BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
5. Degumming
Pemisahan gum adalah proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi asam lemak yang terdapat di dalam minyak. Proses ini dilakukan dengan dehidratasi gum atau kotoran lain supaya bahan tersebut dapat dipisahkan dengan mudah dari
minyak (Ketaren, 1986: 194). Menurut Selfiawati (2003: 7) asam fosfat merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk menarik gum (getah) dalam proses degumming atau biasa disebut sebagai degumming agent.
Menurut Hernando dan Susila (2013: 74) degumming dilakukan untuk memperbaiki kualitas minyak trigliserida dengan mengurangi satu atu lebih komponen fosfolipid. Secara khusus, hal ini bertujuan mengurangi jumlah fosfolipid dalam minyak dari konsentrasi 500-3000 ppm sampai kurang dari 3 ppm (berdasarkan fosfor).
12 6. Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam dilakukan jika minyak nabati mengandung FFA di atas 5 %. Hal ini karena minyak yang berkadar FFA tinggi (>5 %) apabila langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa, maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Apabila sabun yang dihasilkan cukup banyak dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati (Hikmah &
Zuliyana, 2010: 3).
Suatu ester karboksilat merupakan senyawa yang mengandung gugus – CO2R dengan R dapat berupa alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibuat dengan reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol, yang disebut dengan reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam dan merupakan salah satu reaksi yang bersifat reversibel (Fessenden & Fessenden, 1986: 82).
Reaksi esterifikasi ditampilkan pada Gambar 4.
R1COOH + CH3OH R1COOCH3 + H2O Asam karboksilat metanol metil ester air
Gambar 4. Reaksi Esterifikasi (Budiman, et al., 2014: 41) 7. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan proses pembuatan biodiesel dari minyak yang mempunyai kandungan FFA rendah dilakukan. Reaksi ini kemudian diikuti dengan pemisahan gliserol dari metil ester, pemurnian metil ester
13
(netralisasi, pemisahan metanol, pencucian dan pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan pemisahan metanol) serta pemurnian metanol yang tidak bereaksi secara destilasi/rectification (Hikmah & Zuliyana, 2010: 3). Reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Trigliserida Alkohol Alkil Ester Gliserol Gambar 5. Reaksi Transesterifikasi (Budiman, et al., 2014: 37) Menurut Budiman, et al. (2014: 39-41) faktor-faktor yang berpengaruh dalam reaksi transesterifikasi adalah:
a. Jenis alkohol
Semakin pendek rantai C pada alkohol maka semakin kecil hambatan steriknya. Hal ini akan mempermudah penyerangan gugus karbonil pada trigliserida terhadap alkoxide.
b. Perbandingan molar alkohol dengan trigliserida
Menurut stoikiometri, jumlah mol alkohol adalah 3 kali lipat dari jumlah mol trigliserida. Namun berdasarkan hasil eksperimen, perbandingan molaritas alkohol dan trigliserida yang memberikan konversi optimal adalah 6: 1. Molaritas alkohol yang tinggi juga dapat menghambat reaksi penyabunan.
14 c. Katalis
Katalis yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, katalis asam, dan katalis yang berupa enzim. Katalis berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi sehingga reaksi dapat berjalan lebih cepat. Jumlah katalis yang biasa digunakan dalam reaksi ini adalah 0,5-1,5 % berat dari berat minyak nabati.
d. Suhu Reaksi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi eksotermis, sehingga kenaikan suhunya akan menggeser keseimbangan reaksi ke arah reaktan. Akibatnya, jumlah produk berkurang dan konversi menurun. Suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan viskositas biodiesel semakin rendah dan alkohol akan menguap. Umumnya suhu transesterifikasi dipilih di bawah titik didih metanol, yaitu sekitar 60oC-65oC.
e. Air
Air dapat menurunkan konsentrasi katalis sehingga dapat menurunkan laju reaksi. Semakin bertambahnya jumlah air, maka yield dari metil ester akan menurun. Hal ini dikarenakan air memicu terjadinya reaksi samping yang menghasikan gliserol dan asam lemak. Akibatnya jumlah reaktan yang akan membentuk metil ester berkurang.
8. Analisis Spektroskopi FTIR
Macam ikatan yang berbeda dalam suatu senyawa (C-C, C=C, CO, dll) mempunyai frekuensi yang berbeda pula. Hal ini dapat dideteksi dengan adanya frekuensi yang karakteristik sebagai pita adsorpsi dalam spektrum infra merah, sehingga dalam analisis kualitatif dapat digunakan untuk memberikan informasi
15
mengenai struktur kimia dari suatu molekul. Informasi tentang struktur dari senyawa organik dapat dilakukan melalui interpretasi spektrum infra merah menggunakan tabel korelasi infra merah yang memuat informasi tempat gugus fungsional menyerap sinar seperti yang disajikan dalam Tabel 1 (Sastrohamidjojo, 2007: 99).
Tabel 1. Daftar Korelasi Spektrum Infra Merah
Jenis Vibrasi Frekuensi (cm-1 ) Panjang Gelombang ( μ )
Komponen utama dari spektrofotometer IR adalah sumber cahaya inframerah, monokromator, dan detektor. Cahaya yang berasal dari sumber melewati cuplikan, kemudian dipecah menjadi frekuensi-frekuensi tunggal di dalam monokromator dan intensitas relatif dari masing-masing frekuensi akan diukur oleh detektor (Atun, 2016: 63).
9. Parameter Analisis Biodiesel
Biodiesel harus memiliki standar mutu tertentu agar dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel. Standar mutu biodiesel di Indonesia berdasarkan SNI 7182: 2012 dapat disajikan seperti pada Tabel 2.
16
Tabel 2. Syarat Mutu Biodiesel Standar SNI 7182: 2012 (Kementerian ESDM, 2012)
*dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0,01 % vol Parameter -parameter analisis biodiesel antara lain
a. Massa jenis
Massa jenis minyak merupakan massa minyak per satuan volum yang diukur pada suhu tertentu. Berat jenis (spesific gravity) atau rapat relatif (relative density) minyak merupakan perbandingan antara massa jenis minyak dengan massa jenis air pada suhu tertentu (Hardjono, 2001: 40).
b. Viskositas
Viskositas merupakan ukuran hambatan cairan untuk mengalir yang disebabkan oleh adanya gaya gesek internal antar partikel. Viskositas berpengaruh pada injeksi bahan bakar. Pada suhu yang dingin, viskositas akan meningkat
17
sehingga akan mempengaruhi kemudahan cairan untuk mengalir. Viskositas yang tinggi mengakibatkan bahan bakar teratomisasi dengan baik dan tidak mudah menguap. Biodiesel yang mempunyai viskositas rendah akan mudah dipompa dan mudah teratomisasi. Minyak nabati harus dimodifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan bakar. Hal ini karena minyak nabati mempunyai viskositas yang tinggi. Untuk menurunkan viskositas tersebut dilakukan proses transesterifikasi (Budiman, et al., 2014: 117).
c. Titik Tuang (Pour Point)
Titik tuang minyak (cairan) adalah suhu terendah yang menyatakan minyak masih dapat dituang. Hal ini diperlukan terutama di daerah yang beriklim dingin, karena berkaitan dengan keperluan menuang BBM atau minyak pelumas.
Satuannya dinyatakan dalam derajat Celcius (oC) atau derajat Fahrenheit (oF) (Marsudi, 2005: 148).
d. Titik Nyala (Flash Point)
Titik nyala merupakan suhu terendah ketika uap suatu zat bercampur dengan udara yang mengakibatkan nyala sebentar kemudian mati. Titik nyala digunakan sebagai mekanisme untuk membatasi jumlah alkohol sisa di dalam bahan bakar. Biodiesel murni mempunyai titik nyala yang lebih tinggi dari batasannya. Adanya alkohol sisa reaksi menyebabkan penurunan titik nyala dari biodiesel. Titik nyala biodiesel lebih rendah dari minyak nabati. Titik nyala juga digunakan untuk indikator adanya metanol dalam biodiesel (Budiman, et al., 2014: 118).
18 e. Kalor Pembakaran
Pengukuran kalor pembakaran dari biodiesel bertujuan untuk memperoleh data tentang energi kalor yang dapat dibebaskan oleh suatu bahan bakar dengan terjadinya proses pembakaran (Sinarep dan Mirmanto, 2011). Nilai kalori merupakan angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar dengan udara (oksigen). Nilai kalori bahan bakar minyak berkisar antara 10.160-11.000 Kkal/kg. Nilai kalori berbanding terbalik dengan berat jenis artinya semakin besar berat jenisnya maka semakin kecil nilai kalorinya. Nilai kalori diperlukan sebagai dasar perhitungan jumlah konsumsi bahan bakar minyak yang dibutuhkan mesin dalam suatu periode tertentu (Suyanto dan Arifin, 2003: 16). Semakin tinggi nilai kalor suatu bahan bakar menunjukkan semakin sedikit pemakaian bahan bakarnya (Lubis, 2007).
B. Penelitian yang Relevan
Menurut Yusuf (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Biodiesel dari Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) melalui Proses Estrans (Esterifikasi-Transesterifikasi)” menyatakan bahwa kondisi terpilih pada reaksi esterifikasi adalah reaksi yang menggunakan katalis HCl 1 % dengan waktu reaksi 120 menit dan rasio metanol/minyak = 20: 1. Sedangkan kondisi terpilih untuk proses transesterifikasi adalah waktu reaksi 30 menit dan rasio mol metanol: minyak = 6: 1.
Menurut Kusumaningtyas & Bachtiar (2012: 17) dalam penelitiannya yang berjudul “Sintesis Biodiesel dari Minyak Biji Karet dengan Variasi Suhu dan
19
Konsentrasi KOH untuk Tahapan Transesterifikasi” menyatakan bahwa hasil terbaik pada reaksi transesterifikasi minyak biji karet menjadi metil ester adalah pada katalis KOH 1 % dan suhu 60oC. Supardi, et al., (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Sintesis Biodiesel dari Minyak Limbah Biji Karet sebagai Sumber Energi Alternatif” menunjukkan bahwa proses transesterifikasi dengan variasi katalis KOH 0,75-1,5 % memberikan hasil yang hampir sama. Jadi sebenarnya pada konsentrasi KOH 0,75 % dan 1,5 %, hasil dari proses transesterifikasi sudah baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani, et al., yang berjudul “Pengaruh Katalis Asam (H2SO4) dan Suhu Reaksi pada Reaksi Esterifikasi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) menjadi Biodiesel” menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan saat reaksi esterifikasi, maka prosentase penurunan asam lemak akan semakin cepat. Kondisi operasi yang memberikan yield crude FAME (Fatty Acid Methyl Ester) terbesar adalah reaksi esterifikasi dengan suhu 60oC dan katalis H2SO4 5 % dari berat.
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Waktu Esterifikasi terhadap Proses Pembentukan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Biji Karet Rubber Seed Oil)”
yang dilakukan oleh Arita, et al. (2009) menunjukkan bahwa waktu reaksi esterifikasi yang baik adalah 2 jam dan 3 jam. Reaksi esterifikasi ini menggunakan metanol (1: 2 dengan berat sampel) dan H2SO4 (3 % dari berat sampel), dilakukan pada suhu 60-65oC.
Setyawardani, et al., (2010) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pembuatan Biodiesel dari Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet” menyatakan
20
bahwa kelemahan biodiesel asam lemak jenuh adalah rendahnya flash point (titik nyala). Asam lemak jenuh lebih mudah larut dalam metanol. Sedangkan keunggulannya dapat dilihat dari segi angka setana, angka iod, angka asam, viskositas dan titik tuang.
Penelitian Widayat dan Suherman (2012: 57) yang berjudul “Biodiesel Production from Rubber Seed Oil via Esterification Process” menggunakan
parameter rasio katalis, suhu dan pengaruhnya terhadap karakteristik produk biodiesel yang dihasilkan. Menunjukkan bahwa kandungan minyak biji karet yang diperoleh adalah 50,5 %. Hasil analisis GCMS menunjukkan bahwa tingkat asam lemak bebas dalam biji karet sangat tinggi. Konversi minyak menjadi biodiesel yang paling tinggi adalah 59,91 % dan terendah 48,24 %.
Penelitian Ramadhas, et al., (2004: 339) dengan judul “Biodiesel Production from High FFA Rubber Seed Oil” menyimpulkan efisiensi konversi
minyak menjadi biodiesel sangat dipengaruhi oleh rasio molar alkohol dengan minyak. Rasio molar yang baik adalah 6: 1 dengan waktu 30 menit. Konversi ester maksimum dicapai pada suhu reaksi 45±5oC. Viskositas biodiesel hampir sama dengan diesel. Titik nyala biodiesel sekitar 130oC dan nilai kalornya sedikit lebih rendah dari solar.
Penelitian yang dilakukan oleh Omorogbe et al., (2013: 16) yang berjudul
“Production of Rubber Seed Oil Based Biodiesel Using Different Catalysts”
menyimpulkan bahwa minyak biji karet olahan memberikan hasil biodiesel tertinggi dibandingkan minyak biji karet mentah. Logam natrium dan katalis natrium hidroksida lebih cocok untuk transesterifikasi minyak biji karet olahan,
21
sedangkan asam sulfat dan katalis asam fosfat akan cocok untuk minyak biji karet mentah. Penggunaan katalis heterogen (tanah liat) harus dikembangkan, karena menghemat biaya.
Penelitian yang dilakukan oleh Widayat, et al., (2013: 64-73) dengan judul
“Study on Production Process of Biodiesel from Rubber Seed (Hevea brasiliensis) by In Situ (Trans)esterification Method with Acid Catalyst” menggunakan H2SO4
0,5 % (v/v) sebagai katalis dan rasio bahan baku dengan metanol (1: 2). Percobaan ini menggunakan variasi konsentrasi katalis 0,1-1 % (v/v) dan rasio bahan baku dengan metanol 1: 1,5-1: 3. Reaksi dilakukan selama 120 menit pada 60oC. Hasil FAME terbesar adalah 53,61 % pada H2SO4 0,25 % (v/v) dan hasil FAME terbesar sebanyak 91,05 % pada rasio baku bahan dengan metanol (1: 3).
C. Kerangka Berfikir
Tumbuhan karet (Hevea brasiliensis) merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia. Namun biji dari tanaman ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa biji karet mengandung minyak sebanyak 40-50 %. Minyak yang terkandung dalam biji karet tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Pengambilan minyak biji karet dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, salah satunya melalui metode pres hidrolik. Minyak biji karet yang telah terambil digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan biodiesel. Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Reaksi esterifikasi dilakukan dengan katalis H2SO4 pada suhu 60oC selama 60 menit. Pada proses reaksi transesterifikasi minyak biji karet direaksikan dengan metanol dan diberi
22
katalis KOH. Reaksi transesterifikasi akan berlangsung selama 60 menit dengan variasi suhu yaitu 45, 65, dan 85oC serta variasi rasio (metanol: minyak) adalah 8:
1 dan 6: 1. Pengujian biodiesel hasil transesterifikasi dilakukan dengan instrumen spektroskopi FTIR. Uji karakter biodiesel yang dihasilkan berupa massa jenis, viskositas, kalor pembakaran, titik tuang, dan titik nyala.
Penelitian sejenis ini pernah dilakukan, yaitu pengambilan minyak biji karet menggunakan metode pres hidrolik. Reaksi esterifikasi dilakukan dengan katalis HCl pada suhu 55-60oC selama 60 dan 120 menit. Reaksi transesterifikasi menggunakan katalis NaOH berlangsung selama 30 dan 60 menit dengan suhu 55-60oC dan variasi rasio (metanol: minyak) adalah 4: 1, 6: 1 dan 8: 1. Uji karakter biodiesel yang dihasilkan berupa bilangan asam, FFA, densitas pada suhu 15oC, viskositas kinematik pada suhu 40oC, bilangan penyabunan, bilangan ester teoritis, dan titik nyala (Yusuf, 2010).
23 BAB III
METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah biji karet (Hevea brasiliensis).
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah biodiesel dari minyak biji karet (Hevea brasiliensis) hasil dari reaksi transesterifikasi.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah suhu reaksi transesterifikasi yaitu 45, 65, dan 85oC, serta rasio (metanol/ minyak) sebanyak 8/1 dan 6/1.
2. Variabel Kontrol
Variabel kontrol pada penelitian ini adalah biji karet yang digunakan berasal dari PTPN IX Semarang, reaksi transesterifikasi dilakukan selama 60 menit, katalis yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah KOH 1 %, serta alkohol yang digunakan adalah metanol 99 %.
3. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah karakter dari biodiesel yang dihasilkan, meliputi: massa jenis, viskositas, titik tuang (Pour Point), titik nyala (Flash Point), kalor pembakaran serta analisa gugus fungsi berdasarkan spektrum FTIR.
24 C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat Spektrofotometer IR, ekstraktor minyak (pompa hidrolik), bom kalorimeter, neraca analitik, oven, penangas air, Hot plate, corong, corong pisah, kaca arloji, gelas ukur, erlenmeyer, beaker glass, magnetic stirrer, labu leher tiga, statif dan klem, pipet tetes, termometer, viskometer Oswald, pendingin bola, buret, piknometer, labu ukur, pH meter, centrifuge, dan tabung reaksi.
2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan adalah biji karet, KOH 1 %, metanol 99 %, akuades, larutan H2SO4 18 M, indikator pp, arang aktif, H3PO4 20 %, kristal asam oksalat, NaOH 0,1 N, etanol 96 %.
D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, Laboratorium Terpadu UII, Laboratorium Teknologi Minyak Bumi, Gas, dan Batubara Jurusan Teknik Kimia FT UGM, dan Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi PAU-UGM.
E. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Sampel Biji Karet
Biji karet yang diperoleh dari PTPN IX Semarang, kemudian dipisahkan dari daun dan kotorannya. Kemudian dilakukan pengupasan kulit luar biji karet yang keras. Setelah itu, biji karet dikeringkan di dalam oven untuk mengurangi kandungan airnya.
25 2. Pengambilan Minyak
a. Biji karet ditimbang sebanyak 200 gram.
b. Biji karet dimasukkan ke dalam tabung press yang sudah diberi kain saring.
c. Tabung press ditutup dan mesin press dinyalakan hingga mencapai tekanan 240 kN.
d. Minyak biji karet ditampung ke dalam wadah.
e. Langkah tersebut dilakukan berulang-ulang hingga biji karet habis.
3. Penjernihan Minyak
a. Arang aktif dicampurkan ke dalam minyak biji karet dengan perbandingan 1: 100.
b. Campuran digojog hingga homogen lalu didiamkan selama 48 jam.
c. Minyak disaring menggunakan kertas saring.
4. Degumming
a. Minyak biji karet dipanaskan di atas hot plate stirrer hingga mencapai suhu 80oC.
b. Ditambahkan larutan asam fosfat 20 % sebanyak 0,3 % dari berat minyak dan diaduk selama 30 menit.
c. Minyak dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicuci dengan air hangat.
Pencucian ini dilakukan secara berulang-ulang sampai air buangan mencapai pH netral.
26
d. Minyak dipanaskan sampai suhu 120oC, untuk menghilangkan air yang masih tersisa di dalam minyak, lalu minyak dibiarkan hingga dingin pada suhu ruang.
5. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
a. Sebanyak 3 gram minyak biji karet dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
b. Sebanyak 50 mL etanol 96 % ditambahkan ke dalam minyak biji karet tersebut, lalu campuran dipanaskan sampai suhu 45oC.
c. Sebanyak 3 tetes indikator pp ditambahkan ke dalam campuran.
d. Campuran dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi sampai diperoleh warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik.
e. Langkah tersebut diulangi sebanyak 3 kali.