• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsepsi Sakit Dan Pengobatan Tradisional Pada Ibu Dan Anak Dalam Kebudayaan Jawa (Studi Kasus Di Desa Tanah Tinggi Kec. Air Putih Kab. Batubara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konsepsi Sakit Dan Pengobatan Tradisional Pada Ibu Dan Anak Dalam Kebudayaan Jawa (Studi Kasus Di Desa Tanah Tinggi Kec. Air Putih Kab. Batubara)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

KONSEPSI SAKIT DAN PENGOBATAN TRADISIONAL PADA

IBU DAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN JAWA

(Studi Kasus di Desa Tanah Tinggi Kec. Air Putih Kab. Batubara)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

NGADINO

070901037

Guma Memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan di hadapan panitia penguji Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh : Nama : Ngadino

NIM : 070901037

Judul : Konsepsi Sakit dan Pengobatan Tradisional pada Ibu dan Anak dalam Kebudayaan Jawa

Hari/Tanggal : Pukul :

TIM PENGUJI

Ketua Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

(3)

ABSTRAK

Sakit merupakan perasaan tidak nyaman pada tubuh manusia. Sakit bisa terjadi pada siapa saja khususnya orang dewasa (Ibu) dan anak-anak. Arti sakit memiliki perbedaan yang didasari pada sistem norma, perilaku, suku, agama, sosial dan budaya. Kebudayaan suku Jawa banyak sekali menjelaskan tentang gejala sakit, secara umum terbagi menjadi dua yaitu sakit yang bersifat rasional dan sakit yang bersifat irasional. Selain konsep sakit, kebudayaan Jawa banyak sekali mengenal tentang pengobatan tradisional sebagai implikasi dari pengalaman sakit pada masyarakat. Pengobatan tradisional Jawa banyak sekali menggunakan berbagai ritual-ritual, penyajian, cara pengobatan yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat mistis. Konsep sakit disini sudah terpola dan menjadi suatu kebiasaan yang sudah menjadi bagian hidup masyarakat secara turun- temurun dan sebagai sarana untuk menjelaskan kondisi sakit yang sering dialami masyarakat.

Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tanah Tinggi Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara di provinsi Sumatera Utara. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara secara mendalam, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak dan dukun kampung yang merupakan warga desa Tanah Tinggi. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara.

(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Konsepsi Sakit dan Pengobatan Tradisional Pada Ibu dan Anak dalam Kebudayaan Jawa” (Studi Kasus di Desa Tanah Tinggi, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara), disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Bawon dan Ibunda Ngatiyem yang telah merawat, membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang. persembahan yang dapat saya berikan sebagai tanda ucapan terimakasih.

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

(5)

Akademik, dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

3. Drs. T. Ilham Saladin, M.Sp., selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa, dan Kak Betty yang telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

5. Paling teristimewa penulis ucapkan terima kasih bahkan tak terucap rasa bangga penulis kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda dan Ibundaku tercinta yang telah membesarkan penulis dengan mencurahkan kasih sayangnya yang tidak terbatas, selalu memberikan doa’ dan nasehat, dan mendidik saya serta dukungan moril maupun materil kepada penulis.

6. Secara khusus dan istimewa penulis ucapkan terima kasih kepada Almarhum Bapak Surianto dan Ibu Rohana yang sudah seperti orang tua kandung penulis, keluarga om Ade, dan keluarga om yang selalu memberikan do’a, semangat, nasehat kepada saya dan masukan yang tidak ternilai harganya dalam penyelesaian skripsi ini.

(6)

8. Kepada Kepala Desa Tanah Tinggi Bapak Wahyudi dan Informan yang telah banyak membantu memberikan informasi dan data yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan pihak yang membutuhkan, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak.

Medan, 28 Februari 2014 (Penulis)

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 9

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Manfaat Penelitian... 10

1.5. Defenisi Konsep... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Sakit... 15

2.2. Pengobatan Suku Sakai... 21

2.3. Pengobatan Tradisional Primbon Jawa... 22

2.4. Pengobatan Tradisional Terhadap Kehamilan dan Persalinan... 23

2.5. Teori Tindakan Sosial Terhadap Pengobatan Tradisional... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 31

(8)

3.3. Unit Analisis dan Informan... 32

3.3.1 Unit Analisis... 32

3.3.2. Karakteristik Informan... 32

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 35

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRESTASI DATA 4.1. Gambaran Umum Desa Tanah Tinggi Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara... 37

4.2. Pola Penggunaan Lahan... 38

4.3. Jumlah Penduduk... 39

4.4. Komposisi Penduduk... 40

4.4.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia... 40

4.4.2. Komposisi penduduk Berdasarkan usia... 41

4.4.3. Komposisi penduduk berdasarkan suku Bangsa... 42

4.4.4. Komposisi penduduk berdasarkan Agama... 43

4.4.5. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat Pendidikan... 43

4.4.6. Komposisi penduduk berdasarkan jenis mata Pencaharian... 44

4.4.7. Komposisi kepemilikan tanah sawah menurut Luasnya... 46

4.5. Sarana Sosial Budaya... 46

4.6. Organisasi Sosial... ... 48

4.7. Struktur Pemerintahan dan Kepemimpinan... 48

4.8. Profil Informan... 48

4.9. Interprestasi Data... 64

4.9.1. Konsep sakit dalam kebudayaan Jawa... 64

(9)

Sakit... 73

4.9.4. Sakit pada anak-anak dan pengobatan tradisional dalam perspektif Kebudayaan Jawa... 74

4.9.4.1. Konsep Sakit Sawanan... 74

4.9.4.2. Perspektif sakit Gondokan pada Anak dalam kebudayaan Jawa... 78

4.9.4.3. Pengobatan Tradisional Suwok... 79

4.9.5. Kebudayaan Jawa Mengenai Masa Kehamilan, Persalinan dan Nifas... 80

4.9.5.1. Konsep Sakit dalam Mitos Kehamilan... 82

4.9.5.2. Tradisi pada Masa Nifas... 86

4.9.5.3. Tradisi Mendem (penguburan) Ari-ari... 88

4.9.5.4. Makna Jimat dalam Kebudayaan Jawa Terhadap Pengetahuan Sakit... 89

4.9.5.5. Makna Sajen/ sesaji dalam Pengalaman Sakit... 91

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan... 95

5.2. Saran... 98 DAFTAR PUSTAKA

(10)

ABSTRAK

Sakit merupakan perasaan tidak nyaman pada tubuh manusia. Sakit bisa terjadi pada siapa saja khususnya orang dewasa (Ibu) dan anak-anak. Arti sakit memiliki perbedaan yang didasari pada sistem norma, perilaku, suku, agama, sosial dan budaya. Kebudayaan suku Jawa banyak sekali menjelaskan tentang gejala sakit, secara umum terbagi menjadi dua yaitu sakit yang bersifat rasional dan sakit yang bersifat irasional. Selain konsep sakit, kebudayaan Jawa banyak sekali mengenal tentang pengobatan tradisional sebagai implikasi dari pengalaman sakit pada masyarakat. Pengobatan tradisional Jawa banyak sekali menggunakan berbagai ritual-ritual, penyajian, cara pengobatan yang berkaitan dengan kegiatan yang bersifat mistis. Konsep sakit disini sudah terpola dan menjadi suatu kebiasaan yang sudah menjadi bagian hidup masyarakat secara turun- temurun dan sebagai sarana untuk menjelaskan kondisi sakit yang sering dialami masyarakat.

Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tanah Tinggi Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara di provinsi Sumatera Utara. Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara secara mendalam, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak dan dukun kampung yang merupakan warga desa Tanah Tinggi. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan tidak dapat di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat hidup seseorang berdasarkan kondisi fisik ataupun mental manusia. Kebutuhan kesehatan individu dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan memiliki cara, pola, tindakan, dan perilaku yang berbeda-beda. Pemeliharaan kesehatan merupakan upaya pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pengetahuan kesehatan yang tepat dapat mengurangi resiko permasalahan kesehatan, sehingga dampak penyakit dapat dihindari.

(12)

sesuai pengalaman dan pengetahuan berdasarkan pola pikir manusia dari konstruksi yang berdasarkan pada suku, ras, budaya ataupun agama.

Budaya merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia yang sudah menjadi kebiasaan dan sulit dirubah. Budaya, norma dan adat istiadat dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam hubungan sosial. Kebudayaan terjadi turun-temurun akibat proses internalisasi dari suatu nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi, dan perilaku manusia. Hubungan antara kebudayaan dengan pengetahuan sakit sangatlah erat sebagai kebiasaan dan keyakinan budaya yang dianut sebagai pengetahuan kesehatan.

(13)

Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki berbagai keanekaragaman pengetahuan ragam pengobatan, salah satunya seperti pengobatan tradisional yang terdapat di hampir semua wilayah di Indonesia. Daerah-daerah yang terkenal dengan pengobatan tradisional antara lain Riau, Sumatera Utara, Jawa, Madura, Kalimantan, Surakarta, Sulawesi, Papua dan sebagainya. Pengetahuan ilmu pengobatan tradisional di Indonesia sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, dan sudah terkenal pandai meracik obatan-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, akar-akaran, bahan dari hewani dan bahan lainnya untuk di racik sebagai ramuan jamu untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Pengetahuan tersebut diwariskan secara turun-temurun melalui tradisi lisan atau tulisan. Jumlah dan ragam pengobatan tradisional yang tercatat di Indonesia sesuai data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2003 berdasarkan keputusan menteri kesehatan Nomor: 1076/Menkes/SK/VII/2003 yakni yang berdasarkan metode pengobatan yaitu keterampilan, ramuan obat, tenaga dalam, dan supra natural atau ajaran agama.

(14)

pengalaman supranatural. Secara garis besar dalam kebudayaan Jawa dukun dapat dibagi atas :

1. Dukun pijat, yang bekerja menyembuhkan penyakit yang disebabkan karena kurang berfungsinya urat-urat dan aliran darah (salah urat), sehingga orang yang merasa kurang sehat atau sakitpun perlu diurut supaya sembuh.

2. Dukun sangkal putung atau patah tulang, misalnya akibat jatuh dari pohon, tergelincir atau kecelakaan.

3. Dukun petungan, yakni dukun yang dimintai nasehat tentang waktu yang sebaiknya dipilih melakukan sesuatu usaha yang penting seperti saat memulai menanam padi, mulai panen, atau mengawinkan anak. Nasehat yang diberikan berupa perhitungan hari mana yang baik, dan mana yang tidak baik menurut numerologi Jawa.

4. Dukun bayi, yakni mereka yang banyak memberi pertolongan pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal yang berhubungan dengan pertolongan persalinan. 5. Dukun prewangan, yakni dukun yang dianggap mempunyai kepandaian magis

sehingga dapat memberi pengobatan ataupun nasehat dengan menghubungi alam gaib (mahluk-makluk halus), atau mereka yang melakukan white magic3 atau black magic4 untuk maksud baik dan maksud jahat (Anggorodi, 2009:10) dalam (Sutrisni, 2012)

(15)

dari memandikan, menggendong, belajar berkomunikasi dan lain sebagainya. Dukun bayi biasanya juga selain dilengkapi dengan keahlian, juga dibantu dengan berbagai mantra khusus yang dipelajarinya dari pendahulu mereka. Adanya proses pendampingan bayi dilakukan dukun bayi tersebut berjalan sampai dengan bayi berumur 2 tahunan.

(16)

Salah satu ritual masa kehamilan dalam kebudayaan Jawa yaitu Tingkeban. ritual ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat. Hakekat dasar dari semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur terhadap keselamatan dan kenteraman yang diungkapkan dalam bentuk lambang-lambang yang masing-masing mempunyai makna.

(17)

Pengobatan tradisional pada masyarakat Jawa di Desa Tanah Tinggi memiliki proses penyembuhan penyakit sendiri. Artinya Proses penyembuhan penyakit dilakukan dengan cara meracik dan mengolah bahan yang berasal dari tanaman, hewani, bahan mineral, air dan bahan lain sebagai pengobatan atau perawatan untuk menjaga kesehatan. Pada umumnya mereka hafal dalam ingatan dan dipraktekkan secara berulang-ulang untuk mengobati penyakit. Ramuan-ramuan tersebut digunakan juga untuk menjaga kondisi badan agar tetap sehat, mencegah penyakit, dan sebagian untuk mempercantik diri. Kemahiran meracik bahan-bahan tersebut diwariskan oleh nenek moyang terdahulu secara turun-temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini merupakan warisan budaya, yang membantu masyarakat sebagai penyedia informasi tentang obat-obatan, proses pembuatan dan cara mengkonsumsi pada pengobatan tradisional.

(18)

Kabupaten Batubara. Penduduk di desa ini mayoritas suku Jawa dan juga bermatapencaharian sebagai petani. Penduduk desa ini merupakan salah satu bukti nyata dalam mempercayai pengobatan tradisional khususnya pada ibu dan anak yang dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa yang telah lama ada sebagai pemenuhan kebutuhan kesehatan.

Kehidupan kesehatan masyarakat di desa ini pada ibu dan anak masih sering menggunakan jasa dukun ataupun ritual-ritual kebudayaan Jawa. Hal ini dilakukan berdasarkan ajaran dari leluhur terdahulu dari generasi ke generasi yang masih melekat terhadap kebudayaan-kebudayaan yang masih ada. Fenomena tentang penggunaan jasa dukun dan ritual kebudayaan masih terlihat dengan jelas dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan dukun serta ritual-ritual adat di masyarakat masih sangat dipercaya sebagai pemberi kekuatan spiritual bagi ibu yang hamil dan proses persalinan yang ada terjadi dengan alasan kepercayaan, mitos, dan budaya yang dijalankan selama ini.

(19)

1.2. Perumusan Masalah

Masyarakat perdesaan memiliki arti sakit yang sangat sederhana, bahwa pengetahuan sakit memiliki berbagai pranata budaya yang telah ada dari generasi-ke generasi lain dan berlanjut sampai sekarang. Kehidupan yang terjadi pada masyarakat suku Jawa, dapat dikatakan bahwa ada beberapa nilai kepercayaaan masyarakat dan cara pandang terhadap sakit dan pengobatan tradisional terhadap kesehatan ibu dan anak. Pengetahuan tentang aspek budaya merupakan hal penting diketahui oleh masyarakat untuk memudahkan dalam melakukan pendekatan tentang nilai-nilai sosial dan budaya. Pengetahuan tentang sakit berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat desa yang sederhana. Masyarakat desa khususnya suku Jawa masih bersifat tradisional memiliki nilai-nilai dan pemahaman tentang sakit dan cara pengobatan khususnya pengobatan tradisional pada ibu dan anak yang masih sederhana dan digunakan sampai sekarang.

Dari penjelasan di atas dapat dipaparkan bahwa perumusan masalahnya antara lain : Bagaimanakah konsepsi sakit dan pengobatan tradisional pada ibu dan anak dalam kebudayaan Jawa?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini memiliki tujuan yaitu sebagai berikut:

1. Untuk memahami konsep sakit pada masyarakat desa berdasarkan kebudayaan Jawa.

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dalam dunia pendidikan terutama perkembangan sosiologi khususnya sosiologi kesehatan dan sosiologi pedesaan. Dalam penelitian ini peneliti dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan, meningkatkan kemampuan menganalisis suatu masalah melalui penelitian. Penelitian ini sebagai sarana belajar untuk mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan dengan terjun langsung sehingga dapat melihat, merasakan, dan menghayati bagaimana nilai-nilai, pengetahuan, dan kebudayaan yang ada pada masyarakat dapat ditelaah secara lebih dalam sebagai pengembangan ilmu pengetahuan.

1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi instansi terkait di bidang pelayanan kesehatan di pedesaan. Penelitian ini diharapkan Sebagai bahan masukan bagi instansi pemerintah sebagai informasi yang dapat dijadikan acuan sebagai penyesuaian layanan kesehatan menjadi lebih baik, efektif dan efisien sehingga kualitas kesehatan di pedesaan dapat ditingkatkan.

1.5. Defenisi konsep

1.5.1. Pengobatan tradisional

(21)

dahulu yang di wariskan oleh satu generasi ke generasi yang lain dan berupa ilmu pengobatan, kearifan lokal, dan keahlian dalam menyembuhkan penyakit dan tata cara pengobatannya dilakukan dengan cara yang sederhana dan tradisional. Pengobatan tradisional dalam penelitian ini yaitu pengobatan yang dilakukan oleh dukun pada saat membantu dan mengobati ibu pada kehamilan hingga masa persalinan dan pada anak yang masih berusia dibawah sepuluh tahun yang dilakukan oleh dukun secara sederhana seperti metode pembacan mantera dan doa-doa tertentu, dan berdasarkan pada pola dan syarat tertentu sesuai dengan kebudayaan Jawa. Ada pula pola pengobatan pijatan, pengurutan, pemberian jamu atau ramuan tertentu, memberikan nasehat yang berhubungan dengan kesehatan kehamilan dan pasca persalinan, pembacaan doa-doa terhadap bagian tubuh tertentu pada saat ibu dan dan anak.

1.5.2. Kebudayaan

(22)

1.5.3. Obat tradisional

Obat tradisional adalah ramuan obat yang merupakan hasil meramu dari bahan-bahan yang berasal dari bahan kayu-kayuan, daun-daunan, hewani, rempah-rempah sebagai obat sebagai untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Obat tradisional ini seperti jamu untuk ibu melahirkan serta ramuan obat yang dilakukan untuk kesehatan pada anak-anak seperti, obat lulur luka atau obat untuk pembengkakan, obat penambah stamina, ramuan untuk perawatan sebelum dan sesudah sakit dan lain sebagainya.

1.5.4. Dukun Kampung

Dukun kampung dalam penelitian ini adalah seseorang yang diyakini sebagai orang yang dapat menyebuhkan gejala-gejala sesuatu yang bersifat magis dan sakral dalam areal kebudayaan Jawa yang berupa norma adat dan istiadat secara turun-temurun berperan sebagai orang yang dapat menyembuhkan sakit dalam konteks pengalaman kebudayaan yang dialami oleh masyarakat.

1.5.5. Dukun Bayi

(23)

1.5.6. Sakit

Sakit merupakan hilangnya keseimbangan dalam tubuh seperti keadaan berasa tidak nyaman dan selalu ada perasaan mengganggu dalam tubuh sehingga jiwa dan raga manusia mengalami sesuatu yang lain karena menderita sesuatu penyakit. Sakit dalam penelitian ini adalah sakit diartikan sebagai sesuatu gejala yang dapat diteliti secara klinis dan ilmiah semata, sakit menjelaskan juga yang bersifat non rasional yang menampilkan pendekatan terhadap nilai-nilai budaya yang sudah melekat khususnya pada kebudayaan Jawa. Sakit dalam penelitian ini adalah sesuatu gejala yang terjadi pada pada ibu dan anak-anak yang tidak dapat dijelaskan dengan ilmu kedokteran pada umumnya.

1.5.7. Penyakit

Penyakit merupakan suatu gejala dalam tubuh karena adanya gangguan ataupun kerusakan organ-organ tubuh manusia baik secara lahir dan batin. Penyakit dapat diartikan sebagai suatu hal yang tidak lazim, dikarenakan penyakit tidak semuanya dapat diobati dengan menggunakan obat semata, melainkan ada sesuatu hal yang lain yang mengganggu, seperti gangguan yang bersifat magis dan supranatural yaitu gangguan roh halus (hantu).

1.5.8. Ibu

(24)

tradisional yang menggunakan jasa dan bantuan kepada dukun kampung ataupun dukun bayi selama masa kehamilan sampai masa melahirkan serta menggunakan pengobatan tradisional, baik digunakan sendiri atau untuk keluarganya.

1.5.9. Anak

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konsep sakit

Sakit dapat diinterpretasikan secara berbeda berdasarkan pengetahuan secara ilmiah dan dapat dilihat berdasarkan pengetahuan secara budaya dari masing-masing penyandang kebudayaannya. Hal ini berarti dapat dilihat berdasarkan pemahaman secara “etik” dan “emik”. Secara konseptual dapat disajikan bagaimana sakit dilihat secara “etik” yang dikutib dari Djekky (2001: 15) sebagai berikut : Secara ilmiah penyakit (disease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat terjadi infeksi atau tekanan dari lingkungan, jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit (Sarwono, 1993:31). Sedangkan secara “emik” sakit dapat dilihat berdasarkan pemahaman konsep kebudayaan masyarakat penyandang kebudayaannya sebagaimana dikemukakan oleh Foster dan Anderson (1986) menemukan konsep penyakit (disease) pada masyarakat tradisional, bahwa konsep penyakit masyarakat non barat, dibagi atas dua kategori umum yaitu:

(26)

2. Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah yang sistematik dan bukan pribadi. Naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya, apabila keseimbangan terganggu, maka hasilnya adalah penyakit (1986;63-70)

Sebagai contoh konsep sakit dijelaskan dalam jurnal antropologi papua oleh A.E. Dumatubun (2002) yaitu pada masyarakat suku di Papua antara lain :

(27)

2. Orang Biak Numfor mengkonsepsikan penyakit sebagai suatu hal yang menyebabkan terdapat ketidak seimbangan dalam diri tubuh seseorang. Hal ini berarti adanya sesuatu kekuatan yang diberikan oleh seseorang melalui kekuatan gaib karena kedengkiannya terhadap orang tersebut (Wambrauw, 1994).

3. Orang Marind-anim yang berada di selatan Papua juga mempunyai konsepsi tentang sehat dan sakit, dimana apabila seseorang itu sakit berarti orang tersebut terkena guna-guna (black magic). Mereka juga mempunyai pandangan bahwa penyakit itu akan datang apabila sudah tidak ada lagi keimbangan antara lingkungan hidup dan manusia. Lingkungan sudah tidak dapat mendukung kehidupan manusia, karena mulai banyak. Bila keseimbangan ini sudah terganggu maka akan ada banyak orang sakit, dan biasanya menurut adat mereka, akan datang seorang kuat (Tikanem) yang melakukan pembunuhan terhadap warga dari masing-masing kampong secara berurutan sebanyak lima orang, agar lingkungan dapat kembali normal dan bisa mendukung kehidupan warganya (Dumatubun, 2001).

4. Orang Amungme, dimana bila terjadi ketidak seimbangan antara lingkungan dengan manusia maka akan timbul berbagai penyakit. Yang dimaksudkan dengan lingkungan di sini adalah yang lebih berkaitan dengan tanah karena tanah adalah “mama” yang memelihara, mendidik, merawat, dan memberikan makan kepada mereka (Dumatubun, 1987). Untuk itu bila orang Amungme mau sehat, janganlah merusak alam (tanah), dan harus terus dipelihara secara baik.

(28)

manusia seperti roh halus dan kekuatan manusia dengan menggunakan black magic. Pada masyarakat ini, ibu hamil dan suaminya itu harus berpantang terhadap beberapa makanan, dan kegiatan, atau tidak boleh melewati tempat-tempat yang keramat karena bisa terkena roh jahat dan akan sakit (Dumatubun,1999). Ini berarti untuk sehat, maka orang Moi tidak boleh makan makanan tertentu pada saat ibu hamil dan suaminya tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, seperti membunuh binatang besar, dan sebagainya. 6. Orang Hatam yang berada di daerah Manokwari percaya bahwa sakit itu

disebabkan oleh gangguan kekuatan supranatural seperti dewa, roh jahat dan buatan manusia. Orang Hatam percaya bahwa bila ibu hamil sulit melahirkan, berarti ibu tersebut terkena buatan orang dengan obat racun (rumuep) yaitu suanggi, atau penyakit oleh orang lain yang disebut “priet” (Dumatubun, 1999). 7. Orang Walsa (Keerom), percaya bahwa sakit disebabkan oleh gangguan roh

jahat, buatan orang, atau terkena gangguan dewa-dewa. Bila seorang ibu hamil meninggal tanpa sakit terlebih dahulu, berarti sakitnya dibuat orang dengan jampi-jampi (sinas), ada pula disebabkan oleh roh-roh jahat (beuvwa). Di samping itu sakit juga disebabkan oleh melanggar pantangan-pantangan secara adat baik berupa makanan yang dilarang, dan perkawinan (Dumatubun,1999).

(29)

pemahaman kebudayaan mereka yang dikemukakan oleh Djekky R. Djoht (2001: 14-15 dalam Sudarma 2008 :138), yaitu:

1. Pola Pengobatan Jimat. Pola pengobatan jimat dikenal oleh masyarakat di daerah kepala burung terutama masyarakat Meibrat dan Aifat. Prinsip pengobatan jimat, menurut Elmberg, adalah orang menggunakan benda-benda kuat atau jimat untuk memberi perlindungan terhadap penyakit. Jimat adalah segala sesuatu yang telah diberi kekuatan gaib, sering berupa tumbuh-tumbuhan yang berbau kuat dan berwarna tua.

2. Pola Pengobatan Kesurupan. Pola kesurupan dikenal oleh suku bangsa di daerah sayap burung, yaitu daerah teluk Arguni. Prinsip pengobatan kesurupan menurut van Longhem adalah seorang pengobat sering kemasukan roh/mahluk halus pada waktu berusaha mengobati orang sakit. Dominasi kekuatan gaib dalam pengobatan ini sangat kentara seperti pada pengobatan jimat.

(30)

khusus pada wanita saja. Prinsip ini sama persis pada masyarakat Jawa seperti kerok.

4. Pola Pengobatan Injak. Pola injak dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang sungai Tor di daerah Sarmi. Prinsip dari pengobatan ini menurut Oosterwal adalah bahwa penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh, maka dengan menginjak-injak tubuh si sakit dimulai pada kedua tungkai, dilanjutkan ketubuh sampai akhirnya ke kepala, maka injakan tersebut akan mengeluarkan roh jahat dari dalam tubuh.

5. Pola Pengobatan Pengurutan. Pola pengurutan dikenal oleh suku bangsa yang tinggal di daerah selatan Merauke yaitu suku bangsa Asmat, dan selatan kabupaten Jayapura yaitu suku bangsa Towe. Prinsip dari pola pengobatan ini menurut van Amelsvoort adalah bahwa penyakit itu terjadi karena tubuh kemasukan roh, maka dengan mengurut seluruh tubuh si sakit, maka akan keluar roh jahat dari dalam tubuhnya. Orang Asmat menggunakan lendir dari hidung sebagai minyak untuk pengurutan. Sedangkan pada suku bangsa Towe penyebab penyakit adalah faktor empirik dan magis. Dengan menggunakan daun-daun yang sudah dipilih, umumnya baunya menyengat, dipanaskan kemudian diurutkan pada tubuh si sakit.

(31)

mandi uap dari hasil ramuan daun-daun yang dipanaskan dapat mengeluarkan roh jahat dan penyebab empirik penyakit.

2.2.Pengobatan Suku Sakai

Dalam Utami (2012) menjelaskan bahwa sebagian hidup mereka sudah beranjak ke kehidupan modern, Suku Sakai masih mengandalkan dukun untuk pengobatan. Ini merupakan tradisi yang diwariskan turun-temurun oleh leluhur mereka. Dukun bagi suku Sakai bertindak sebagai seorang ‘dokter‘ yang mendiagnosa penyakit pasien dengan bantuan arwah dan kemudian mentransfer pengetahuannya ke pasien. Menurut Nathan ( Utami, 2012) menjelaskan tradisi pengobatan Sakai, dukun atau disebut ‘semanggeh‘ mengalihkan kesadarannya ke dimensi arwah dan memanggil arwah yang dilihat mata batinnya. Dukun kemudian berkelana dengan ruh tersebut untuk mencari obat atau ‘ubet‘. Setelah menemukan jawaban, dukun akan menafsirkannya ke dalam pertunjukan fisik bagi sang pasien berupa tari-tarian, musik serta pantun. Bagi Nathan, aksi fisik tersebut merupakan cermin atas apa yang dilakukan oleh jiwa pasien di dimensi arwah.

(32)

atribut upacara seperti ikat kepala berwarna merah, selempang berwarna merah dan bertelanjang dada. Kemudian dukun tersebut akan membacakan mantra dan berdiri mengambil campuran beras putih dan kuning untuk disebar ke seluruh sudut ruangan selama tiga kali. Ritual itu dilakukan hingga dukun menemukan jawaban atas sakit sang pasien.

2.3. Pengobatan Tradisional Primbon Jawa

(33)

tersebut. Sebagai ilustrasi ialah pengobatan dengan boreh (obat gosok luar) ditentukan berdasarkan dimulainya penyakit. Misalnya bagian yang sakit adala kepala, maka borehnya adalah janur kelapa, jika bagian kaki yang sakit, maka menggunakan daun sikilan dan lain-lain.

2.4. Pengobatan Tradisional Terhadap Kehamilan dan Persalinan

Penjelasan tentang pengobatan tradisional terhadap ibu hamil dijelaskan dalam jurnal antropologi papua A.E. Dumatubun (2003) menerangkan bahwa orang papua mempunyai konsepsi dasar berdasarkan pandangan pada kasus tentang kehamilan, persalinan, dan nifas berdasarkan persepsi kebudayaan mereka. Akibat adanya pandangan tersebut di atas, maka orang Papua mempunyai beberapa bentuk pengobatan serta siapa yang manangani, dan dengan cara apa dilakukan pengobatan terhadap konsep sakit yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, perdarahan pembengkakan kaki selama hamil

Pengetahuan terhadap kehamilan dan persalinan di Papua terbagi atas :

(34)

mantera di air putih yang akan diminum oleh ibu tersebut. Tindakan lain yang biasanya dilakukan oleh Ndaken tersebut juga berupa, mengurut perut ibu hamil yang sakit. Sedangkan bila ibu hamil mengalami pembengkakan pada kaki, berarti ibu tersebut telah melewati tempat-tempat keramat secara sengaja atau pula telah melanggar pantangan-pantangan yang diberlakukan selama ibu tersebut hamil. Biasanya akan diberikan pengobatan dengan memberikan air putih yang telah dibacakan mantera untuk diminum ibu tersebut. Juga dapat diberikan pengobatan dengan menggunakan ramuan daun abrisa yang dipanaskan di api, lalu ditempelkan pada kaki yang bengkak sambil diuruturut. Ada juga yang menggunakan serutan kulit kayu bai yang direbus lalu airnya diminum.

(35)

Putua/Mundklok, tetapi disamping itu ada bantuan juga dari dewa Fipao supaya berjalan dengan baik. Proses persalinan dalam kondisi jongkok, biar bayi dengan mudah dapat keluar, dan tali pusar dipotong setelah ari-ari keluar.

Penjelasan tentang pengobatan tradisional terhadap dukun dapat dijelaskan dalam Astriana (2012) mengenai proses persalinan ibu hamil di desa galang kecamatan sungai piyuh kabupaten pontianak. Alasan para informan masih menggunakan pengobatan secara tradisional adalah karena faktor masih tingginya tingkat kepercayaan masyarakat dalam berobat ke dukun, penggunaan pelayanan tradisional lebih dapat di anggap sebagai cerminan kepercayaan masyarakat terhadap perawatan yang dianggap sesuai oleh masyarakat daripada kemauan mereka membayar setiap jenis pelayanan yang disediakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjiptoherjanto (1994 : 119-120 dalam Astriana 2012) bahwa masyarakat mungkin menggunakan atau membeli pelayanan kesehatan non pemerintah (misalnya pelayanan tradisional) sebagian karena disebabkan mereka tidak mendapatkan alternatif untuk memperoleh pelayanan yang murah dari fasilitas lain yang disediakan pemerintah, masyarakat berpendapatan rendah cenderung menunda penggunaan pelayanan kesehatan sampai penyakitnya parah benar, sebagian dengan asumsi bahwa mereka berusaha menghindarkan pembayaran yang tidak terjangkau.

(36)

dan makan hidangan yang panas. Untuk mempercepat pemulihan kesehatan ibu yang baru melahirkan, di desa Lampeapi mengurung ibu tersebut dalam tikar yang dilingkarkan. Dalam kurungan tersebut diletakkan pula abu panas yang dapat juga ditambahkan akar loiya le (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) dan buah lasi daru (Amomum compactum Soland. ex Maton). Penggunaan daun kapupu (Crinum asiaticum L.) dalam perawatan paska persalinan bertujuan untuk merapatkan atau mengecilkan kembali vagina. Cara penggunaannya yaitu daun yang telah dicuci bersih, dipanaskan di bara api (dilayukan), kemudian ditapelkan ke bagian vagina.

2.5. Teori Tindakan Sosial Terhadap Pengobatan Tradisional

Weber (Ritzer : 1992) menjelaskan tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna dan arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Tindakan sosial itu dianggap baik, maka manusia akan melakukan tindakan yang sama. Jika tindakan sosial itu baik dan bermanfaat bagi orang lain, makin lama tindakan sosial tersebut dapat dianggap sebagai suatu kebisaaan yang harus dilakukan oleh seluruh anggota kelompok sosial. Weber melihat bahwa suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial jika tindakan tersebut dilakukan dengan mengikutsertakan atau melibatkan makna subjektif dalam tindakan tersebut, dengan memperhitungkan perilaku-perilaku orang lain dan mengorientasikan perilaku-perilaku tersebut ke dalam tindakan-tindakan sosialnya sendiri.

(37)

1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang subjektif yang meliputi berbagai tindakan nyata.

2. Tindakan nyata yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subjektif.

3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.

5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang itu.

Max Weber dalam Dwi Narwoko (2004 : 19) menggolongkan tindakan sosial ini menjadi sebagai berikut :

1. Tindakan rasional instrumental

(38)

dari marabahaya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu syarat dalam proses kehamilan, yaitu sebagai perlindungan dari gangguan makhluk halus dan hal-hal yang bersifat gaib lainnya.

2. Tindakan rasional yang berorientasi nilai

Tindakan rasional yang berorientasi nilai adalah alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolute. Artinya nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersiafat nonrasional, sehingga tidak memperhitungkan alternative, Contohnya seorang ibu yang hendak melahirkan melakukan tindakan dengan cara membawa dirinya ke pengobatan tradisional untuk mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat seperti dukun bayi. Tindakan yang dilakukannya sudah dipertimbangkan dengan baik, karena dirinya memiliki tujuan untuk mendapat pertolongan dengan cepat. Ini berarti masyarakat lebih percaya pertolongan yang dilakukan dukun berdasarkan bukti yaitu pertolongan persalinan yang dilakukan dari satu generasi ke generasi yang dilakukan oleh dukun bayi, sehingga melekatnya pengalaman terhadap pertolongan persalinan.

(39)

puskesmas, namun hingga sekarang pengobatan tradisional masih tetap dipertahankan. Hal inilah yang menjelaskan bahwa pemanfaatan pengobatan tradisional masih sering dilakukan di wilayah pedesaaan.

3. Tindakan tradisional

Dalam tindakan ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Contoh, pengobatan yang menggunakan jasa dukun yang dijelaskan dalam Prasetyo (2013) masyarakat menggunakan jasa “dukun” karena anak sang pasien yang berumur 2 tahun selalu menangis setiap malam, menurutnya karena masalah gangguan dari makhluk halus. Menurut subjek, ritual yang dijalani “Mbah Manan”(dukun) ketika menyembuhkan anak pasien tersebut yaitu memberi satu gelas air yang sudah diberi amalan untuk dioleskan ke seluruh tubuhnya. Ritual seperti ini selalu dilakukan apabila sang anak mengalami kejadian itu lagi. Untuk sejauh ini subjek mengaku bahwa pertolongan yang diberikan Mbah Manan “mandi” (cukup berhasil). Hal tersebut merupakan alasan sampai sekarang subjek masih menggunakan jasa “dukun” untuk mengatasi masalah yang dialaminya. Masalah seperti ini menurut subjek benar, karena sebagian usahanya untuk rasionalitas pengguna jasa dukun.

(40)

mengakibatkan masyarakat desa tersebut menggunakan jasa “dukun” dalam mewujudkan suatu keinginannya. Rasionalitas pengguna jasa dukun di desa sonorejo kabupaten kediri. Berobat kepada dokter dan hasilnya tidak bisa menyembuhkan penyakit orang merupakan salah satu sebab “dukun” menjadi alternatif bagi para pengguna jasanya. Perbedaan dana yang harus dikeluarkan oleh para pengguna jasa “dukun” adalah suatu tindakan sosial yang ditujukan untuk mencapai tujuan semaksimal mungkin dengan menggunakan dana serta daya seminimal mungkin

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Studi kasus adalah suatu studi empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, dan berupaya menjawab pertanyaanpertanyaan “how” (bagaimana) dan “why” (mengapa) dalam kegiatan penelitian. Pada dasarnya pertanyaan mengapa lebih exploratif dari kasus yang diteliti yaitu berupa penelitian yang terbuka dan mencaricari, sementara pengetahuan peneliti terhadap yang diteliti masih terbatas. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moeleong, 2007: 4) metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berupa angka-angka tetapi data yang terkumpul berbentuk kata-kata lisan yang mencakup catatan laporan dan foto-foto.

3.2. Lokasi Penelitian

(42)

masalah kesehatan pada ibu dan anak serta masyarakat yang senantiasa mempertahankan pengetahuan terhadap obat-obatan tradisional yang masih dipakai sampai sekarang. Lokasi penelitian ini merupakan tempat yang strategis sebagai sumber informasi, karena terletak di wilayah yang relatif mudah di jangkau. Melalui pengamatan peneliti dalam proses observasi di desa tersebut terlihat adanya suatu kasus yang perlu dipahami berdasarkan keterlibatan masyarakat pedesaan dalam memilih sistem pengobatan di masa sekarang ini.

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi social yang di teliti objek penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini meliputi actor yaitu pelaku atau orang yang sesuai dengan objek penelitian ini. Activity yaitu kegiatan yang dilakukan aktor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung. Unit analisis akan membantu untuk melakukan wawancara sebagai bahan dalam membuat penelitian. Unit analisis yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah masyarakat di Desa Tanah Tinggi Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara.

3.3.2. Karakteristik Informan

(43)

a. Informan yang dipilih adalah dukun anak dan dukun kampung yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki pengetahuan dan pengalaman pengobatan tradisional yang berupa pembacaan doa, mantra, dan syarat tertentu yang biasa digunakan dalam menyembuhkan suatu penyakit yang sering dialami oleh masyarakat yang tetap dilakukan hingga sekarang dan dukun anak yang memiliki pengetahuan terhadap proses pengobatan pada masa kehamilan dan pasca persalinan. Hal ini dilakukan agar mendapatkan penyajian informasi secara jelas, bagaimana masyarakat menggunakan jasa pengobatan yang mereka pilih sebagai konsekuensi untuk mendapatkan kesehatan dan pada umumnya.

2. Informan ini adalah dukun yang terjun langsung dalam proses pengobatan dan persalinan tanpa adanya perantara dan masih digunakan sampai sekarang. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui bahwa informan merupakan orang yang tepat dan sesuai dalam penelitian.

3. Informan yang dipilih adalah seseorang yang dianggap dukun anak dan dukun kampung pada masyarakat luas dan terkenal karena keahliannya yaitu seseorang yang dapat mengobati berbagai macam penyakit yang tidak lazim pada Ibu dan anak. Dalam hal ini agar peneliti dapat mengetahui bahwa dukun tersebut merupakan salah satu anggota masyarakat dekat dengan adat istiadat masyarakat.

(44)

b. Infoman dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang sudah pernah melahirkan dan punya anak pada penelitian ini adalah masyarakat dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Pemilihan terhadap informan adalah ibu-ibu yang sudah atau pernah menggunakan pengobatan tradisional seperti pengobatan yang dilakukan oleh dukun yaitu sebagai salah satu pengetahuan budaya, pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman khususnya pada kesehatan bagi Ibu dan anak. Hal ini dilakukan agar informasi yang didapat sesuai dengan target terhadap penelitian dan untuk mempermudah dalam penyajian data.

2. Pemilihan informan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir informan. Hal ini dilakukan agar dapat mendapatkan informasi tentang tingkat pendidikan, pemahaman, serta pengetahuan informan terhadap kasus yang di teliti.

3. Pemilihan informan berdasarkan jenis pekerjaan sebagai mata pencaharian. Hal ini dilakukan agar mendapatkan informasi tentang status pekerjaan informan dan mendapat gambaran bagaimana kehidupan mereka sehari-hari dalam pemenuhan kebutuhan kesehatannya.

(45)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objektif. Dalam hal ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan penelitian ini dibagi menjadi dua cara yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dari sumber data atau sumber pertama di lapangan. Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi lapangan yaitu:

1. Metode Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan salah satu tehnik pengumpulan data, dimana terjadi komunikasi secara verbal antara komunikan dan komunikator. Menurut Moeleong (2007: 186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, karena dengan metode ini peneliti dapat menggali informasi langsung secara mendalam dari informan dan responden.

2. Metode Observasi

(46)

menggunakan pengamatannya melalui hasil karja panca indra mata serta dibantu dengan panca indra yang lainnya (Bungin, 2007: 115).

b. Data Sekunder

(47)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRESTASI DATA

4.1. Gambaran Umum Desa Tanah Tinggi Kecamatan Air Putih Kabupaten

Batu Bara

Desa Tanah Tinggi merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara. Desa Tanah Tinggi mempunyai jarak dengan pusat Pemerintahan Kecamatan yaitu 1,5 km, jarak terhadap Ibu Kota Kabupaten 60 km, dan jarak dengan Ibu Kota Propinsi 105 km. Desa Tanah Tinggi ini memiliki luas wilayah 240 Ha terdiri atas 12 Dusun dan dihuni oleh 4.450 jiwa atau 1.085 Kepala Keluarga. Lahan tersebut digunakan untuk sektor lahan pertanian dan fasilitas prasarana sosial (pemukiman, mushola, gereja, sekolah, lapangan olah raga, kuburan, rawa-rawa, tegalan, danau, jalan kabupaten, tanah kosong). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel nomor 1. Suhu udara pada kelurahan ini mencapai 25°-37°C dan memiliki curah hujan sebesar 1558 mm/tahun. Desa Tanah Tinggi berada pada ketinggian 18 m dari permukaan laut.

Batas-batas wilayah Desa Tanah Tinggi terdiri dari:

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Aras

b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Tanjung muda c. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Sukaraja d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Tanah merah

(48)

teknis (irigasi). Desa Tanah Tinggi merupakan salah satu desa dari Kecamatan yang ada di Air Putih sebagai penghasil produksi padi terbesar di Kabupaten Batu Bara. Sehingga dapat dilihat penduduk desa ini dalam pendapatan/penghasilan sehari-hari berasal/mengandalkan dari lahan pertanian sawah dan hasil bumi lainnya.

4.2. Pola Penggunaan Lahan

Lahan Desa Tanah Tinggi seluas 240 Ha, sebagian besar dipergunakan untuk pemukiman dan lahan sawah. Untuk mengetahui tata guna lahan di Desa Tanah Tinggi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1

Tata Guna Tanah

No Tata Guna Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1 Sekolah 2 0,83 %

2 Bangunan untuk agama 1 0,42 %

3 Pemukiman 35 14,60 %

4 Lahan persawahan 202 84,20 %

Total 240 100 % Sumber dokumen Desa Tanah Tinggi, tahun 2012

(49)

4.3. Jumlah Penduduk

Secara demografi jumlah penduduk Desa Tanah Tinggi sebanyak 4.450 jiwa dan terbagi atas 1.085 KK. Penduduk tersebut tersebar di Dusun I sampai XII. Distribusi penduduk Desa Tanah Tinggi dapat dilihat pada tabel dibawah berikut:

Tabel 2

Jumlah Penduduk Desa Per Dusun

No Dusun Jumlah Persentase (%)

1 I 55 1,24 %

2 II 370 8,32 %

3 II 352 7,91 %

4 IV 395 8,88 %

5 V 132 2,97 %

6 VI 356 8 %

7 VII 840 18,88 %

8 VIII 268 6,02 %

9 IX 604 13,57 %

10 X 426 9,57 %

11 XI 294 6,60 %

12 XII 358 8,04 %

Total 4.450 100%

Sumber dokumen Desa Tanah Tinggi, Bulan Juni 2013

(50)

4.4. Komposisi Penduduk

4.4.1. Komposisi Penduduk Desa Tanah Tinggi Berdasarkan Jenis Kelamin

Keadaan penduduk di Desa Tanah Tinggi pada bulan September 2013 dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Per Dusun di Desa

No Dusun Jenis Klamin Jumlah Sumber dokumen Desa Tanah Tinggi, Bulan Juni Tahun 2013

(51)

4.4.2. Komposisi penduduk Berdasarkan usia

Komposisi penduduk berdasarkan usia di Desa Tanah Tinggi dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Sumber dokumen Desa Tanah Tinggi, Tahun 2013

Data 4 menunjukkan jumlah penduduk yang lebih banyak pada usia-usia yang mengalami tumbuh kembang seperti balita 13 bulan-4 tahun sebanyak 612 jiwa, anak-anak 7-12 tahun sebanyak 764 jiwa, dan usia produktif pada 26-45 tahun sebanyak 634-563 jiwa, ini menunjukkan mereka masih usia produktif bisa berkarya, berkembang, serta bekerja untuk menghidupi keluarganya.

(52)

sebanyak antara 302-612 jiwa. Jadi keluarga-keluarga yang ada di harapkan dapat membantu dan menjalankan pelaksanaan program Pemerintah tersebut untuk mengantisipasi terjadinya peledakan penduduk di Desa Tanah Tinggi.

4.4.3. Komposisi penduduk berdasarkan suku Bangsa

Jumlah penduduk menurut suku di Desa Tanah Tinggi sekaligus untuk mengetahui suku-suku apa saja yang terdapat di Desa Tanah Tinggi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5

Komposisi penduduk berdasarkan suku Bangsa di Desa

No Suku Bangsa Jumlah Persentase

1 Jawa 3.439 77,28 %

(53)

Ini berarti Desa Tanah Tinggi tidak terdiri atas satu etnis saja tetapi di diami oleh beberapa suku yang saling hidup rukun dan damai saling hormat menghormati dalam hidup bertetangga.

4.4.4. Komposisi penduduk berdasarkan Agama

Untuk mengetahui Komposisi penduduk menurut Agama dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 6

Komposisi Penduduk berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase (%)

1 Islam 3.811 85,64 %

2 Kristen Protestan 579 13,01 %

3 Kristen Katolik 52 1,17 %

4 Budha 8 0,18 %

Total 4.450 100 %

Sumber dokumen Desa Tanah Tinggi, Bulan JuniTahun 2013

Data pada tabel 6 menunjukkan bahwa penduduk Desa Tanah Tinggi mayorita penduduknya menganut agama Islam sebanyak 3.811 jiwa, Kristen Protestan sebanyak 579 jiwa, Katolik sebanyak 52 jiwa, dan Budha sebanyak 8 jiwa. Meskipun penduduknya banyak beragama Islam namun kehidupan di desa ini tetap harmonis mereka hidup rukun berdampingan antar umat beragama.

4.4.5. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

(54)

Tabel 7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 Belum Sekolah 685 15,39 %

2 Tidak tamat SD 905 20,34 %

3 S D 1.282 28,81 %

4 S L T P 885 19,89 %

5 S L T A 663 14,90 %

6 Akademi (D1-D3) 22 0,49 %

7 Sarjana (S1) 8 0,18 %

Total 4.450 100 %

Sumber dokumen Desa Tanah Tinggi, Tahun 2013

Dari data 7 diketahui bahwa jumlah penduduk yang tidak tamat SD di Desa Tanah Tinggi cukup banyak 905 jiwa dan belum sekolah sebanyak 685 jiwa sehingga dapat dikatakan tingkat pengetahuan mereka masih rendah. Tingkat lulusan akademi/sarjana juga masih sedikit. Mungkin ada alasan mereka tidak melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi seperti ketiadaan biaya, waktu habis digunakan untuk bekerja, membantu orangtua dan lain-lain.

4.4.6. Komposisi penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian

(55)

Tabel 8

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 Petani 1.231 42,49 %

Sumber dokumen Desa Tanah Tinggi, Tahun 2013

Dari data 8 diatas dapat kita lihat bahwa mayoritas kepala keluarga yang ada di Desa Tanah Tinggi adalah pekerjaan sebagai petani sebanyak 1.231 jiwa, buruh tani sebanyak 1.083 jiwa, dan petani penyewa/penggarap sebanyak 358 jiwa. Secara tidak langsung hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan mereka karena pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki masih rendah.

(56)

4.4.7. Komposisi kepemilikan tanah sawah menurut luasnya

Jumlah pemilik lahan persawahan yang dimiliki penduduk Desa Tanah Tinggi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9

Kepemilik Tanah Sawah Menurut Luasnya

No Uraian Jumlah Pemilik (orang) Persentase (%)

1 Kurang dari 0,2 ha 350 58,24 %

2 0,2-0,5 ha 224 37,27 %

3 0,6-1,0 ha 20

3,33 %

4 1,1-2,0 ha 6 1 %

5 3-5 ha 1 0,17 %

Total 601 100%

Sumber dokumen Desa Tanah Tinggi, Tahun 2013

Dari data diatas dapat dilihat bahwa masyarakat Desa Tanah Tinggi yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani karena keahlian dan keterampilan penduduknya hanya berfokus kepada sektor pertanian. Disini terlihat kepemilikan tanah sawah yang kurang dari 1 hektar tanah sawah yang dimiliki penduduk jumlah pemiliknya sangat banyak, yaitu 350 sampai 224 jiwa ini menunjukkan bahwa luas lahan sawah yang dimiliki petani tersebut memiliki lahan sawah antara dari 0,2 sampai 2,0 ha di Desa Tanah Tinggi.

4.5. Sarana Sosial Budaya

(57)

kesehatan fasilitas yang ada: Puskesmas Pembantu (PUSTU) 1, Posyandu 3, Praktek Bidan 3, Untuk sarana pendidikan: Sekaolah Dasar (SD) ada 3, Kursus keterampilan ada 3, Untuk sarana olah raga seperti lapangan bulutangkis, lapangan sepak bola, dan bola volley masing-masing ada 1.

Data diatas kita lihat bahwa sarana yang tersedia sangatlah banyak macamnya bahkan ada sarana kesehatan terdapat praktek bidan, suatu sarana yang mungkin baru ada sekitar beberapa tahun ini ada di desa ini. Banyaknya jumlah Mesjid, Musholla, serta Gereja menggambarkan bahwa mayoritas penduduk Desa Tanah Tinggi beragama Islam dan Kristen, hidup saling rukun antar umat beragama. Pada sarana pendidikan ditemui hanya ada Sekolah Dasar (SD) tidak terdapat sekolah lanjutan lainnya jika ingin sekolah lanjutan maka harus ke desa lain atau bahkan ke kota Kecamatan yang ada fasilitas sekolah lanjutan, dimana murid-muridnya adalah penduduk asli desa sekitarnya.

(58)

4.6. Organisasi Sosial

Organisasi sosial yang ada di Desa Tanah Tinggi disamping organisasri pemerintahan ada juga organisasi kemasyarakatan yaitu:

1. Organisasi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) 2. Lembaga Musyawarah Desa (LMD)

3. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) 4. Organisasi Karang Taruna

5. Organisasi Remaja Mesjid 6. Organisasi Perwiritan/Pengajian 7. Kelompok Tani

Organisasi ini berjalan baik karena pada organisasi inilah di pergunakan masyarakat Desa Tanah Tinggi untuk bersosialisasi satu sama lain.

4.7. Struktur Pemerintahan dan Kepemimpinan

Dalam organisasi Pemerintahan, Desa Tanah Tinggi di pimpin oleh seorang Kepala Desa (Kades) dalam pelaksanaannya dibantu oleh seorang Sekretaris Desa (Sekdes) dan (4) empat orang perangkat Kantor Desa serta 12 orang Kepala Dusun (Kadus).

4.8.Profil Informan

1. Nama : Samiyem

Usia : 39 tahun

(59)

Suku : Jawa Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

Ibu Samiyem merupakan salah satu warga yang tinggal di dusun 10 Desa Tanah Tinggi. Dia lahir di desa ini dan tinggal selama 39 tahun. Pekerjaan tetapnya adalah seorang ibu rumah tangga dan petani penyewa. Dia menyewa lahan dikarenakan tidak mempunyai lahan pertanian sendiri. Tanaman pertanian yang di tanam seperti padi, semangka, terong, kacang panjang, sawi, kangkung dan lain sebagainya. Suaminya juga berprofesi sebagai petani yang sudah dijalani selama lebih dari 20 tahun. Ibu Samiyem menjelaskan pekerjaan pertanian yang dikerjakan tidak membutuhkan bantuan orang lain, karena hasil pertanian mereka tidak cukup untuk membayar upah apabila menggunakan buruh tani. Penghasilan mereka hanya tergantung dari hasil panen yaitu sekitar 2 sampai 3 bulan untuk setiap masa panen. Pendapatan bersihnya kurang lebih 1 juta saja setelah dipotong dari biaya-biaya pertanian. Ia memiliki dua orang anak yang berumur 7 dan 13 tahun.

(60)

membuat ramuan obat tradisional untuk mengatasi sakit demam, batuk, pilek untuk anaknya. Dukun kampung juga mempunyai peran dalam membantunya menjelaskan arti sakit sebagai sarana memenuhi kebutuhan terhadap informasi seperti tindakan-tindakan yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. Hal ini sebagai bentuk ketaatan terhadap adat istiadat yang sudah ada sebelumnya.

2. Nama : Mbah Nonong Usia : 70 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan dukun kampung

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak Sekolah

(61)

Pengalaman dan pengetahuan tentang cara pengobatan tradisional didapatkannya dari almarhum ayahnya yang juga berprofesi sebagai dukun juga. Pengetahuan yang didapatkannya ketika berusia 10 tahun, kemudian dia diajari oleh ayahnya. Hal itu dilakukan karena Mbah Nonong sering membantu ayahnya dalam mengobati orang lain. Setelah ayahnya meninggal, Mbah Nonong menjadi salah satu dukun yang sering kali mendapat perhatian oleh masyarakat menjadi sarana memberi informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan dunia pengetahuan tradisional.

Tradisi dan pengobatan tradisional yang sering dilakukan oleh Mbah Nonong yaitu ritual pemberian doa dan selamatan anak-anak atau yang disebut among-among, mengobati penyakit yang sering terjadi pada anak-anak seperti sawanan, kesambet,demam tinggi, dan gangguan makhluk gaib. Pemberian sesaji nerupakan ritualitas yang dilakukan di rumahnya pada saat-saat tertentu, misalnya hanya pada malam jum’at sebagai bentuk rasa syukur kepada arwah nenek moyang terdahulu. Di desa Mbah Nonong merupakan seseorang yang mempunyai peran dalam mengarahkan ritual temu pengantin, tingkeban, mendem ari-ari dan masa selapan dalam adat Jawa.

3. Nama : Mbah Lamiah Usia : 90 tahun keatas Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

(62)

Mbah Lamiah adalah seorang nenek yang dituakan dan dihormati karena dirinya merupakan orang yang sudah lama tinggal di dusun 11 Desa Tanah tinggi. Dia tidak mengetahui berapa usianya sendiri, tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia serta tidak mengenal aksara ini mengungkapkan bahwa dirinya adalah seorang transmigran asal pulau jawa yang datang untuk mencari nafkah di desa ini. Dia menjelaskan bahwa dahulu dia dan almarhum suaminya adalah transmigran yang dikirim untuk membuka lahan pertanian dari tanah kosong pada masa penjajahan Belanda. Pekerjaan sebagai petani sekarang sudah digantikan oleh anak dan cucunya.

(63)

4. Nama : Atik Usia : 42 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan buruh tani

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

Ibu Atik merupakan anak ketiga dari Mbah Nonong. ia merupakan anak perempuan yang ada dalam keluarganya. Dia tinggal tidak jauh dari tempat tinggal Ibunya. Dia tinggal di Desa Tanah Tinggi ini sejak lahir sampai sekarang. Ibu Atik memiliki 2 orang anak yang masing-masing berumur 8 dan 4 tahun. Pekerjaannya adalah ibu rumah tangga sekaligus sebagai buruh tani seperti buruh cabut bibit padi, tanam bibit padi, dan buruh cabut rumput di sawah. Pekerjaannya sebagai buruh tani hanya mendapatkan 25 ribu rupiah dalam setiap kali waktu kerja. Suaminya hanya pulang 4 bulan sekali dari pekerjaan di wilayah lain, sehingga kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi setelah 4 bulan dari penghasilan suaminya. Kegiatan selain bekerja di sawah, dia juga sering membantu pekerjaan ibunya. Ibu Atik ini juga selalu mengikuti saran dan pendapat ibunya terhadap pengetahuan sakit yang terjadi pada anak-anaknya.

(64)

tradisional berupa minuman hasil dari rempah-rempah, pemakaian pilis untuk dia dan anaknya, dan berbagai ritualitas sebagai bentuk penanggal balah atau bencana pada masa-masa awal melahirkan.

5. Nama : Warsiah

Usia : 51 tahun keatas

Pekerjaan : Buruh cuci dan buruh tani Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak tamat Sekolah Dasar (SD)

Ibu Warsiah adalah seorang yang tinggal di dusun 11 desa tanah tinggi. Tinggal di Desa Tanah Tinggi sudah lebih dari 30 tahun. Ibu yang berprofesi sebagai buruh tani ini memiliki 4 orang anak yang terdiri dari 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Selain buruh tani, dia juga bekerja sebagai buruh cuci baju. Pekerjaannya sebagai buruh tani dikerjakanya hanya musim pertanian saja, sedangkan pekerjaannya sebagai buruh cuci dikerjakan setiap hari. Penghasilan dari buruh cuci dibayar setiap bulan yaitu 300 ribu, dan pendapatan dari buruh tani yaitu 25 ribu setiap hari kerja.

(65)

sentitif terhadap sesuatu yang berhubungan dengan dunia gaib, sehingga harus mendapatkan suatu ritual tolak balah untuk menjauhkan anak dari sakit yang disebabkan oleh hal-hal gaib. Ritual among-among juga dilakukan sebagai bentuk syukur, jika anak tersebut sudah sembuh.

6. Nama : Sawen

Usia : 39 tahun keatas Pekerjaan : Wiraswsta

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

(66)

dapat disebabkan oleh makhluk gaib, yang membuat anaknya sakit. Akibat sakit tersebut tidak dapat disembuhkan dokter, kemudian ibu Sawen mendapat saran dari tetangga dan orang tuanya agar anaknya dibawa berobat ke dukun. Melalui perintah dan saran dukun, dengan menggunakan syarat-syarat tertentu yang harus dijalani oleh keluarga Ibu Sawen, seperti memberikan sesaji, menyiapkan upah-upah,dankenduri. Dengan melalui saran dari dukun setelah beberapa hari diobati akhirnya anaknya mulai sembuh dan tidak mengalami sakit lagi.

7. Nama : Wagini Usia : 35 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMP)

(67)

Peranan kebudayaan Jawa sudah dilakukannya dari kehamilannya memasuki usia 3 bulan. Pada masa ini pola-pola kebudayaan sudah diterapkan oleh Wagini dan suaminya yang harus menjalankan pantangan dan saran-saran dari penerapan konsepsi budaya Jawa pada masa kehamilan seperti, larangan ibu hamil keluar rumah sembarangan, membawa benda-benda seperti gunting, kaca, paku serta tanaman rempah seperti kunyit, bengle dan garam yang harus di bawa terus yang diyakini sebagai benda pengusir makhluk gaib. Ritual pada masa 7 bulan kehamilan dalam konsep budaya seperti tingkeban juga pernah dilakukan oleh Wagini. Ritual ini merupakan acara yang wajib dilakukan pada kehamilan pertama bagi masyarakat suku Jawa yang mempunyai arti mempererat persaudaraan dalam menyambut anggota keluarga baru.

8. Nama : Ki Sarjan Usia : 84 tahun keatas

Pekerjaan : Petani dan dukun kampung

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Rakyat

(68)

desa yang masih ada di desa tanah tinggi ini. Kegiatan yang dilakukan sebagai dukun adalah memberikan nasihat dan saran kepada masyarakat agar tidak melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan celaka, melanggar aturan adat, dan tidak berbuat sembarangan. Melakukan wiwitan adalah kegiatan yang dilakukannya pada masa-masa tertentu dan menjadi seorang yang sering mengatasi permasa-masalahan kesehatan anak-anak serta gejala gangguan kepada makhluk halus dan sejenisnya.

Ki Sarjan merupakan orang yang dihormati dan rendah hati di desa. Pekerjaannya sebagai dukun tidak ada bedanya dengan masyarakat pada umumnya. Orang-orang yang mau berobat ataupun berkonsultasi, merupakan masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Ki Sarjan tidak meminta bayaran atas jasanya, dan dia menjelaskan bahwa pasien yang diobati hanya berdasarkan kemampuan ekonomi masyarakat. Pengalamannya mendapatkan ilmu pengobatan sebagai dukun didapatkannya dari almarhum ayahnya. Berawal dari membantu pekerjaan ayahnya dan terus-menerus sampai akhirnya diwariskan ilmu pengetahuan dari ayahnya. Penyakit yang sering diobati adalah kesurupan, kesambet, guna-guna, gangguan makhluk gaib, sawanan, dan penyakit pada anak-anak yang tidak bisa diobati dengan pengobatan biasa. Beberapa ritual kebudayaan Jawa yang masih dijalaninya sampai sekarang adalah memberikan sajen dan menggunakan jimat. Ki Sarjan juga dianggap sebagai juru pawang pada acara-acara tertentu yang diadakan di desa.

(69)

Suku : Jawa Agama : Islam

Pendidikan : Tamatan Sekolah Dasar (SD)

Ibu Manisem merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal di dusun 10 desa tanah tinggi. Ibu yang hidup sederhana serta tinggal dengan suami dan ketiga orang anaknya. Penghasilan keluarganya hanya mengandalkan dari profesinya suaminya yaitu petani yang memiliki lahan pertanian. Pendapatan keluarganya mencapai 2 juta per bulannya. Ibu Manisem memiliki pengalaman tentang sakit, serta cara pengobatan terhadap kehamilan dan pasca kehamilan atau bersalin pada dirinya. Ibu ini menjelaskan pada saat melahirkan anaknya, bahwa masih ada adat ataupun istiadat kebudayaan jawa yang masih dipakainya walaupun pengobatan modern juga ia gunakan. Pada saat dirinya melahirkan, ia dibantu oleh bidan dan juga dukun beranak. Kerja sama ini terjadi sehingga perlunya pengobatan tradisional dengan pengobatan modern untuk melancarkan proses persalinan Ibu Manisem.

(70)

yang di berikan pada bagian perut yang berupa obat lulur yang terbuat dari bahan-bahan seperti jeruk nipis, minyak goreng, kapur sirih, dan dilumuri bedak dan melakukan bengkungan terhadap dirinya yang berguna untuk mengencangkan perut pasca melahirkan.

10.Nama : Leginem

Usia : 32

Pekerjaan : guru

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMP)

(71)

sebagai pusat informasi pengalaman sakit yang pernah anak dan Ibu Leginem alami selama hidupnya. Pengalaman tersebut didapatkannya sesuai dengan arahan dari orang tuanya dan masyarakat disekitarnya.

Ibu Leginem juga menjelaskan bagaimana budaya juga memiliki peran dalam kehidupan sosial. Dalam budaya sudah mengatur bagaimana adab dalam bertindak agar tidak menyalahi aturan, Misalnya aturan tentang kencing yang sembarangan akan mengakibat gangguan oleh makhluk halus, serta melanggar kegiatan yang dianggap tabu. Ia juga kepercayaan terhadap suatu yang supranatural ini dalam menyebabkan akibat yang ditimbulkan seperti penyakit yang diderita oleh seseorang, dikarenakan telah melanggar adat dan istiadat yang ada. Ibu Leginem percaya selama manusia tidak melanggar aturan yang, maka tidak akan mengalami hal-hal yang menyebabkan sakit.

11.Nama : Mulianti Usia : 45 tahun keatas Pekerjaan : Petani

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak Tamat sekolah

(72)

lahan orang lain untuk mendapatkan upah dari kegiatannya tersebut dan juga sebagai petani penyewa. Penghasilannya dalam sebulan hanya 1 juta untuk setiap masa panen.

Peran orang tua dalam mensosialisasikan adat dan budaya telah lama diberikan oleh orang tua Ibu Mulianti. Proses ini dilakukan dari Ibu Mulianti lahir dan sampai mempunyai anak, pengenalan arti sakit dari pengalamannya mengatasi segala kondisi sakit yang wajar ataupun gangguan sakit yang tidak wajar. Bagi Ibu Mulianti, sakit yang dapat disembuhkan oleh dokter dan obat yang dibelinya di warung merupakan sakit yang wajar, dan jika sakit yang tidak dapat disembuhkan oleh pengobatan tersebut, maka inilah yang di anggap sebagai sakit yang tidak wajar. Ibu Mulianti mengaku pernah mengkosultasikan kesehatannya dengan dokter dan juga dukun. Kesehariannya bila dirinya mengalami sakit, dia pernah mencoba mengobati secara tradisional, misalnya meramu dan membuat obat sendiri dari bahan alam yang ada di sekitarnya. Keahliannya dalam meramu obat didapatkannya dari saran orang tua dan kerabat dekatnya dan masih diterapkan sampai sekarang. Ramuan tersebut seperti wedang jahe, beras kencur, ramuan obat sakit panas, ramuan obat untuk alergi atau biduren, ramuan untuk luka borok.

12.Nama : Ningsih Usia : 27 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

(73)

Ningsih adalah seorang ibu muda yang tinggal bersama suami dan mertuanya. Dia tinggal di dusun 9 Desa Tanah Tinggi. Dia sudah tinggal di desa ini dari lahir hingga sekarang. Pekerjaan sehari-harinya hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga serta merawat anaknya yang baru berumur lima tahun. Pekerjaan suaminya hanya petani tetap dan penghasilannya hanya berdasarkan hasil panen setiap masa pengerjaan lahan pertanian. Adat dan Budaya Jawa sudah dikerjakan dari masa dia masih anak-anak sampai jadi seorang ibu. Orang tua dan mertuanya berperan sebagai agen sosialisasinya dalam mengenal adat dan budaya Jawa yang dia jalani. Peran orang tuanya seperti mengajari ritual tingkeban dan ritual kelahiran anak. pengalaman tentang kehamilan serta persalianannya, mengatasi penyakit anaknya, gejala-gejala yang ditimbulkan dari penyakit anak pada umumnya.

(74)

4.9. Interprestasi Data

4.9.1. Konsep sakit dalam kebudayaan Jawa

Masyarakat Jawa dahulu adalah masyarakat yang percaya bahwa semua benda, binatang dan manusia mempunyai jiwa dan kekuatan ajaib. Kekuatan alam adalah hasil dari makhluk-makhluk halus. Kondisi manusia ditentukan oleh alam dan roh-roh yang menghuni alam itu. Hubungan antara manusia dan alam gaib sangat erat sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Misalnya setiap orang punya jiwa dan ketika sudah meninggal rohnya punya peranan dalam kegiatan sehari-hari. Keseimbangan itulah yang diyakini mereka sebagai keharusan yang dijaga dan mendapatkan manfaatnya. Keseimbangan tersebut yang menjadikan mereka tetap patuh dan taat menjalankan adat istiadat agar dampak buruk dapat dihindarkan.

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+6

Referensi

Dokumen terkait