan berfikir. Berikut tingkat umur Petani yang menjadi Responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada tabel 5

Tabel 5. Tingkat Umur Responden Petani Bawang Merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang

No Umur Responden

Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2016

Tabel 5 menunjukkan bahwa responden yang berumur 20 – 30 berjumlah 12 jiwa atau 40 persen merupakan jumlah tertinggi, sedangkan jumlah terendah berada pada umur 51– 60 yaitu 4 jiwa atau 13,34 persen. hal ini menunjukkan bahwa jumlah petani muda lebih banyak dibanding petani tua dalam melakukan usahatani Bawang Merah. Responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang lebih banyak memiliki umur produktif, pada usia ini sangat kuat dan lebih mudah menerima teknologi baru untuk meningkatkan produksi Bawang Merah

5.1.2 Pendidikan Responden

Pendidikan merupakan salah satu variabel penentu tingkat kemajuan suatu wilayah. makin banyak penduduk yang berpendidikan tinggi dalam suatu wilayah, maka tingkat kemajuan wilayah tersebut cenderung lebih tinggi dari jumlah penduduk yang kurang berpendidikan. Tingkat pendidikan di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Dapat dilihat pada tabel 2 berikut

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Petani Bawang merah di Desa Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 TT SD 3 10,00

2 SD 15 50,00

3 SLTP 9 30,00

4 SLTA 3 10,00

Jumlah 30 100%

Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2016

Tabel 6 menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden petani Bawang Merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang yakni untuk tingkat SLTA sebanyak 3 jiwa atau 10 persen dari total responden yang merupakan jumlah terendah. Untuk tingkat Sekolah Sekolah Dasar (SD) berjumlah 15 jiwa atau 50 persen, ini merupakan jumlah tertinggi dari total responden. Berusahatani baru dapat berkembang dengan cepat apabila petani yang menerimanya cukup mempunyai dasar keterampilan dan kemampuan dalam mengatasi semua persoalan-persoalan yang menyangkut usahatani dan kelembagaan mereka, dan begitu pula terhadap konstribusi pendidikan dan daya persepsi merupakan sumber daya yang berdampak positif terhadap sikap petani atau tindakan responden yang pada akhirnya akan menghasilkan produksi dan jumlah pendapatan tinggi. Diluar dari Kontribusi pendidikan, Petani atau responden yang tidak melalui jejang pendidikan, bisa bersaing dengan responden yang melalui jenjang pendidikan dengan menonjolkan pengalamannya selama berusahatani.

5.1.3 Tanggungan Keluarga Responden

Besarnya tanggungan keluarga petani Bawang Merah turut berpengaruh terhadap pengolahan Usahatani. karena keluarga petani yang relatif besar merupakan sumber tenaga kerja yang potensial. Namun demikian besarnya keluarga turut pula mempengaruhi beban petani itu sendiri karena keluarga yang jumlahnya besar tentu membutuhakan biaya hidup yang besar keluarga petani biasanya terdiri atas petani itu sendiri sebagai kepala keluarga, ditambah isteri dan anak-anaknya

Hasil analisis data menunjukkan petani responden memiliki jumlah tanggungan keluarga terdistribusi kedalam beberapa kelas. Adapun klasifikasi jumlah keluarga yang ditanggung oleh responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Bawang Merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang

.No Tanggungan keluarga Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1.2.

Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2016

Tabel 7 menunjukkan bahwa petani responden memiliki tanggungan lebih besar antara 3 – 4 jiwa sebanyak 12 Jiwa atau 40 persen, sedangkan jumlah responden yang memiliki tanggungan keluarga lebih sedikit dari 5-6 orang hanya 5 jiwa atau 16,66 persen.

5.1.4 Pengalaman Berusahatani

Pengalaman berusahatani Bawang Merah dapat dilihat dari lamanya seseorang dalam menekuni usahanya. semakin lama petani Bawang Merah menggeluti usahanya, maka akan semakin banyak pengalaman yang mereka miliki. Pada umumnya petani Bawang Merah yang memiliki pengalaman berusahatani Bawang Merah yang cukup lama cenderung memiliki kemampuan mengelola usahanya yang lebih baik, pengalaman erat kaitannya dengan tingkat keterampilan seseorang dalam berusaha. Karena umumnya petani Bawang Merah yang berpengalaman kemudian ditunjang dengan pendidikan yang cukup, maka petani Bawang Merah tersebut makin terampil dalam mengelolah usahatani nya.

Komposisi responden yang didasarkan pada pengalaman Usahatani Bawang Merah dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengalaman Usahatani Responden Petani Bawang Merah di Desa Pekalobean Kabupaten Enrekang

Jumlah 30 100%3,33

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2016

Pada tabel 8 menunjukkan bahwa pengalaman berusahatani Bawang Merah paling banyak didominasi oleh pengalaman antara 1 – 10 tahun sebanyak 14 jiwa atau sekitar 46,67 persen , pengalaman Usahatani Bawang Merah yang paling sedikit antara 31 – 40 tahun sebanyak 1 jiwa atau sekitar 3,33 persen.

Produktifitas karena dengan adanya pengalaman yang lama maka tingkat kemampuan responden sangatlah bagus dan mempunyai suatu karya yang bagus dibandingkan dengan yang tidak punya pengalaman, sehingga yang relatif lebih lama tentu mempunyai kehati-hatian dalam melakukan usahatani Bawang Merah dari hal tersebut data ini menunjukkan bahwa berusahatani bawang merah sangat ditunjang pada proses pengalaman yang sudah dilalui agar lebih bisa membentuk pribadi kedewasan seseorang secara professional dan proporsional sehingga produktifitas usahatani Bawang Merah tinggi.

5.1.5 Luas Lahan

Luas lahan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pendapatan petani Bawang Merah di Desa Pekalobean. Untuk mempermudah proses pengelolaan data dalam menentukan total pendapatan petani Bawang Merah di desa pekalobean maka luas lahan petani di desa Pekalobean dapat di lihat pada tabel 9

Tabel 9. Luas lahan Petani Bawang Merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang

No Luas Lahan (Ha) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 0,10-0,35 11 36,67

2 0,36-0,55 13 43,33

3 0,56-0,75 4 13,34

4 0,76-0,95 1 3,33

5 0,96-1,15 1 3,33

Jumlah 30 100%

Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2016

Tabel 9 menunjukkan bahwa luas lahan Bawang merah garapan responden bervariasi, dimana luas lahan 0,36-0,55 terbanyak yaitu 13 Jiwa atau 43,33 persen sedangkan yang terendah luasan 0,76-0,95 dan 0,96-1,15 hektar sebanyak1 jiwa atau 3,33 persen

5.2.Produksi Usahatani Bawang Merah

Produksi adalah suatu kegiatan dari perpaduan berbagai faktor (Modal, tenaga Kerja, tanah) untuk menghasilkan output. Atau suatu Keadaan mengkombinasikan faktor produksi disebut sebagai output atau produk. Rata-rata produksi yang diperoleh petani bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang sebanyak 3392,17 kg/0,16 orang.

Tingginya produktifitas bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Sumber daya alam yang sangat mendukung, seperti Tanah masih subur karena

lahan yang di gunakan oleh petani ada lahan baru.

2. Penyairan yang masih terjaga.

3. Benih yang digunakan oleh petani adalah benih baru dan benih unggul . 4. Penggunaan biaya produksi yang sedikit sehinggan petani tidak perlu

mengeluarkan biaya banyak untuk membeli pupuk, obat obatan sebagai penunjang produktifitas usahatani bawang merah.

5. Petani yang sudah berpengalaman dalam berusahatani bawang merah.

6. Petani di lokasi penelitian memiliki tingkat pendidikan yang tinggi yang berpengaruh terhadap pola pikir petani bawang merah. Petani yang memiliki

pengetahuan lebih tinggi akan lebih cepat menyerap inovasi dan perubahan teknologi untuk bisa meningkatkan produksi Bawang merah.

5.2.1 Biaya Produksi

Biaya produksi adalah setiap kegiatan yang dilakukan pada suatu usaha memerlukan pengorbanan fisik dan non fisik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya produksi dalam usahatani dapat berupa uang tunai, upah tenaga kerja, biaya pembelian pupuk, biaya bibit, biaya obat-obatan dan sebagainya (Mubyarto, 1991).

Biaya operasional pada penelitian ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh para petani bawang merah yang ada di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Anggeraja baik yang mempengaruhi secara langsung kegiatan proses produksi (Biaya Variabel) maupun yang tidak mempengaruhi secara langsung kegiatan proses produksi (Biaya Tetap).

1. Biaya tetap

Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi (Soekartawi, 2006). Biaya tetap yang diperoleh pada penelitian ini terdapat dua jenis biaya, yaitu biaya pajak PBB dan nilai penyusutan alat (NPA).

Biaya tetap produksi petani bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada table 10.

Tabel 10. Penggunaan Biaya Tetap Petani bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang

NO Jenis Biaya Tetap Nilai (Rp)

1 2

Pajak Lahan 29.500,00

Nilai Penyusutan Alat 1.561.196,164

Rata-rata 1.590.696,164

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2016

Tabel 10 menunjukkan bahwa biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh responden ada dua yaitu Biaya penyusutan alat (NPA) dan pajak lahan. Nilai Penyusutan alat (NPA) yang dikeluarkan Petani bawang merah dalam melakukan usahataninya sebesar Rp1.561.196,164. Lahan petani hanya membayar biaya pajak lahan karena petani mengelola lahan sendiri pembayaran pajak lahan yang harus di bayar oleh Petani bawang merah sebesar Rp 29.500,00. Total biaya tetap yang di keluarkan petani bawang merah mulai dari pajak lahan dan nilai penyusutan alat permusimnya sebesar Rp 1.590,696,164

2. Biaya Variabel

Biaya Variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya produksi, misalnya sarana produksi dan tenaga kerja luar keluarga (Soekartawi, 2006). Biaya variabel usahatani bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada tabel 11

Tabel 11. Penggunaan Biaya Variabel Permusim Petani bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang

No Biaya Variabel Jumlah

1.

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2016.

Tabel 11 menunjukkan bahwa biaya variabel paling banyak di keluarkan oleh petani bawang merah adalah biaya pestisida sebesar Rp 5.664.100 dan paling sedikit adalah biaya pupuk sebesar Rp 1.339.881,224. Rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani bawang merah dalam satu kali tanam sebesar Rp 12.675.981,224.

3. Biaya Total Produksi

Biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki oleh petani, baik bersumber dari modal sendiri maupun dari luar. Biaya produksi adalah nilai dari semua faktor-faktor produksi yang di gunakan, baik dalam bentuk benda atau jasa selama proses produksi berlangsung. Total biaya produksi yang digunakan dalam usahatani bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Biaya Total Produksi Permusim Petani Bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang

No Biaya Produksi Nilai Biaya (Rp)

1 2

Biaya tetap

Biaya Tidak Tetap (Variabel)

1.590.696,164 12.675.981,224

Rata-rata 15.286.016.84

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2016

Tabel 12 menunjukkan bahwa biaya yang di keluarkan oleh petani bawang merah terbagi atas dua biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani bawang merah permusimnya sebesar Rp 1.590.696,164 sedangkan rata-rata biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani permusimnya sebesar 12.675.981,224. Jadi rata-rata biaya total pruduksi yang dikeluarkan petani bawang merah dalam melakukan usahatani permusimnya sebesar Rp 15.286.016.84.

5.3. Analisis Break Event Point, Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Bawang merah

5.3.1. Analisi Break Event Point Usahatani Bawang merah

Analisis Break Event Point (BEP) adalah suatu teknik analisa data untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume aktivitas. Break Event Point (BEP) dapat diartikan sebagai titik atau keadaan dimana dalam berusaha didalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Untuk mengetahui analisis Break Event Point dalam usahatani bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten

Tabel 13. Break Event Point Usahatani Bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang

No Break Event Point Nilai

1 Sumber; Data Primer Setelah Diolah, 2016

Tabel 13 menunjukkan hasil analisis titik impas harga penjualan usahatani bawang merah di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang sebesar Rp 4.506,26 dan harga jual rata-rata petani sebesar Rp 21.716,67 yang artinya pada saat harga bawang merah Rp 4.506,26/kg petani memperoleh modalnya kembali atau balik modal, sehingga harga jual rata-rata petani bawang merah petani sebesar Rp 21.716,67 telah berada diatas harga impas atau dengan kata lain uahatani bawang merah berada pada posisi yang menguntungkan.

Nilai BEP Produksi adalah 86,81 kg dan total produksi sebesar 3.392,17 kg yang artinya pada saat jumlah produksi 86,81 usaha bawang merah berada pada jumlah impas atau jumlah produksi balik modal sehingga total produksi sebesar 3.392,17 kg telah melewati jumlah impas dengan kata lain memeperoleh keuntungan.

Titik impas penerimaan usahatani bawang merah sebesar Rp 9.244.139,25 berarti usahatani bawang merah mengalami titik impas pada penerimaan Rp Rp 9.244.139,25 panerimaan bawang merah yang diperoleh petani sebesar Rp 72.376.500 ini berarti usahatani bawang merah sudah baik atau petani mengalami keuntungan sehingga penerimaan yang diperoleh sangatlah Tinggi, apabila petani ingin mendapatkan penerimaan yang tinggi sebaiknya petani mempertahankan hasil produksinya sehingga tetap memperoleh penerimaan yang tinggi

Petani hendaknya menjual hasil usahataninya pada saat harga sedang tinggi, oleh karena itu kegiatan usahatani bawang merah harus direncanakan dengan baik agar saat panen merupakan waktu yang tepat untuk menjual hasil usahataninya.

5.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang merah

Biaya merupakan nilai dari semua infut ekonomis yang diperlukan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Semakin banyak faktor produksi yang digunakan maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan.

Analisi Pendapatan yaitu analisis yang dilakukan untuk memperoleh nilai pendapatan usahatani, pendapatan usahatani adalah selisi antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi (Soekartawi, 2006)

Pendapatan petani dikenal ada dua yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih, pendapatan kotor mrupakan nilai hasil produksi yang diterima petani sebelum dikurangi biaya produksi, sedangkan biaya pendapatan bersih adalah nilai produksi yang diterima oleh petani dikurang dengan biaya produksi selama proses produksi.

Analisis ekonomi perlu dilakukan dalam setiap kegiatan usahatani yang akan dikerjakan hal ini sangat penting untuk memberi gambaran apakah usahatani bawang merah yang di lakukan di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang akan memberikan keuntungan atau justru mengalami

Analisis ekonomi perlu dilakukan dalam setiap kegiatan usahatani yang akan dikerjakan hal ini sangat penting untuk memberi gambaran apakah usahatani bawang merah yang di lakukan di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang akan memberikan keuntungan atau justru mengalami

Dokumen terkait