• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.4 Definisi Operasional

Pengukuran variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara operasional. Variabel-variabel tersebut adalah:

1. Struktur Pelapisan Sosial Ekonomi

Pelapisan sosial ekonomi dalam masyarakat merupakan adanya pembagian kategori yang mengacu pada status seseorang dalam masyarakat berdasarkan tingkat kepemilikan benda-benda berharga rumahtangganya dan tingkat pendidikan yang ia miliki, sehingga menempati suatu posisi tertentu dalam masyarakat. Dalam penelitian ini akan digunakan struktur pelapisan rumahtangga yang terdiri dari lapisan atas, menengah, dan bawah. Penentuan lapisan atas, menengah dan bawah dilihat dari kepemilikan benda-benda berharga yang dimiliki oleh suatu rumahtangga.

Lapisan Menengah : responden yang memperoleh skor 36-45 Lapisan Atas : responden yang memperoleh skor 46-55 2. Pola Alokasi Tenaga Kerja Rumahtangga

Adanya pelapisan sosial ekonomi menyebabkan munculnya pembagian kerja. Dalam penelitian yang akan dilakukan, pembagian kerja terdiri dari kegiatan produktif dan reproduktif.

a. Kegiatan Produktif merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan uang. Contohnya berdagang, bekerja di pabrik, bertani untuk dijual, dan sebagainya

b. Kegiatan Reproduktif merupakan kegiatan yang tidak menghasilkan uang. Contohnya mencuci pakaian anggota keluarga, menyapu lantai rumah sendiri, mengurus anak, memasak, dan sebagainya.

3. Marginalisasi

a. Marginalisasi tipe 1 berupa penyingkiran perempuan dari sektor produktif merupakan suatu bentuk pembedaan yang dialami oleh perempuan, dimana perempuan tidak memiliki akses untuk memasuki sektor produktif dan turut menyumbang bagi kontribusi ekonomi rumahtangganya. Terjadi marginalisasi tipe 1 berupa penyingkiran dari pekerjaan produktif jika kurang dari atau sama dengan 50 persen responden perempuan dari total keseluruhan responden perempuan memiliki status bekerja yang dikategorikan sebagai bekerja produktif. Sementara itu, tidak terjadi marginalisasi tipe 1 berupa penyingkiran dari pekerjaan produktif jika lebih dari 50 persen responden perempuan dari total keseluruhan responden perempuan memiliki status bekerja yang dikategorikan bekerja produktif. b. Marginalisasi tipe 2 berupa pemusatan perempuan pada pinggiran pasar

tenaga kerja merupakan pemusatan perempuan pada pekerjaan-pekerjaan yang tergolong ke dalam pekerjaan pinggiran. Terjadi marginalisasi tipe 2 jika lebih dari 50 persen responden perempuan dari total keseluruhan responden perempuan memiliki pekerjaan pinggiran. Sementara itu, tidak terjadi pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja jika lebih dari 50 persen responden memiliki pekerjaan bukan pinggiran. Pekerjaan pinggiran

rendah dan curahan waktu yang tinggi, namun upah yang diperoleh rendah, sedangkan bukan pekerjaan pinggiran adalah pekerjaan yang memiliki status yang tinggi dengan tunjangan yang tinggi dan curahan waktu yang rendah, namun upah yang diperoleh tinggi.

1) Status pekerjaan : Pekerjaan pinggiran merupakan pekerjaan yang memiliki status pekerjaan yang rendah, yaitu sebagai buruh atau tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar. Status pekerjaan sebagai buruh atau tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar ini diberi skor 1. Di samping itu, bukan pekerjaan

pinggiran adalah pekerjaan yang memiliki status pekerjaan yang tinggi, yaitu sebagai pengusaha (pemilik usaha). Status pekerjaan sebagai pengusaha diberi skor 2.

2) Curahan waktu : Pekerjaan pinggiran adalah pekerjaan yang memiliki curahan waktu kerja yang tinggi, sedangkan bukan pekerjaan pinggiran adalah pekerjaan yang memiliki curahan waktu yang rendah. Menurut ketetapan BPS (Badan Pusat Statistik), jam kerja normal seseorang yang bekerja adalah 35 jam/minggu. Jika responden menghabiskan waktu > 35 jam/minggu, maka responden tersebut dikatakan memiliki pekerjaan pinggiran dan diberi skor 1. Jika responden menghabiskan waktu ≤ 35 jam/minggu, maka responden tersebut dikatakan tidak memiliki pekerjaan pinggiran dan diberi skor 2.

3) Pendapatan : Responden yang memiliki imbalan ≥ jumlah imbalan rata-rata/bulan dari seluruh responden, dikatakan tidak berada pada pinggiran pasar tenaga kerja dan diberikan skor 2, sedangkan responden yang memiliki imbalan < jumlah

imbalan rata-rata/bulan dari seluruh responden dikatakan berada pada pinggiran pasar tenaga kerja dan diberikan skor 1.

4) Tunjangan : Responden yang memperoleh tunjangan diberikan skor 2 pada setiap jenis tunjangan yang diperoleh, maka apabila ia memperoleh semua tunjangan, ia akan mendapatkan skor maksimal, yaitu 36. Seseorang yang tidak memperoleh tunjangan diberikan skor 1 pada setiap jenis tunjangan, maka apabila ia tidak memperoleh tunjangan sama sekali, skor minimum yang ia peroleh adalah 18.

Jika responden memperoleh skor 18-27, maka responden tersebut masuk ke dalam kategori tunjangan yang rendah dan dikatakan berada pada pinggiran pasar tenaga kerja, serta diberi kode 1. Sementara itu, jika responden memperoleh skor 28-36, maka responden tersebut masuk ke dalam kategori tunjangan yang tinggi dan dikatakan tidak berada pada

pinggiran pasar tenaga kerja, serta diberi kode 2.

Jika responden memperoleh total skor 4-5 dari keempat dimensi marginalisasi tersebut, maka responden tersebut dikatakan mengalami marginalisasi tipe 2, yaitu pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja. Akan tetapi, jika responden memperoleh total skor 6-8 dari keempat dimensi marginalisasi, maka responden tersebut dikatakan tidak mengalami marginalisasi tipe 2.

c. Marginalisasi tipe 3 berupa feminisasi sektor produktif dan segregasi

berdasarkan jenis kelamin, berarti adanya dominasi sektor pekerjaan yang dimasuki oleh tenaga kerja, dimana terdapat perbedaan yang menonjol pada sektor pekerjaan yang dimasuki oleh laki-laki dan perempuan. Perbedaan

tersebut dilihat dari dominasi laki-laki dan perempuan pada sektor pekerjaan tertentu dengan selisih lebih dari atau sama dengan 20 persen.

d. Marginalisasi tipe 4 yaitu pelebaran ketimpangan ekonomi antara rumahtangga dominan laki-laki yang bekerja dan rumahtangga dominan perempuan yang bekerja terjadi karena adanya marginalisasi tipe 1, 2, dan 3. Pelebaran ketimpangan ekonomi antara kedua jenis rumahtangga tersebut dapat dilihat dari pendapatan rumahtangganya. Terjadi pelebaran ketimpangan ekonomi antara rumahtangga dominan laki-laki yang bekerja dan rumahtangga dominan perempuan yang bekerja, jika ratio pendapatan rumahtangga laki-laki dan perempuan yang tinggi lebih dari 1.25 atau kurang dari 0.75. Ratio diperoleh dari perhitungan rumah tangga dominan laki-laki yang bekerja dibagi rumahtangga dominan perempuan yang bekerja. Rumahtangga yang memiliki pendapatan di bawah pendapatan rata-rata seluruh rumahtangga responden digolongkan ke dalam rumahtangga dengan pendapatan yang rendah, sementara rumahtangga yang memiliki pendapatan di atas pendapatan rata-rata seluruh rumahtangga responden digolongkan ke dalam rumahtangga dengan pendapatan yang tinggi. Rumahtangga yang memiliki jumlah laki-laki yang bekerja produktif lebih banyak dari jumlah perempuan yang bekerja produktif disebut dengan rumahtangga dominan laki-laki yang bekerja dan diberi skor 1, sedangkan rumahtangga yang memiliki jumlah perempuan yang bekerja produktif lebih banyak dari jumlah laki-laki yang bekerja produktif disebut rumahtangga dominan perempuan yang bekerja dan diberi skor 2.

Dokumen terkait