BAB II. LANDASAN TEORI
H. Degree of Operating Leverage (DOL)
2. Apakah Degree of Financial Leverage (DFL) berpengaruh positif terhadap Risiko Sistematis Saham?
3. Apakah Degree of Operating Leverage (DOL) dan Degree of Financial Leverage (DFL) berpengaruh positif terhadap Risiko Sistematis Saham?
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada laporan keuangan tahun 2005.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah Degree of Operating Leverage (DOL) berpengaruh positif terhadap Risiko Sistematis Saham.
2. Mengetahui apakah Degree of Financial Leverage (DFL) berpengaruh positif terhadap Risiko Sistematis Saham.
3. Mengetahui apakah Degree of Operating Leverage (DOL) dan Degree of Financial Leverage (DFL) berpengaruh positif terhadap Risiko Sistematis Saham.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan investasi dengan mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapi untuk mendapatkan laba. 2. Bagi Investor
Sebagai bahan pertimbangan dalam menghadapi besarnya risiko yang akan dihadapi untuk memperoleh laba.
3. Bagi Universitas
Untuk menambah referensi perpustakaan Universitas dalam bidang keuangan.
4. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menerapkan teori-teori yang dipelajari selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.
F. Sistematika Penulisan Bab I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II LANDASAN TEORI
Bab ini berisikan teori-teori yang bersangkutan dengan penelitian yang dilakukan.
Bab III METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan jenis penelitian, variabel penelitian, sumber data, definisi operasional, populasi dan sampel, teknik pengukuran data dan teknik analisis data.
Bab IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum 14 perusahaan dalam Industri Makanan dan Minuman yang terdaftar di BEJ.
Bab V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi deskripsi data, analisis data dan pembahasan. Bab VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN
Bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari hasil penelitian, saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan dari hasil penelitian.
A. Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan dapat diartikan membahas tentang investasi, pembelanjaan, dan pengelolaan aset-aset dengan beberapa tujuan menyeluruh yang direncanakan. Jadi, fungsi keputusan dari manajemen keuangan dapat dipisahkan ke dalam tiga bidang pokok yaitu keputusan investasi, keputusan pembelanjaan, dan keputusan manajemen aset (Sabardi, 1994:2).
Manajemen keuangan berkaitan dengan perolehan, pendanaan, dan manajemen aktiva dengan beberapa tujuan umum sebagai latar belakangnya. Jadi, fungsi keputusan dalam manajemen keuangan dapat dibagi menjadi tiga area utama: investasi, pendanaan, dan manajemen aktiva (Van Horne dan Wachowicz, 2005:3).
Tujuan manajemen keuangan adalah meningkatkan nilai (value) perusahaan dengan meningkatkan nilai saham dan peningkatan kekayaan perusahaan (Gitosudarmo dan Basri, 2002:4). Nilai (value) perusahaan yang dimaksud adalah nilai perusahaan saat ini dan nilai perusahaan pada waktu yang akan datang. Oleh karena itu, perlu pertimbangan nilai waktu dan uang (time value of money).
B. Keuangan
Keuangan merupakan suatu fungsi dari perusahaan yang memperhatikan aliran uang di dalam, dari dalam, dan ke dalam perusahaan (Gitosudarmo dan Basri, 2002:4).
Tiga bidang keuangan yang saling berhubungan, yaitu: 1. Pasar Uang dan Pasar Modal
2. Investasi
3. Keuangan perusahaan
Kebijakan-kebijakan yang dimiliki oleh keuangan, yaitu: 1. Kebijakan pembelanjaan (Financial)
Dalam hal ini manajer dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisa kombinasi sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan rutin dalam kegiatan usahanya.
2. Kebijakan investasi (Capital Budgeting Problem)
Dalam hal ini manajer harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk investasi yang akan mendatangkan keuntungan di masa depan.
3. Kebijakan dividen
Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Oleh karena itu, dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham.
C. Pasar Uang dan Pasar Modal 1. Pasar Uang
Pasar uang adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka pendek. Instrumen pasar uang (Kasmir, 2004:222-228), antara lain:
a. Interbank Call Money merupakan pinjaman antar bank yang terjadi dalam proses kliring. Call Money itu sendiri adalah kredit atau pinjaman yang harus segera dilunasi atau dibayar apabila sudah ada tagihan atau panggilan dari pihak pemberi dana (kreditor).
b. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Sentral (BI). Penerbitan SBI biasanya dikaitkan dengan kebijaksanaan pemerintah terhadap operasi pasar terbuka (open market operation) dalam masalah penanggulangan jumlah uang beredar.
c. Commercial Paper (CP) merupakan kertas berharga yang dapat diperdagangkan di pasar uang dengan jangka waktu yang tidak lebih dari 1 tahun. Yang termasuk ke dalam jenis commercial paper adalah promes yang diterbitkan oleh perusahaan .
d. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) merupakan surat berharga yang diperkenalkan oleh BI tahun 1985 sebagai salah satu alat untuk melakukan operasi pasar terbuka dalam rangka ikut menstabilkan nilai rupiah.
e. Sertifikat Deposito (Negotiable Certificate Of Deposit) merupakan alternatif utama bagi pihak perbankan untuk memenuhi kebutuhan
dana jangka pendeknya. Sertifikat Deposito diterbitkan atas unjuk dengan nominal tertentu.
f. Banker’s Acceptence merupakan wesel bank yang diberikan cap dengan kata “accepted” dan dapat diperjualbelikan di pasar uang sebagai salah satu sumber dana jangka pendek.
g. Treasury Bills merupakan instrumen pasar uang yang diterbitkan oleh Bank Sentral dengan jangka waktu paling lama 1 tahun. Penerbitan treasury bills ini biasanya atas unjuk dengan nominal tertentu pula.
h. Repurchase Agreement (REPO) merupakan bentuk surat berharga yang juga dapat diperjualbelikan dengan suatu perjanjian tertulis bahwa si penjual akan membeli kembali surat-surat berharga tersebut.
2. Pasar Modal
Pasar modal adalah pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang (lebih dari 1 tahun).
Instrumen pasar modal (Kasmir, 2004:194-198), antara lain:
a. Saham (stock) merupakan surat berharga yang bersifat kepemilikan. Artinya si pemilik saham merupakan pemilik perusahaan. Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaannya di perusahaan tersebut. Jenis-jenis saham ditinjau dari beberapa segi antara lain:
1) Dari segi cara peralihan
a) Saham atas unjuk (bearer stocks) merupakan saham yang tidak mempunyai nama atau tidak tertulis nama pemiliknya dalam saham tersebut. Saham jenis ini mudah dialihkan atau dijual kepada pihak lainnya.
b) Saham atas nama (registered stocks), di dalam saham tertulis tertulis nama pemilik saham tersebut dan untuk dialihkan kepada pihak lain diperlukan syarat dan prosedur tertentu.
2) Dari segi hak tagih a) Saham Biasa
Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, maka saham ini disebut saham biasa (common stock). (Jogiyanto, 2000:67) Pemegang saham biasa mendapatkan dividen yang dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba. Pemegang saham biasa memiliki hak suara dalam setiap rapat dan kebijakan yang akan ditentukan perusahaan. Mereka memiliki pembagian kekayaan perusahaan apabila perusahaan bangkrut dan dilakukan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. b) Saham Preferen
Saham preferen (preffered stock) merupakan saham yang mempunyai sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa.
(Jogiyanto, 2000:67) Pemegang saham preferen memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen, namun mereka tidak memiliki hak suara. Pemegang saham preferen memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi.
b. Obligasi (bonds) merupakan instrumen hutang bagi perusahaan yang ingin memperoleh modal. Keuntungan dari membeli obligasi diwujudkan dalam bentuk kupon. Berbeda dengan saham, maka obligasi tidak mempunyai hak terhadap manajemen dan kekayaan perusahaan. Jenis-jenis obligasi dilihat dari beberapa segi antara lain:
1) Ditinjau dari segi peralihan
a) Obligasi atas unjuk (bearer bonds), obligasi jenis ini tidak memiliki nama dalam obligasinya dan mudah untuk dialihkan kepada pihak lain.
b) Obligasi atas nama (registered bonds) merupakan obligasi yang memiliki nama pemilik obligasi dalam obligasi dan untuk pengalihan memerlukan berbagai persyaratan dan prosedur.
2) Ditinjau dari segi jaminan yang diberikan atau hak klaim
a) Obligasi dengan jaminan (secured bonds) merupakan obligasi yang dijamin dengan jaminan tertantu.
b) Obligasi tanpa jaminan (unsecured bonds) merupakan obligasi yang diberikan hanya berbentuk kepercayaan semata.
3) Ditinjau dari segi cara penetapan dan pembayaran bunga dan pokok.
a) Obligasi dengan bunga tetap merupakan obligasi yang memberikan bunga secara tetap setiap periode tertentu, misalnya 16% per tahun.
b) Obligasi dengan bunga tidak tetap merupakan obligasi yang memberikan bunga tidak tetap dan biasanya dikaitkan dengan suku bunga bank yang berlaku untuk periode tertentu.
c) Obligasi tanpa bunga merupakan obligasi yang tidak memberikan bunga kepada pemegangnya.
4) Ditinjau dari segi penerbit
a) Obligasi oleh pemerintah merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, baik pemerinta pusat, daerah atau perusahaan pemerintah.
b) Obligasi oleh swasta merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pihak swasta.
5) Ditinjau dari segi jatuh tempo
a) Obligasi jangka pendek merupakan obligasi yang berjangka waktu tidak lebih dari 1 tahun.
b) Obligasi jangka menengah merupakan obligasi yang memiliki jangka waktu antara 1 tahun sampai dengan 5 tahun.
c) Obligasi jangka panjang merupakan obligasi yang memiliki jangka waktu lebih dari 5 tahun.
D. Investasi
Investasi dapat didefinisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu. (Jogiyanto, 2000:5)
Investasi ke dalam produksi yang efisien dapat berbentuk aktiva nyata (seperti rumah, tanah dan emas) atau berbentuk aktiva keuangan (surat-surat berharga) yang diperjualbelikan diantara investor (pemodal). Investor melakukan investasi untuk meningkatkan utilitynya dalam bentuk kesejahteraan keuangan.
Tipe-tipe investasi keuangan, antara lain:
1. Investasi langsung yaitu pembelian langsung aktiva keuangan suatu perusahaan. Investasi langsung dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang dapat diperjualbelikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital market), atau di pasar turunan (derivative market). Selain itu, investasi langsung juga dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat diperjualbelikan.
2. Investasi tidak langsung yaitu pembelian saham dari perusahaan investasi yang mempunyai portofolio aktiva-aktiva keuangan dari perusahaan-perusahaan lain. Investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli surat-surat berharga dari perusahaan investasi. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya.
E. Return
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. (Jogiyanto, 2000:109). Ada dua macam return, yaitu return realisasi dan return ekspektasi.
1. Return Realisasi (realized return) merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return ini penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Data historis juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko di masa datang.
2. Return Ekspektasi (expected return) adalah return yang belum terjadi dan diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang.
F. Risiko
Dalam konteks manajemen investasi, risiko merupakan besarnya penyimpangan tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return)
dengan tingkat pengembalian aktual (actual return). Semakin besar penyimpangannya berarti semakin besar tingkat risikonya (Halim, 2005:42).
Sementara itu, dalam konteks portofolio, risiko dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Risiko sistematis (systematic risk)
Risiko sistematis adalah faktor-faktor risiko yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan, seperti perubahan ekonomi suatu negara, perubahan pajak oleh dewan, atau perubahan situasi energi dunia. Semua itu adalah risiko yang mempengaruhi sekuritas secara keseluruhan, sehingga tidak bisa didiversifikasi. Dengan kata lain, bahkan seorang investor yang memegang portofolio yang telah didiversifikasi dengan baik juga akan terkena jenis risiko ini (Van Horne dan Wachowicz, 2005:155).
Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya perubahan tingkat bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah dan sebagainya. Risiko ini bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang bersangkutan.
2. Risiko tidak sistematis (Unsystematic risk)
Risiko tidak sistematis adalah risiko dari perusahaan atau industri tertentu. Risiko ini tidak terikat pada faktor ekonomi, politik dan faktor lainnya yang mempengaruhi semua sekuritas dalam cara yang
sistematis. Misalnya: pemogokan liar mempengaruhi satu perusahaan saja, pesaing baru dapat membuat produk yang sama, atau terobosan teknologi akan membuat produk yang ada menjadi usang. Untuk sebagian besar saham, risiko tidak sistematis mempengaruhi 50% dari total risiko saham atau deviasi standar. Akan tetapi dengan diversifikasi, jenis risiko ini dapat dikurangi dan bahkan dihapus jika diversifikasinya efisien. Oleh karena itu, tidak semua risiko memegang saham adalah relevan, karena bagian dari risiko ini bisa didiversifikasi. Risiko terpenting dari saham adalah risiko yang tidak dapat dihindari atau risiko sistematis (Van Horne dan Wachowicz, 2005:155).
Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Karena perberbeda-bedaan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya faktor struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan dan sebagainya.
G. Beta sebagai pengukur risiko
Beta sebagai pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Volatilitas dapat didefinisikan sebagai fluktuasi return-return sekuritas atau portofolio secara statistik dalam suatu periode tententu. Dengan mengetahui beta masing-masing sekuritas, kita
dapat melakukan pertimbangan dalam memilih sekuritas yang akan kita masukkan ke dalam portofolio yang akan dibentuk. Dengan melakukan diversifikasi yang baik , risiko portofolio akan tergantung sebagian besar oleh beta dari sekuritas-sekuritas yang membentuk portofolio tersebut. Bagi investor yang tidak bersedia menanggung risiko yang terlalu tinggi, investor tersebut dapat memilih saham-saham yang mempunyai beta terendah.
Husnan (2003) menjelaskan bahwa penggunaan beta portofolio dalam analisis umumnya lebih akurat dibandingkan dengan beta sekuritas individual karena dua hal, yaitu:
1. Beta mungkin berubah dari waktu ke waktu. Ada sekuritas yang betanya berubah menjadi lebih besar, ada pula yang mengecil. Pembentukan portofolio memungkinkan perubahan tersebut menjadi saling meniadakan, atau paling tidak mengecil. Dengan demikian jika diasumsikan beta adalah konstan dari waktu ke waktu, maka beta portofolio akan lebih tepat dibandingkan dengan beta individual sekuritas.
2. Beta selalu mengandung kesalahan pengukuran (measurement error) atau unsur kesalahan acak (random error). Pembentukan portofolio memungkinkan kesalahan tersebut diperkecil, karena kesalahan acak satu sekuritas mungkin akan ditiadakan oleh kesalahan acak sekuritas yang lainnya. Dengan demikian, portofolio juga diharapkan akan lebih tepat dibandingkan dengan beta individual sekuritas.
H. Degree of Operating Leverage (DOL)
Operating leverage terjadi pada saat perusahaan menanggung biaya tetap yang harus ditutup dari hasil operasinya (Husnan, 1998:611). Degree of Operating Leverage (DOL) adalah multiplier effect hasil penggunaan biaya operasi tetap terhadap laba sebelum bunga dan pajak (Agus Sartono, 1996).
Degree of Operating Leverage (DOL) merupakan suatu fungsi struktur biaya perusahaan dan pada umumnya ditentukan oleh hubungan antara biaya tetap dan biaya total. Suatu perusahaan yang mempunyai operating leverage tinggi, maka biaya tetap yang tinggi dibandingkan dengan biaya total akan mempunyai variabilitas yang lebih banyak pada EBIT dibandingkan dengan perusahaan yang memproduksi produk yang sama dengan operating leverage yang lebih kecil. Tingginya variance pada operating income, di mana faktor-faktor lain dianggap tetap akan mengarah pada beta yang lebih tinggi untuk perusahaan dengan operating leverage yang tinggi menurut Husnan (2003), Ross, Waterfield, dan Jaffe (2002), maupun Damodaran (2000) (dalam Permadi, 2005: 33).
Contoh soal (Husnan, 1998:614-616) :
Untuk memudahkan pemahaman mengenai Degree Of Operating Leverage (DOL) kita pergunakan asumsi bahwa biaya variabel per unit adalah konstan, dan biaya tetap adalah konstan untuk kisar analisis ini. Apabila V adalah biaya variabel per unit, P adalah harga jual per unit, F adalah biaya tetap per periode (misal 1 tahun), dan X adalah unit yang
dihasilkan (atau dijual), maka pada saat laba mencapai nol rupiah dapat dirumuskan persamaan sebagai berikut:
P(X) = V(X) + F ...(28.1)
Persamaan tersebut tidak lain menyatakan bahwa penghasilan penjualan sama dengan biaya yang ditanggung perusahaan.
Persamaan (28.1) tersebut juga dapat dinyatakan sebagai berikut:
F = P(X) – V(X)
= (P-V)X
atau
X = F/(P-V)
Dengan lata lain, jumlah produksi yang membuat penghasilan penjualan sama dengan biaya adalah sama dengan jumlah biaya tetap dibagi dengan selisih antara harga jual per unit dengan biaya variabel per unit. Nilai X ini sering disebut sebagai titik pulang pokok (break even point).
Misalkan F = Rp.100.000, P = Rp.50, dan V = Rp.25, maka: X = 100.000/(50-25)
= 4.000 unit
Sekarang misalkan penjualan diharapkan sebesar 5.000 unit. Berapa laba operasi yang diharapkan akan diperoleh?
Laba operasi = (5.000 × Rp.50) – [Rp.100.000 – (5.000 × Rp.25)]
= Rp.250.000 – Rp.225.000
Apabila penjualan diperkirakan akan turun 10%, yaitu menjadi 4.500 unit, berapa laba operasi yang akan diperoleh?
Laba operasi = (4.500 × Rp.50) - [Rp.100.000 – (4.500 × Rp.25)]
= Rp.225.000 – Rp.212.500
= Rp.12.500
Dengan demikian maka tingkat operating leverage (Degree of Operating Leverage/DOL) pada tingkat penjualan sebesar 5.000 unit adalah:
DOLpada 5.000 unit = % perubahan laba / % perubahan penjualan
= 50/10
= 5
Dengan kata lain bahwa penurunan penjualan sebesar 10% mengakibatkan penurunan laba operasi sebesar 50%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan cukup peka terhadap perubahan penjualan. Semakin besar tingkat operating leverage, semakin peka laba operasi terhadap perubahan penjualan. Inilah esensi analisis operating leverage. Semakin besar proporsi biaya tetap, semakin besar operating leveragenya.
I. Degree of Financial Leverage (DFL)
Financial leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan sumber dana yang menimbulkan beban tetap (Husnan, 1998:619). Degree of Financial Leverage (DFL) adalah multiplier effect yang dihasilkan karena penggunaan dana dengan biaya tetap (Agus Sartono, 1996).
Dimana faktor-faktor lain dianggap tetap, peningkatan dalam financial leverage akan meningkatkan beta dari perusahaan. Secara intuitif, pembayaran dalam hutang meningkatkan variance pada net income, dengan leverage yang tinggi akan meningkatkan pendapatan selama keadaan ekonomi baik dan menurunkan pendapatan pada ekonomi buruk menurut Husnan (2003), Ross, Waterfield, dan Jaffe (2002), maupun Damodaran (2000) (dalam Permadi, 2005: 33).
Contoh soal (Husnan, 1998:619-620):
Contoh soal sama dengan contoh pada operating leverage. Misalkan pada saat perusahaan mengharapkan memperoleh laba operasi sebesar Rp.25.000, perusahaan menggunakan hutang yang menyebabkan harus membayar bunga sebesar Rp.10.000. Disamping itu perusahaan membayar pajak penghasilan dengan tarif 30%. Dengan demikian maka perusahaan diharapkan akan memperoleh laba setelah pajak sebagai berikut:
Laba operasi Rp.25.000
Bunga Rp.10.000
Laba sebelum pajak Rp.15.000
Pajak Rp. 4.500
Laba setelah pajak Rp.10.500
Sekarang misalkan laba operasi turun 20%, menjadi Rp.20.000. Dengan demikian maka perhitungan laba setelah pajak adalah sebagai berikut:
Laba operasi Rp.20.000
Laba sebelum pajak Rp.10.000
Pajak Rp. 3.000
Laba setelah pajak Rp. 7.000
Pada saat laba operasi turun sebesar 20%, laba setelah pajak turun sebesar 33,3% (yaitu dari Rp.10.500 menjadi Rp.7.000). Dengan demikian maka