• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI

DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING

PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

Oleh

DWI CAHYO NUGROHO F34101040

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

2

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI

DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING

PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DWI CAHYO NUGROHO F34101040

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI

DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING

PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Dwi Cahyo Nugroho F34101040

Dilahirkan pada tanggal 02 November 1983 di Purworejo

Tanggal Lulus : 26 September 2007

Disetujui,

Bogor, 28 November 2007

(4)

4 DWI CAHYO NUGROHO. F34101040. Study on The Influences of Dextranase Dose and Incubation Time to The Degradation of Dextran in Delayed-Milling Cane Juice on Burnt-Cane Harvesting System. Under Supervision of Khaswar Syamsu and Titi Candra Sunarti. 2007.

ABSTRACT

More than 50% of sugar cane harvesting in the world still count on harvesting by burning. Sugar cane burning is an effective way in managing yields of manual cutting, machinery cutting, also clean sugar cane distribution to the mills. However, this harvesting system is known as the main cause of increasing amount of dextran in the cane juice.

Dextran is a glucose polymer compound being resulted from sucrose synthesis by Leuconostoc mesenteroides bacteria. According to Cuddihy et al. (1999), the availability of dextran in the phase of sugar cane harvesting and in each parts of sugar production process has a potential to cause significant sucrose (sugar) loss. High dextran content may cause Rp 1.3 to 2.6 billions of financial loss in a factory with 4000 tons of cane milling capacity per day in 150 days processing season. According to Sumarno and Mochtar (1993), dextran may technically obstructs the extraction process, viscocity increasing of cane juice and cookings, obstruction on crystal formation and sedimentation, also abnormal crystal formation, i.e. elongated form.

Unproportional sugar milling capacity with abundance amount of sugar cane has often delayed sugar cane milling period. This lateness of milling will add to decay of cane juice along with the increasing of dextran amount either on the field, on distribution or on production (Cuddihyet al., 1999).

This research is aimed to study the influences of dextranase dose and incubation time to dextran degradation of delayed milling sugar cane juice in burnt cane harvesting system. The coverages of this study are characterization of delayed-milling burnt-cane juice, characterization of dextranase being used, and to determine the dextranase dose and incubation time on dextran degradation.

The results of analysis on burnt-cane milling delayement (in 0, 12, 24, and 48 hours) signifies that cane juice has the juice volume yield about 48.46-39.34%, 2.5x104 57.5x104 colonies of bacteria, 177.14-284.29 ppm of dextran level, and mixed interaction pattern between growth ofLeuconostoc mesenteroides bacteria and dextran formation. In 48 hours of milling delayement, dextran level has gone above the limit of allowance, i.e. 250 ppm. In this condition, cane juice has juice volume yield of 39.34±4.55%, dextran level of 284.29±2.02 ppm, 5.75x105 ± 1.344x105 colonies of bacteria, TSS 14.39±0.05 obrix at 25°C temperature, 1.41±0.02 cP viscocity, 207.84±19.00 mg/ml total amount of sugar, 14.15±0.29 mg/ml of reducing sugar, 193.70±15.33 mg/ml of sucrose level, 26±0.82°C temperature, and 5.4±0.01 pH level.

(5)

5 Degradation of dextran is undertaken by adding dextranase into burnt-cane juice at 48 hours of milling delayement by using dose of 0 UD/l juice, 80 UD/l juice, 100 UD/l juice, and 120 UD/l juice at 0, 30, 60, and 90 minutes incubation time. The combination of treatment yields about 13.784-13.352 mg/ml glucose of reducing sugar level, 0.037-9.31 mg/ml glucose of degraded dextran, 0.875-1.431 cP of viscocity, 13.25-14.45obrixof TSS, 5.28-5.38 pH level, and 188.63-231.19 mg/ml glucose of total amount of sugar.

(6)

6 DWI CAHYO NUGROHO. F34101040. Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu dan Titi Candra Sunarti. 2007.

RINGKASAN

Lebih dari 50% pemanenan tebu di dunia masih mengutamakan penebangan dengan pembakaran. Pembakaran tebu merupakan cara yang efektif dalam mengatur hasil penebangan manual dan penebangan mesin serta pengiriman tebu yang bersih ke penggilingan. Namun, sistem penebangan ini diketahui merupakan penyebab utama dari meningkatnya jumlah dekstran pada gula tebu.

Dekstran merupakan senyawa polimer glukosa hasil dari sintesis terhadap sukrosa oleh bakteriLeuconostoc mesenteroides. Menurut Cuddihyet al. (1999), adanya dekstran pada tahap pemanenan tebu dan setiap bagian proses produksi gula berpotensi pada kehilangan sukrosa (gula) yang signifikan. Kandungan dekstran yang tinggi dapat menyebabkan kerugian keuangan mencapai 1.3 - 2.6 milyar pada pabrik berkapasitas giling 4000 ton/hari dengan masa giling 150 hari. Menurut Sumarno dan Mochtar (1993), secara teknis dekstran menyebabkan penghambatan proses ekstraksi, peningkatan viskositas nira dan masakan, penghambatan pembentukan dan pengendapan kristal, serta pembentukan kristal yang abnormal yaitu berbentuk memanjang.

Kapasitas giling pabrik gula yang tidak sebanding dengan jumlah tebu yang melimpah seringkali menyebabkan terjadinya penundaan masa giling tebu. Keterlambatan penggilingan ini menambah kerusakan nira seiring dengan peningkatan jumlah dekstran selama di lahan, pengiriman dan produksi (Cuddihy et al., 1999).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap degradasi dekstran dalam nira tebu tertunda giling pada sistem tebang tebu bakar. Ruang lingkup penelitian ini meliputi karakterisasi nira tebu bakar tertunda giling, karakterisasi dekstranase yang digunakan, serta penentuan dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap degradasi dekstran.

Hasil analisa pada penundaan giling tebu bakar (0, 12, 24, dan 48 jam) menunjukkan bahwa nira memiliki rendemen berkisar antara 48.46-39.34%, jumlah bakteri 2.5x104 57.5x104 koloni, kadar dekstran 177.14-284.29 ppm, dan pola hubungan yang terjadi antara pertumbuhan bakteri Leuconostoc mesenteroides dan pembentukan dekstran menunjukkan pola campuran. Pada masa tunda giling 48 jam kadar dekstran telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu sebesar 250 ppm. Pada kondisi tersebut nira memiliki rendemen 39.34±4.55%, kadar dekstran 284.29±2.02 ppm, jumlah bakteri 5.75x105 ± 1.344x105 koloni, TSS 14.39±0.05 obrix pada suhu 25°C, viskositas 1.41±0.02 cP, total gula 207.84±19.00 mg/ml, gula pereduksi 14.15±0.29 mg/ml, kadar sukrosa 193.70±15.33 mg/ml, suhu 26±0.82°C, dan pH 5.4±0.01.

(7)

7 Degradasi dekstran dilaksanakan dengan menambahkan dekstranase ke dalam nira tebu bakar tertunda giling 48 jam menggunakan dosis 0 UD/l nira, 80 UD/l nira, 100 UD/l nira, dan 120 UD/l nira dengan waktu inkubasi 0 menit, 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Kombinasi perlakuan tersebut menghasilkan kadar gula pereduksi berkisar 13.784-13.352 mg/ml glukosa, dekstran terdegradasi 0.037-9.31 mg/ml glukosa, viskositas 0.875-1.431 cP, TSS 13.25-14.45obrix, pH 5.28-5.38, total gula 188.63-231.19 mg/ml glukosa.

(8)

8 PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul”Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, November 2007

(9)

9 RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Dwi Cahyo Nugroho, dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 02 November 1983. Penulis merupakan anak kedua dari dua

bersaudara pasangan Bapak Sugiyanto dan Ibu Siti Siyamsih. Pada tahun 1988-1989, penulis mengawali pendidikannya di TK Tunas Muda Purworejo, kemudian melanjutkan pendidikan formal di SD Negeri Lugu, Purworejo pada tahun 1989-1995. Penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 1 Kutoarjo pada tahun 1995-1998, kemudian melanjutkan sekolah ke SMU Negeri 2 Purworejo pada tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB melalui jalur USMI. Selama kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) pada tahun 2001-2003, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) BKIM IPB pada tahun 2001-2003, dan DKM Al Fath Fateta pada tahun 2002-2006. Selain itu, penulis juga turut serta dalam kegiatan kepanitiaan baik lokal maupun nasional.

Pada tahun 2004, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT Tonga Tiur Putra, Rembang Jawa Tengah yang bergerak di industri pengolahan ikan. Selama Praktek Lapang, penulis mengkaji aspek-aspek proses produksi pengalengan rajungan (Portunus pelagicus) di perusahaan tersebut. Pada tahun 2006-2007, penulis melaksanakan tugas akhir yang berupa penelitian di

Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB di bawah bimbingan Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi. Hasil penelitian tersebut ditulis dalam bentuk skripsi yang berjudul Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berbentuk skripsi.

Shalawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Skripsi yang berjudul Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.

Selama penyelesaian tugas akhir, penulis menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing penulis selama kuliah hingga pelaksanaan tugas akhir.

2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam pelaksanaan tugas akhir.

3. Ir. Faqih Udin, MSc. selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah memberi saran dan perbaikan dalam penulisan skripsi.

4. Kedua orang tua, kakak, dan Cahayaku tercinta yang telah memberikan

motivasi dan doa selama penulis menempuh dan menyelesaikan masa belajar di IPB. Terima kasih atas tetesan air mata dalam doa malammu. 5. Seluruh staf pengajar, karyawan dan laboran departemen TIN, staf,

karyawan IPB yang telah membantu selama pelaksanaan tugas akhir.

6. Keluarga besar TIN 38 atas kebersamaannya. Spesial untuk Wawan M., Anas B, Dhani S., Ardianto M., Winanda, dan Ria S.

(11)

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI

DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING

PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

Oleh

DWI CAHYO NUGROHO F34101040

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

2

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI

DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING

PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

DWI CAHYO NUGROHO F34101040

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN WAKTU INKUBASI

DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

DALAM NIRA TEBU TERTUNDA GILING

PADA SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

Dwi Cahyo Nugroho F34101040

Dilahirkan pada tanggal 02 November 1983 di Purworejo

Tanggal Lulus : 26 September 2007

Disetujui,

Bogor, 28 November 2007

(14)

4 DWI CAHYO NUGROHO. F34101040. Study on The Influences of Dextranase Dose and Incubation Time to The Degradation of Dextran in Delayed-Milling Cane Juice on Burnt-Cane Harvesting System. Under Supervision of Khaswar Syamsu and Titi Candra Sunarti. 2007.

ABSTRACT

More than 50% of sugar cane harvesting in the world still count on harvesting by burning. Sugar cane burning is an effective way in managing yields of manual cutting, machinery cutting, also clean sugar cane distribution to the mills. However, this harvesting system is known as the main cause of increasing amount of dextran in the cane juice.

Dextran is a glucose polymer compound being resulted from sucrose synthesis by Leuconostoc mesenteroides bacteria. According to Cuddihy et al. (1999), the availability of dextran in the phase of sugar cane harvesting and in each parts of sugar production process has a potential to cause significant sucrose (sugar) loss. High dextran content may cause Rp 1.3 to 2.6 billions of financial loss in a factory with 4000 tons of cane milling capacity per day in 150 days processing season. According to Sumarno and Mochtar (1993), dextran may technically obstructs the extraction process, viscocity increasing of cane juice and cookings, obstruction on crystal formation and sedimentation, also abnormal crystal formation, i.e. elongated form.

Unproportional sugar milling capacity with abundance amount of sugar cane has often delayed sugar cane milling period. This lateness of milling will add to decay of cane juice along with the increasing of dextran amount either on the field, on distribution or on production (Cuddihyet al., 1999).

This research is aimed to study the influences of dextranase dose and incubation time to dextran degradation of delayed milling sugar cane juice in burnt cane harvesting system. The coverages of this study are characterization of delayed-milling burnt-cane juice, characterization of dextranase being used, and to determine the dextranase dose and incubation time on dextran degradation.

The results of analysis on burnt-cane milling delayement (in 0, 12, 24, and 48 hours) signifies that cane juice has the juice volume yield about 48.46-39.34%, 2.5x104 57.5x104 colonies of bacteria, 177.14-284.29 ppm of dextran level, and mixed interaction pattern between growth ofLeuconostoc mesenteroides bacteria and dextran formation. In 48 hours of milling delayement, dextran level has gone above the limit of allowance, i.e. 250 ppm. In this condition, cane juice has juice volume yield of 39.34±4.55%, dextran level of 284.29±2.02 ppm, 5.75x105 ± 1.344x105 colonies of bacteria, TSS 14.39±0.05 obrix at 25°C temperature, 1.41±0.02 cP viscocity, 207.84±19.00 mg/ml total amount of sugar, 14.15±0.29 mg/ml of reducing sugar, 193.70±15.33 mg/ml of sucrose level, 26±0.82°C temperature, and 5.4±0.01 pH level.

(15)

5 Degradation of dextran is undertaken by adding dextranase into burnt-cane juice at 48 hours of milling delayement by using dose of 0 UD/l juice, 80 UD/l juice, 100 UD/l juice, and 120 UD/l juice at 0, 30, 60, and 90 minutes incubation time. The combination of treatment yields about 13.784-13.352 mg/ml glucose of reducing sugar level, 0.037-9.31 mg/ml glucose of degraded dextran, 0.875-1.431 cP of viscocity, 13.25-14.45obrixof TSS, 5.28-5.38 pH level, and 188.63-231.19 mg/ml glucose of total amount of sugar.

(16)

6 DWI CAHYO NUGROHO. F34101040. Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu dan Titi Candra Sunarti. 2007.

RINGKASAN

Lebih dari 50% pemanenan tebu di dunia masih mengutamakan penebangan dengan pembakaran. Pembakaran tebu merupakan cara yang efektif dalam mengatur hasil penebangan manual dan penebangan mesin serta pengiriman tebu yang bersih ke penggilingan. Namun, sistem penebangan ini diketahui merupakan penyebab utama dari meningkatnya jumlah dekstran pada gula tebu.

Dekstran merupakan senyawa polimer glukosa hasil dari sintesis terhadap sukrosa oleh bakteriLeuconostoc mesenteroides. Menurut Cuddihyet al. (1999), adanya dekstran pada tahap pemanenan tebu dan setiap bagian proses produksi gula berpotensi pada kehilangan sukrosa (gula) yang signifikan. Kandungan dekstran yang tinggi dapat menyebabkan kerugian keuangan mencapai 1.3 - 2.6 milyar pada pabrik berkapasitas giling 4000 ton/hari dengan masa giling 150 hari. Menurut Sumarno dan Mochtar (1993), secara teknis dekstran menyebabkan penghambatan proses ekstraksi, peningkatan viskositas nira dan masakan, penghambatan pembentukan dan pengendapan kristal, serta pembentukan kristal yang abnormal yaitu berbentuk memanjang.

Kapasitas giling pabrik gula yang tidak sebanding dengan jumlah tebu yang melimpah seringkali menyebabkan terjadinya penundaan masa giling tebu. Keterlambatan penggilingan ini menambah kerusakan nira seiring dengan peningkatan jumlah dekstran selama di lahan, pengiriman dan produksi (Cuddihy et al., 1999).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap degradasi dekstran dalam nira tebu tertunda giling pada sistem tebang tebu bakar. Ruang lingkup penelitian ini meliputi karakterisasi nira tebu bakar tertunda giling, karakterisasi dekstranase yang digunakan, serta penentuan dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap degradasi dekstran.

Hasil analisa pada penundaan giling tebu bakar (0, 12, 24, dan 48 jam) menunjukkan bahwa nira memiliki rendemen berkisar antara 48.46-39.34%, jumlah bakteri 2.5x104 57.5x104 koloni, kadar dekstran 177.14-284.29 ppm, dan pola hubungan yang terjadi antara pertumbuhan bakteri Leuconostoc mesenteroides dan pembentukan dekstran menunjukkan pola campuran. Pada masa tunda giling 48 jam kadar dekstran telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu sebesar 250 ppm. Pada kondisi tersebut nira memiliki rendemen 39.34±4.55%, kadar dekstran 284.29±2.02 ppm, jumlah bakteri 5.75x105 ± 1.344x105 koloni, TSS 14.39±0.05 obrix pada suhu 25°C, viskositas 1.41±0.02 cP, total gula 207.84±19.00 mg/ml, gula pereduksi 14.15±0.29 mg/ml, kadar sukrosa 193.70±15.33 mg/ml, suhu 26±0.82°C, dan pH 5.4±0.01.

(17)

7 Degradasi dekstran dilaksanakan dengan menambahkan dekstranase ke dalam nira tebu bakar tertunda giling 48 jam menggunakan dosis 0 UD/l nira, 80 UD/l nira, 100 UD/l nira, dan 120 UD/l nira dengan waktu inkubasi 0 menit, 30 menit, 60 menit, dan 90 menit. Kombinasi perlakuan tersebut menghasilkan kadar gula pereduksi berkisar 13.784-13.352 mg/ml glukosa, dekstran terdegradasi 0.037-9.31 mg/ml glukosa, viskositas 0.875-1.431 cP, TSS 13.25-14.45obrix, pH 5.28-5.38, total gula 188.63-231.19 mg/ml glukosa.

(18)

8 PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul”Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, November 2007

(19)

9 RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Dwi Cahyo Nugroho, dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 02 November 1983. Penulis merupakan anak kedua dari dua

bersaudara pasangan Bapak Sugiyanto dan Ibu Siti Siyamsih. Pada tahun 1988-1989, penulis mengawali pendidikannya di TK Tunas Muda Purworejo, kemudian melanjutkan pendidikan formal di SD Negeri Lugu, Purworejo pada tahun 1989-1995. Penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 1 Kutoarjo pada tahun 1995-1998, kemudian melanjutkan sekolah ke SMU Negeri 2 Purworejo pada tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB melalui jalur USMI. Selama kuliah, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) pada tahun 2001-2003, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) BKIM IPB pada tahun 2001-2003, dan DKM Al Fath Fateta pada tahun 2002-2006. Selain itu, penulis juga turut serta dalam kegiatan kepanitiaan baik lokal maupun nasional.

Pada tahun 2004, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT Tonga Tiur Putra, Rembang Jawa Tengah yang bergerak di industri pengolahan ikan. Selama Praktek Lapang, penulis mengkaji aspek-aspek proses produksi pengalengan rajungan (Portunus pelagicus) di perusahaan tersebut. Pada tahun 2006-2007, penulis melaksanakan tugas akhir yang berupa penelitian di

Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB di bawah bimbingan Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi. Hasil penelitian tersebut ditulis dalam bentuk skripsi yang berjudul Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi

(20)

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berbentuk skripsi.

Shalawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Skripsi yang berjudul Kajian Pengaruh Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling Pada Sistem Tebang Tebu Bakar disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.

Selama penyelesaian tugas akhir, penulis menerima bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing penulis selama kuliah hingga pelaksanaan tugas akhir.

2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam pelaksanaan tugas akhir.

3. Ir. Faqih Udin, MSc. selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah memberi saran dan perbaikan dalam penulisan skripsi.

4. Kedua orang tua, kakak, dan Cahayaku tercinta yang telah memberikan

motivasi dan doa selama penulis menempuh dan menyelesaikan masa belajar di IPB. Terima kasih atas tetesan air mata dalam doa malammu. 5. Seluruh staf pengajar, karyawan dan laboran departemen TIN, staf,

karyawan IPB yang telah membantu selama pelaksanaan tugas akhir.

6. Keluarga besar TIN 38 atas kebersamaannya. Spesial untuk Wawan M., Anas B, Dhani S., Ardianto M., Winanda, dan Ria S.

(21)

ii 8. Sahabatku (Adzwar, Azmidi, Asep Supriatna, Anang, Deni Ejar, dan Anas

Khoir) dan Mas-mas (Choleed, Jamil, Aji Wijaya, Ihsan Big Tummy, dan Mas Roy) atas makna sebuah persaudaraan, R & J Crew (Rahmad, A_Soe Bani, Mr. Day_at, dan Huda) atas kebersamaan dalam griya asri, The Guru (Taqiyuddin An Nabhani, Ust. Anto, Rizal T., Fahrudin, Firdaus, dan

Agung S.) atas sebuah perubahan, NC Crew (Lam She, Bambs, Pakde, Ariev, dan D Coy) sebagai sang pewaris, Nishya atas sebuah kenangan, Mbak Aris dengan nasehat malammu, eks GAMAPURI (Mb Ren C, Dian S, Anton, Purwo, Dika, Malik, Umam, Didik, Try Su, Fiena, Ririn, Iik, dan Adah), dan para pengusung Revolusi Putih.

9. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis mengharapkan masukan dan arahan dari semua pihak. Semoga karya ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2007

(22)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN PENELITIAN ... 3 C. RUANG LINGKUP ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEBU ... 4 B. SISTEM TEBANG TEBU BAKAR ... 4 C. Leuconostoc mesenteroides... ... 6 D. DEKSTRAN ... 7 E. DEKSTRANASE... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT ... 10 B. METODE PENELITIAN ... 10 1. Karakterisasi Nira Tebu Bakar Tertunda Giling ... 10 a. Analisa Rendemen Nira ... 11

(23)

iv 3. Degradasi Dekstran Dalam Nira... 12

B. RANCANGAN PERCOBAAN ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK NIRA ... 16

1. Rendemen Nira... 17 2. Pola Pertumbuhan Bakteri dan Kadar Dekstran ... 18 3. Nira Tertunda Giling ... 22 B. KARAKTERISTIK DEKSTRANASE ... 25 C. PENGARUH PENAMBAHAN DEKSTRANASE... 28 1. Gula Pereduksi ... 29 2. Dekstran Terdegradasi... 31 3. Viskositas ... 34 4. TSS (oBrix)... 36 5. pH ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... 40 B. SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(24)

v DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur dekstran dengan ikatan ikatan -1,6, -1,4-glikosidik ... 8

Gambar 2. Diagram alir penelitian... ... 14

Gambar 3. (a) Proses pembakaran tebu; (b) Tebu bakar potong ... 16

Gambar 4. Perubahan rendemen nira tertunda giling ... 17

Gambar 5. Pertumbuhan bakteri dalam nira tertunda giling ... 18

Gambar 6. Perubahan ukuran sel bakteri dalam nira tebu bakar tertunda giling 24 jam yang dikelilingi oleh dekstran pada : a. 0 menit,

b. 5 menit, c. 10 menit, dan d. 15 menit. ... 20

Gambar 7. Kurva hubungan pertumbuhan bakteri terhadap dekstran

nira tertunda giling... 21

Gambar 8. Perubahan kadar dekstran nira tertunda giling ... 24

Gambar 9. Mekanisme degradasi dekstran tipe endodekstranase dan

eksodekstranase (Larsson, 2000)... 26

Gambar 10. Aktivitas enzim relatif (%) pada berbagai perlakuan suhu ... 27

Gambar 11. Karakteristik degradasi dekstran T2000 pada berbagai kombinasi dosis dekstranase dan waktu Inkubasi... 28

Gambar 12. Perubahan gula pereduksi nira tertunda giling 48 jam terhadap

penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim... 30

Gambar 13. Perubahan dekstran terdegradasi nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi

enzim... 33

Gambar 14. Perubahan viskositas nira tertunda giling 48 jam terhadap

penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim... ... 35

Gambar 15. Perubahan TSS nira tebu bakar tertunda giling 48 jam terhadap

penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim... 37

(25)

vi DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi Nira Tebu... 4 Tabel 2. Pertumbuhan bakteri dan kadar dekstran nira tertunda giling 48 jam... 21

(26)

vii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur penelitian... 47

Lampiran 2. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan aktivitas dekstranase Pada berbagai perlakuan suhu ... 51

Lampiran 3. Perhitungan perubahan kadar dekstran selama degradasi

dekstran T2000 (Sigma) menggunakan dekstranase... 52

Lampiran 4. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan pengaruh dosis enzim danwaktu inkubasi terhadap persentase dekstran

pada karakteristik dekstran T2000 ... 53

Lampiran 5. Hasil analisa kadar gula pereduksi, dekstran terdegradasi,

viskositas, TSS, dan pH pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi... 55

Lampiran 6. Hasil uji sidik ragam pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi terhadap parameter uji gula pereduksi,

dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH ... 57

Lampiran 7. Hasil uji lanjut Duncan pengaruh dosis dekstranase, lama waktu inkubasi, serta interaksi keduanya terhadap parameter uji gula

pereduksi, dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH ... 59

Lampiran 8. Hasil uji korelasi antar parameter uji gula pereduksi,

dekstran terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH... 63

(27)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Proses pembuatan gula dari tebu sering menghadapi beberapa kendala

yang disebabkan oleh adanya dekstran dalam nira tebu (Murdiyatmo, 1993). Dekstran merupakan hasil sintesis terhadap sukrosa oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides.

Menurut Cuddihyet al. (1999), gula tebu selama di lahan, pengiriman, dan produksi merupakan subyek yang mudah mengalami infeksi mikrobial, terutama oleh Leuconostoc mesenteroides. Adanya dekstran pada tahap pemanenan tebu dan setiap bagian proses produksi berpotensi pada kehilangan sukrosa (gula) yang signifikan.

Lebih dari 50% pemanenan tebu di dunia masih mengutamakan penebangan dengan pembakaran (Meyer et al., 2005). Pembakaran tebu (burnt cane) merupakan cara yang efektif dalam mengatur hasil penebangan manual dan penebangan mesin serta pengiriman tebu yang bersih ke penggilingan. Namun, sistem penebangan tebu bakar diketahui merupakan penyebab utama dari meningkatnya jumlah dekstran pada nira tebu (Meyer et al., 2005).

Dalam pengolahan gula tebu seringkali terjadi penundaan masa giling disebabkan oleh rendahnya kapasitas giling pabrik gula yang tidak

sebanding dengan jumlah tebu yang melimpah. Keterlambatan penggilingan ini semakin menambah kerusakan nira tebu seiring dengan meningkatnya jumlah dekstran dalam nira (Cuddihyet al., 1999).

Tingginya kadar dekstran dalam nira tebu sangat merugikan dalam

(28)

2 beban tenaga penggerak dan menurunkan kapasitas giling sampai 20-30%.

Tingginya viskositas akan mempengaruhi semua bagian instalasi dalam industri gula (Mochtar, 2005).

Kerugian keuangan yang disebabkan oleh kandungan dekstran yang tinggi dalam nira pada pabrik dengan kapasitas giling 4000 ton/hari dengan

masa giling 150 hari dapat mencapai 1.3-2.6 milyar rupiah. Besarnya kerugian ini menunjukkan bahwa dekstran memiliki pengaruh dan resiko ekonomis yang tinggi, khususnya terhadap nilai rendemen dan kualitas gula (Mochtar, 1995).

Metode fisik seperti ultrafiltrasi, dialisis dan reverse osmosis sangat berguna untuk mengatasi permasalahan ini, tetapi sampai saat ini teknologi tersebut belum dikembangkan untuk pengaplikasian secara ekonomis pada proses pengolahan gula. Satu-satunya metode yang dapat diaplikasikan sampai saat ini di industri gula adalah hidrolisis enzimatik dari dekstran (Jimenez, 2005).

Dekstranase EC 3.2.1.11 ( -D-1,6-glukan-6-glukanohidrolase) adalah enzim yang menghidrolisis sebagian besar ikatan -1,6 pada polisakarida dekstran, memecah ikatan ini menjadi molekul oligosakarida yang lebih kecil (Jimenez, 2005). Secara khusus, dekstranase memecah dekstran dengan berat molekul yang tinggi menjadi lebih kecil sehingga mengurangi viskositas sirup, maskuit dan molases. Penggunaan dekstranase diharapkan dapat menurunkan viskositas nira sehingga mempercepat waktu pemasakan

dan aliran produk yang melewati unit penguapan menjadi lebih lancar. Selain itu, kristal gula yang terbentuk menjadi lebih cerah dan tidak memanjang. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan rendemen dan kualitas gula.

(29)

3 B. TUJUAN

Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk mengkaji pengaruh dosis dan waktu inkubasi dekstranase terhadap kemampuan degradasi dekstran dalam nira tebu bakar tertunda giling.

C. RUANG LINGKUP

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEBU

Tebu merupakan jenis tanaman unggulan dari genus Saccharum.

Saccharum officinarum merupakan varietas yang dikembangkan untuk digunakan pada produksi gula (sukrosa) komersial. Tebu selain mengandung sukrosa dan berbagai zat gula yang mereduksi, juga mengandung serat, zat bukan gula, dan air (Moerdokusumo, 1993). Komposisi nira tebu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Nira Tebu

Komponen Nira Kadar (%)

Air

(Goutara dan Wijandi, 1985)

Pematangan tebu bisa didefinisikan sebagai akumulasi gula sejak tahap pertumbuhan yang digunakan untuk mendefinisikan sukrosa pada batang. Hal ini biasanya berhubungan dengan kemurnian sukrosa dan serat yang diikuti dengan menurunnya sukrosa serta meningkatnya keasaman pada sirup gula (Fauconnier, 1993).

Menurut Moerdokusumo (1993), setelah ditebang sebaiknya tebu diangkut secepat mungkin ke pabrik untuk segera digiling dalam 24 jam, sebab bila ditahan lebih lama lagi akan menurunkan kualitas sejalan dengan aktifitas respirasi dan penguraian sukrosa yang berlanjut pada penurunan kandungan gulanya.

B. SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

Menurut Mindrayani (2002), metode pelaksanaan penebangan tebu ikat terdiri dari penebangan tebu hijau (green cane) dan tebu bakar (burnt cane). Penebangan tebu hijau merupakan sistem tebang yang dilakukan

(31)

5 merupakan metode tebang tebu yang diberi perlakuan pembakaran

(pendahuluan) untuk memudahkan penebangan serta mengurangi sampah. Menurut Meyer et al. (2005), lebih dari 50% produksi tebu di dunia masih mengutamakan penebangan dengan pembakaran. Pembakaran tebu merupakan cara yang efektif dalam mengatur hasil penebangan manual dan

penebangan mesin yang tinggi serta pengiriman tebu yang bersih ke penggilingan. Bouvet et al. (1988) menyatakan bahwa metode paling baik dalam membersihkan sampah daun adalah dengan pembakaran. Di Indonesia pembakaran tebu merupakan sesuatu yang kontroversial, tetapi dalam pelaksanaannya pembakaran tebu menguntungkan.

Menurut Richardson et al. (1914) keuntungan dari pembakaran tebu adalah secara keseluruhan biaya produksi lebih rendah, pemanenan di lapangan lebih efisien, mengurangi jumlah unit pengangkutan pada proses pengangkutan tebu ke pabrik untuk pengolahan, menurunkan jumlah material yang akan diolah di pabrik, dan mempercepat musim panen hingga 10%. Namun, banyak kerugian yang berhubungan dengan proses pembakaran, di antaranya polusi terhadap atmosfir, tanah dan hilangnya air.

Pembakaran tebu menyebabkan kerusakan pada batang tebu dan mempercepat pembusukan batang tebu sehingga mempengaruhi kualitas gula. Menurut Meyeret al. (2005) sistem ini diketahui merupakan penyebab utama dari meningkatnya jumlah dekstran pada gula tebu. Menurut Singleton (2005) adanya dekstran menunjukkan indikasi terjadinya

kehilangan gula sukrosa.

Pembakaran akan melelehkan lapisan lilin pada batang tebu. Pemanasan yang hebat dapat menyebabkan kerusakan jaringan penyimpanan pada batang tebu. Suatu penelitian menunjukkan bahwa suhu

permukaan batang mencapai 400ºC selama 3 detik dan 98ºC pada 1 mm di bawah permukaan batang yang diakibatkan oleh adanya pembakaran (ISSCT, 1997).

(32)

6 Jaringan yang hidup di dalam batang tebu mencegah atau menunda

kerusakan manakala tebu dipanen tanpa membakar (ISSCT, 1997). Pusat penelitian FSC (Fiji Sugar Corporation) menunjukkan bahwa selama hampir 44 jam setelah pemanenan, mutu tebu hijau dan tebu bakar sama. Penundaan giling melewati 44 jam mempengaruhi kedua-duanya, tetapi setelah periode

itu, kerusakan kualitas di dalam tebu bakar lebih cepat (Reddy, 2006). Menurut Lal (2006), pembakaran tebu merugikan pelaksanaan penggilingan dalam dua cara. Pertama, meningkatkan ketidakmurnian pada nira tebu. Kedua, menyebabkan beberapa permasalahan dalam pengolahan tebu, khususnya pada tahap klarifikasi dan tangki pemanasan.

C. Leuconostoc mesenteroides

Menurut Singleton (2005), bakteri memasuki tebu melalui jaringan yang rusak akibat proses penebangan menggunakan mesin, pemotongan, pembakaran, pertumbuhan, pendinginan, penyakit dan hama. Masa tunda dari proses penebangan hingga penggilingan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan peningkatan dekstran yang semakin tinggi, terutama pada kondisi tebu yang basah.

Tebu selama di lahan, pengiriman dan produksi merupakan subyek yang mudah mengalami infeksi mikroba, terutama oleh Leuconostoc mesenteroides. Kondisi dingin dan tambahan waktu untuk tahap penyimpanan bisa meningkatkan proses infeksi dan penyusutan terhadap

tebu. Adanya dekstran pada proses penebangan tebu menunjukkan potensi hilangnya sukrosa secara signifikan (Cuddihyet al., 1999).

Dekstran diproduksi oleh mikroorganisme yang menginfeksi tebu atau hidup pada sukrosa, terutama bakteri dari jenisLeuconostoc dan bakteri lain

(33)

7 (Stainer et al., 1984) sehingga termasuk bakteri osmofilik yang toleran

terhadap konsentrasi gula tinggi (Frazier dan Westhoff, 1978).

D. DEKSTRAN

Dekstran merupakan senyawa polimer glukosa yang dibentuk, terutama oleh ikatan -1,6 glikosidik dan ikatan percabangan -1,4, -1,3 atau -1,2-glikosidik. Senyawa dekstran mempunyai berat molekul berkisar 105 - 107, larut dalam air, tidak larut dalam etanol lebih dari 50% serta menunjukkan perputaran spesifik ( ) di atas + 120o (Miswar, 1998).

Menurut Maurice (1982), istilah dekstran umumnya digunakan untuk kelas D-glukosa polisakarida yang dihasilkan oleh bakteri yang tumbuh pada substrat sukrosa. Bakteri yang mensintesis dekstran terutama dari famili Lactobacteriaceae, genus Leuconostoc, spesies mesenteroides dan dextranicum, spesies ketiga adalah citrovorum tetapi tidak memproduksi dekstran.

Tingkatan dekstran pada produksi sirup gula tebu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu (1) dekstran setelah penebangan, (2) dekstran yang terbentuk antara proses penebangan dan penggilingan (selama masa simpan dan tunggu di lahan tebu) serta (3) dekstran yang terbentuk pada proses penggilingan. Tingkat dekstran pada tebu dipengaruhi oleh perencanaan dari pengiriman tebu, kebersihan pada lahan tebu, penggiling dan proses

produksinya. Meskipun begitu, ada saatnya masalah cuaca seperti badai dan musim dingin menyebabkan kerusakan pada tebu dan masa tunggu pengiriman yang tidak bisa dihindari. Pada kasus ini, infeksi dan tingkat dekstran semakin tinggi pada tebu sebelum mencapai proses produksi

(Cuddihyet al., 1999).

(34)

8 fermentasi dekstran dari sukrosa tidaklah sederhana, dan memungkinkan

bermacam penjelasan yang mengemuka. Hasil secara teoritis adalah menjadi 47% dari kandungan sukrosa, akan tetapi dalam praktiknya hanya mencapai level 25-35% (Maurice, 1982).

Dekstran biasanya terbentuk dari aksi enzim dekstransukrase pada

sukrosa. Struktur dan komposisi dekstran sangat bervarisasi tergantung dari jenis mikroorganismenya dan juga ditentukan oleh kondisi kultivasi seperti konsentrasi sukrosa, pH, suhu dan aerasi (Cuddihyet al., 1999).

Gambar 1. Struktur dekstran dengan ikatan -1,6, -1,4-glikosidik (Robyt, 1995)

Dekstransukrase (1,6- glukan-6-glukosil transferase atau 1,3- -D-glukan-3-D-glukosiltransferase atau D-fruktosa-2-glukosiltransferase) dapat mensintesis dekstran dari sukrosa, karena memiliki aktivitas glukotransfer. Aktifitas glukotransfer adalah kegiatan memindahkan gugus OH dengan membentuk glukosida, sehingga akan terbentuk polimer dekstran dengan membebaskan fruktosa (Hasan, 1999).

(35)

9 Menurut Hasan (1999), dekstransukrase adalah enzim yang diproduksi

oleh mikroorganisme dan dikeluarkan dari sel. Enzim ini dapat diperoleh dari hasil sentrifugasi, berupa supernatan yang telah dipisahkan dari endapan yang merupakan bagian sel bakteri dari fermentasi sukrosa.

Dekstran disintesis dari sukrosa oleh mikroorganisme seperti

Leuconostoc mesenteroides atau beberapa spesies Lactobacillus. Pada industri gula, dekstran merupakan hasil samping terbesar dari kerusakan tebu. Dekstran dihasilkan oleh organisme selama waktu tunggu antara penebangan dan penggilingan tebu. Keberadaan dekstran dalam kekentalan yang tinggi pada nira tebu menyebabkan permasalahan besar selama pengolahan gula, termasuk meningkatan viskositas aliran, menghalangi proses kristalisasi gula, dan menurunkan efisiensi proses klarifikasi (Tilbury dan French, 1974).

E. DEKSTRANASE

Dekstranase merupakan enzim yang secara khusus memecah dekstran dengan berat molekul yang tinggi menjadi lebih kecil di antaranya mengurangi viskositas sirup, maskuit dan molases. Penggunaan dekstranase untuk menurunkan viskositas menyebabkan waktu penguapan menjadi pendek dan aliran produk yang melewati unit penguapan menjadi lebih lancar. Dekstranase bisa sangat ekonomis untuk meringankan berbagai masalah produksi yang berhubungan dengan dekstran (Cuddihy et al.,

1999).

Enzim ini memotong ikatan-ikatan -1,6 dari dekstran, dan membebaskan sedikit isomaltosakarida, dan biasanya 3 sampai 5 unit glukosa. Penambahan dekstranase pada pengolahan gula mengurangi

tingginya berat molekul dekstran menjadi molekul-molekul kecil dan tidak memberikan efek merusak (Fulcher dan Inkerman, 1976).

(36)

10 dan terus menurun pada pH di bawah 4.5, terutama bila proses lebih dari 30

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan adalah nira tebu berumur sekitar 10 bulan

dengan sistem penebangan bakar yang berasal dari kebun rakyat di wilayah Bogor, Jawa Barat. Bahan kimia yang digunakan adalahdekstranase Purasil L Plus dari NOVO, Plate Count Agar (PCA), Dekstranp.a T2000MW 2.000.000 dari bakteri Leuconostoc mesenteroides (SIGMA), bufer sitrat, Trichloro Acetic Acid (TCA), alkohol 96%, fenol, H2SO4 pekat, DNS (Dinitro Salisilic acid), NaOH, serta bahan kimia lainnya.

Peralatan yang digunakan adalah mesin giling tebu, peralatan gelas, autoklaf, saringan 150 mesh, inkubator, Quebec colony counter, waterbath, pH-meter, mikropipet, sentrifus, Comecta SA Cannon-Fenske Routine viscometer, spektrofotometer HACH, refraktometer Abbe, serta peralatan lainnya.

B. METODE PENELITIAN

1. Karakterisasi Nira Tebu Bakar Tertunda Giling

Tebu ditebang secara manual menggunakan pisau pada bagian bawah. Dalam keadaan utuh, tebu dibakar menggunakan kayu bakar atau daun kering. Pembakaran dihentikan saat tujuan pembakaran tercapai yaitu

hilangnya sampah atau pengotor (trash) pada batang tebu. Selanjutnya dilakukan penundaan giling pada 0, 12, 24, dan 48 jam.

Ekstraksi dilakukan di setiap penundaan giling (0, 12, 24, dan 48 jam) menggunakan mesin penggiling tebu. Tebu tertunda giling dipotong-potong

menjadi pendek dan tipis untuk memudahkan penggilingan. Penggilingan dilakukan tanpa penambahan air. Selanjutnya nira disaring menggunakan saringan berukuran 150 mesh dan dilakukan analisa.

(38)

12 viskositas, kadar total gula, kadar gula pereduksi, kadar sukrosa, suhu, dan

pH. Prosedur analisa lengkap disajikan pada Lampiran 1. a. Analisa Rendemen Nira

Analisa rendemen nira dilakukan untuk mengetahui rendemen nira (b/b).

b. Analisa Pertumbuhan Bakteri(L. mesenteroides)

Pertumbuhan bakteri (L. mesenteroides) dihitung menggunakan metode Total Plate Count (TPC) (Apriantono et al., 1989) terhadap sampel nira tebu bakar tertunda giling 0, 12, 24 dan 48 jam. Prosedur analisa pertumbuhan bakteri disajikan pada Lampiran 1.

c. Kadar Dekstran (Dekstran Yang Terbentuk)

Dekstran yang terbentuk diukur menggunakan metode kabut (Mochtar, 1995). Pengukuran dilakukan pada nira tebu bakar tertunda giling 0, 12, 24 dan 48 jam. Prosedur analisa dekstran disajikan pada Lampiran 1.

2. Karakterisasi Dekstranase a. Suhu Optimum

Penentuan suhu optimum dekstranase dilakukan menggunakan metode uji aktivitas enzim yang dilakukan Madhu et al. (1984). Sebanyak 2 ml dekstran T2000 (SIGMA) konsentrasi 300 ppm di dalam

bufer sitrat pH 5.4 diinkubasi bersama dengan 1 ml dekstranase pengenceran 500 kali selama 15 menit pada suhu 30, 40, 50, dan 60°C. Pengukuran gula pereduksi yang terbentuk dilakukan menggunakan metode DNS. Prosedur analisa kadar gula pereduksi disajikan pada Lampiran 1.

b. Aktivitas Dekstranase

Penentuan aktivitas dekstranase dilakukan menggunakan metode

(39)

13 gula pereduksi yang terbentuk dilakukan menggunakan metode DNS.

Prosedur analisa kadar gula pereduksi disajikan pada Lampiran 1.

Satu unit Dekstranase (UD) didefinisikan sebagai jumlah enzim yang digunakan untuk membebaskan 1 µ mol glukosa (gula pereduksi) dalam 1 menit. Aktivitas spesifik dekstranase didefinisikan dalam unit dekstranase per mg protein. Uji kadar protein dekstranase dilakukan menggunakan uji Bradford. Prosedur analisa Bradford disajikan pada Lampiran 1.

c. Pendugaan Dosis dan Waktu Inkubasi Dekstranase

Karakterisasi ini bertujuan mengetahui pola penurunan dekstran akibat proses degradasi dekstranase yang dianalisa menggunakan metode kabut (Hasan, 1999). Nilai pH yang digunakan adalah pH dekstran pada kisaran 5.0 5.5 yang sesuai dengan pH alami nira. Suhu yang digunakan adalah suhu optimum hasil tahap penentuan suhu optimum. Percobaan dilakukan dengan mendegradasi dekstran 1000 ppm menggunakan kombinasi perlakuan dosis dekstranase 0, 50, 75 dan

100 UD/l dekstran dan waktu inkubasi 0, 60, 120, dan 150 menit.

Paramater yang digunakan untuk mengetahui kisaran dosis dekstranase dan waktu inkubasi optimum adalah dengan mengukur jumlah dekstran yang paling banyak terdegradasi. Jumlah dekstran diukur menggunakan metode kabut (Hasan, 1999). Prosedur analisa dekstran disajikan pada Lampiran 1.

3. Degradasi Dekstran Dalam Nira

Setelah proses ekstraksi, nira dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 500 ml dalam tiap labu. Rancangan percobaan yang dilakukan adalah dua faktor perlakuan yaitu dosis enzim (DE) dan waktu inkubasi (WI). Masing-masing faktor terdiri dari empat taraf perlakuan.

(40)

14 Dosis dekstranase yang digunakan yaitu 0, 80, 100, dan 120 UD/l nira.

Setelah ditambahkan dekstranase, nira diinkubasi pada suhu 50oC. Suhu ini sesuai pula dengan suhu nira hasil ekstraksi di pabrik gula (Sumarno, 1994). Sampel diambil setiap perlakuan dosis dekstranase pada masing-masing perlakuan waktu inkubasi yaitu 0, 30, 60, dan 90 menit.

(41)

15 C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan disusun untuk mengetahui pengaruh perbedaan penggunaan dosis dan waktu inkubasi dekstranase pada nira. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial. Faktor DE adalah dosis enzim dan faktor WI adalah waktu inkubasi

dekstranase. Masing-masing terdiri dari empat taraf faktor DE (DE0 = 0, DE1 = 80 , DE2 = 100 dan DE3 = 120 UD/l nira) dan empat taraf faktor WI (WI0 = 0, WI1 = 30, WI2 = 60, dan WI3 = 90 menit) dilakukan sebanyak dua ulangan, sehingga terdapat 32 unit percobaan secara duplo. Model matematis yang digunakan untuk rancangan tersebut adalah:

Yijk = µ + DEi + WIj + (DE*WI)ij + k(ij) dengan i = 1,2,3,4 ; j = 1,2,3,4; dan k = 1,2 ; dimana :

Yijk : Parameter respon dari pengaruh taraf ke-i faktor A dan pengaruh taraf ke-j faktor B pada ulangan ke-k.

µ : Pengaruh rata-rata

DEi : Pengaruh taraf ke-i faktor A (faktor dosis enzim) WIj : Pengaruh taraf ke-j faktor B (faktor waktu inkubasi)

(DE*WI)ij : Pengaruh kombinasi faktor Adan B taraf ke ij (faktor kombinasi dosis enzim dan waktu inkubasi)

(42)
(43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK NIRA

Proses pembakaran tebu dilakukan dengan cara menebang tebu terlebih dahulu kemudian dibakar menggunakan daun atau kayu kering. Hal ini dilakukan karena kendala teknis di lapangan yang menyulitkan pembakaran tebu dalam keadaan tegak. Pembakaran bertujuan untuk membersihkan bahan

material yang tidak terpakai (trash) pada proses pengolahan tebu, sehingga pembakaran dihentikan ketika tujuan tersebut tercapai. Menurut Benjamin (2001), pembakaran tebu sebelum pemanenan dapat menghilangkan 30-50% dari sampah daun, yang merupakan 20-25% total berat tanaman.

Suhu pembakaran tebu pada penelitian ini adalah kondisi yang tidak dapat dikontrol, begitu juga dengan lama waktu pembakaran. Menurut ISSCT (1997), penelitian menunjukkan bahwa suhu permukaan batang mencapai 400ºC selama 3 detik dan 98ºC pada 1 mm di bawah permukaan batang oleh adanya pembakaran. Pembakaran ini melelehkan lapisan lilin pada batang tebu. Pemanasan yang tinggi dapat menyebabkan jaringan penyimpanan dalam batang rusak dan menyebabkan bakteri mudah menginfeksi batang tersebut. Proses pembakaran dan tebu yang telah dipotong disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. (a) Proses pembakaran tebu; (b) Tebu bakar potong

(44)

17 Secara fisik tebu yang dibakar pada beberapa bagian batangnya terlihat

gosong akibat pembakaran yang berlebih. Batang tebu yang dibakar mengeluarkan aroma wangi serta mengeluarkan cairan kental yang lengket.

1. Rendemen Nira

Rendemen nira (% b/b) tebu diukur dengan membandingkan bobot nira dengan bobot awal keseluruhan batang tebu sesudah pembakaran. Dari hasil analisa diperoleh rendemen nira tertunda giling 48 jam sebesar 39.34%. Perubahan rendemen nira tertunda giling disajikan pada Gambar 4.

0

Waktu Tunda Giling (Jam)

R

endem

en (

% b

/b)

Gambar 4. Perubahan rendemen nira tertunda giling

Gambar 4 menunjukkan bahwa rendemen nira pada penundaan giling 0, 12, 24 dan 48 jam masing-masing sebesar 48.46%, 46.58%, 40.23% dan 39.34%. Nilai rendemen nira dapat dipengaruhi oleh kondisi penggilingan meliputi cuaca, teknis penggilingan, keadaan fisik batang, dan penanganan

(45)

18 2. Pola Pertumbuhan Bakteri dan Kadar Dekstran

Tingkat kerusakan nira secara umum dapat diketahui dengan menghitung pertumbuhan bakteri dan kadar dekstran yang terkandung pada nira. Pertumbuhan bakteri digunakan untuk mengetahui tingkat kontaminasi bakteri. Kadar dekstran diukur sebagai indikasi kehilangan sukrosa dalam

nira.

Pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya, biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen sel (pertambahan total massa sel) dan bukan perubahan individu organisme (Pelczar, 2005). Pada umumnya bakteri mengalami 4 fase pertumbuhan yaitu fase lambat, fase log (logaritmik) atau eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian atau penurunan (Pelczar, 2005). Hasil inokulasi nira tertunda giling disajikan pada Gambar 5.

0

Waktu Tunda Giling (jam)

Lo

Gambar 5. Pertumbuhan bakteri dalam nira tertunda giling

Fase lambat pertumbuhan bakteri diduga terjadi pada saat proses pendinginan tebu dan selama pengangkutan. Pada jam 0 hingga jam ke-24 terjadi fase eksponensional. Selanjutnya terjadi fase stationer pada jam ke-24 hingga jam ke-48. Alexander (1973) menyatakan bahwa proses

(46)

19 Menurut Singleton (2005), bakteri memasuki tebu melalui jaringan yang

rusak akibat proses penebangan menggunakan mesin, pemotongan, pembakaran, pertumbuhan, pendinginan, penyakit dan hama.

Bakteri L. mesenteroides tahan terhadap keadaan fisis seperti panas, dingin atau radiasi dan bahan kimiawi yang tidak cocok (Stainer et al.,

1984). Sifat ini memungkinkan bakteri dapat bertahan hidup ataupun memasuki batang tebu secara cepat pada saat tebu didinginkan.

Menurut Pelczar dan Chan (1986), waktu generasi suatu spesies bakteri tertentu tidak sama pada segala kondisi dan tergantung dari cukup tidaknya nutrisi dalam medium dan sesuai tidaknya kondisi fisik. Komposisi nira didominasi oleh kandungan sukrosa yang cocok untuk bakteri bersifat osmofilik seperti L. mesenteroides yang menurut Frazier dan Westhoff (1978) lebih toleran terhadap tingginya konsentrasi gula. Perbedaan konsentrasi nutrisi di dalam nira menyebabkan perbedaan ekspresi fisik bakteri yang diinokulasikan.

Ekspresi fenotip sel ditentukan oleh lingkungannya (Pelczar dan Chan, 1986). Ekspresi bakteri pada semua perlakuan terlihat berbentuk bulat (coccus) seperti mukoid yang terdiri dari bulatan putih besar dan bulatan putih kecil. Menurut Stainer et al. (1984), pada media sukrosa dan glukosa L. mesenteroides menunjukkan bentuk yang berbeda. Pada media sukrosa bentuk mukoidnya lebih besar daripada bakteri yang tumbuh pada glukosa. Hal ini disebabkan oleh sintesis dan pengendapan dekstran secara

besar-besaran di sekitar sel, sedangkan pada media glukosa masih terjadi pertumbuhan sel bakteri yang menghasilkan asam laktat dan bukan dekstran yang mukoid.

Pada pembentukan dekstran dan levan, sintesis awal nukleotida gula

(47)

20 bakteri penghasil dekstran dan levan membentuk bahan kapsul ketika

ditumbuhkan pada medium berisi sukrosa (Staineret al., 1984).

Produksi tipe-tipe tertentu bahan-bahan kapsul dapat menambah kekentalan medium tempat organisme tersebut dibiakkan, menyebabkan gangguan seperti lendir yang menyumbat filter, membentuk lapisan pada

pipa atau peralatan lain, serta mempengaruhi kualitas produk akhir (Pelczar dan Chan, 1986). Karakteristrik pembentukan dekstran pada nira didominasi oleh induser sukrosa dan memiliki kesamaan permasalahan dengan proses pembentukan kapsul. Diduga dekstran pada nira tebu merupakan bahan kapsul yang terbentuk untuk mengawetkan energi ikatan glikosidik dalam disakarida (sukrosa).

Kapsul berfungsi sebagai pelindung dan gudang cadangan makanan bakteri (Pelczar dan Chan, 1986). Fungsi ini menunjukkan ketahanan bakteri terhadap keadaan fisis seperti panas, dingin atau radiasi, dan bahan kimiawi yang tidak cocok.

Gambar 6. Perubahan ukuran sel bakteri dalam nira tertunda giling 24 jam yang dikelilingi oleh dekstran pada pengamatan : a. 0 menit, b. 5 menit, c. 10 menit, dan d. 15 menit.

Untuk menduga adanya pembentukan dekstran dalam nira dilakukan pengamatan pembentukan dekstran pada nira tertunda giling 24 jam. Gambar 6 menunjukkan terjadinya perubahan ukuran sel bakteri pada pengamatan ke-0 menit, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Sel dikelilingi

a b

(48)

21 oleh dekstran hasil proses induksi yang dialami sel dengan adanya sukrosa

(induser) menggunakan dekstransukrase yang diproduksi sel bakteri.

Hasil pengamatan terhadap nira tertunda giling selama 48 jam menunjukkan terjadinya pertumbuhan bakteri dan pembentukan dekstran. Hasil pengamatan tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan Bakteri dan Kadar Dekstran Nira Tertunda Giling 48 jam

Jam Ke- Jumlah Bakteri (x 104 koloni/ml nira)

Log Bakteri Koloni/ml nira)

Kadar Dekstran (ppm)

0 2.51 4.40 177.14

12 21.15 5.32 182.86

24 60.50 5.78 204.29

48 57.50 5.76 284.29

Dengan memperhatikan pola pertumbuhan bakteri dengan pembentukan dekstran pada nira tertunda giling, maka dapat diketahui pola hubungan di antara keduanya. Pola hubungan tersebut disajikan pada Gambar 7.

Waktu Tunda Giling (Jam)

Ka

Produksi Dekstran Pertumbuhan Bakteri

Gambar 7. Kurva hubungan pertumbuhan bakteri terhadap kadar dekstran nira tertunda giling

(49)

22 pertumbuhan bakteri dan pembentukan produk (dekstran) mempunyai

hubungan sebanding sedangkan laju pembentukan produk berbanding lurus baik dengan konsentrasi sel maupun laju pertumbuhan.

Pada jam ke-0 hingga ke-24 terjadi pola hubungan pertumbuhan bakteri dan produksi dekstran yang berasosiasi. Peningkatan jumlah bakteri berbanding lurus dengan peningkatan kadar dekstran. Sementara pola hubungan tak berasosiasi terjadi pada jam ke-24 hingga ke-48 yang terlihat adanya hubungan berbanding terbalik antara pertumbuhan bakteri dengan kadar dekstran.

Menurut Mangunwidjaja dan Suryani (1994), ciri-ciri pola campuran umumnya terjadi pada beberapa fermentasi seperti asam laktat, pululan dan

xanthan yang pertumbuhan bakteri dan pembentukan produknya mempunyai hubungan sebagian. Menurut Lonvaud dan Funel (2000), pada media kultur kaya sukrosa, sebagian besar sukrosa dirubah di luar sel bakteri menggunakan dekstransukrase menjadi dekstran dan fruktosa yang

tidak mendukung terhadap pertumbuhan bakteri.

L. mesenteroides merupakan spesies bakteri asam laktat dengan hasil metabolit primernya berupa asam laktat dari glukosa, sedangkan dekstran dan manitol secara berurutan merupakan produk sekunder yang terbentuk karena adanya induser sukrosa dan fruktosa sebagai penerima elektron di dalam media nira. Produk asam laktat, dekstran dan manitol dihasilkan secara proporsional dan terkadang bersamaan sesuai kebutuhan pertumbuhan dan energi dari sel.

3. Nira Tertunda Giling

(50)

23 Padatan terlarut (TSS) dalam nira terdiri atas bahan gula dan non-gula

(Purwono, 2003). Menurut AOAC (1990), TSS (°brix) adalah kadar total padatan yang terlarut di dalam bahan utama. Pada umumnya pabrik gula menggunakan TSS karena sifat pengukurannya yang mudah, namun pabrik gula selalu menggunakan nilai koreksi °brix. Adanya nilai koreksi

merupakan kelemahan analisa TSS (°brix) untuk mengukur kadar gula sebagai padatan terlarut, karena TSS dalam nira bukan hanya kadar gula tetapi juga bahan terlarut bukan gula. Karakterisrik nira tertunda giling 48 jam disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Nira Tertunda Giling 48 Jam

Karakteristik Nilai Rendemen nira (% b/b) 39.34±4.55 TSS (°brix) (25°C) 14.39±0.05 Viskositas (cp) 1.41±0.02 Total Gula (mg/ml) 207.84±19.00 Gula Pereduksi (mg/ml) 14.15±0.29 Sukrosa (mg/ml) 193.70±15.33 Dekstran (ppm) 284.29±2.02

Suhu (°C) 26±0.82

pH 5.4±0.01

Nilai TSS nira tertunda giling 48 jam sebesar 14.39±0.05 °brix. Beberapa hasil pengukuran menunjukkan nilai yang berbeda Louisiana State

University Agricultural Center (2003) sebesar 13 °brix, Iberia Sugar Cooperative (2006) sebesar 14.33 °brix, sedangkan Sabina (2002) sebesar 13-15°brix.

Viskositas nira sebesar 1.41±0.02 cP. Pengukuran terhadap viskositas

dapat digunakan untuk mengetahui kandungan dekstran dalam nira. Dekstran yang terkandung dalam nira sebesar 284.29±1.30 ppm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar dekstran dalam nira tertunda giling mengalami peningkatan sebanding dengan waktu tunda gilingnya. Semakin lama waktu tunda gilingnya maka kadar dekstran dalam nira semakin tinggi.

(51)

24 Kadar dekstran sebesar 284.29 ppm telah melewati ambang batas jumlah

dekstran yang diperbolehkan dalam nira yaitu sebesar 250 ppm. Menurut Cuddihy (1999), kadar dekstran dalam nira tebu tidak boleh melebihi ambang batas 250 ppm.

Peningkatan kadar dekstran dalam nira secara cepat terjadi pada 12

sampai 48 jam setelah penebangan. Kandungan dekstran pada tebu yang dibakar di kebun mengalami peningkatan yang cepat dari 280 ppm pada hari ketiga setelah pembakaran menjadi 2900 ppm setelah satu minggu pembakaran. Perubahan kadar dekstran dalam nira disajikan pada Gambar 8.

0

Waktu Tunda Giling (Jam)

K

Gambar 8. Perubahan kadar dekstran nira tertunda giling

(52)

25 Nira tertunda giling 48 jam memiliki pH sebesar 5.4±0.01. Nilai ini

sesuai dengan pH nira tebu segar sebesar 5.3-5.5 (Prihanto, 2004). Stabilnya pH selama waktu tunda giling disebabkan oleh kondisi batang utuh dan sifat nira tebu yang mengandung bufer alami berasal dari sel hidup di dalamnya, termasuk dekstransukrase dari sel L. mesenteroides yang bercampur di

dalam nira mentah. Menurut Suhartono (1989), enzim yang masih tercampur dengan komponen lain dari sel tempat asalnya, medianya mengandung bufer alami dari cairan di dalam sel.

Suhu nira sebesar 26±0.82°C. Suhu tersebut lebih rendah dari suhu nira mentah di pabrik gula sebesar 50°C (Sumarno, 1994). Perbedaan suhu ini dapat diakibatkan oleh penambahan air imbibisi bersuhu 50°C (Purnama, 2006), sedangkan dalam penelitian ini tidak ditambahkan air imbibisi.

B. KARAKTERISTIK DEKSTRANASE

Dekstran merupakan senyawa polimer glukosa yang dibentuk terutama oleh ikatan -1,6 glikosidik dan ikatan percabangan -1,4, -1,3 atau -1,2

glikosidik (Miswar, 1998). Dekstranase ( -1,6-glukan-6-glukohidrolase, EC 3.2.1.11) adalah enzim ekstraselular yang dihasilkan mikroorganisme yang dapat memutus ikatan -1,6-glikosidik dari dekstran (Kuboet al., 1993).

Kinetika reaksi dekstranase cukup kompleks karena sifat hidrolitiknya yang beraneka ragam terhadap dekstran. Pemutusan rantai dekstran dapat terjadi secara ekso maupun endohidrolitik (Okushima et al., 1991). Endodekstranase menghirolisa ikatan -1,6-glikosidik pada molekul dekstran dan melepaskan isomaltosakarida, terutama menjadi 3-5 unit glukosa secara memanjang, sedangkan eksodekstranase melepaskan satu persatu unit glukosa mulai dari ikatan terujung (luar) (Larsson, 2000).

Dekstranase yang digunakan pada penelitian ini memiliki sifat lebih

banyak melepaskan glukosa dibandingkan isomaltosa dan isomaltrotriosa. Pada penelitian ini pH optimum degradasi dekstran tidak ditentukan mengingat karakteristik nira tertunda giling 48 jam cenderung stabil pada pH 5.4 yang sesuai dengan penggunaan dekstranase Plus L yang aktif pada kisaran pH

(53)

26

dilakukan inkubasi dekstranase pada media dekstran. Mekanisme degradasi

dekstran oleh dekstranase tipe endo dan ekso disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Mekanisme degradasi dekstran tipe endodekstranase dan eksodekstranase (Larsson, 2000)

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap aktivitas dekstranase. Pada uji lanjut Duncan diperoleh suhu 40°C dan 50°C tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan suhu lainnya (Lampiran 2). Menurut Sigma (2007), penggunaan suhu optimum dekstranase pada 50°C sesuai dengan kisaran suhu 50-60°C pada aplikasinya.

(54)

27 dekstranase (UD) per mg protein enzim. Hasil karakterisasi terhadap

dekstranase Plus L diperoleh aktivitas enzim sebesar 248.66 UD/ml enzim dan aktivitas spesifik sebesar 73.13 UD/mg protein enzim. Pengaruh perlakuan suhu yang berbeda terhadap aktivitas dekstranase disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Aktivitas enzim relatif (%) pada berbagai perlakuan suhu

Perhitungan perubahan kadar dekstran selama degradasi dekstran T2000 oleh dekstranase tersaji pada Lampiran 3. Analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap persentase dekstran. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa persentase jumlah dekstran terendah terjadi pada perlakuan dosis 100 UD/l substrat dengan waktu inkubasi 150 menit. Dosis 100 UD/l substrat digunakan sebagai batas tengah perlakuan dosis enzim pada penelitian utama, sehingga dosis perlakuannya yaitu 0 (kontrol), 80, 100 dan 120 UD/l substrat. Waktu inkubasi yang digunakan sebagai batas tengah perlakuan adalah pada saat mulai terjadi degradasi. Berdasarkan hasil uji lanjut

Duncan (Lampiran 4) waktu inkubasi 60 menit telah menunjukkan pengaruh yang nyata, sehingga waktu inkubasi yang digunakan pada penelitian utama yaitu 0 (awal), 30, 60 dan 90 menit.

(55)

28

Dosis Enzim (UD/l substrat)

Dek

s

tran

(%

)

60 menit 120 menit 150 menit

Gambar 11. Karakteristik degradasi dekstran T2000 pada berbagai kombinasi dosis dekstranase dan waktu inkubasi.

C. PENGARUH PENAMBAHAN DEKSTRANASE

Hasil degradasi dekstran oleh dekstranase adalah glukosa yang

merupakan gula pereduksi, sehingga analisa kadar gula pereduksi dapat digunakan untuk mengetahui kadar dekstran terdegradasi. Analisa ini merupakan metode pendekatan terhadap hasil (produk) yang terbentuk. Menurut Johnson (1991), aktivitas dekstranase dapat diuji dengan menentukan

gula pereduksi yang dibebaskan selama inkubasi campuran reaksi.

Aktivitas degradasi dekstran oleh dekstranase dapat pula diketahui dengan mengukur penurunan viskositas. Menurut Cuddihy et al. (1999), penambahan dekstranase dapat menurunkan viskositas nira.

Analisa TSS (Total Soluble Solid) dalam °brix dilakukan untuk mengukur bahan gula nira yang terlarut dan padatan terlarut dari bahan non-gula nira. Pengukuran pH perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya perubahan pH selama inkubasi dekstranase.

(56)

29 Setelah ditambahkan dekstranase, diinkubasi pada suhu 50°C sesuai

dengan suhu hasil karakterisasi dekstranase. Suhu ini sesuai pula dengan suhu nira hasil ekstraksi di pabrik gula (Sumarno, 1994). Sampel diambil setiap perlakuan dosis dekstranase pada masing-masing perlakuan waktu inkubasi yaitu 0, 30, 60, dan 90 menit. Hasil analisis kadar gula pereduksi, dekstran

terdegradasi, viskositas, TSS, dan pH pada berbagai perlakuan dosis enzim dan waktu inkubasi disajikan pada Lampiran 5.

1. Gula Pereduksi

Penglepasan gula reduksi dalam campuran dapat diukur menggunakan pereaksi asam 3,5 dinitrosalisilat (Khalikova et al., 2005). Penambahan dekstranase pada nira bertujuan untuk menghidrolisis dekstran di dalam nira menjadi gula pereduksi. Menurut Johnson (1991), aktivitas dekstranase dapat diuji dengan menentukan gula pereduksi yang dibebaskan selama inkubasi campuran reaksi.

Dari analisa kadar gula pereduksi yang dilakukan, nilai rata-rata gula pereduksi pada nira dengan penambahan dosis enzim 100 UD/l nira memiliki nilai tertinggi sebesar 19.142 mg/ml, sedangkan nira tanpa penambahan enzim memiliki nilai terendah sebesar 14.236 mg/ml. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase, waktu inkubasi, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar gula pereduksi yang terbentuk. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 7) pada

pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi menunjukkan bahwa kombinasi terbaik adalah kombinasi perlakuan dosis enzim 100 UD/l nira dan waktu inkubasi 60 menit dengan menghasilkan kadar gula pereduksi tertinggi yaitu sebesar 23.352 mg/ml.

(57)

30 dekstranase berlebih, maka memungkinkan dekstranase berikatan dengan

senyawa inhibitor yang mampu menghambat aktivitasnya.

Semakin lama degradasi dekstran, aktivitas dekstranase akan semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh penurunan kerja sisi aktif dekstranase yang telah banyak berikatan dengan substrat (dekstran) dan inhibitor di dalam

nira. Menurut Deerland-Enzymes (2005), dekstranase merk dagang dextranfree yang berasal dari Chaetomium erraticum terhambat oleh inhibitor ion logam Cu2+ dan Fe3+. Menurut Khalikova et al. (2005), dekstranase yang berasal dari C. gracile terhambat oleh inhibitor Hg2+, Cu2+, dan Fe3+.

0 UD/l nira 80 UD/l nira 100 UD/l nira 120 UD/l nira

Gambar 12. Perubahan gula pereduksi nira tertunda giling 48 jam terhadap penambahan dosis dekstranase dan waktu inkubasi enzim

Gambar 12 menunjukkan bahwa nira yang ditambahkan dekstranase memiliki kadar gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan dekstranase (0 UD/l nira). Sampel tanpa penambahan dekstranase memiliki kadar gula pereduksi berkisar antara 14.041-14.438 mg/ml glukosa.

(58)

31 mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan invertase

akan mengubah sukrosa menjadi gula invert (gula pereduksi), sedangkan aktivitas bakteri pembentuk asam mengubah gula pereduksi menjadi asam. Menurut Suhartono (1989), umumnya sumber energi bagi mikroba industrial adalah gula murni seperti glukosa, fruktosa, sukrosa murni, atau

gula yang berasal dari molases, pati, selulosa, gula bit, sirup jagung, tepung serelia, dan sebagainya.

Penambahan dekstranase dengan dosis 80 UD/l nira menghasilkan kadar gula pereduksi berkisar 13.784-20.388 mg/ml, dosis 100 UD/l nira berkisar 14.137-23.352 mg/ml dan keduanya mencapai nilai tertinggi pada waktu inkubasi 60 menit. Penambahan dosis 120 UD/l nira menghasilkan kadar gula pereduksi berkisar 14.485-19.579 mg/ml dan mencapai nilai tertinggi pada waktu inkubasi 90 menit.

Hasil uji korelasi (Lampiran 8) pembentukan gula pereduksi menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan kadar gula pereduksi dengan peningkatan kadar dekstran terdegradasi, penurunan viskositas dan penurunan TSS. Adanya korelasi ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar gula pereduksi sebagian besar merupakan hasil degradasi dekstran oleh dekstranase dengan kemampuan menghasilkan gula pereduksi yang cukup tinggi. Penurunan viskositas berhubungan dengan keberadaan dekstran penyebab tingginya viskositas telah terdegradasi menjadi gula pereduksi. Penurunan TSS disebabkan adanya peningkatan kadar gula pereduksi

sebagai bahan terlarut dalam nira hasil degradasi dekstran oleh adanya penambahan dekstranase.

2. Dekstran Terdegradasi

(59)

32 Dari analisa dekstran terdegradasi yang dilakukan, nilai rata-rata

dekstran terdegradasi pada nira dengan penambahan dosis enzim 100 UD/l nira memiliki nilai tertinggi sebesar 4.956 mg/ml, sedangkan nira tanpa penambahan enzim memiliki nilai terendah sebesar 0 mg/ml. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan dosis dekstranase,

waktu inkubasi, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kadar dekstran terdegradasi. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 7) pada pengaruh interaksi dosis enzim dan waktu inkubasi menunjukkan bahwa kombinasi terbaik adalah kombinasi perlakuan dosis enzim 100 UD/l nira dan waktu inkubasi 60 menit dengan menghasilkan kadar dekstran terdegradasi tertinggi yaitu sebesar 9.311 mg/ml.

Gambar 13 menunjukkan bahwa nira yang ditambahkan dekstranase memiliki kadar dekstran terdegradasi lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu tanpa penambahan dekstranase (0 UD/l nira). Nira tanpa penambahan dekstranase (0 UD/l nira) memiliki jumlah dekstran terdegradasi 0 mg/ml glukosa.

Penambahan dekstranase dengan dosis 80 UD/l nira menyebabkan dekstran terdegradasi berkisar 0.037-6.347 mg/ml, dosis 100 UD/l nira berkisar 0.155-9.311 mg/ml, dosis 120 UD/l nira berkisar 0.503-5.278 mg/ml glukosa. Nilai degradasi tertinggi dicapai pada waktu inkubasi 60 menit.

Semakin tinggi dosis enzim dan waktu inkubasi maka semakin tinggi

pula jumlah dekstran terdegradasi dan mengalami penurunan setelah mencapai kondisi optimalnya. Penurunan jumlah dekstran terdegradasi dapat terjadi karena penurunan kerja sisi aktif dekstranase yang telah banyak berikatan dengan substrat (dekstran) dan inhibitor di dalam nira. Selain itu,

Gambar

Tabel 1. Komposisi Nira Tebu
Gambar 1. Struktur dekstran dengan ikatan �-1,6, �-1,4-glikosidik(Robyt, 1995)
Gambar 2. Diagram alir penelitian
Gambar 3. (a) Proses pembakaran tebu; (b) Tebu bakar potong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa kadar gula pereduksi selama penyimpanan menunjukkan terjadinya peningkatan kadar gula pereduksi pada kedua jenis produk sirup gula invert, baik itu yang berbahan

diberikan terhadap mutu buah tomat pascapanen, pengaruh pemberian variasi dosis KMnO 4 terhadap kadar gula pereduksi yang terkandung dalam buah tomat.. varietas Servo,