• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Defisiensi Besi

Kriteria WHO untuk ADB adalah: 19

1. Kadar Hb di bawah nilai normal menurut umur. Bayi sampai umur 6 tahun: <11 g/dl Umur 6 sampai 14 tahun: <12 g/dl 2. Mean corpuscular haemoglobin

concentrate (MCHC) < 31% (32% sampai 35%) 3. Kadar besi serum: < 50 ug/dl (80 sampai 180 ug/dl) 4. Saturasi transferin : < 15% (20% sampai 50%)

5. Feritin serum : < 10-12 ug/l (20 sampai 200 ug/ml) 6. Eritrosit protoporfirin (EP): > 2,5 ng/g hemoglobin

Defisiensi besi tanpa anemia akan mengakibatkan gangguan sintesis Hb, tetapi kadar Hb belum turun sesuai kriteria anemia. Anemia defisiensi besi merupakan tingkat terakhir dari tingkatan kekurangan besi pada manusia.19

Pemeriksaan laboratorium indirek yang digunakan dalam diagnosis defisiensi besi dapat digolongkan pada pemeriksaan hematologi berdasarkan gambaran eritrosit dan pemeriksaan biokimia berdasarkan metabolisme besi yaitu pemeriksaan serum feritin, kadar besi serum, TIBC,

saturasi transferin, serum transferin receptor, erythrocyte protoporphyrin

Mean corpuscular volume (MCV) merupakan pemeriksaan yang cukup akurat dan merupakan parameter yang sensitif terhadap perubahan eritrosit bila dibandingkan dengan pemeriksaan mean corpuscular

hemoglobin concentration (MCHC) dan mean corpuscular hemoglobin

(MCH) dan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya defisiensi besi.20,21

Red blood cell distribution width index (RDW index) menunjukkan

variabilitas bentuk eritrosit (anisositosis) yang juga merupakan manifestasi awal terjadinya defisiensi besi.14 RDW index yaitu (MCV/RBC x RDW), bila >220 merupakan indikasi untuk ADB dan bila <220 merupakan indikasi talasemia trait dengan spesifisitas 92%. Rumus ini dapat membantu klinisi untuk menentukan pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan elektroforesis hemoglobin untuk konfirmasi talasemia trait.20 Nilai RDW index

yang meningkat dan MCV yang menurun mengarah kepada diagnosis defisiensi besi.14

Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada populasi dimana prevalensi talasemia yang tinggi. Mentzer index dapat membantu membedakan defisiensi besi dengan talasemia dimana pemeriksaan ini merupakan hasil perhitungan MCV/RBC.14,17

Bila hasil perhitungan >13 merupakan indikasi untuk ADB, namun bila <13 merupakan indikasi untuk talasemia trait dengan spesifitas 82%.20

2.4. Faktor Resiko Anemia Defisiensi Besi Beberapa faktor risiko terjadinya ADB yaitu :13,22 A. Usia

1. Bayi. Persediaan besi kurang karena berat badan lahir rendah, prematur atau lahir kembar, susu formula rendah besi, tidak mendapat makanan tambahan, pertumbuhan cepat dan ibu mengalami anemia selama kehamilan.

2. Satu sampai 2 tahun. Asupan besi kurang karena tidak mendapat makanan tambahan, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang atau malabsorbsi.

3. Dua sampai 5 tahun. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung besi heme, kebutuhan meningkat karena infeksi berulang, atau kehilangan berlebihan karena perdarahan.

4. Usia 5 tahun sampai remaja. Kehilangan berlebihan, misalnya infeksi parasit.

5. Remaja sampai dewasa. Pada wanita antara lain karena menstruasi. B. Sosial ekonomi rendah

C. Kegemukan. Anak dengan kegemukan cenderung terjadi penurunan aktifitas sehingga pemecahan mioglobin berkurang yang akan mengakibatkan penurunan pelepasan besi, juga cenderung terjadi pembatasan diet yang kaya akan kandungan besi, misalnya daging. Pada

anak perempuan yang gemuk akan terjadi pertumbuhan yang lebih cepat dan maturitas pada usia yang lebih dini, yang menyebabkan kebutuhan zat besi semakin meningkat.

D. Vegetarian. Vegetarian akan menghindari konsumsi zat makanan dari sumber hewani misalnya daging, ikan, unggas yang kaya zat besi. Sebaliknya mereka mengkonsumsi zat makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang kaya selulosa yang merupakan penghambat penyerapan besi non heme.

2.5. Penilaian Status Gizi

Pertumbuhan merupakan indikator kesehatan dan status gizi anak yang penting. Penilaian pertumbuhan merupakan komponen surveilans kesehatan anak yang penting karena hampir semua masalah dalam hal fisiologis, interpersonal dan sosial dapat mempengaruhi pertumbuhan. Metode yang paling bermakna dalam menilai pertumbuhan adalah grafik pertumbuhan, yang dapat memberikan banyak informasi yang dibutuhkan untuk menilai pertumbuhan anak. Perhatian utama adalah mengetahui keadaan malnutrisi dan gagal tumbuh, tetapi sekarang obesitas dikenal sebagai epidemi yang semakin meningkat.23

Penilaian status gizi anak merupakan bagian yang integral dalam penatalaksanaan pasien, karena status gizi akan mempengaruhi respon

pasien terhadap penyakit. Penilaian ini merupakan deteksi dini adanya defisiensi atau kelebihan zat gizi. Tidak satupun penilaian status gizi yang terbaik, karena itu gabungan dari berbagai sistem penilaian masih digunakan.8,23

Berbagai grafik pertumbuhan sekarang tersedia untuk membantu penilaian pertumbuhan. Dalam hal ini termasuk grafik pertumbuhan CDC

(Centers for Disease Control and Prevention) yang telah direvisi pada tahun

2000. Masing–masing grafik pertumbuhan mempunyai keakuratan. Hasil dari penilaian ini membantu untuk identifikasi resiko pasien (malnutrisi, obesitas, pendek, bayi-kecil untuk masa kehamilan) dan sebagai monitoring respon klinis pasien terhadap terapi nutrisi. 8

Pada masa bayi, anak dan remaja, banyak tejadi perubahan dalam pertumbuhan dan komposisi tubuh. Oleh sebab itu, harus dimengerti pertumbuhan yang normal untuk mengetahui keadaan yang abnormal. Juga dibutuhkan pengetahuan untuk dapat mengenali perubahan status gizi yang terjadi pada penyakit akut atau kronis. Dengan bertambahnya insiden obesitas pada anak, diperlukan identifikasi yang tepat pasien obesitas dan

overweight. Skrining penilaian status gizi yang sederhana dan praktis untuk

menentukan pasien yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Skrining status gizi terdiri dari penilaian medis dan riwayat makanan (termasuk kesulitan makan), pengukuran antropometrik (BB dan TB) dan hasil

laboratorium. Penilaian status gizi yang lengkap meliputi riwayat makanan dan medis yang lebih detail (termasuk penghitungan asupan nutrisi), pemeriksaan fisik yang lengkap, penilaian komposisi tubuh dan antropometrik, maturasi tulang dan seksual, hasil laboratorium, perkiraan kebutuhan zat gizi. Penilaian klinis anak yang menyeluruh berdasarkan data objektif dan pertimbangan klinis juga penting sebagai pertimbangan dalam menilai pertumbuhan dan menentukan status gizi.8,23

Riwayat medis sangat penting dalam penilaian status gizi. Riwayat penyakit sekarang dan penyakit terdahulu, termasuk lamanya sakit, keluhan, pemeriksaan untuk diagnostik dan terapi yang sudah diberikan perlu diketahui. Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran antropometrik seperti BB, TB, lingkaran kepala dan lingkaran lengan atas. Pemeriksaan fisik secara umum termasuk penilaian kondisi pasien secara menyeluruh. Riwayat makanan adalah komponen yang esensial dalam penilaian status gizi, karena memberikan informasi jumlah dan kwalitas makanan yang dikonsumsi, pola makan dan kebiasaan.8

Beberapa tahun terakhir, dipertimbangkan suatu metode penilaian status nutrisi anak, merupakan pendekatan klinis yang valid, yang dikenal dengan Subjective Global Nutritional Assessment (SGNA). Metode ini berdasarkan hubungan pengukuran objektif antropometri, asupan nutrisi, biokimia dan imunologis, yang dapat mengidentifikasi resiko nutritional yang

berhubungan dengan komplikasi penyakit dan perawatan yang lama di rumah sakit. Penelitian oleh Secker dan Jeejeebhoy (2006), mendapatkan adanya korelasi yang baik antara SGNA dengan penilaian status nutrisi berdasarkan pengukuran objektif antropometri yang digunakan sekarang. Pada anak dengan penyakit sistemik dan kronis, SGNA dapat digunakan secara luas dengan berbagai macam keadaan.24

Grafik pertumbuhan digunakan secara luas untuk memonitor pertumbuhan anak. Tinggi dan berat badan merupakan pengukuran antropometri yang banyak digunakan. Indek berat badan/umur (BB/U) paling banyak digunakan. Onis dkk (2004) melaporkan dari 178 negara, 154 negara menggunakan grafik pertumbuhan, semua menggunakan grafik BB/U dan hanya setengahnya menggunakan TB/U.25 Pengukuran antropometri telah lama dikenal sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi di Indonesia. Informasi yang dihasilkan dari pengukuran antropometri telah banyak dimanfaatkan dalam memantau pertumbuhan anak. Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut NCHS-WHO, dengan menggunakan Z–score (standar deviasi) sebagai batas ambang yang dihitung berdasarkan rumus:26

Z-score atau SD-score = ( observed value) – ( median reference value )

Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/TB dibagi menjadi enam dengan batas ambang sebagai berikut :26

1. Status gizi buruk dengan ”batas atas ” lebih kecil – 3 SD

2. Status gizi kurang dengan ” batas bawah ” lebih besar atau sama dengan -3 SD dan ”batas atas ” lebih kecil – 2 SD

3. Status gizi sedang dengan ” batas bawah ” lebih besar atau sama dengan -2 SD dan ”batas atas ” lebih kecil – 1 SD

4. Status gizi baik dengan ” batas bawah ” lebih besar atau sama dengan -1 SD dan ”batas atas ” lebih kecil + 1 SD

5. Status gizi lebih dengan ” batas bawah ” lebih besar atau sama dengan +1 SD dan batas atas lebih kecil + 2 SD

6. Kegemukan, dengan batas bawah lebih besar atau sama dengan + 2 SD

Dokumen terkait