• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

E. Definisi Operasional

E. Definisi Operasional

Pemilihan variabel yang sesuai diperlukan agar pengukuran dapat memberikan hasil yang maksimal. Variabel yang digunakan dalam DEA dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a) Dana Pihak Ketiga

Sesuai fungsi bank sebagai intermediasi, maka bank harus mampu menghimpun dana sebanyak-banyaknya dari masyarakat.

Dana pihak ketiga terdiri dari tabungan dan deposito. Untuk pengukurannya menggunakan ribuan rupiah

b) Biaya Operasional

Semua biaya yang dikeluarkan oleh bank terkait dengan operasional bank, seperti biaya bunga, barang dan jasa, sewa, pajak, dan lain-lain. Untuk pengukurannya menggunakan ribuan rupiah.

c) Biaya operasional lainnya

Biaya yang dikeluarkan oleh ban, untuk mendukung operasional bank, misalnya : pembayaran pajak listrik, air, dan lain-lain. Untuk pengukurannya menggunakan ribuan rupiah.

d) Tenaga kerja

Terkait dengan jumlah tenaga kerja yang mendukung operasional bank.

2. Variabel output

a) Kredit yang diberikan

Nilai dana yang diberikan kepada pihak ketiga oleh bank sebagai pinjaman yang pengembaliannya dilakukan dalam jangkan waktu tertentu. Pemilihan nilai kredit, sebagai output didasarkan pada pertimbangan bahwa setiap bank bertindak sebagai financial

intermediary yaitu lembaga perantara yang salah satu fungsinya menerima dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan kepada pihak yang kekurangan dana. Untuk pengukurannya menggunakan ribuan rupiah.

b) Pendapatan operasional

Pendapatan operasional adalah pendapatan yang didapat dari penghasilan utama bank, seperti ; bunga kredit, provisi, administrasi, dan lain-lain. Untuk pengukurannya menggunakan ribuan rupiah.

c) Pendapatan operasional lainnya

Adalah pendapatan bank yang diperoleh dari pendapatan selain bersumber dari pendapatan bunga, provisi dan administrasi. Untuk pengukurannya menggunakan ribuan rupiah.

F. Teknik Analisa Data

Menurut Data Envelopment Analysis (DEA) sebuah kegiatan ekonomi dikatakan efisien adalah apabila rasio perbandingan input/output = 1, artinya unit kegiatan ekonomi tersebut sudah tidak lagi melakukan pemborosan dalam penggunaan input-inputnya dan/atau sudah mampu memanfaatkan secara optimal kemampuan potensial berpoduksi yang dipunyai, sehingga mampu mencapai tingkat output yang efisien. Sebuah unit kegiatan ekonomi dikatakan

antara 0 < output/input < 1, artinya unit kegiatan ekonomi ini masih melakukan tindakan pemborosan dalam penggunaan input-inputnya dan/ belum mampu memanfaatkan secara optimal potensial kemampuan berproduksi, yang dimiliki. Dalam penelitian ini digunakan alat analisa efisiensi sebuah perusahaan atau industri yaitu Data Envelopment Analysis (DEA). Dimana DEA akan menghitung bank yang menggunakan input n untuk menghasilkan output m yang berbeda (Noulas dan Glaveli;2002:9-10).Efisiensi diukur sebagai berikut :

m n

h8 = ∑ uis yis / ∑ vjs xjs

i=1 j=1

dimana :

h8 = efisien teknis bank s

yi = jumlah output i yang dihasilkan oleh bank s dan dihitung dari i = 1 hingga m

xjs = jumlah input j yang digunakanoleh bank s dan dihitung dari j = 1 hingga n

uis = bobot yangdiberikan pada output i yang dihasilkan oleh bank s vjs = bobot yang diberikan pada Ij yang digunakan oleh bank s

Persamaan di atas menunjukkan adanya penggunaan variable input dan output. Kriteria UKE s untuk memilih bobot dengan batasan atau kendala bahwa tidak ada UKE lain yang akan memiliki efisiensi lebih besar dari 1 atau

100% jika UKE lain tersebut menggunakan bobot yang dipilih oleh UKE s, sehingga formulasi selanjutnya (Noulas dan Glaveli;2002:9-10) adalah :

m n

∑uis yis / ∑vjs xjs ≤ 1 untuk r = 1, ………, n i=1 j=1

uis dan vjs ≥ 0

dimana n menunjukkan jumlah bank dalam sampel. Persamaan kedua menunjukkan bahwa nilai efisiensi bank yang dianalisa nanti tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan dapat diketahui bahwa bobot input-output bernilai positif. Dari kedua persamaan tersebut menunjukkan efisiensi bank semakin rendah.

Beberapa bagian program fraksional kemudian ditransformasikan ke dalam program linier biasa, dan metode simplek dapat digunakan untuk menyelesaikannya. Transformasi program linier yang kita sebut dengan DEA adalah sebagai berikut (Noulas dan Glaveli;2002:9-10) :

m

Maksiminasi h8 = ∑uis yis i=1 m n

Kendala ∑uis yis - ∑vjs xjs ≤ 1 untuk r= 1, ………, n i=1 j=1 n ∑vjs xjs = 1danuis danyis ≥ 0 j=1

Efisiensi pada masing-masing bank dihitung menggunakan program linier dengan memaksimumkan jumlah output yang dibobot dari bank s. Kendala

jumlah input yang dibobot harus sama dengan satu bank s. Sedangkan kendala untuk semua bank yaitu jumlah output yang dibobot dikurangi jumlah input yang dibobot harus kurang atau sama dengan 0. Hal ini berarti semua bank akan berada atau dibawah referensi kinerja frontier yang merupakan garis lurus yang memotong sumbu origin.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Sejarah Berdirinya BPR di Wilayah Solo Raya

Sesuai dengan GBHN bahwa salah satu tujuan Bangsa Indonesia adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Sedangkan yang dimaksud dengan kesejahteraan umum adalah meliputi kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia baik yang ada di pusat kota maupun yang ada di daerah-daerah atau desa. Kesejahteraan yang diharapkan adalah kesejahteraan adalam segala bidang. Pembangunan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam membangun ekonomi bangsa. Dan perbankan memegang peranan penting di dalam pembangunan, karena sesuai dengan fungsinya bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat. Salah satu bank yang memegang peranan tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat.

Bank Perkreditan Rakyat menurut UU No 10 Tahun 1998 secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara komersial atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak membuka jasa dalam lalulintas pembayaran ( seperti menerima simpanan giro, melakukan usaha dalam Valas, serta melakukan penyertaan modal ).

1. Sumber modal BPR

Sumber dana atau modal Bank Perkreditan yang kepemilikannya milik Pemerintah Daerah Tingkat II adalah sebagai berikut :

b. Modal Dasar

Merupakan penyertaan modal pemerintah daerah tingkat II di mana PD.BPR tersebut berdiri. Besarnya modal disetor tergantung dari kebijaksanaan pemerintah Daerah setempat atas pesetujuan DPRD tingkat II.

c. Pinjaman

1) Pinjaman dari Bank

Untuk melaksanakan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, perbankan tidak hanya menggantungkan modalnya kepada pemilik, tetapi juga menjalin kerjasama dengan Bank besar.

2) Pinjaman Dana Pihak Ketiga

Pinjaman dana pihak ketiga merupakan pinjaman yang dimiliki oleh BPR yang bersumber dari lembaga non bank

3) Dana Pihak Ketiga

Dana pihak ketiga terdiri dari tabungan dan deposito masyarakat, yang mengendap dalam jangka waktu tertentu, dengan imbalan atau jasa yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Struktur Organisasi

Tujuan BPR adalah untuk membantu mengelola keuangan bagi orang yang kelebihan, kemudian menyalurkannya kepada orang yang membutuhkan dana tersebut. Dengan kata lain BPR sebagai lembaga intermediasi mengemas produk tabungan menjadi kredit bagi orang yang membutuhkan modal.

Sebagai lembaga intermediasi, PD BPR di Solo Raya, harus dikelola secara profesional agar dapat menghasilkan laba secara maksimal. Untuk mewujudkan pengelolaan BPR lebih profesional, sangat dibutuhkan bagian – bagian yang terorganisir dan terstruktur, sehingga tugas pemilik dan direksi yang dipercaya untuk mengelola perusahaan menjadi lebih sempurna dan efisien. Karena keberhasilan efisiensi kinerja sumber daya yang ada di dalamnya dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pengelolaan management masing-masing perusahaan.

Direksi sebagai pengelola unit produksi suatu kegiatan ekonomi, harus dapat mengelola sumber daya secara tepat guna untuk menghindari pemborosan – pemborosan yang hampir selalu terjadi dalam setiap proses produksi. Struktur organisasi PD.BPR di Solo Raya terlihat seperti gambar di bawah ini :

Gambar 4.

STRUKTUR ORGANISASI

(Sumber : Badan Pembina BPR se Solo Raya, Perkembangan Operasional BPR di Solo Raya, 2007)

Adapun tugas dan tanggung jawab masing-masing adalah sebagai berikut : a. Pemilik

Pemilik PD. BPR di Solo Raya adalah Kepala Daerah Tingkat II setempat b. Dewan Pengawas

Sesuai dengan Perda dari masing-masing daerah yang mengatur tentang keberadaan PD BPR, maka tugas pokok dari dewan Pengawas adalah ikut serta dalam pembuatan kebijakan yang diambil oleh direktur/ pimpinan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan yang dibuat. Dewas sekaligus sebagai wakil pemilik di BPR.

Direksi Pemilik

Dewan Pengawas

SPI

Staf

Kabag Umum Kabag

Kredit

Kabag Dana

Kabag Kas

c. Direktur

Direktur bertugas memimpin pengelolaan BPR, dalam menjalankan peraturan, kebijakan agar sesuai dengan peraturan dan UU perbankan yang berlaku. Di Solo Raya, kedudukan direktur dijalankan oleh dua orang, yakni direktur Utama dan direktur.

d. Satuan Pengawas Intern

SPI mempunyai tugas melakukan edit dalam rangka pengamanan harta kekayaan PD.BPR dan menilai pelaksanaan system dan prosedur yang telah ditetapkan serta menilai tingkat efektifitas dan efisiensi di masing-masing tingkat organisasi.

e. Bagian Umum

Bagian umum bertugas menyelenggarakan hubungan kemasyarakatan dengan unit kerja maupun investasi intern serta mengelola kearsipan dan dokumentasi.Bagian Umum juga menyajikan laporan keuangan setiap hari, bulanan, ataupun setiap hari.

f. Bagian Kredit

Bagian kredit adalah bagian yang merumuskan kebijakan di bidang perkreditan dan mencari sasaran-sasarannya.

g. Bagian Dana

Bagian ini membantu direksi dalam merumuskan kebijakan penghimpunan dana bank , merumuskan rencana kerja dan anggran di bidang pemasaran

serta mencari sumber dana, mengatur penggunaan dana dan bertanggung jawab atas prasarana dan sarana di lingkungan dana.

3. Produk PD.BPR di Solo Raya a. Tabungan

Merupakan dana simpanan masyarakat, yang tidak terikat oleh jangka waktu tertentu, sehingga pemilik dana setiap saat dapat mengambil uangnya. Pemberian jasa atau bunga tabungan diberikan setiap akhir bulan. Prosentase suku bunga didasarkan kepada kebijakan management bank bersangkutan.

b. Deposito

Jangka waktu deposito terbagi dalam beberapa bagian, di mana jangka waktu penyimpanan deposito juga akan berpengaruh terhadap besarnya suku bunga yang diberikan. Pemberian besarnya suku bunga tabungan dan deposito sangat bergantung kepada kebijaksanaan intern BPR yang bersangkutan, dengan tetap berpijak kepada penetapan suku bunga maksimal simpanan di BPR oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Dan suku bunga yang berlaku antara PD. BPR yang satu dengan yang lain terutama di wilayah Solo Raya sangat bervariasi. Misalnya : 1). Deposito jangka waktu 1 bulan, bunga 7 % / thn 2). Deposito jangka waktu 3 bulan, bunga 9 % / thn 3). Deposito jangka waktu 6 bulan, bunga 10 % / thn 4). Deposito jangka waktu 12 bulan, bunga 10,5 % / thn

c. Kredit

Sebagaimana yang telah dipaparkan di dalam bab II, bahwa bank sebagai lembaga intermediasi memiliki fungsi mengolah dana yang telah terkumpul dalam bentuk tabungan dan deposito, kemudian menyalurkan dana tersebut dalam kredit bagi orang yang membutuhkan dana.

4. Sumber Pendapatan

Sumber pendapatan PD. BPR paling utama berasal dari bunga kredit yang diberikan. Sedangkan pendapatan digolongkan dalam dua bagian :

a. Pendapatan operasional

Yang dikategorikan pendapatan operasional adalah : bunga kredit, provisi dan administrasi kredit, biaya penutupan rekening tabungan, Bunga tabungan dari bank lain ( penempatan Antar Bank ).

b. Pendapatan non operasional

Pendapatan yang bersumber dari luar operasional perbankan, misalnya : cash back asuransi, cash back notaris, dll.

2. Analisis Data

Penelitian ini menghasilkan angka aktual dan angka target, di mana angka aktual adalah angka input-output yang dimiliki oleh PD.BPR di Solo Raya dari tahun 2006 – 2008, sedangkan angka target adalah angka yang disarankan oleh DEA, agar input-output tersebut menjadi efisien.

Data input-output yang diolah dengan DEA (Data Envelopment Analysis) ini adalah dalam jumlah jutaan rupiah. Pengolahan data ini adalah dengan system Constant returns to scale . Dalam DEA yang dimaksud dengan constant returns to scale adalah apabila unit kegiatan ekonomi menjadi frontier ( sudah efisien ), yang diasumsikan bernilai efisiensi = 100 %, sedangkan yang tidak efisien bernilai antara 0 % hingga kurang dari 100 %. Di dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan minimisasi input yang nanti dapat dilihat dari hasil olah data yang menunjukkan pada bagian masing-masing unit input masih memerlukan analisis lebih lanjut, sedangkan untuk masing-masing unit output semua sudah mencapai 100 %, hal ini untuk memudahkan analisis.

Hasil olah data terhadap PD.BPR di Solo Raya mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 adalah sebagai berikut :

1. Data Input Output

Tabel 4.1 Data Input Output

PD.BPR di Solo Raya Periode 2006 – 2008

INTERMEDIASI INPUT OUTPUT Nama Bank Dana Pihak Ketiga Biaya Operasion al Biaya Opr lain Jml Tenaga Kerja Kredit Yg diberikan Pendapata n Oprs Pendpt op lain Bapas Kr.Anyar 68726757.7 17399837.7 1295775.7 85 124198945 22834058.3 130675.3 Bapas Klaten 51439106.7 9269484 741445 126 61851243.7 12227447.3 107880 Bapas Surakarta 11165416 2905466 87513.7 68 12812900.3 3235596 153355 Bapas Sukoharjo 18331827.7 7398795 774077 67.3 43539226.7 8610989 353633 Bapas Boyolali 45915111 13070000 503018 73 66198487.7 15404950 222979.3 BPR Djoko Tingkir 40916674.7 76552820.7 382079.3 35 51523431 9851956.7 227044.3 BPR Giri Suka dana 5413187.7 1191074.7 26750 41.3 5186945.7 1625806.3 12227

Tabel 4.1 merupakan data input output yang diambil secara rata-rata dari tahun 2006 sampai dengan 2008. Tabel di atas menunjukkan variabel-variabel input-output yang akan dianalisis di dalam penelitian ini.Dimana untuk masing-masing variabel baik input maupun output untuk masing-masing masing-masing bank yang akan diteliti menunjukkan angka yang sangat variatif.

Akan tetapi data dalam tabel 4.1 di atas merupakan angka aktual yang belum dapat menunjukkan tingkat efisiensi unit produksi yang akan diteliti. Karena angka aktual adalah angka input-output yang dimiliki bank-bank pada tahun pengamatan (Tahun 2006–2008). Tabel di atas menjadi dasar pengamatan

lebih lanjut

1. Hasil Olah Data Keseluruhan

Hasil olah data keseluruhan disini merupakan hasil kinerja PD. BPR di

Solo Raya dilihat dari tingkat efisiensi kinerjanya, yang diambil secara rata-rata pada tahun pengamatan, yakni tahun 2006 – 2008, yang akan disajikan dalam tabel 4.2. Dimana ketujuh PD. BPR di

wilayah Soloraya sudah menunjukkan kinerja yang efisien, untuk pemilihan variabel Unit Kegiatan Analisis dalam obyek penelitian ini. Masing-masing BPR sudah menunjukkan angka 1 atau mencapai tingkat efisiensi sebesar 100 %. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2

Tingkat Efisiensi Tahap Intermediasi PD BPR Di Solo Raya Tahun 2006 – 2009

No Nama Bank Efisiensi

1 Bapas Kr.Anyar 100% 2 Bapas Klaten 100% 3 Bapas Surakarta 100% 4 Bapas Sukoharjo 100% 5 Bapas Boyolali 100% 6 BPR Djoko Tingkir 100%

7 BPR Giri Suka dana 100%

Sumber : Bank Indonesia,2006-2008, diolah

Tabel 4.2, menunjukkan bahwa pada tahap intermediasi semua PD. BPR di Solo Raya pada tahun 2006 – 2008 nilai efisiensinya sudah mencapai 100 % . Nilai efisiensi yang terlihat pada tabel 4.2 didasarkan pada nilai aktual masing-masing variabel unit produksi yang diteliti, yang diambil angka rata-rata selama tiga tahun berturut-turut, yakni dari tahun 2006 sampai dengan 2008.

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua PD. BPR di Solo Raya pada tahun 2006 – 2008 telah sanggup mencapai tingkat efisieni yang optimal yaitu sebesar 100 % pada tahap intermediasi. Jadi sudah tidak ada lagi pemborosan dalam penggunaan input-inputnya atau dapat dikatakan juga bahwa pemanfaatan semua inputnya sudah efisien dan juga sudah mampu memanfaatkan secara optimal (100 %) kemampuan berproduksi yang dimiliki untuk mencapai tingkat output yang efisien ( efisiensi = 100 % ). Dapat dikatakan bahwa pada tahap intermediasi pada tahun 2006 – 2008, pihak pengambil kebijakan atau pihak managemen sudah efisien dalam mengelola input output yang

dimilikinya. Karena PD. BPR di Solo Raya secara keseluruhan telah mampu mengelola output inputnya secara efisien, disarankan untuk mempertahankan tingkat efisiensinya yang sudah mencapai 100 %. Adapun cara yang ditempuh adalah dengan cara, dalam penggunaan input-inputnya harus sesuai dengan angka target atau lebih baik lagi kalau input-input yang dipergunakan lebih kecil dari angka target. Kemampuan potensial berproduksi dapat ditingkatkan lagi atau dengan kata lain output yang diproduksi ditingkatkan sehingga lebih besar dari angka target.

2. Hasil Olah Data Per BPR

a. PD. BPR Klaten

Untuk mengetahui tingkat efisiensi tahap intermediasi PD. Bapas Klaten adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3

Tingkat Efiiensi Tahap Intermediasi PD. Bank Pasar Klaten Tahun 2006 - 2008

Sumber : Bank Indonesia,2006-2008, diolah

Tahun 2006 No Variabel Tingkat Efisiensi To Gain Tahun 2007 Tahun 2008

1 I Dana Pihak Ketiga 97.10% 2.90% 100% 100%

2 I Biaya Operasional 97.10% 2.90% 100% 100%

3 I Biaya Operasional

Lainnya 93.90% 6.10% 100% 100%

4 I Jml Tenaga Kerja 35.60% 64.40% 100% 100%

5 O Kredit yang diberikan 83.80% 19.30% 100% 100%

6 O Pendapatan Operasional 100% 0.0% 100% 100%

7 O Pendapatan Non

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa PD. Bank Pasar Klaten telah menujukkan rata-rata kinerjanya pada tahap intermediasi, sudah efisen untuk tahun 2007 dan 2008, sedangkan pada tahun 2006 managemen PD. Bank Pasar Klaten belum efisiensi kinerjanya. Di mana nilai efisiensinya hanya mencapai 97,06 %. Akan tetapi pada tahun berikutnya nilai efisiensinya pada tahap intermediasi sudah mencapai 100 %.

Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2006. PD Bank Pasar Klaten belum mampu mengelola input outputnya pada tahap intermediasi secara efisien, nilai efisiensinya adalah 97,06 %. Hal ini berarti, bahwa PD. Bank Perkreditan milik Pemerintah Daerah Klaten, masih melakukan pemborosan pada setiap variabel input maupun outputnya.

Pada tahap intermediasi ini PD. Bapas Klaten pada tahun 2006 masih melakukan pemborosan pada setiap inputnya, di mana dari tabel 4.3 untuk dana pihak ketiga masih melakukan pemborosan sebesar 2,90 %, biaya operasional pemborosan sebesar 2,90 %, biaya non operasional pemborosan sebesar 6,10 %, serta tenaga kerja sebesar 64,40 %. Dengan hasil pengolahan data tahun 2006 dengan analisis DEA, pada tahap intermediasi ternyata dengan jumlah tenaga kerja yang mencapai angka aktual sebesar 122, sedangkan angka targetnya hanya sebesar 43,4 %, tenaga kerjanya belum mampu mengelola inputnya seminimal mungkin untuk dapat mencapai nilai efisiensi outputnya sebesar 100 %.

Pada tahun 2006 PD. Bapas Klaten harus melakukan minimisasi input, misalnya dengan menghemat biaya – biaya baik itu untuk biaya operasional aataupun non operasional, serta memaksimalkan peran tenaga kerjanya agar dapat mengelola faktor-faktor produksinya agar dapat mencapai output yang maksimal. Seperti digambarkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4

Tingkat Efisiensi Tahap Intermediasi PD. Bank Pasar Klaten Tahun 2006

No VARIABEL BANK RUJUKAN

24,301,811,000 (714,365,800)

1 Input Dana Pihak Ketiga

97.1% 7,320,632,000 (215,194,200)

2 Input Biaya operasional

93.9% 623,197,000 (37,728,700)

3 Input Biaya Operasional Lainnya

93.9% 122 (79)

4 Input Jumlah tenaga Kerja

35.6% 37,950,996,000 (7,318,453,500)

5 Output Kredit Yang diberikan

83.8% 9,120,269,000 9,120,269,000

6 Output Pendapatan Operasional

100.0% 104,815,000 (57,133,000)

7 Output Pendapatan Operasional

Lainnya 63.2% PD.Bank Karanganyar, PD Bank Pasar Surakarta

Di mana pada tabel 4.4 di atas jelas terlihat hasil analisis data, yang menunjukkan tingkat efisiensi kinerja pada tahapan intermediasi PD. Bapas Klaten pada tahun 2006, yang cara membacanya misalnya pada variabel inputnya PD Bapas. Klaten seperti Dana Pihak Ketiga, pihak bank belum dapat mengelola secara efisien, dimana pada dana pihak ketiga pihak bank masih melakukan pemborosan sekitar 714.365.800.

Sama halnya dengan variabel input lainnya seperti biaya operasional, biaya operasional lainnya, serta jumlah tenaga kerja, pada tahap intermediasi Bapas Klaten masih harus melakukan efisiensi agar nilai efisiensinya 100 % atau sama dengan 1, dengan jalan merujuk pada PD. Bapas Karanganyar serta PD. Surakarta yang nilai efisiensinya sudah mencapai 100 %.

Sedangkan untuk variabel outputnya seperti kredit yang diberikan, dan pendapatan non operasionalnya, pihak bank belum mengelola secara maksimal dimana angka efisiensinya masih kurang dari 1 atau 100 %. Pihak Bank masih harus menyesuaikan angka aktualnya sesuai dengan angka target dalam dalam tahun pengamatan ini. Dan untuk pendapatan operasional tingkat efisiensi nya telah mencapai 100 %.

Pada tahun 2007 – 2008 PD. Bapas Klaten sudah menunjukkan kinerja yang bagus, di mana bank telah mampu mengelola secara efisien, Dimana nilai efisiensinya adalah 100 % atau sama dengan 1.

Walaupun dalam perkembangannya Bank telah mampu mengelola input outnya secara efisien, untuk selanjutnya diharapkan dengan input yang ada mampu menghasilkan output yang lebih maksimal.

b. PD.Bank Pasar Karanganyar Tabel 4.5

Tingkat Efiiensi Tahap Intermediasi PD. Bank Pasar Karanganyar Tahun 2006 - 2008

Efisiensi

No Variabel

2006 2007 2008

1 Dana Pihak Ketiga 100% 100% 100%

2 Biaya Operasional 100% 100% 100%

3 Biaya Operasional Lainnya 100% 100% 100%

4 Jumlah Tenaga Kerja 100% 100% 100%

5 Kredit yang diberikan 100% 100% 100%

6 Pendapatan Operasional 100% 100% 100%

7 Pendapatan Non Operasional Lainnya 100% 100% 100%

Sumber : Bank Indonesia,2006-2008, diolah

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 PD. Bank Pasar Karanganyar telah berhasil di dalam mengelola input outputnya secara efisien, dimana tingkat efisiensi untuk variable input dan output sudah mencapai 100 %. Pada tahun pengamatan tersebut, bank sudah tidak melakukan pemborosan pada unit inputnya, dan telah berhasil dalam menghasilkan output dengan hasil yang telah sesuai dengan angka target.

Walaupun kenyataannya, kinerja bank dilihat dari efisiensinya telah berhasil, akan tetapi dalam perkembangannya dari tahun ketahun bank harus tetap mempertahankan efisiensi kinerjanya dengan cara tidak

melakukan pemborosan lebih besar lagi pada unit inputnya agar output yang dicapai menjadi lebih maksimal. Selain itu PD. Bank Pasar Karanganyar harus juga memperhatikan faktor –faktor di luar input output.

c. PD. Bank Pasar Surakarta

Tabel 4.6

Tingkat Efiiensi Tahap Intermediasi PD. Bank Pasar Surakarta Tahun 2006 - 2008

Efisiensi

No Variabel

2006 2007 2008

1 Dana Pihak Ketiga 100% 100% 100%

2 Biaya Operasional 100% 100% 100%

3 Biaya Operasional Lainnya 100% 100% 100%

4 Jml Tenaga Kerja 100% 100% 100%

5 Kredit yang diberikan 100% 100% 100%

6 Pendapatan Operasional 100% 100% 100%

7

Pendapatan Non

Operasional Lainnya 100% 100% 100%

Sumber : Bank Indonesia,2006-2008, diolah

Kinerja PD. Bank Pasar Surakarta dilihat dari tingkat efisiensinya ditunjukkan dalam table 4.6 di atas. PD. Bank Pasar Surakarta menurut tabel di atas telah berhasil dalam mengelola input outputnya pada tahun 2006 – 2008, di mana tingkat efisiensinya telah mencapai nilai 100 % untuk setiap unit input maupun outputnya.

Pada tahun pengamatan dalam penelitian ini, PD. Bapas Surakarta sudah tidak melakukan pemborosan dalam mengelola inputnya, sehingga nilai outputnya menjadi maksimal.

Untuk mempertahankan agar tingkat efisiensinya pada tahap intermediasi nilainya tetap 100 %, maka pihak pengelola bank selain lebih menekan angka pemborosan dalam mengelola inputnya, pengaruh dari luar juga harus menjadi titik perhatian, agar output yang dihasilkan menjadi lebih maksimal.

d. PD. Bank Pasar Sukoharjo

Tabel 4.7

Tingkat Efiiensi Tahap Intermediasi PD. Bank Pasar Sukoharjo Tahun 2006 - 2008

Efisiensi

No Variabel

2006 2007 2008

1 Dana Pihak Ketiga 100% 100% 100%

2 Biaya Operasional 100% 100% 100%

3 Biaya Operasional Lainnya 100% 100% 100%

4 Jml Tenaga Kerja 100% 100% 100%

5 Kredit yang diberikan 100% 100% 100%

6 Pendapatan Operasional 100% 100% 100%

7

Pendapatan Non

Operasional Lainnya 100% 100% 100%

Sumber : Bank Indonesia,2006-2008, diolah

Dokumen terkait