• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengaruh Dosis dan Lama Inkubasi Dekstranase terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling (Kasus Sistem Tebang Tebu Hijau)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengaruh Dosis dan Lama Inkubasi Dekstranase terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling (Kasus Sistem Tebang Tebu Hijau)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN LAMA INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN DALAM NIRA TEBU

TERTUNDA GILING

(KASUS SISTEM TEBANG TEBU HIJAU)

Oleh

ISTRO SETIAWAN F34101073

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SUMMARY

Indonesia had experience in glory time as strong self sufficient and sugar exporter country. So ironic, exactly now Indonesia was recorded as ten major sugar importer countries of the world. Increasing of Indonesia’s sugar import was caused by lower national sugar production that only about 50 % from all national sugar consumption (Arianto, 2003). High taxes of imported sugar is not a good solution to overcome this national sugar crisis. The best solution for sugar industry in Indonesia is by increasing the national sugar productivity that must integrated with classical problem faced by sugar factory.

Most of cane harvesting in Indonesia were conducted by Green Cane Harvest System. Problems of delayed cane at sugar production process were caused by old milling equipment and low milling capacity, especially at cane milling season. Decreasing of cane quality as loss of sucrose caused by delayed milling is higher than loss at processing factory, especially by Leuconostoc mesenteroides bacteria infection in field, during transportation and production, that are capable for synthesis sucrose to dextran. According to MRLI (1998), 62 % of sucrose lost around the milling time caused by microbiological inversion. High dextran concentration also can cause increasing of juice viscosity and become various problem to sugar manufacturing processing. This condition significantly influenced to the decreasing sugar yield and quality, moreover to high risk economy costing for sugar factory according to Mochtar (1995) that can reach about Rp. 1.3-2.6 billion (4000 ton/day milling capacity at 150 day milling time).

This research consist of preliminary and main research. Preliminary research was to determine the cane changes during delayed milling time, characteristics of delayed cane juice, profile of bacteria growth and dextran production during delayed time, and the characteristic of used dextranase. Main research was to study the effect of dextranase dozes and incubation times concerning to the reducing sugar content, dextran degradation content, viscosity, total suspended solid, and pH from the delayed cane during degradation process.

The result showed that the change of cane quality was decreased by delayed milling time. The characteristic of milling delayed cane juice after 48 hours as follows : decreasing the juice volume yield until 51.15 ± 6.50 %, spesific grafity 1.352, TSS 12.5 ± 0.55 obrix, viscosity 1.18 ± 0.02 cP, total sugar content 144.27 ± 16.59 mg/ml, reducing sugar content 15.15 ± 2.65 mg/ml, sucrose content 131.99 ± 14.88 mg/ml, dextran content 230-240 ppm, temperature of juice 25-27 oC and pH 5.5. Profile of L. mesenteroides growth is normal and dextran production increased during delayed milling time. Dextran production pattern was mixed pattern of with the bacterial growth. The used dextranase has activity of 248.66 UD/ml, specific activity of 73.13 UD/mg protein, optimum temperature at 50 oC and optimum pH at 5.5.

(3)

reducing sugar content and the amount of dextran degradation, and also monitored by the decreasing of viscosity that higher than another treatments.

Analysis of variance and Duncan test shows that the increasing of reducing sugar content and the degradation of dextran are influenced by enzyme dozes, incubation time and both interactions, while viscosity is influenced by incubation time and both interactions, the pH is influenced only by incubation time, and TSS is not influenced by all treatments. Partial correlation analysis shows that the increasing of reducing sugar content, degraded dextran, and decreasing of viscosity have correlations to each other. Decreasing of TSS only correlated to the decreasing of pH, while decreasing of pH also correlated with the decreasing of viscosity.

(4)

RINGKASAN

Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai negara swasembada dan eksportir gula yang kuat. Ironisnya, saat ini Indonesia justru tercatat dalam 10 negara pengimpor gula terbesar di dunia. Meningkatnya impor gula Indonesia disebabkan oleh rendahnya produktifitas gula nasional yang hanya mampu memenuhi 50 % dari total kebutuhan konsumsi gula nasional (Arianto, 2003). Kenaikan bea tarif masuk gula impor saja, bukan merupakan solusi terbaik dalam mengatasi krisis pergulaan nasional. Solusi terbaik bagi industri gula di Indonesia adalah dengan mengupayakan peningkatan produktivitas gula nasional yang harus terintegrasi dengan permasalahan yang sering dihadapi pabrik gula.

Mayoritas panen tebu di Indonesia dilakukan menggunakan sistem tebang tebu hijau (STTH). Masalah tebu tertunda giling pada proses produksi gula disebabkan oleh tuanya alat giling dan rendahnya kapasitas giling, terutama saat musim giling. Turunnya kualitas tebu berupa kehilangan sukrosa akibat masa tunda giling (MTG) jauh lebih besar dibanding saat pengolahan di pabrik, terutama disebabkan oleh infeksi bakteri Leuconostoc mesenteroides yang mampu mensintesa sukrosa menjadi dekstran selama di lahan, pengiriman, dan produksi. Menurut MRLI (1998), kehilangan sukrosa sekitar masa giling sebesar 62 % disebabkan oleh inversi mikrobiologi. Konsentrasi dekstran yang tinggi dapat pula menyebabkan peningkatan viskositas nira dan menimbulkan berbagai permasalahan pada proses pengolahan gula. Kondisi ini berpengaruh nyata terhadap penurunan rendemen dan kualitas gula, bahkan beresiko terhadap biaya ekonomi tinggi yang menurut Mochtar (1995) dapat mencapai Rp 1,3 - 2,6 milyar (kapasitas giling 4000 ton/hari dan masa giling 150 hari).

Penelitian ini terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mempelajari perubahan tebu selama MTG, karakteristik nira tebu tertunda giling, pola pertumbuhan bakteri dan produksi dekstran selama MTG, serta karakteristik dekstranase yang digunakan. Penelitian utama bertujuan untuk mengkaji pengaruh perlakuan dosis dan lama inkubasi dekstranase terhadap kadar gula pereduksi, kadar dekstran terdegradasi, viskositas, total padatan terlarut (TSS), dan pH nira tebu tertunda giling STTH selama proses degradasi dekstran dengan keluaran berupa kombinasi terbaik dari kedua perlakuan tersebut.

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa penurunan kualitas tebu sangat dipengaruhi oleh MTG. Karakteristik nira tebu tertunda giling (48 jam) memiliki rendemen nira hingga 51,15 ± 6,50 %, spesific grafity 1.352, TSS 12,5 ± 0,5 obrix, viskositas 1,18 ± 0,02 cP, kadar total gula ± 127,68-160,86 mg/ml, kadar gula pereduksi 15,15 ± 2,65 mg/ml, kadar sukrosa 131,99 ± 14,88 mg/ml, kadar dekstran 230-240 ppm, suhu 25-27 oC dan pH 5,5. Pola pertumbuhan L. mesenteroides normal dan pola produksi dekstran meningkat selama MTG. Produksi dekstran yang terjadi merupakan pola campuran produksi produk dengan pertumbuhan bakteri. Dekstranase yang digunakan memiliki aktivitas 248,66 UD/ml, aktivitas spesifik 73,13 UD/mg protein, suhu optimum 50 oC dan pH optimum 5,5.

(5)

tebu. Kombinasi perlakuan terbaik untuk degradasi dekstran dalam nira tebu tertunda giling adalah dengan menggunakan dosis enzim 80 UD/l nira dan lama inkubasi 60 menit berdasarkan peningkatan kadar gula pereduksi dan peningkatan kadar dekstran terdegradasi tertinggi dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya

Analisa sidik ragam dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa peningkatan kadar gula pereduksi dan dekstran terdegradasi dipengaruhi oleh dosis enzim, lama inkubasi dan interaksi keduanya. Viskositas dipengaruhi oleh lama inkubasi dan interaksi keduanya, pH dipengaruhi oleh lama inkubasi, sedangkan brix tidak dipengaruhi oleh semua perlakuan. Analisa korelasi parsial menunjukkan peningkatan kadar gula pereduksi, peningkatan kadar dekstran terdegradasi dan penurunan viskositas saling berkorelasi. Penurunan TSS hanya berkorelasi dengan penurunan pH, sementara penurunan pH juga berkorelasi dengan penurunan viskositas.

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN LAMA INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

(6)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ISTRO SETIAWAN F34101073

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN LAMA INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

(7)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ISTRO SETIAWAN F34101073

Dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 November 1982 Tanggal Lulus : 2 Mei 2007

Disetujui,

Bogor, Agustus 2007

Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi. Dosen Pembimbing

PERNYATAAN

(8)

Bogor, Agustus 2007 Yang membuat pernyataan,

ISTRO SETIAWAN F34101073

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 November 1982 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Kastaman dan Kushartini. Penulis menempuh jenjang pendidikan di TK PURATA 2 Cibinong (1988-1989), SD PURATA 2 Cibinong (1989-1995), SLTP Negeri 1 Cibinong (1995-1998), dan SMUN 3 Bogor (1998-2001). Penulis pernah meraih NEM terbaik di tingkat SD dan termasuk 10 besar NEM terbaik pada kelulusannya di SLTP.

(9)

di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa kuliah penulis bergabung dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) dan di luar kampus aktif dalam organisasi KARANG TARUNA di Kelurahan Pakansari Cibinong-Bogor dengan menjabat Ketua Bidang Kewirausahaan dengan harapan dapat berkesempatan menambah wawasan, berbagi pengalaman, dan mencari peluang mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya selama masa kuliah di masyarakat sekitar tempat tinggalnya.

Penulis menjalani Praktek Lapangan di PG/PS. Madukismo–PT. Madu Baru Daerah Istimewa Yogyakarta selama 2 bulan pada tahun 2004 dibawah bimbingan Dr. Ir. Agung P. Murdanoto, MAgr selaku Pembimbing Akademiknya dengan laporan yang berjudul “Mempelajari Efisiensi dan Optimasi Proses Produksi Alkohol dan Spiritus di PS. Madukismo – PT. Madu Baru Yogyakarta”.

Penulis mengakhiri masa studinya di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pengaruh Dosis dan Lama Inkubasi Dekstranase terhadap Degradasi Dekstran dalam Nira Tebu Tertunda Giling (Kasus Sistem Tebang Tebu Hijau)“ dibawah bimbingan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi sebagai Pembimbing Akademiknya pada periode tahun 2005-2007.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Pengaruh Dosis dan Lama Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling (Pada Kasus Sistem Tebang Tebu Hijau)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

(10)

1. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi selaku Pembimbing Akademik yang telah menerima penulis menjadi anak bimbingannya atas dukungan, bimbingan serta arahan selama penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, Msi dan Ir. Prayoga Suryadarma, MT selaku Penguji Ujian Skripsi atas bimbingan dan arahan selama menyelesaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Agung P. Murdanoto, MAgr yang pernah menjadi Pembimbing Akademik penulis atas ilmu dan pengalaman dalam menghayati jiwa dan nyawa dasar seorang TIN sejati.

4. Ir. Arief S., selaku Kabid. Produksi PT. Madu Baru Yogyakarta yang menginspirasikan penulis untuk menemukan arti pentingnya seorang TIN bagi industri dan masyarakat di sekitarnya.

5. Bapak, Ibu, dan kedua adikku atas suport moril maupun materil serta do’a tulus yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di bangku kuliah.

6. Mas Dwi Cahyo selaku rekan se-penelitian, Firmansyah, dan Rifqi atas kebersamaan dan kerjasamanya selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 7. Teman-teman TIN 38, adik-adikku TIN 39, serta para staf laboran TIN atas

segala bantuan dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Agustus 2007 Penulis DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

(11)

SKRIPSI

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN LAMA INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN DALAM NIRA TEBU

TERTUNDA GILING

(KASUS SISTEM TEBANG TEBU HIJAU)

Oleh

ISTRO SETIAWAN F34101073

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

SUMMARY

Indonesia had experience in glory time as strong self sufficient and sugar exporter country. So ironic, exactly now Indonesia was recorded as ten major sugar importer countries of the world. Increasing of Indonesia’s sugar import was caused by lower national sugar production that only about 50 % from all national sugar consumption (Arianto, 2003). High taxes of imported sugar is not a good solution to overcome this national sugar crisis. The best solution for sugar industry in Indonesia is by increasing the national sugar productivity that must integrated with classical problem faced by sugar factory.

Most of cane harvesting in Indonesia were conducted by Green Cane Harvest System. Problems of delayed cane at sugar production process were caused by old milling equipment and low milling capacity, especially at cane milling season. Decreasing of cane quality as loss of sucrose caused by delayed milling is higher than loss at processing factory, especially by Leuconostoc mesenteroides bacteria infection in field, during transportation and production, that are capable for synthesis sucrose to dextran. According to MRLI (1998), 62 % of sucrose lost around the milling time caused by microbiological inversion. High dextran concentration also can cause increasing of juice viscosity and become various problem to sugar manufacturing processing. This condition significantly influenced to the decreasing sugar yield and quality, moreover to high risk economy costing for sugar factory according to Mochtar (1995) that can reach about Rp. 1.3-2.6 billion (4000 ton/day milling capacity at 150 day milling time).

This research consist of preliminary and main research. Preliminary research was to determine the cane changes during delayed milling time, characteristics of delayed cane juice, profile of bacteria growth and dextran production during delayed time, and the characteristic of used dextranase. Main research was to study the effect of dextranase dozes and incubation times concerning to the reducing sugar content, dextran degradation content, viscosity, total suspended solid, and pH from the delayed cane during degradation process.

The result showed that the change of cane quality was decreased by delayed milling time. The characteristic of milling delayed cane juice after 48 hours as follows : decreasing the juice volume yield until 51.15 ± 6.50 %, spesific grafity 1.352, TSS 12.5 ± 0.55 obrix, viscosity 1.18 ± 0.02 cP, total sugar content 144.27 ± 16.59 mg/ml, reducing sugar content 15.15 ± 2.65 mg/ml, sucrose content 131.99 ± 14.88 mg/ml, dextran content 230-240 ppm, temperature of juice 25-27 oC and pH 5.5. Profile of L. mesenteroides growth is normal and dextran production increased during delayed milling time. Dextran production pattern was mixed pattern of with the bacterial growth. The used dextranase has activity of 248.66 UD/ml, specific activity of 73.13 UD/mg protein, optimum temperature at 50 oC and optimum pH at 5.5.

(13)

reducing sugar content and the amount of dextran degradation, and also monitored by the decreasing of viscosity that higher than another treatments.

Analysis of variance and Duncan test shows that the increasing of reducing sugar content and the degradation of dextran are influenced by enzyme dozes, incubation time and both interactions, while viscosity is influenced by incubation time and both interactions, the pH is influenced only by incubation time, and TSS is not influenced by all treatments. Partial correlation analysis shows that the increasing of reducing sugar content, degraded dextran, and decreasing of viscosity have correlations to each other. Decreasing of TSS only correlated to the decreasing of pH, while decreasing of pH also correlated with the decreasing of viscosity.

(14)

RINGKASAN

Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai negara swasembada dan eksportir gula yang kuat. Ironisnya, saat ini Indonesia justru tercatat dalam 10 negara pengimpor gula terbesar di dunia. Meningkatnya impor gula Indonesia disebabkan oleh rendahnya produktifitas gula nasional yang hanya mampu memenuhi 50 % dari total kebutuhan konsumsi gula nasional (Arianto, 2003). Kenaikan bea tarif masuk gula impor saja, bukan merupakan solusi terbaik dalam mengatasi krisis pergulaan nasional. Solusi terbaik bagi industri gula di Indonesia adalah dengan mengupayakan peningkatan produktivitas gula nasional yang harus terintegrasi dengan permasalahan yang sering dihadapi pabrik gula.

Mayoritas panen tebu di Indonesia dilakukan menggunakan sistem tebang tebu hijau (STTH). Masalah tebu tertunda giling pada proses produksi gula disebabkan oleh tuanya alat giling dan rendahnya kapasitas giling, terutama saat musim giling. Turunnya kualitas tebu berupa kehilangan sukrosa akibat masa tunda giling (MTG) jauh lebih besar dibanding saat pengolahan di pabrik, terutama disebabkan oleh infeksi bakteri Leuconostoc mesenteroides yang mampu mensintesa sukrosa menjadi dekstran selama di lahan, pengiriman, dan produksi. Menurut MRLI (1998), kehilangan sukrosa sekitar masa giling sebesar 62 % disebabkan oleh inversi mikrobiologi. Konsentrasi dekstran yang tinggi dapat pula menyebabkan peningkatan viskositas nira dan menimbulkan berbagai permasalahan pada proses pengolahan gula. Kondisi ini berpengaruh nyata terhadap penurunan rendemen dan kualitas gula, bahkan beresiko terhadap biaya ekonomi tinggi yang menurut Mochtar (1995) dapat mencapai Rp 1,3 - 2,6 milyar (kapasitas giling 4000 ton/hari dan masa giling 150 hari).

Penelitian ini terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mempelajari perubahan tebu selama MTG, karakteristik nira tebu tertunda giling, pola pertumbuhan bakteri dan produksi dekstran selama MTG, serta karakteristik dekstranase yang digunakan. Penelitian utama bertujuan untuk mengkaji pengaruh perlakuan dosis dan lama inkubasi dekstranase terhadap kadar gula pereduksi, kadar dekstran terdegradasi, viskositas, total padatan terlarut (TSS), dan pH nira tebu tertunda giling STTH selama proses degradasi dekstran dengan keluaran berupa kombinasi terbaik dari kedua perlakuan tersebut.

Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa penurunan kualitas tebu sangat dipengaruhi oleh MTG. Karakteristik nira tebu tertunda giling (48 jam) memiliki rendemen nira hingga 51,15 ± 6,50 %, spesific grafity 1.352, TSS 12,5 ± 0,5 obrix, viskositas 1,18 ± 0,02 cP, kadar total gula ± 127,68-160,86 mg/ml, kadar gula pereduksi 15,15 ± 2,65 mg/ml, kadar sukrosa 131,99 ± 14,88 mg/ml, kadar dekstran 230-240 ppm, suhu 25-27 oC dan pH 5,5. Pola pertumbuhan L. mesenteroides normal dan pola produksi dekstran meningkat selama MTG. Produksi dekstran yang terjadi merupakan pola campuran produksi produk dengan pertumbuhan bakteri. Dekstranase yang digunakan memiliki aktivitas 248,66 UD/ml, aktivitas spesifik 73,13 UD/mg protein, suhu optimum 50 oC dan pH optimum 5,5.

(15)

tebu. Kombinasi perlakuan terbaik untuk degradasi dekstran dalam nira tebu tertunda giling adalah dengan menggunakan dosis enzim 80 UD/l nira dan lama inkubasi 60 menit berdasarkan peningkatan kadar gula pereduksi dan peningkatan kadar dekstran terdegradasi tertinggi dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya

Analisa sidik ragam dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa peningkatan kadar gula pereduksi dan dekstran terdegradasi dipengaruhi oleh dosis enzim, lama inkubasi dan interaksi keduanya. Viskositas dipengaruhi oleh lama inkubasi dan interaksi keduanya, pH dipengaruhi oleh lama inkubasi, sedangkan brix tidak dipengaruhi oleh semua perlakuan. Analisa korelasi parsial menunjukkan peningkatan kadar gula pereduksi, peningkatan kadar dekstran terdegradasi dan penurunan viskositas saling berkorelasi. Penurunan TSS hanya berkorelasi dengan penurunan pH, sementara penurunan pH juga berkorelasi dengan penurunan viskositas.

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN LAMA INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

(16)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ISTRO SETIAWAN F34101073

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PENGARUH DOSIS DAN LAMA INKUBASI DEKSTRANASE TERHADAP DEGRADASI DEKSTRAN

(17)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ISTRO SETIAWAN F34101073

Dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 November 1982 Tanggal Lulus : 2 Mei 2007

Disetujui,

Bogor, Agustus 2007

Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi. Dosen Pembimbing

PERNYATAAN

(18)

Bogor, Agustus 2007 Yang membuat pernyataan,

ISTRO SETIAWAN F34101073

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 November 1982 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Kastaman dan Kushartini. Penulis menempuh jenjang pendidikan di TK PURATA 2 Cibinong (1988-1989), SD PURATA 2 Cibinong (1989-1995), SLTP Negeri 1 Cibinong (1995-1998), dan SMUN 3 Bogor (1998-2001). Penulis pernah meraih NEM terbaik di tingkat SD dan termasuk 10 besar NEM terbaik pada kelulusannya di SLTP.

(19)

di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa kuliah penulis bergabung dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) dan di luar kampus aktif dalam organisasi KARANG TARUNA di Kelurahan Pakansari Cibinong-Bogor dengan menjabat Ketua Bidang Kewirausahaan dengan harapan dapat berkesempatan menambah wawasan, berbagi pengalaman, dan mencari peluang mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya selama masa kuliah di masyarakat sekitar tempat tinggalnya.

Penulis menjalani Praktek Lapangan di PG/PS. Madukismo–PT. Madu Baru Daerah Istimewa Yogyakarta selama 2 bulan pada tahun 2004 dibawah bimbingan Dr. Ir. Agung P. Murdanoto, MAgr selaku Pembimbing Akademiknya dengan laporan yang berjudul “Mempelajari Efisiensi dan Optimasi Proses Produksi Alkohol dan Spiritus di PS. Madukismo – PT. Madu Baru Yogyakarta”.

Penulis mengakhiri masa studinya di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pengaruh Dosis dan Lama Inkubasi Dekstranase terhadap Degradasi Dekstran dalam Nira Tebu Tertunda Giling (Kasus Sistem Tebang Tebu Hijau)“ dibawah bimbingan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi sebagai Pembimbing Akademiknya pada periode tahun 2005-2007.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Pengaruh Dosis dan Lama Inkubasi Dekstranase Terhadap Degradasi Dekstran Dalam Nira Tebu Tertunda Giling (Pada Kasus Sistem Tebang Tebu Hijau)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata satu pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

(20)

1. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi selaku Pembimbing Akademik yang telah menerima penulis menjadi anak bimbingannya atas dukungan, bimbingan serta arahan selama penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, Msi dan Ir. Prayoga Suryadarma, MT selaku Penguji Ujian Skripsi atas bimbingan dan arahan selama menyelesaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Agung P. Murdanoto, MAgr yang pernah menjadi Pembimbing Akademik penulis atas ilmu dan pengalaman dalam menghayati jiwa dan nyawa dasar seorang TIN sejati.

4. Ir. Arief S., selaku Kabid. Produksi PT. Madu Baru Yogyakarta yang menginspirasikan penulis untuk menemukan arti pentingnya seorang TIN bagi industri dan masyarakat di sekitarnya.

5. Bapak, Ibu, dan kedua adikku atas suport moril maupun materil serta do’a tulus yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di bangku kuliah.

6. Mas Dwi Cahyo selaku rekan se-penelitian, Firmansyah, dan Rifqi atas kebersamaan dan kerjasamanya selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 7. Teman-teman TIN 38, adik-adikku TIN 39, serta para staf laboran TIN atas

segala bantuan dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Agustus 2007 Penulis DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

(21)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SISTEM TEBANG TEBU HIJAU (STTH) ... 4

B. TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum) ... 5

C. NIRA TEBU ... 7

D. MASA TUNDA GILING (MTG) ... 8

E. DEKSTRAN ... 9

1. Karakteristik Dekstran ... 9

2. Dekstran Pada Produksi Gula Tebu ... 10

3. Bakteri Produsen Dekstran (L. mesenteroides) ... 11

F. DEKSTRANASE ... 14

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. METODE PENELITIAN ... 15

a.Penelitian Pendahuluan ... 17

a. Pengamatan Fisik dan Rendemen Nira Tebu MTG STTH ... 17

b. Karakterisasi Nira Tebu MTG 48 Jam STTH ... 17

c. Analisa Pertumbuhan Bakteri dan Produksi Dekstran STTH .. 17

d. Karakterisasi Dekstranase (Plus L dari NOVO) ... 18

2.Penelitian Utama ... 19

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 19

D. ANALISA DATA ... 20

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 21

1.Pengamatan Fisik dan Rendemen Nira Tebu MTG 0-48 Jam STTH 21

(22)

3.Pola Pertumbuhan Bakteri dan Produksi Dekstran MTG STTH ... 24 4.Karakteristik Dekstranase Plus L (Novo) ... 31

B.PENELITIAN UTAMA ... 32 1.Kadar Gula Pereduksi ... 35 2.Kadar Dekstran Terdegradasi... 37 3.Viskositas ... 42 4.Total Padatan Tersuspensi (TSS) ... 44 5.pH ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... 49 B. SARAN ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN ... 58

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi nira tebu ... 7

Tabel 2. Komposisi bahan non-gula nira tebu ... 7

Tabel 3. Pengamatan fisik dan rendemen nira dari tebu tertunda giling ... 21

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sistem tebang tebu hijau manual dan mekanis (ASCL, 2005) ... 4 Gambar 2. Tanaman tebu (Saccharum officinarum)... 5 Gambar 3. Rumus bangun kimia sukrosa ... 8 Gambar 4. Struktur dekstran α-1,6-glikosidik dan cabang α-1,4-glikosidik

(Robty, 1995) ... 10 Gambar 5. Penampakkan coccus L. mesenteroides dalam kultur cair

(Breidt, 2004) ... 12 Gambar 6. Skema aliran karbon dan energi melalui jalur utama Metabolic

Pathway dari L. mesenteroides saat terjadi metabolisme terhadap sumber gula yang berbeda (Dols et al., 1997) ... 13 Gambar 7. Mekanisme reaksi pembentukan dekstran oleh dekstransukrase

(Robty, 1995) ... 13 Gambar 8. Diagram alir penelitian ... 16 Gambar 9. Penampakan fisik nira tebu tertunda giling (48 jam) ... 22 Gambar 10. Kurva pertumbuhan bakteri (L. mesenteroides) selama MTG ... 25 Gambar 11. Penampakan L. mesenteroides pada media agar dari inokulasi

nira tebu MTG 0, 12, 24 dan 48 jam STTH ... 26 Gambar 12. Penampakan dua biakan L mesenteroides pada medium

glukosa (kiri) dan sukrosa (kanan) (Stanier et al., 1984) ... 26 Gambar 13. Perubahan ukuran sel bakteri L. mesentorides akibat

terbentuknya dekstran seperti kapsul pada nira tebu tertunda giling ... 28 Gambar 14. Kurva hubungan pertumbuhan bakteri dan produksi dekstran

selama MTG STTH ... 29 Gambar 15. Aktivitas enzim relatif (%) dekstranase pada berbagai

perlakuan suhu berbeda ... 31 Gambar 16. Karakteristik degradasi dekstran T2000 pada berbagai

kombinasi dosis dekstranase dan lama Inkubasi ... 32

(24)

Gambar 17. Mekanisme degradasi dekstran tipe endodekstranase dan eksodekstranase (Larsson, 2000) ... 33 Gambar 18. Penampakan warna nira pasca degradasi dekstran selama 90

menit inkubasi menggunakan dekstranase pada berbagai dosis . 34 Gambar 19. Grafik kadar gula pereduksi nira pada berbagai kombinasi

perlakuan dosis dekstranase dan lama inkubasi ... 36 Gambar 20. Grafik kadar dekstran terdegradasi nira pada berbagai

kombinasi perlakuan dosis dekstranase dan lama inkubasi ... 38 Gambar 21. Grafik viskositas nira pada berbagai kombinasi perlakuan dosis

dekstranase dan lama inkubasi ... 43 Gambar 22. Grafik Total Suspended Solid (TSS) nira pada berbagai

kombinasi perlakuan dosis dekstranase dan lama inkubasi ... 45 Gambar 23. Grafik pH nira pada berbagai kombinasi perlakuan dosis

dekstranase dan lama inkubasi ... 47

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur analisa nira tebu ... 58 Lampiran 2. Data pertumbuhan bakteri dan produksi dekstran selama

MTG STTH 0-48 jam ... 61 Lampiran 3. Stokiometri reaksi pada mekanisme pengaturan penggunaan

sumber karbon dalam memperoleh energi ATP bagi sel L. mesenteroides ... 62 Lampiran 4. Hasil analisa sidik ragam dan uji lanjut Duncan aktivitas

dekstranase pada berbagai perlakuan suhu dan pola degradasi dekstran ... 63 Lampiran 5. Karakteristik dekstranase plus L - NOVO (Sigma, 2007) ... 64 Lampiran 6. Data kadar dekstran (ppm) dan persentase dekstran selama

proses degradasi dekstran (media dekstran T2000 SIGMA) ... 65 Lampiran 7. Hasil analisa sidik ragam dan uji lanjut Duncan pola

degradasi dekstran pada berbagai perlakuan dosis dekstranase yang berbeda ... 66 Lampiran 8. Data hasil analisa parameter degradasi dekstran dalam nira

tebu tertunda giling STTH ... 68 Lampiran 9. Hasil analisa sidik ragam parameter degradasi dekstran dalam

nira tebu tertunda giling STTH ... 70 Lampiran 10. Hasil uji Lanjut Duncan parameter degradasi dekstran dalam

nira tebu tertunda giling STTH ... 72 Lampiran 11. Hasil uji korelasi parsial parameter degradasi dekstran dalam

nira tebu tertunda giling STTH dengan kontrol perlakuan dosis dan lama inkubasi dekstranase ... 74 Lampiran 12. Tabel perhitungan rasio enzim-substrat (dekstran) dalam nira

mentah ... 75 Lampiran 13. Mekanisme pengikatan enzim (E) dan substrat (S) serta

pengaruh inhibitor (I) (Anonim, 2001) ... 76

(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia pernah menjadi negara swasembada dan eksportir gula yang kuat pada tahun 1930-an. Ironisnya, saat ini Indonesia tercatat sebagai negara importir gula terbesar di kawasan Asia dan nomor 2 di dunia (Isma’il, 2001). Kondisi ini disebabkan oleh tidak seimbangnya kebutuhan konsumsi gula nasional dengan produksi gula nasional di dalam negeri. Pada tahun 2007, konsumsi gula nasional diproyeksikan akan meningkat sebesar 3,99 juta ton (Indocommercial, 2003) dan pada tahun 2020 sebesar 5,1 juta ton (Hutabarat, 1998), sebaliknya produksi gula nasional cenderung terus menurun terus menurun sejak tahun 1994 dari 2,44 juta ton menjadi 1,85 juta ton pada tahun 2002 (Isma’il, 2001; BPS, 2002). Peningkatan produksi gula nasional pada tahun 2003 dan 2004 masing- masing sebesar 3,37 dan 2,20 juta ton (BPS, 2004), belum bisa diandalkan guna menutupi kebutuhan konsumsi gula nasional yang cenderung terus meningkat pada masa-masa mendatang.

Rendahnya produktifitas gula nasional, terus mendorong Indonesia meningkatkan pasokan gula impor guna menutupi kebutuhan gulanya yang tinggi hingga hampir mencapai 50 % dari total kebutuhan konsumsinya (Arianto, 2003). Nilai tersebut belum termasuk impor gula ilegal yang sangat sering terjadi. Upaya menaikkan pajak bea tarif masuk gula impor hanya bersifat parsial dan jangka pendek. Upaya ini harus pula diiringi dengan peningkatan produktifitas pabrik gula selaku pihak produsen yang akan lebih efisien dan efektif dalam meningkatkan rendemen dan kualitas gula. Dalam implementasinya, upaya tersebut harus terintegrasi dengan permasalahan yang sering dialami dan diketahui mampu merugikan pabrik gula di Indonesia.

(27)

kekurangannya adalah adanya kotoran sisa tebang tebu seperti daun dan pucuk yang cukup besar. Kekurangan STTH ini diketahui dapat dialihkan menjadi sebuah keuntungan bila dikembangkan menjadi sumber pakan ternak, bahan bakar, pulp, kertas dan industri kayu yang memiliki nilai tambah secara ekonomis (Mirghani, 2003). Keuntungan ekstra ini menunjukkan bahwa sebenarnya STTH cukup efisien dan efektif, bila pabrik gula mampu mengontrol Masa Tunda Giling (MTG) yang sering terjadi pada proses produksi gula akibat tuanya umur alat giling dan rendahnya kapasitas giling.

Menurut Cuddihy et al. (1999), turunnya rendemen dan kualitas tebu akibat terjadinya MTG jauh lebih besar dibandingkan saat pengolahan di pabrik. Kehilangan sukrosa sekitar masa giling sebesar 62 % dilaporkan oleh MRLI (1998) disebabkan oleh inversi mikrobiologi, terutama oleh infeksi bakteri Leuconostoc mesenteroides selama di lahan, pengiriman dan produksi. Bakteri ini memproduksi dekstransukrase yang mensintesa sukrosa menjadi dekstran. Kadar dekstran yang tinggi dalam nira bisa mengganggu produksi gula tebu. Selain berakibat terhadap kehilangan sukrosa, tingginya konsentrasi dekstran dapat pula meningkatkan viskositas nira yang berpengaruh nyata terhadap penurunan rendemen, kualitas gula, dan beresiko terhadap biaya ekonomi tinggi yang dilaporkan Mochtar (1995) dapat mencapai Rp 1,3–2,6 milyar (kapasitas giling 4000 ton/hari dan masa giling 150 hari).

Dekstranase merupakan salah satu enzim ekstraselular yang berperan penting bagi industri gula karena kemampuannya menghidrolisis dekstran dalam nira. Menurut Murdiyatmo et al. (1994), pabrik gula berkapasitas 5000 ton/hari yang mengalami gangguan dekstran selama 2 minggu memerlukan dekstranase dengan biaya Rp. 100 juta. Berarti dalam masa giling 150 hari digunakan biaya kurang lebih sebesar Rp. 1,07 milyar.

Biaya ekonomi tinggi akibat adanya dekstran di pabrik gula ternyata jauh lebih besar dibandingkan biaya penerapan dekstranase untuk mengatasi dekstran pada masa giling yang sama. Bahkan, menurut Thaniyavarn dan Yoshida (1967), penggunaan dekstranase dapat meningkatkan produksi pabrik gula sebesar 10 persen. Berdasarkan hal tersebut, maka penerapan dekstranase

(28)

memiliki harapan dari segi ekonomis untuk diaplikasikan pada pabrik gula untuk mencapai produktifitas gula yang tinggi.

Dalam aplikasinya, penerapan dekstranase baru akan dilakukan bila kadar dekstran dalam nira diketahui telah mengganggu proses produksi di pabrik gula. Kondisi tertunda giling tebu pada sistem tebang tebu yang berbeda akan menghasilkan karakteristik nira dengan tingkat gangguan kadar dekstran terhadap proses produksi gula yang bervariasi. Berdasarkan hal ini, perlu dilakukan penelitian aplikasi dekstranase yang memperhatikan pengaruh sistem tebang tebu yang sering diterapkan.

STTH lebih banyak diterapkan pada industri gula di Indonesia, sehingga penelitian aplikasi dekstranase yang dikhususkan terhadap nira hasil STTH dapat lebih spesifik meningkatkan produktifitas gula di Indonesia. Untuk memperoleh aplikasi terbaiknya, perlu dikaji pengaruh dosis dan lama inkubasi dekstranase terhadap proses degradasi dekstran terhadap nira tebu tertunda giling STTH.

B. TUJUAN

1. Mempelajari pengaruh MTG tebu terhadap pertumbuhan bakteri dan produksi dekstran yang terjadi pada kasus STTH.

2. Menentukan karakteristik dekstranase yang digunakan meliputi suhu optimum, aktivitas, serta pola degradasi dekstran.

3. Mengkaji pengaruh perlakuan dosis dan lama inkubasi dekstranase serta memperoleh keluaran berupa kombinasi perlakuan terbaik proses degradasi dekstran dalam nira tebu tertunda giling pada kasus STTH.

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM TEBANG TEBU HIJAU (STTH)

Kegiatan pemanenan tebu lebih dikenal dengan istilah tebang tebu. Tebang tebu di Indonesia dilakukan setelah berumur 10-16 bulan, tergantung dari varietas tebu yang ditanam (Soebroto, 1980). Komponen penebangan adalah tebang, menyisik dan membersihkan, mengikat, memanggul ke Tempat Pemungutan Hasil (TPH), serta memuatnya ke alat angkut (Sitompul, 1984).

Sistem tebang tebu dapat dilakukan menggunakan tenaga manusia (manual) atau mesin. Sistem tebang tebu manual menggunakan tenaga manusia dilakukan terhadap bagian yang merapat tanah dengan menghilangkan daun bagian atas, mengikat seluruh batang tebu menjadi satu, memindahkan satu ikatan batang tebu lengkap dari lahan menggunakan kereta angkut ringan, dan mengirimnya menggunakan transport besar menuju unit penggilingan. Sistem tebang tebu secara mekanis menggunakan mesin umumnya memerlukan waktu lebih pendek, meskipun perlakuannya sama dengan sistem tebang menggunakan tenaga manusia. Disamping itu, penggunaan mesin hanya cocok pada kondisi lahan yang topografinya relatif datar. Tebangan mesin dengan biaya dan faktor kehilangan proses tebang yang tinggi, menjadikan solusi ini tidak cocok bagi banyak produsen gula (Anonim, 2005). Sistem tebang tebu hijau manual dan mekanis dapat dilihat pada Gambar 1.

(30)
[image:30.612.268.387.528.688.2]

Gambar 2. Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)

Pelaksanaan sistem tebang tebu menggunakan tenaga manusia dibagi menjadi 3 sistem tebang, yaitu tebu ikat (bundled cane), tebu urai (loose cane), dan tebu potongan (chopped cane). Sistem tebang tebu ikat adalah sistem tebang yang pelaksanaan tebang dan muatannya dilakukan menggunakan tenaga manusia, namun transportasinya dari lahan ke pabrik dilakukan menggunakan truk. Metode pelaksanaan sistem tebang tebu ikat terdiri dari STTH (green cane) dan sistem tebang tebu bakar (burn cane) (Mindrayani, 2002). STTH merupakan sistem tebang yang dilakukan tanpa didahului pembakaran, sedangkan sistem tebang tebu bakar merupakan sistem tebang yang didahului pembakaran untuk memudahkan penebangan dan mengurangi kotoran.

Keunggulan STTH adalah lebih terjaminnya kesegaran tebu, penyelesaian tebang dalam petak lebih longgar dan kehilangan gula (pol in cane) relatif kecil, sedangkan kekurangan STTH adalah kotorannya yang besar (Mindrayani, 2002). Namun, kotoran tersebut bisa dialihkan untuk produksi hasil samping yang bernilai ekonomis tinggi (Mirghani, 2003).

B. TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum)

Tebu merupakan jenis tanaman unggulan dari genus Saccharum. Saccharum spontaneum adalah varietas liar, sedangkan Saccharum officinarum adalah varietas yang dikembangkan untuk produksi gula komersial (Anonim, 2002).

(31)

Klasifikasi botani dari tanaman tebu adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Familia : Poeceae

Genus : Saccharum Species : S. officinarum

Tebu dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi yang tidak lebih dari 1400 m diatas permukaan laut (Anonim, 1992). Pada 6-9 bulan setelah masa tanam, tebu memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhannya, masa ini disebut fase basah dan tiga bulan berikutnya disebut fase kering. Pada fase basah tebu mengalami fase vegetatif yaitu terjadinya pertumbuhan batang, sedangkan pada fase kering tebu mengalami fase generatif yaitu terjadinya pembentukan gula (Prihanto, 2004). Tanaman tebu membutuhkan curah hujan yang tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif, sementara curah hujan yang tinggi setelah fase vegetatif akan menurunkan rendemen gula (Anonim, 1992).

Sukrosa adalah komponen hasil asimilasi daun tebu terpenting untuk pembentukan dan pertumbuhan sel-sel baru selama masa pertumbuhan tebu. Pada tebu yang masih muda, kadar sukrosa tertinggi berada di dalam ruas-ruas bawah yang hampir sama dengan kadar sukrosa di ruas-ruas atas. Rendahnya kadar sukrosa pada ruas-ruas atas berhubungan dengan belum dewasanya ruas-ruas tersebut. Pada musim hujan atau bila tebu roboh, tunas-tunas muda tumbuh dari ruas bawah dekat tanah yang berpengaruh tidak baik terhadap proses pematangan tebu. Proses pematangan tebu adalah suatu gejala pada akhir pertumbuhan tebu yang menyebabkan penimbunan sukrosa di dalam batang (Sutardjo, 2002).

Setelah ditebang, sebaiknya tebu diangkut secepat mungkin ke pabrik untuk segera digiling dalam 24 jam. Tebu yang ditahan lebih lama lagi akan menurun kualitasnya sejalan dengan aktifitas respirasi dan penguraian sukrosa yang berlanjut pada penurunan kandungan gula (Moerdokusumo, 1993).

(32)

C. NIRA TEBU

Nira merupakan cairan yang keluar dari batang tebu. Pabrik gula hanya berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal.

[image:32.612.150.515.298.387.2]

Nira tebu dalam keadaan segar terasa manis, berwarna coklat kehijau-hijauan (Ananta dan Santoso, 1990) dengan pH dan suhu nira mentah pabrik gula sekitar 5,0–5,5 dan 50 oC (Sumarno, 1994). Selain komponen gula, nira juga mengandung komponen non-gula. Komposisi nira tebu disajikan pada Tabel 1 dan komposisi bahan non gula nira tebu disajikan pada Tabel 2.

a Goutara dan Wijandi (1985)

b

Sumber : Honig (1953)

Komponen Nira Kadar (%) Air Sukrosa Gula Pereduksi Zat Anorganik Zat Organik 77-88 8-21 0,3-3 0,2-0,6 0,5-1

Komponen Kadar (%)

Karbohidrat (Selain Gula) :

o Hemiselulosa o Pektin

8,5 1,5 Senyawa Nitrogen Organik :

o Protein Tinggi (Albumin)

o Protein Sederhana (Albuminosa dan Pentosa) o Asam Amino (Glisin, Asam Aspartat) o Asam Amida (Asparagin, Glutamin)

7,0 2,0 9,5 15,5 Asam Organik (Selain Asam Amino) :

o Akonitat, Oksalat, Suksinat, Glikolat dan Malat

Amida (Asparagin, Glutamin) 13 Pigmen (Zat Warna):

o Klorofil, Antosianin, Sakaretin, Tannin 17,0

Lilin, Lemak, Sabun 7,0

Garam Anorganik : Fosfat, Klorida, Sulfat, Nitrat dari

Na, K, Ca, Mg dan Fe 7,0

Silika 2,0 Tabel 1. Komposisi Nira Tebu a

Tabel 2. Komposisi Bahan Non-Gula Nira Tebub

[image:32.612.152.514.443.689.2]
(33)

Kandungan utama nira tebu adalah sukrosa yang merupakan disakarida dengan rumus kimia C12H22O11 yang terdiri dari monosakarida glukosa dan

fruktosa (Bailey dan Ollis, 1986). Sukrosa ditemukan dalam bentuk bebas di

dalam tanaman, umumnya tanaman tebu (Saccharum officinarum) dan bit (Beta vulgaris) (Paryanto et al., 1999). Rumus bangun kimia sukrosa sebagai komponen utama nira tebu disajikan pada Gambar 3.

Sifat sukrosa mudah larut dalam air. Daya larutnya dipengaruhi oleh suhu, zat lain yang terlarut dalam air, dan sifat zat tersebut. Makin tinggi suhu dan garam dalam air, makin tinggi jumlah sukrosa yang larut. Kelarutan sukrosa dalam nira tebu tidak saja disebabkan oleh suhu, namun bergantung pula dari kemurnian dan sifat bahan bukan sukrosa (Paryanto et al., 1999).

Nira merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak akibat kontaminasi mikroba. Kerusakan nira sebenarnya sudah dimulai sejak awal produksi. Infeksi mikroba ke dalam nira terjadi akibat kontak antara batang tebu dengan pisau dan tanah (Mochtar dan Ananta, 1988). Kerusakan nira ditandai dengan rasa asam, berbuih putih, dan berlendir yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme terhadap kandungan sukrosa nira (Dachlan, 1984).

D. MASA TUNDA GILING (MTG)

[image:33.612.247.427.208.310.2]

Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan dan mencerminkan rendemen tebu. Rendemen yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat (Purwono, 2003).

Gambar 3. Rumus Bangun Kimia Sukrosa

α -D-Glukosa ß -D-Fruktosa

(34)

Keberhasilan sistem tebang selama masa pra-giling (tebang-angkut-tunda giling) terlihat dari kemampuan menyuplai jumlah tebu yang sesuai dengan kapasitas giling, kontinuitas pengiriman tebu ke pabrik yang dipertahankan, kehilangan tebu dan gula seminimal mungkin di areal atau perjalanan, serta tetap terjaganya kesegaran tebu (Mindrayani, 2002).

Transportasi merupakan kegiatan antara dua bilah pisau, yaitu pisau tebang di kebun dan pisau gilingan di pabrik (Pinem, 1984). Masalah penurunan rendemen atau kualitas yang berhubungan dengan transportasi dan cara panen disebabkan oleh keterlambatan giling serta adanya kotoran (Mochtar, 1982). Di Australia, selang waktu maksimum proses tebang hingga giling dianjurkan berkisar 12-16 jam (Robinson, 1976). Hal ini lebih baik dibanding penyediaan tebu giling pabrik gula di daerah tropis yang dapat beroperasi selama 24 jam/hari, dimana stok giling malam hari dipenuhi pada siang hari yaitu dari jam 06.00–18.00 sore (Pinem, 1984). Kondisi ini sering terjadi di Indonesia saat musim giling. Rendahnya kapasitas giling harus dihadapkan dengan jumlah tebu yang melimpah menyebabkan MTG tak terkendali.

Kerusakan nira sebenarnya sudah dimulai sejak awal produksi. Infeksi mikroba ke dalam nira terjadi akibat kontak antara batang tebu dengan pisau dan tanah (Mochtar dan Ananta, 1988). Turunnya kualitas tebu berupa kehilangan sukrosa akibat tertundanya giling lebih besar dibanding kehilangan pada waktu pengolahan di pabrik (Mochtar, 1982). Kehilangan sukrosa sekitar masa giling terdiri dari beberapa sebab, diantaranya 13 % oleh inversi secara kimia, 25 % oleh efek kimia enzimatis, dan 62 % oleh inversi mikrobiologi. Bila tidak segera diatasi, masalah ini dapat berlanjut terhadap kehilangan sukrosa yang tidak terkendali (MRLI, 1998).

E. DEKSTRAN

1.KARAKTERISTIK DEKSTRAN

Dekstran merupakan senyawa polimer glukosa yang dibentuk, terutama oleh ikatan α-1,6 glikosidik dan ikatan percabangan α-1,4, α-1,3 atau α-1,2-glikosidik. Senyawa dekstran mempunyai berat molekul berkisar

(35)

105-107, larut dalam air, tidak larut dalam etanol lebih dari 50 % serta menunjukkan perputaran spesifik (α) diatas + 120o (Miswar, 1998).

[image:35.612.201.497.261.493.2]

Struktur dan komposisi dekstran sangat bervarisasi tergantung dari jenis mikroorganismenya dan juga ditentukan oleh kondisi kultivasi seperti konsentrasi sukrosa, pH, suhu dan aerasi. Dekstran biasanya terbentuk dari aksi enzim dekstransukrase pada sukrosa (Cuddihy et al., 1999). Ukuran, sifat dan jumlah percabangan dekstran bervariasi tergantung pada mikroba penghasil dan substratnya (Day, 2003). Struktur dekstran disajikan pada Gambar 4.

2.DEKSTRAN PADA PRODUKSI GULA TEBU

Dekstran merupakan sebuah polimer glukosa yang telah diketahui sejak abad 19. Terkadang ditemukan berupa lapisan tipis pada massa molekul yang besar selama proses produksi gula tebu dan gula bit (Hamdy et al., 1954). Dekstran pada produksi gula tebu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu dekstran setelah penebangan, dekstran antara proses penebangan dan penggilingan (MTG), serta dekstran saat penggilingan (Cuddihy et al., 1999).

O O CH2 OH OH O O CH2 OH OH O O CH2 OH OH O O CH2 OH OH O O CH2 OH OH O CH2 OH OH O O CH2 OH OH O

Ikatan α-1,4-Glikosidik

Ikatan α -1,6-Glikosidik

Gambar 4. Struktur Dekstran α-1,6-Glikosidik dan Cabang α -1,4-Glikosidik (Robty, 1995)

(36)

Tebu selama di lahan, pengiriman dan produksi merupakan subyek yang mudah mengalami infeksi mikroba, terutama oleh Leuconostoc mesenteroides yang memproduksi dekstran (Cuddihy et al., 1999). Bakteri ini memasuki tebu melalui jaringan yang rusak akibat proses penebangan dengan mesin, pemotongan, pembakaran, pertumbuhan, pendinginan, serta penyakit dan hama (Singleton et al., 2002).

Meskipun kondisi penebangan dan proses pengolahan tebu baik, penyusutan signifikan tetap terjadi sangat cepat setelah pemotongan. Semakin lama interval proses pemotongan hingga penggilingan, mampu meningkatkan kandungan dekstran secara nyata (Singleton et al., 2002). Adanya masalah cuaca seperti badai dan musim dingin dapat menyebabkan kerusakan pada tebu, sehingga MTG tidak bisa dihindari. Pada kasus ini, infeksi dan tingkat dekstran semakin tinggi pada tebu sebelum mencapai proses produksi (Cuddihy et al., 1999).

Konsentrasi dekstran yang tinggi dalam nira bisa mengganggu produksi gula (Murdiyatmo, 1993). Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan viskositas nira dan menimbulkan berbagai permasalahan yang berpengaruh langsung terhadap pengolahan gula seperti menurunnya proses filtrasi, lambatnya ekstraksi, lamanya pemasakan, terendap dan terbentuknya kristal gula abnormal (memanjang) sehingga kualitas gulanya rendah, tersumbatnya pipa-pipa pabrik, meningkatnya penggunaan energi, rusaknya peralatan, menurunnya kapasitas, serta efisiensi pabrik yang berdampak ekonomis tinggi (Sumarno dan Mochtar, 1993; Widyantoro; 1996; Rauh et al., 1998).

3.BAKTERI PRODUSEN DEKSTRAN (L. mesenteroides)

Terdapat lebih dari 200 tipe mikroorganisme penyebab proses penyusutan tebu, terutama didominasi oleh bakteri asam laktat dari spesies Leuconostoc mesenteroides, selain bakteri asam laktat lainnya (Tilbury, 1970). Polisakarida penyebab meningkatnya viskositas yang dapat menyebabkan kehilangan produk dan permasalahan pada produksi gula

(37)

tebu dan gula bit diproduksi oleh bakteri L. mesenteroides (Tallgren et al., 1999). Penampakan bakteri ini disajikan pada Gambar 5.

L. mesenteroides termasuk bakteri asam laktat, gram positif, tak berspora, serta merupakan bakteri anaerob fakultatif yang membutuhkan faktor tumbuh (growth factor) komplek meliputi asam amino, peptida, karbohidrat, vitamin dan ion logam (Lonvaud dan Funel, 2000). Sel bakteri ini lebih tahan terhadap keadaan fisik seperti panas, dingin atau radiasi dan bahan kimiawi yang tidak cocok (Stainer et al., 1984) sehingga termasuk bakteri osmofilik yang toleran terhadap konsentrasi gula tinggi (Frazier dan Westhoff, 1978). Dari beberapa organisme yang dapat berkembang biak dalam tebu, L. mesenteroides paling merusak karena dapat tumbuh pada batang tebu dan pada instalasi pabrik yang mampu mengubah 2-5 x 10-3 mg sukrosa/106 sel/jam (% sukrosa) pada suhu 35 oC (Kurniawan, 1995).

Bakteri L. mesenteroides melakukan fermentasi terhadap glukosa menggunakan jalur pentosa-fosfat untuk memproduksi asam laktat, etanol dan CO2. Manitol juga diproduksi bila penerima elektronnya fruktosa,

begitupun dekstran yang disintesa dari sukrosa (Lonvaud dan Funel, 2000). Beberapa galur L. mesenteroides dan Streptococcus mutans dapat menghasilkan dekstran yang dikatalisis oleh sukrosa glukosiltransferase atau glukan-sukrase atau dekstransukrase (Robty, 1992). Skema terjadinya aliran karbon dan energi melalui jalur metabolisme utama dari L. mesenteroides saat terjadi metabolisme terhadap gula sukrosa, glukosa dan fruktosa tersaji pada Gambar 6.

Gambar 5. Penampakkan Coccus L. mesenteroides dalam Kultur Cair (Breidt, 2004)

[image:37.612.252.420.133.254.2]
(38)

Enzim yang diisolasi dari L. mesenteroides merupakan enzim yang bersifat inducible yaitu enzim yang hanya akan terbentuk apabila pada media tumbuhnya terdapat substrat tertentu (Robty, 1995). Dekstransukrase merupakan enzim ekstraselular atau sering disebut eksoenzim (Stainer et al., 1984). Dekstransukrase dikeluarkan dari sel yang mampu mensintesis dekstran dari sukrosa karena memiliki aktivitas glukotransfer yaitu kegiatan memindahkan gugus –OH dengan membentuk glukosida hingga terbentuk polimer dekstran yang membebaskan fruktosa, sehingga dekstransukrase disebut juga transglukosidase (Hasan, 1999). Mekanisme pembentukan dekstran oleh dekstransukrase setelah tercapai kondisi kesetimbangan (Robty, 1995) dapat dilihat pada Gambar 7.

Ket : S= sukrosa, E= Enzim, F=Frukt osa, G=gl ukosa, n=j uml ah glukosa, Gn + 1G d k t

Gambar 7. Mekanisme Reaksi Pembentukan Dekstran oleh Dekstransukrase (Robty, 1995)

E E F

.G S

E F

.2 G S

E F

Gn + 1G S

Gn + 1G E +

Gambar 6. Skema Aliran Karbon dan Energi melalui Jalur Utama Metabolic Pathway dari L. mesenteroides Saat Terjadi Metabolisme terhadap Sumber Gula yang Berbeda (Dols et al., 1997)

[image:38.612.272.454.78.286.2]
(39)

F. DEKSTRANASE

Dekstranase (1,6-α-glukan-6-glukohidrolase, EC 3.2.1.11) adalah enzim ekstraselular yang dihasilkan mikroorganisme yang dapat memutus ikatan α -1,6-glikosida dari dekstran (Kubo et al., 1993). Dekstranase bisa sangat ekonomis untuk meringankan berbagai masalah produksi yang berhubungan dengan dekstran (Cuddihy et al., 1999).

Dekstranase merupakan enzim bersifat inducible yang untuk sintesisnya diperlukan suatu senyawa inducer pada media tumbuhnya (Miswar, 1998). Senyawa-senyawa analog substrat yang memiliki struktur komponen menyerupai substrat dapat digunakan sebagai induser yang disebut dengan gratuitos inducer (Wang et al., 1978).

Kinetika reaksi dekstranase cukup komplek, karena sifat hidrolitiknya yang beraneka ragam terhadap dekstran, dimana pemutusan rantai dekstran dapat terjadi secara ekso maupun endohidrolitik (Okushima et al., 1991). Dekstranase tipe ekso menghidrolisis dekstran dengan melepaskan isomaltosa dan glukosa dari ujung non reduksi dekstran, sedangkan dekstranase tipe endo akan menghidrolisis dekstran dengan melepaskan oligosakarida (Iwai et al., 1994; Wynter et al., 1997). Karakteristik dekstranase dari bakteri berbeda dengan dekstranase dari jenis kapang. Pada substrat dekstran, dekstranase yang diproduksi bakteri dapat melepaskan lebih banyak gula pereduksi daripada dekstranase yang diproduksi kapang (Thaniyavarn et al., 1990).

Suhu dan pH merupakan faktor yang sangat menentukan aktivitas enzim. Dekstranase beberapa mikroorganisme paling aktif pada pH 4,5-6,5 (Miswar, 1998). Efek dekstranase optimum diperoleh pada suhu 50-60o C. Efisiensi enzim maksimal dengan kecepatan normal terjadi pada pH 5.0-6.0 dan terus menurun pada pH dibawah 4,5, terutama bila proses lebih panjang dari 30 menit (CIC, 2002). Aplikasi dekstranase pada pabrik gula untuk mengurangi kandungan dekstran dalam nira memiliki kondisi optimum dekstranase yang sesuai dengan kondisi pH dan suhu nira mentah pabrik gula berkisar 5,0-5,5 dan 50 oC (Murdiyatmo et al., 1997; Sumarno, 1994).

(40)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman tebu (Saccharum officinarum) dari lahan sekitar Bogor-Jawa Barat dan dekstranase Plus L dari Novo. Bahan kimia dan pereaksi yang digunakan meliputi Plate Count Agar (PCA), dekstran T2000 BM 2.000.000 dari L. mesenteroides (SIGMA), bufer sitrat, TCA, alkohol teknis 95 %, alkohol p.a. 96 %, fenol, H2SO4 pekat, DNS, NaOH, serta bahan kimia lainnya.

Peralatan yang digunakan pada tahap persiapan sampel (ekstraksi nira) adalah pisau (golok), penggilingan tebu, saringan 150 mesh, dan ember. Pada tahap selanjutnya, peralatan yang digunakan meliputi peralatan gelas, autoklaf HiclaveTm HVE-50 HIRAYAMA, Quebec colony counter, Waterbath JISICO, inkubator Memmert, pH-meter, mikro pipet, sentrifus Hettich Zentrifugen Mikro 22 R, Comecta SA Cannon-Fenske Routine Viscometer, spektrometer HAACP, refraktometer, serta peralatan lainnya.

B. METODE PENELITIAN

(41)
[image:41.612.138.506.75.687.2]

Gambar 8. Diagram Alir Penelitian Mulai

PENELITIAN PENDAHULUAN

PENELITIAN UTAMA

Pengamatan Fisik dan Rendemen Nira Tebu MTG STTH

Karakterisasi Nira Tebu Tertunda Giling 48 Jam STTH

Analisa Pertumbuhan Bakteri dan Produksi Dekstran

Karakterisasi Dekstranase

Penentuan Dosis dan Lama Inkubasi Dekstranase Pada Nira Tebu

Tertunda Giling STTH

Aktivitas Enzim dan aktivitas spesifik

Suhu Optimum Pola Pertumbuhan

Bakteri

Pola Produksi Dekstran

Pola Degradasi Dekstran

Komposisi Nira Tebu MTG 48 Jam

Selesai

Perubahan Fisik Batang dan Rendemen Nira

Dosis dan Lama Inkubasi Terbaik

(42)

1. PENELITIAN PENDAHULUAN

a. Pengamatan Fisik dan Rendemen Nira Tebu MTG STTH

Penebangan tebu dilakukan menggunakan STTH. Selanjutnya, tebu dipindahkan dan diberi perlakuan MTG selama 0, 12, 24 dan 48 jam. Tebu MTG 0, 12, 24 dan 48 jam diamati perubahan secara fisik dan dihitung rendemen nira dari total bobot batang tebu. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat MTG pada STTH.

b. Karakterisasi Nira Tebu MTG 48 Jam STTH

Persiapan sampel dilakukan dengan mengekstraksi nira dari batang tebu tertunda giling 48 jam yang telah dibelah melalui 2-3 kali proses giling, kemudian disaring (150 mesh) untuk menghilangkan kotoran tak larutnya. Tahap ini bertujuan mengetahui karakteristik nira tebu yang dipengaruhi MTG 48 jam sebagai kondisi penundaan yang sering terjadi di pabrik gula dengan dugaan kadar dekstran yang lebih tinggi dibanding MTG lainnya. Pengamatan terhadap karakteristik nira tebu tertunda giling 48 jam meliputi analisa rendemen, specific grafity, TSS, viskositas, kadar total gula, kadar gula pereduksi, kadar sukrosa, kadar dekstran, suhu, dan pH dari nira tebu. Prosedur analisa lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.

c. Analisa Pertumbuhan Bakteri dan Produksi Dekstran STTH 1. Analisa Pertumbuhan Bakteri (L. mesenteroides)

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan bakteri (L. mesenteroides) yang diamati menggunakan metode Total Plate Count (TPC) (Apriantono et al., 1989) terhadap sampel nira tebu tertunda giling 0, 12, 24 dan 48 jam STTH. Prosedur analisa pertumbuhan bakteri tersaji pada Lampiran 1.

2. Analisa Produksi Dekstran

Tahap ini bertujuan mengetahui pola produksi dekstran yang diamati menggunakan metode kabut yang dimodifikasi (Mochtar,

(43)

1995) terhadap nira dari tebu tertunda giling 0, 12, 24 dan 48 jam STTH. Prosedur analisis dekstran tersaji pada Lampiran 1.

d. Karakterisasi Dekstranase (Plus L dari NOVO) 1.Penentuan Suhu Optimum Dekstranase

Penentuan suhu optimum dilakukan pada 30, 40,50 dan 60 oC menggunakan metode DNS (Madhu et al., 1984) yang telah dimodifikasi. Sebanyak 2 ml dekstran T2000 (SIGMA) konsentrasi 0,03 % (300 ppm) dalam bufer sitrat pH 5.4 diinkubasi bersama dengan 1 ml dekstranase yang telah diencerkan 500x selama 15 menit pada suhu optimum yang telah ditentukan, kemudian gula pereduksi yang terbentuk diukur menggunakan metode DNS. Penggunaan suhu degradasi yang menghasilkan gula pereduksi tertinggi dimaksudkan untuk menentukan aktivitas optimum dekstranase tahap selanjutnya.

2.Penentuan Aktivitas Dekstranase

Penentuan aktivitas dekstranase dilakukan menggunakan metode DNS (Madhu et al., 1984) yang telah dimodifikasi, namun suhu yang digunakan merupakan suhu optimum hasil tahap sebelumnya (penentuan suhu optimum). Satu Unit Dekstranase (UD) didefinisikan sebagai jumlah enzim yang setara dengan 1µmol glukosa (gula pereduksi) dalam 1 menit. Aktivitas spesifik enzim didefinisikan sebagai Unit Dekstranase (UD)/mg protein. Kadar protein ditentukan menggunakan metode Bradford yang disajikan pada Lampiran 1.

3.Karakterisasi Pola Degradasi Dekstran

Karakterisasi ini bertujuan mengetahui pola penurunan dekstran akibat proses degradasi dekstranase yang dianalisa menggunakan metode kabut (Mochtar, 1995). Nilai pH yang digunakan adalah pH dekstran pada kisaran 5,0-5,5 yang sesuai dengan pH alami nira, bahkan bagi aktivitas dekstranase. Suhu yang digunakan adalah suhu optimum hasil tahap penentuan suhu optimum. Percobaan dilakukan

(44)

dengan mendegradasi dekstran 1000 ppm menggunakan kombinasi perlakuan dosis dekstranase 0, 50, 75 dan 100 UD/l dekstran dan lama inkubasi 0, 60, 120, 150 menit. Keluaran berupa kisaran dosis enzim dan lama inkubasi terbaik digunakan untuk penelitian utama.

2. PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama bertujuan memperoleh kombinasi perlakuan dosis dekstranase dan lama waktu terbaik degradasi dekstran di dalam nira tebu tertunda giling pada kasus STTH. Sampel adalah nira tebu tertunda giling STTH 48 jam dengan perlakuan dosis enzim dan lama inkubasi berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Proses degradasi dekstran dilakukan dengan mempertahankan pH alami nira tebu pada pH 5,0-5,5, sedangkan suhu yang digunakan adalah suhu optimum hasil penelitian pendahuluan.

Pada tahap ini diamati perubahan pada nira yang didegradasi menggunakan berbagai kombinasi perlakuan dosis dan lama inkubasi yang berbeda. Pengamatan ini meliputi analisa kadar gula pereduksi, kadar total gula, viskositas, total padatan tersuspensi (TSS), dan pH nira selama berlangsungnya proses degradasi dekstran dalam nira tebu tertunda giling STTH. Prosedur analisa secara lengkap tersaji pada Lampiran 1.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial. Faktor A adalah dosis dekstranase dan faktor B adalah lama waktu degradasi dekstran, yang masing-masing terdiri atas 4 taraf faktor A (0, 80, 100, 120 UD/l nira tebu) dan 4 taraf faktor B (0, 30, 60, 90 menit) dengan 2 kali ulangan, sehingga terdapat 32 unit percobaan secara duplo. Model matematis (Sudjana, 1992) yang digunakan adalah :

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Σk(ij)

(45)

Dengan i = 1,2,3,4 ; j = 1,2,3,4; dan k = 1,2 ; dimana :

Yijk : variabelrespon karena pengaruh faktor ke i terhadap faktor ke j

µ : efek rata-rata sebenarnya

Ai : efek sebenarnya taraf ke i (faktor dosis dekstranase)

Bj : efek sebenarnya taraf ke j (faktor lama inkubasi degradasi dekstran)

ABij : efek kombinasi faktor taraf ke ij (faktor kombinasi dosis dekstranase

dan lama inkubasi)

Σ(k) ij : galat (error) kombinasi faktor taraf ke ij dan faktor taraf ke k.

D. ANALISA DATA

Data hasil percobaan diolah menggunakan analisa sidik ragam (uji F). Apabila analisa sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata Duncan pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk analisa pengaruh antar parameter yang dianalisis digunakan uji korelasi parsial pada tingkat kepercayaan 95-99 %. Pengolahan data statistik dibantu menggunakan Software SPPS versi 10.0. dan Microsoft Excel 2003.

(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Pengamatan Fisik dan Rendemen Nira Tebu MTG 0-48 Jam STTH Sampel adalah tebu berumur rata-rata lebih dari 10 bulan, berasal dari rumpun yang berdekatan dalam satu lahan, dan ditebang menggunakan STTH. Hal ini bertujuan untuk memperoleh sampel dengan populasi dan varietas tebu yang homogen. Hasil pengamatan fisik dan rendemen nira dari tebu tertunda giling 0, 12, 24 dan 48 jam tersaji pada Tabel 3.

Kesegaran batang tebu alami terlihat pada sampel tebu MTG 0 jam dan masih segar pada sampel tebu MTG 12 jam. Kondisi pada sampel tebu MTG 12 jam disebabkan pengaruh waktu giling pada malam hari, dimana proses penyerapan uap air dari udara terjadi setelah air dalam jaringan batang tebu teruapkan di siang hari. Hal ini berhubungan dengan sifat higroskopis bahan yang dijelaskan Syarif dan Irawati (1988) mampu menyerap air dari udara dan melepaskan air dalam bahan ke udara. Kondisi batang yang kering pada sampel tebu MTG 24 dan 48 jam disebabkan oleh penguapan air di siang hari.

Munculnya berkas berwarna kemerahan diiringi cairan lendir kental pada batang bawah sampel tebu MTG 12, 24 dan 48 jam berindikasi terhadap terbentuknya dekstran akibat kontaminasi Leuconostoc mesenteroides pasca penebangan. Menurut Cuddihy et al. (1999),

spesifik Batang Tebu MTG 0 Jam MTG 12 Jam MTG 24 Jam MTG 48 Jam

Perubahan Fisik :

Kesegaran Batang Segar Segar Agak Kering

Agak Kering Berkas Lendir Kental

Berwarna Kemerahan Tidak Tampak Kadang Tampak Sering

Tampak Tampak Waktu Giling Siang Malam Siang Siang Rendemen Nira Mentah

(% b/b) 49.9 52.2 47.5 49.0

[image:46.612.160.509.302.452.2]
(47)
[image:47.612.292.374.389.494.2]

Gambar 9. Penampakan Fisik Nira Tebu Tertunda Giling (48 jam) pemotongan tebu menggunakan pisau dapat memperluas terbukanya bagian dalam tebu terhadap lingkungan dan berpotensi meningkatkan terjadinya infeksi Leuconostoc dari tanah yang mampu memproduksi dekstran.

Penurunan kualitas tebu sangat dipengaruhi oleh MTG. Menurut MRLI (1998), semakin lama tebu tertunda giling dapat menghilangkan daya tahannya terhadap serangan mikroorganisme. Dalam hal ini, masalah cuaca seperti badai dan musim dingin dapat menyebabkan kerusakan tebu dan MTG yang tidak bisa dihindari sehingga infeksi dan dekstran pada tebu meningkat sebelum mencapai proses produksi.

2. Karakteristik Nira Tebu MTG 48 Jam STTH

[image:47.612.157.510.554.704.2]

Menurut Dahlan (1984), adanya buih putih menunjukkan bahwa nira telah rusak akibat aktivitas mikroorganisme terhadap kandungan sukrosa nira. Penampakan fisik nira tebu MTG 48 jam yang berbuih putih dapat dilihat pada Gambar 9 dengan karakteristik seperti tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Nira Tebu Tertunda Giling 48 Jam

Karakteristik Nilai Rendemen Nira (% b/b) 51,15 ± 6,50

Spesific grafity 1.352

TSS (obrix) (25 oC) 12,5 ± 0,5

Viskositas (cp) 1,18 ± 0,02

Total Gula (mg/ml) 144,27 ± 16.59 Gula Pereduksi (mg/ml) 15,15 ± 2,65 Kadar Sukrosa (mg/ml) 131,99 ± 14,88 Kadar Dekstran (ppm) 230-240

Suhu (oC) 25-27

pH 5,5

(48)

Rendemen nira dengan rata-rata 51 % dari total batang tebu dipengaruhi oleh perbedaan ukuran batang, penanganan pasca panen tebu selama MTG, kondisi lingkungan seperti cuaca panas atau hujan, waktu giling siang atau malam, dan kondisi teknis saat proses giling.

Nilai spesific grafity > 1 yang diperoleh dari refraktometer Abbe merupakan perbandingan nira mentah dengan air murni sebagai kontrol yang menunjukkan terdapatnya bahan selain air di dalam nira yang berhubungan dengan nilai TSS-nya. Padatan terlarut (TSS) dalam nira terdiri atas bahan gula dan non-gula (Purwono, 2003). Nilai TSS 12-13

o

brix sama dengan rata-rata TSS nira mentah pada stasiun gilingan PG. Jatitujuh yang dilaporkan Purnama (2006), meskipun lebih rendah dari TSS nira berkualitas sebesar 17 obrix.

Viskositas nira lebih besar dari viskositas air sebesar 1 cp. Hal ini menunjukkan adanya kandungan dekstran yang mampu meningkatkan viskositas nira akibat infeksi bakteri terhadap tebu selama tertunda giling.

Kadar dekstran pada kisaran 230-240 ppm telah mendekati titik kritis kadar dekstran yang bisa mengganggu produksi gula di pabrik gula, yaitu 250 ppm (Kim, 2004). Oleh sebab itu, nira mentah tebu dengan MTG 48 jam perlu didegradasi dekstran didalamnya sebagai Pre-Treatment terhadap kemungkinan peningkatan kadar dekstran yang jauh lebih tinggi.

Nilai total gula pereduksi yang lebih kecil dari kadar sukrosanya menunjukkan kondisi nira ini masih cukup baik. Kondisi ini dipertahankan selama MTG karena penyimpanan tebu yang utuh dari STTH. Hal ini berbeda dengan penyimpanan tebu setelah dipotong, dimana pengaruh mikroorganisme selama MTG akan lebih tinggi dengan lebih luasnya jaringan batang yang terbuka. Berhubungan dengan sifat umum hidratasi bahan, derajat pengikatan air terhadap bahan yang tinggi dari molekul air pembentuk hidrat dengan karbohidrat, menyebabkan sukar dihilangkannya bahan gula dari jaringan batang tebu.

Suhu nira sebesar 25-27 oC lebih rendah dari suhu nira mentah di pabrik gula sebesar 50 oC (Sumarno, 1994). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan volume dan waktu giling antara penelitian dan pabrik gula.

(49)

Penelitian ini memiliki volume giling berkapasitas kecil dengan waktu giling yang cepat, sehingga suhu nira cepat menyesuaikan dengan suhu ruang. Pabrik gula memiliki volume giling yang besar dengan durasi pergesekan kontinu dua logam pada dua sisi penggilingan hingga siang dan malam yang mampu berefek meningkatkan suhu nira. Selain itu, menurut Purnama (2006) suhu nira dapat pula dipengaruhi oleh penambahan air imbibisi bersuhu 50 oC.

Nira mentah tertunda giling 48 jam ini memiliki pH sebesar 5,5 yang cukup baik bila dibandingkan dengan pH nira tebu segar 5,3-5,5 (Prihanto, 2004). Stabilnya pH selama MTG disebabkan oleh perlakuan MTG pada kondisi batang utuh dan sifat nira tebu yang mangandung bufer alami berasal dari sel hidup didalamnya, termasuk dekstransukrase dari sel L. mesenteroides yang bercampur di dalam nira mentah. Menurut Suhartono (1989), enzim yang masih tercampur dengan komponen lain dari sel tempat asalnya, medianya sudah mengandung bufer alami dari cairan di dalam sel. Diduga semakin lama MTG, maka pH nira akan semakin rendah akibat peningkatan aktivitas mikroorganisme yang hidup di dalam nira tebu.

3. Pola Pertumbuhan Bakteri dan Produksi Dekstran MTG STTH

Pabrik gula di Indonesia sering bermasalah dengan tidak terkontrolnya MTG tebu, terutama saat musim giling yang berakibat pada peningkatan produksi dekstran oleh bakteri L. mesenteroides yang menginfeksi tebu. Dengan mengetahui pola pertumbuhan bakteri dan produksi dekstran selama MTG, maka upaya-upaya untuk mengontrolnya dapat dilakukan sebelum mengalami kerugian yang jauh lebih besar pada tahap pasca giling.

Dari pengamatan yang dilakukan diperoleh data pertumbuhan bakteri L. mesenteroides seperti tersaji pada Lampiran 2. Pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya. Dengan memetakan logaritma jumlah sel terhadap waktu dapat diperoleh pola pertumbuhan bakteri (Pelczar dan Chan, 1986) yang tersaji pada Gambar 10.

(50)
[image:50.612.157.505.63.286.2]

Gambar 10. Kurva Pertumbuhan Bakteri (L. mesenteroides) Selama MTG

Gambar 10 menunjukkan adanya pengaruh MTG terhadap pola pertumbuhan bakteri. Secara umum, pertumbuhan bakteri L. mesenteroides mengikuti pola pertumbuhan bakteri yang normal. Pertumbuhan bakteri ini telah terjadi selama MTG yang terlihat dari terdapatnya bakteri yang tumbuh pada MTG 0 jam. Diduga selama MTG bakteri ini mengalami fase pertumbuhan awal (lag). Bakteri ini tumbuh pesat setelah tebu mengalami MTG 12-24 jam diduga menunjukkan fase pertumbuhan eksponensialn

Gambar

Tabel  1.  Komposisi nira tebu  ......................................................................
Gambar 1.
Gambar 2. Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)
Tabel 1. Komposisi Nira Tebu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk keluar dari sistem pasar akan sangat mudah dilakukan, karena jatah pasar ini akan menjadi rebutan banyak pelaku bisnis (lembaga pemasaran yang

Dalam tafsir ini di jelaskan bahwa Imam Ibnu Ishak dan yang lain meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang turunnya surat Al-Kafirun ketika Walid bin Mughiroh bertemu

Memperhatikan kondisi yang ada, tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik wisatawan, (2) mengidentifikasi penilaian wisatawan terhadap keberadaan

Elemen populasi yang dipilih sebagai obyek sampel adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah (Nur Indriantoro dan

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬ Alhamdulillah puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

Pembelajaran berbasis masalah ini merupakan model pembelajaran inovatif yang memberikan kondisi aktif kepada siswa, sehingga sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran

Menyampaikan hasil kegiatan serta memberi saran/ usul kepada Dirut, secara khusus maupun dalam forum rapat Direksi5. Deputi Direktur Penelitian & Pengembangan Ditsista,

Hasilnya menunjukkan bahwa sistem ini sudah beroperasi sesuai tujuan pembuatannya yaitu dapat mempercepat lead time proses karena proses yang terjadi seperti