• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

C. PENGARUH PENAMBAHAN DEKSTRANASE

2. Dekstran Terdegradas

Pengukuran dekstran terdegradasi dilakukan dengan cara pendekatan perhitungan terhadap jumlah gula pereduksi yang terbentuk. Jumlah dekstran yang terdegradasi merupakan selisih antara kadar gula pereduksi yang terbentuk pada sampel nira yang ditambahkan dekstranase dengan kadar gula pereduksi pada dosis enzim 0 UD/l nira yang digunakan sebagai sampel kontrol di setiap perlakuan waktu inkubasi.

32 Dari analisa dekstran terdegradasi yang dilakukan, nilai rata-rata dekstran terdegradasi pada nira dengan penambahan dosis enzim 100 UD/l nira memiliki nilai tertinggi sebesar 4.956 mg/ml, sedangkan nira tanpa penambahan enzim memiliki nilai terendah sebesar 0 mg/ml. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase, waktu inkubasi, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar dekstran terdegradasi. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 7) pada pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi menunjukkan bahwa kombinasi terbaik adalah kombinasi perlakuan dosis enzim 100 UD/l nira dan waktu inkubasi 60 menit dengan menghasilkan kadar dekstran terdegradasi tertinggi yaitu sebesar 9.311 mg/ml.

Gambar 13 menunjukkan bahwa nira yang ditambahkan dekstranase memiliki kadar dekstran terdegradasi lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu tanpa penambahan dekstranase (0 UD/l nira). Nira tanpa penambahan dekstranase (0 UD/l nira) memiliki jumlah dekstran terdegradasi 0 mg/ml glukosa.

Penambahan dekstranase dengan dosis 80 UD/l nira menyebabkan dekstran terdegradasi berkisar 0.037-6.347 mg/ml, dosis 100 UD/l nira berkisar 0.155-9.311 mg/ml, dosis 120 UD/l nira berkisar 0.503-5.278 mg/ml glukosa. Nilai degradasi tertinggi dicapai pada waktu inkubasi 60 menit.

Semakin tinggi dosis enzim dan waktu inkubasi maka semakin tinggi pula jumlah dekstran terdegradasi dan mengalami penurunan setelah mencapai kondisi optimalnya. Penurunan jumlah dekstran terdegradasi dapat terjadi karena penurunan kerja sisi aktif dekstranase yang telah banyak berikatan dengan substrat (dekstran) dan inhibitor di dalam nira. Selain itu, dapat terjadi karena aktivitas bakteri pembentuk asam. Perubahan dekstran terdegradasi pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi disajikan pada Gambar 13.

33 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 30 60 90

Waktu Inkubasi (Menit)

De kst ran Ter deg radasi (eq ui val ent mg/m l gluk os a )

0 UD/l nira 80 UD/l nira 100 UD/l nira 120 UD/l nira

Gambar 13. Perubahan dekstran terdegradasi nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim

Adanya nutrisi dalam nira memungkinkan bagi bakteri mengkonsumsi gula pereduksi dengan menghasilkan produk berupa asam. Aktivitas bakteri ini menyebabkan penurunan gula pereduksi. Tilbury dan French (1974) telah mengisolasi lebih dari 200 mikroorganisme pada kasus penyusutan tebu di West Indies dan United Kingdom, diperoleh 80 bakteri yang merupakan bakteri asam laktat yang didominasi bakteri Leuconostoc mesenteroides, selain itu oleh bakteri Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus casei.

Bakteri L. mesenteroides terkadang mampu bertahan menghasilkan dekstransukrase setelah tebu digiling atau saat degradasi dekstran berlangsung. Namun, bakteri ini terhambat dengan agitasi selama proses degradasi dan sel cenderung mengalami autolisis sehingga proses degradasi dekstran meningkat. Hamdy et al. (1954) melaporkan bahwa penurunan viskositas sebagai indikasi terdegradasinya dekstran ternyata masih terjadi, meski pada media yang didegradasi tersebut ditambahkan kultur L. mesenteroides-512.

34 Hasil uji korelasi (Lampiran 8) menunjukkan bahwa peningkatan dekstran terdegradasi mempunyai korelasi dengan peningkatan gula pereduksi serta penurunan viskositas. Hal ini menjadi bukti bahwa gula pereduksi yang terbentuk merupakan hasil degradasi dekstran oleh dekstranase. Peningkatan kadar gula pereduksi menyebabkan peningkatan jumlah dekstran terdegradasi dan penurunan viskositas.

Meskipun menurut Cuddihy (1999) bahwa kadar dekstran dalam nira tebu tidak boleh melebihi 250 ppm, namun kadar dekstran dalam nira mentah tertunda giling sebesar 284.29 ppm diduga kurang optimal untuk dilakukan degradasi dekstran menggunakan dekstranase. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perbedaan gula pereduksi dan dekstran terdegradasi yang terbentuk antar level perlakuan (kombinasi dosis dan waktu inkubasi dekstranase) pada uji lanjut Duncan (Lampiran 7) masing-masing faktor parameter pengukuran yang menunjukkan perbedaan tidak begitu besar. Pada satuan proses produksi gula tebu dengan kadar dekstran sebesar 248.29 ppm, disarankan apabila penambahan dekstranase dilakukan pada kondisi nira pekat.

3. Viskositas

Tingginya viskositas pada nira dan tingginya berat molekul dari dekstran di dalam nira bersama bahan tidak larut lainnya menyebabkan hambatan dari filter membuat kehilangan nira yang tidak dapat diperkirakan secara keseluruhan (Jimenez, 2005). Viskositas menurut Lees dan Jackson (1975) adalah ukuran hambatan cairan di dalam pergerakan. Menurut Johnson (1991) bahwa untuk mengetahui degradasi dekstran oleh dekstranase dapat melalui pengukuran penurunan viskositas.

Dari analisa kadar viskositas yang dilakukan, nilai rata-rata viskositas pada nira dengan penambahan dosis enzim 80 UD/l nira memiliki nilai tertinggi sebesar 1.032 cP, sedangkan nira dengan penambahan enzim 120 UD/l nira memiliki nilai terendah sebesar 1.016 cP. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan waktu inkubasi berpengaruh nyata. Sedangkan perlakuan dosis enzim dan interaksi antara dosis enzim-

35 waktu inkubasi tidak berpengaruh nyata terhadap viskositas. Hal ini berarti bahwa penambahan dekstranase ke dalam nira tidak akan mempengaruhi perubahan viskositas. Namun, penambahan waktu inkubasi menyebabkan penurunan viskositas nira.

Penurunan viskositas ini berhubungan dengan aktivitas mikroorganisme dalam nira yang mampu mengubah molekul tertentu yang mempengaruhi viskositas. Selain itu, dapat juga dipengaruhi oleh suhu. Menurut Pandji (1986), penerapan suhu (udara) yang biasanya panas selama fermentasi bertujuan untuk menanggulangi hambatan transfer massa yang disebabkan oleh tingginya kekentalan. Menurut Said (1989), bila sumber karbon yang digunakan adalah suatu polimer, maka viskositas cairan fermentasi bakterial atau kapang menurun dengan meningkatnya fungsi waktu.

Perubahan viskositas pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi ditunjukkan pada Gambar 14.

0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 0 30 60 90

Waktu Inkubasi (Menit)

V

iskos

it

as

(cp)

0 UD/l nira 80 UD/l nira 100 UD/l nira 120 UD/l nira

Gambar 14. Perubahan viskositas nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim

Viskositas nira selama inkubasi dengan dosis 0 UD/l nira berkisar 0.907-1.373 cP, dosis 100 UD/l nira berkisar 0.881-1.416 cP, dosis 120 UD/l nira berkisar 0.875-1.431 cP. Viskositas terendah pada ketiga dosis ini

36 dicapai pada waktu inkubasi 90 menit. Viskositas nira dengan penambahan dosis 80 UD/l nira berkisar 0.892-1.404 cP dengan viskositas terendah nira tercapai pada waktu inkubasi 60 menit.

Hasil uji korelasi (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penurunan viskositas nira mempunyai korelasi dengan peningkatan gula pereduksi dan peningkatan dekstran terdegradasi. Hal ini menunjukkan adanya penurunan viskositas pada nira dengan penambahan waktu inkubasi.

4. TSS (°Brix)

TSS adalah kadar total padatan yang terlarut di dalam bahan utama (AOAC, 1990) dengan satuan °brix. Umumnya pabrik gula menggunakan TSS karena sifat pengukurannya yang mudah, namun pabrik gula selalu menggunakan nilai koreksi °brix. Pengukuran TSS dalam nira tidak hanya mengukur bahan terlarut gula tetapi juga bahan terlarut bukan gula.

Dari analisa TSS yang dilakukan, nilai rata-rata TSS pada nira tanpa penambahan enzim memiliki nilai tertinggi sebesar 14.15 °brix, sedangkan nira dengan penambahan dosis 100 dan 120 UD/l nira memiliki nilai terendah sebesar 13.68 °brix. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase, waktu inkubasi, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap TSS nira. Hal ini berarti bahwa penambahan dosis dan penambahan waktu inkubasi tidak akan memberikan pengaruh terhadap nilai TSS nira tertunda giling.

TSS nira selama inkubasi dengan dosis 0 UD/l nira berkisar 13.95- 14.45°brix, dosis 80 UD/l nira berkisar 13.4-14.4°brix,dosis 100 UD/l nira berkisar 13.25-14.35 °brix, dan dosis 120 UD/l nira berkisar 13.3-14.35 °brix. TSS terendah pada keempat dosis ini dicapai pada waktu inkubasi 90 menit.

Hasil uji korelasi (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penurunan TSS (°brix) nira mempunyai korelasi dengan penurunan pH. Penurunan TSS (°brix) dapat dipengaruhi oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang mengubah gula pereduksi menjadi asam. Pembentukan asam akan menyebabkan penurunan pH pada nira. Perubahan TSS nira tertunda giling

37 48 jam pada berbagai kombinasi perlakuan dosis enzim dan lama inkubasi disajikan pada Gambar 15.

13 13.5 14 14.5 15 0 30 60 90

Waktu Inkubasi (Menit)

TSS

(o

b

rix

)

0 UD/l nira 80 UD/l nira 100 UD/l nira 120 UD/l nira

Gambar 15. Perubahan TSS nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim

5. pH

Menurut Suhartono (1989), semua reaksi enzim dipengaruhi oleh pH medium tempat reaksi terjadi. Pada percobaan yang menggunakan enzim yang masih tercampur dengan komponen lain dari sel tempat asal enzim, atau lebih dikenal dengan istilah crude extract , biasanya media larutan tersebut sudah mengandung buffer alam yang berasal dari cairan di dalam sel.

Dari analisa pH yang dilakukan, nilai rata-rata pH pada nira tanpa penambahan enzim dan 80 UD/l nira sebesar 5.32, sedangkan nira dengan penambahan dosis enzim 100 dan 120 UD/l nira memiliki pH sebesar 5.31. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase, waktu inkubasi, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap pH nira. Hal ini berarti bahwa penambahan dosis dan penambahan waktu inkubasi tidak akan memberikan pengaruh terhadap pH

38 nira. Perubahan pH selama proses degradasi dekstran dalam nira tertunda giling 48 jam pada berbagai kombinasi perlakuan dosis enzim dan lama inkubasi disajikan pada Gambar 16.

5.26 5.28 5.30 5.32 5.34 5.36 0 30 60 90

Waktu Inkubasi (Menit)

p

H

N

ira

0 UD/l nira 80 UD/l nira 100 UD/l nira 120 UD/l nira

Gambar 16. Perubahan pH nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa penurunan pH nira mempunyai korelasi dengan TSS (°brix) (Lampiran 8). Penurunan pH merupakan indikasi bahwa nira menjadi semakin asam. Penambahan asam dalam larutan akan menyebabkan pengendapan pada padatan terlarut pada larutan, sehingga akan mngurangi nilai TSS(°brix).

Pengaruh lama inkubasi ini berhubungan dengan aktivitas mikroorganisme yang meningkat. Kerusakan nira ditandai dengan rasa asam, berbuih putih dan berlendir yang terjadi karena aktivitas mikroorganisme terhadap kandungan sukrosa nira (Dachlan, 1984). Adanya nutrisi dalam nira memungkinkan bagi bakteri mengkonsumsi gula pereduksi dengan menghasilkan produk berupa asam. Aktivitas bakteri ini menyebabkan penurunan gula pereduksi. Tilbury dan French (1974) telah mengisolasi lebih dari 200 mikroorganisme pada kasus penyusutan tebu di India Barat dan Inggris, diperoleh 80 bakteri yang merupakan bakteri asam

39 laktat yang didominasi bakteri Leuconostoc mesenteroides, selain itu oleh bakteriLactobacillus plantarum danLactobacillus casei.

Berdasarkan karakterisasi terhadap nira tertunda giling dan dekstranase diketahui bahwa kadar dekstran nira sekitar 284.29 ppm dan aktivitas enzim (dekstranase) sebesar 248.66 UD/ml enzim. Perhitungan rasio (perbandingan) dosis enzim dengan kadar dekstran (ml enzim/ppm dekstran) dalam nira mentah sebesar 0.0014 ml enzim/ppm dekstran. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar dekstran dalam nira mentah sebesar 1 ppm terdegradasi secara optimal dengan penambahan 0.0014 ml enzim (dekstranase Plus L). Nilai ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah dekstranase yang akan ditambahkan dalam jumlah tertentu konsentrasi dekstran di dalam nira mentah. Perhitungan rasio dosis enzim dengan kadar dekstran dalam nira disajikan pada Lampiran 9.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Penebangan tebu sistem bakar dan penundaan masa giling dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan bakteri (L. mesenteroides). Penundaaan giling hingga 48 jam mengakibatkan pembentukan dekstran oleh aktivitas L. mesenteroides hingga konsentrasi dekstran sebesar 284.29 ppm. Nilai ini melebihi ambang batas konsentrasi dekstran dalam nira yang dianjurkan dalam produksi gula yaitu sebesar 250 ppm.

Nira tebu bakar tertunda giling 48 jam memiliki rendemen 39.34±4.55%, kadar dekstran 284.29±2.02 ppm, jumlah bakteri 5.75x105 ± 1.344x105 koloni, TSS 14.39±0.05% brix pada suhu 25°C, viskositas 1.41±0,02 cP, total gula 207.84±19.00 mg/ml, gula pereduksi 14.15±0.29 mg/ml, kadar sukrosa 193.70±15.33 mg/ml, kadar dekstran 284.29±2.02 ppm, suhu 26±0.82°C, dan pH 5.4±0.01. Pola hubungan yang terjadi antara dekstran dan pertumbuhan bakteri L. mesenteroides dalam nira selama penundaan giling tebu bakar selama 48 jam menunjukkan pola campuran..

Dekstranase Plus L (Novo) merupakan endodekstranase yang memiliki sifat lebih banyak melepaskan glukosa dibandingkan isomaltosa dan isomaltrotriosa. Dekstranase ini memiliki aktivitas 248.66 UD/ml, aktivitas spesifik 73.134 UD/mg protein, suhu optimum 50°C, dan pH optimum 5.5.

Penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi menyebabkan peningkatan kadar gula pereduksi dan kadar dekstran terdegradasi, serta menurunkan viskositas nira tertunda giling 48 jam. Semakin banyak dosis dekstranase yang ditambahkan dan semakin lama waktu inkubasinya menyebabkan peningkatan kadar gula pereduksi dan dekstran terdegradasi. Kadar gula pereduksi dan dekstran terdegradasi mencapai nilai tertinggi pada kombinasi perlakuan dosis dan waktu inkubasi optimumnya, namun mengalami penurunan jika dosis dekstranase dan waktu inkubasinya berlebih.

Berdasarkan peningkatan kadar gula pereduksi dan dekstran terdegradasi maka kondisi optimum penambahan dekstranase adalah pada kombinasi

41 perlakuan dosis enzim 100 UD/l nira dan waktu inkubasi 60 menit. Kombinasi perlakuan ini menghasilkan rata-rata kadar gula pereduksi sebesar 23.352 mg/ml dan dekstran terdegradasi sebesar 9.311 mg/ml. Perhitungan rasio enzim-subtrat pada kondisi ini sebesar 0.0014 ml enzim/ppm dekstran.

B. SARAN

1. Dapat dikaji lebih lanjut pengaruh penggunaan dekstranase terhadap kualitas kristal gula tebu.

2. Perlu dikaji lebih lanjut hasil degradasi dekstran berupa gula pereduksi yang berpotensi memberikan nilai tambah produktivitas pengolahan tebu. 3. Dianjurkan penambahan desktranase dilakukan pada kondisi nira pekat.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, A. G. 1973. Sugarcane Physiology. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam-London-New York.

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of official Analytical Chemistry. AOAC. Int., Washington D. C.

______. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of official Analytical Chemistry. AOAC. Int., Washington D. C.

Apriantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Benjamin, L.L. 2001. Help the Sugarcane Industry and Reduce Smoke and Ash Problems. Louisiana State University Agricultural Center. USA.

Bradford, M. M. 1976. A Rapid and Sensitive Method for The Quantitation of Protein Utilizing The Principle of Protein-Dye Binding. J. Anal. Biochem. 72 : 248-254.

Bouvet P.E dan Edi Purnomo. The Effect of Cane Cleaning on Cane Quality. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering. Pasuruan 23-25 November 1988. P3GI ISRI Pasuruan.

CIC. 2002. Talocide Cs. Cytec Industry Incorporation. www.cytec.com.

Cuddihy J. A., F. Mendez, J. S. Rauh, dan C. Bernhard. 1999. Dextranase in Sugar Production : Factory Experience. Midland Research Laboratories, Inc.www.midlandresearchlabsinc.com/doclib/dexexper.pdf.

Dachlan, M. A. 1984. Proses Pembuatan Gula Merah. Laporan Up-Grading Tenaga Pembina Gula Merah. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian, Bogor.

Deerland-Enzymes. 2005. Fungal Dextranase for the Sugar Cane Industry. www.deerland-enzymes.com.

Fauconnier, R. 1993. The Tropical Agriculturalist : Sugar Cane. Published by The Macmillan Press Ltd.

Frazier, W. C. dan D. C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. McGraw Hill Inc, USA.

43 Fulcher, R. P. dan Inkerman, P. A. 1976. Dextranase 1. Characterization of The Enzyme for Use in Sugar Mills. Proc. Queensl. Soc. Sugar Cane Technol., 43rd Conference, Cairns, Australia, pp. 295 305.

Goutara dan S. Wijandi. 1985. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil Pertanian IPB. Bogor.

Hamdy, M. K, E. Gardner, G. L. Stahly, H. H. Weiser, dan Q. V. Winkle. 1954. Factor affecting Production and Clarification of Dextran. Departments of Bacteriology and Chemistry, The Ohio State University, Columbus 10. The Ohio Journal of Science, September 54(5): 317.

Hasan, A. E. Z. 1999. Isolasi dan Karakterisasi Dekstransukrase dari Isolat Bakteri Batang Tebu. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Iberia Sugar Cooperative, Inc. Crop Year. 2006. Tuesday, November 28.

ISSCT. 1997. The Effect of Field Mechanisation on Factory Performance, Workshop - Veracruz, Mexico - 24-28 November. pp. 35. International Society of Sugar Cane Technologists.

Jajang, S. 2001. Pengelolaan Tebu di PT Gula Putih Mataram Lampung Dengan Studi Khusus Penurunan Kualitas Nira Tebu Bakar Yang Mendapat Perlakuan Zat Pemacu Pemasakan Setelah Mengalami Penundaan Giling. Jurusan Budi Daya Pertanian. Faperta IPB.

Jimenez, E. R. 2005. The Dextranase Along Sugar Making Industry. División Química Física, Centro de Ingeniería Genética y Biotecnología, CIGB. Cuba.

Johnson, I.H. 1991. Dextranase Activity of Streptococcal Isolat from Human Dental Plaques. J. Microbial. 65 : 155-167.

Khalikova, E., P. Susi dan T. Korpela. 2005. Microbial Dextran Hydrolyzing Enzymes: Fundamentals and Applications. Microbiol. and Mol. Biol. Reviews. 69 : 306-325.

Kubo, S., H Kubota., Y. Ohnishi, T. Morita, T. Matsuya, dan A. Matsushiro. 1993. Expression and Secretion of an Arthrobacter Dextranase in The Oral Bacterium Streptococcus gordonii. Infection and Immunity. J. American Society for Microbiology. 61: 4375 4381.

Lal, P. 2006. Pacific Economic Bulletin. Volume 21 Number 2. Asia Pacific Press.

Larsson, A. 2000. Protein Engineering of Recombinant Penicillium minioluteum dextranase. Master Degree Project. Molecular Biotechnology Program. Upsalla University School of Engineering. Upsalla, Swedia.

44 Lonvaud, A. dan Funel. 2000.Leuconostoc. Faculty of Ecology. University Victor

Segalen. Academic Press., Bordeaux-Perancis.

Lees, R. dan E.B. Jackson. 1975. Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Chemical Publishing Co. Inc., New York.

Louisiana State University Agricultural Center. 2003. Audubon Sugar Institute Annual Report 2002 2003. South Stadium Drive Baton Rouge, LA 70803, USA.

Madhu, G. L. Shukla, dan K. A. Prabhu. 1984. Application of Dextranase in The Removal of Dextran from Cane Juice. Int. Sugar. J. 86:136-138.

Mangunwidjaja, D. dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Maurice, J. P. By Products of The Cane Sugar Industry. An Introduction to The Industrial Utilization. Sugar Series, 3. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam-Oxford-New York. 1982.

Meyer, E., C.P. Norris, E. Jacquin, C. Richard dan J. Scandaliaris. 2005. The Impact Of Green Cane Production Systems On Manual And Mechanical Farming Operations. Silver Jubilee Congress Guatemala. www.issct.org\Plenary Abst Papers. html. 30 Januari- 4 February 2005. Mindrayani, H. 2002. Sistem Tebang Angkut Tanaman Tebu (Saccharum

officinarum L.) di PT. Gula Putih Mataram Lampung : Studi Kasus Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mindland Research Laboratories, inc. 1998. Recovery of Additional Sucrose with An Integrated Program Using Biocide and Dextranase to Reduce

Undetermined Losses.

www.midlandresearchlabsinc.com/doclib/biodxtrn.pdf.

Miswar. 1998. Karakterisasi Enzim dan Studi Pendahuluan Kloning Gen Dekstranase Dari Streptococcus sp. B1. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mochtar, M. 1982. Permasalahan Kualitas Gula Tebu Sebagai Bahan Dasar Pabrik Sehubungan dengan Teknologi Pemanenan, Angkutan dan Lain-lain. Majalah Gula Indonesia No.8. [Maret Juni 1982].

_________. 1999. Characterization of Polysaccharides of Indonesian Sugar Factory Products. Tesis. Universitas Brawijaya, Malang. Indonesia.

_________. 1995. Pembentukan Dekstran Akibat dari Keterlambatan Tebang/Angkut/ Proses. Gula Indonesia. 20 : 11-17.

45 Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di

Indonesia. Penerbit ITB Press, Bandung.

MRLI. 1998. Recovery of Additional Sucrose with An Integrated Program using Biocide and Dextranase to Reduce Undetermined Losses. Midland Research Laboratories, Inc. Lenexa, Texas.

Murdiyatmo, U.1993. Produksi Dekstranase dan Penggunaannya Untuk Menghilangkan Dekstran Dalam Nira Pekat. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan. P3GI. Pasuruan.

Murdiyatmo, U., Miswar, Bintang, M., dan Hasyim. 1997. Karakterisasi Enzim Dekstranase dariStreptococcus sp. B1. Majalah Penelitian Gula. 23 : 1-7.

Okushima, M., D. Sugino, Y. Kouno, S. Nakano, J. Miyahara, H. Toda, S. Kubo, dan A. Matsushiro. 1991. Molecular Cloning and Nucleotide Sequencing of the Arthrobacter Dextranase Gene and Its Expression in Escherichia coli andStreptococcus sanguis. Jpn. J. Genet. 66 : 173-187.

Pandji, C. 1989. Industri Mikrobial. Depdikbud. Dirjen Dikti. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor.

Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 1986. Microbiology Fundamentals. Edisi Terjemahan. Dasar-dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo, dan S. L. Angka. UI-Press, Jakarta.

Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 2005. Microbiology Fundamentals. Edisi Terjemahan. Dasar-dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo, dan S. L. Angka. UI-Press, Jakarta.

Prihanto, S. 2004. Mempelajari Aspek Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Gula Pasir di PT. Madu Baru, PG/PS Madukismo-Yogyakarta. Laporan Praktek Lapangan. Departemen TIN. Fateta Pertanian. IPB, Bogor.

Purnama, A. A. 2006. Kajian Peningkatan Kinerja Industri Gula Tebu melalui Introduksi Pendekatan Produksi Bersih (Cleaner Production) Studi kasus PT. PG. Rajawali II Unit PG. Jatitujuh Majalengka-Jabar. Skripsi. FATETA. IPB, Bogor.

Purwono. 2003. Penentuan Rendemen Gula secara Cepat. www.rudyet.tripod.com.

Reddy, M. 2006. Productivity and Efficiency Analysis of Fiji s Sugar Industry. School of Economics Faculty of Business and Economics University of the South Pacific Suva, Fiji.

46 Richardson, W. B. 1914. Issued in Furtherance of Cooperative Extension work, Acts of Congress of May 8 and June 30 1914, in cooperation with the United States Department of Agriculture Louisiana State University Agricultural Center, Chancellor. Louisiana Cooperative Extension Service. USA.

Robyt, J. F. 1995. Mechanism the Glucansucrase Synthesis of Polysaccharides and Oligosaccharides from Sucrose. Academic Press Inc., Lowa.

Sabina, M.A. 1998. Rum Aroma Descriptive Analysis. Submitted to the Graduate School Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College in partial fulfillment of the requirements of the degree of Master of Science in The Department of Food Science. Thesis. B.S., La Salle University, Mexico City.

Said, E. G. 1989. Pengantar Bioindustri. Agroindustri Press Jurusan TIN. FATETA. IPB, Bogor.

Santoso, B.E dan Sumarno. 1999. Preliming Nira di Stasiun Gilingan Pabrik Gula Mojopanggung Menggunakan Susu Kapur. Majalah Gula Vol. XXXV. Pasuruan.

Sigma. 2007. Sigma Aldric : Dextranase Plus L.www.sigma-aldrich.com.

Singleton, V., Jennifer H., Crish B. dan Max A. 2005. A New Polarimetric Method for The Analysis of Dextran and Sucrose. www.assct.org/ journal

Stainer, R. Y., A. A. Edward, dan L. I. John. 1984. The World of Microba II. Terjemahan : Dunia Mikroba II. Penterjemah W. G. Agustin, S. L. Angka, K. G. Lioe, Hastowo, dan B. Lay. Penerbit Bharatara Karya Aksara. Jakarta.

Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU Bioteknologi. IPB, Bogor.

Sumarno. 1994. Rekayasa Instalasi Pemecah Dekstran Secara Enzimatis di Nira Mentah Pabrik Gula Cipinang. Penelitian Gula. 30 : 15-30.

Sumarno dan H.M. Mochtar. 1993. Pemecahan Dekstran Dalam Nira Kental Memakai Dekstranase 50 L di PG. Bungamayang. Prosiding Pertemuan Teknis Tengah Tahunan I/1993. P3GI. Pasuruan.

Tilbury, R. H. dan French, S. M. 1974. Further Studies on Enzymic Hydrolysis of Dextrans in Mill Juice by Dextranases and Amylases. Proc. Int. Soc. Sugar Cane Technol., 15th Congress, Townsville, Australia, pp. 1277 1287.

Lampiran 1. Prosedur Penelitian

Dokumen terkait