• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRESTASI DATA

4.8. Profil Informan

1. Nama : Samiyem

Usia : 39 tahun

Suku : Jawa Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

Ibu Samiyem merupakan salah satu warga yang tinggal di dusun 10 Desa Tanah Tinggi. Dia lahir di desa ini dan tinggal selama 39 tahun. Pekerjaan tetapnya adalah seorang ibu rumah tangga dan petani penyewa. Dia menyewa lahan dikarenakan tidak mempunyai lahan pertanian sendiri. Tanaman pertanian yang di tanam seperti padi, semangka, terong, kacang panjang, sawi, kangkung dan lain sebagainya. Suaminya juga berprofesi sebagai petani yang sudah dijalani selama lebih dari 20 tahun. Ibu Samiyem menjelaskan pekerjaan pertanian yang dikerjakan tidak membutuhkan bantuan orang lain, karena hasil pertanian mereka tidak cukup untuk membayar upah apabila menggunakan buruh tani. Penghasilan mereka hanya tergantung dari hasil panen yaitu sekitar 2 sampai 3 bulan untuk setiap masa panen. Pendapatan bersihnya kurang lebih 1 juta saja setelah dipotong dari biaya-biaya pertanian. Ia memiliki dua orang anak yang berumur 7 dan 13 tahun.

Berbagai pengalaman dan informasi tentang kesehatan atau penyakit didapat dari orang tuanya. Usaha untuk mengatasi sakit juga diterapkannya melalui proses komukasi dan interaksi antara orang tua terhadap anaknya yang dilakukan dari generasi ke generasi selanjutnya. Kebiasaan dan tradisi pengobatan tradisional merupakan pilihan yang diambil Ibu Samiyem dalam mencegah dan mengatasi masalah sakit yang sering dialami. Berikut contoh tradisi yang dilakukannya seperti melahirkan dibantu oleh dukun beranak, minum jamu setelah masa persalinan,

membuat ramuan obat tradisional untuk mengatasi sakit demam, batuk, pilek untuk anaknya. Dukun kampung juga mempunyai peran dalam membantunya menjelaskan arti sakit sebagai sarana memenuhi kebutuhan terhadap informasi seperti tindakan- tindakan yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. Hal ini sebagai bentuk ketaatan terhadap adat istiadat yang sudah ada sebelumnya.

2. Nama : Mbah Nonong Usia : 70 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan dukun kampung

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak Sekolah

Mbah Nonong merupakan salah satu warga yang tinggal di dusun 10 Desa Tanah Tinggi. Dia sudah tinggal di desa ini sudah lebih dari 60 tahun. Dia adalah seseorang yang dianggap sebagai seseorang yang masih mengetahui banyak adat istiadat dan keadaan desa khususnya hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan Jawa. Selain berprofesi sebagai ibu rumah tangga, dia juga diakui sebagai dukun kampung yang mengerti dan paham tentang penyakit serta gejala sakit yang diderita anak-anak. Pendapatan yang dihasilkan dari mengobati anak-anak tidak dapat ditentukan, karena dia hanya mengharapkan keikhlasan dari orang yang memberikannya. Dia sering memberi nasihat kepada masyarakat sekitarnya agar selalu patuh dan taat terhadap tradisi dan budaya yang sudah lama ada, agar keteraturan sosial masih bisa dijalani dan nilai-nilai kebudayaan tidak menghilang.

Pengalaman dan pengetahuan tentang cara pengobatan tradisional didapatkannya dari almarhum ayahnya yang juga berprofesi sebagai dukun juga. Pengetahuan yang didapatkannya ketika berusia 10 tahun, kemudian dia diajari oleh ayahnya. Hal itu dilakukan karena Mbah Nonong sering membantu ayahnya dalam mengobati orang lain. Setelah ayahnya meninggal, Mbah Nonong menjadi salah satu dukun yang sering kali mendapat perhatian oleh masyarakat menjadi sarana memberi informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan dunia pengetahuan tradisional.

Tradisi dan pengobatan tradisional yang sering dilakukan oleh Mbah Nonong yaitu ritual pemberian doa dan selamatan anak-anak atau yang disebut among- among, mengobati penyakit yang sering terjadi pada anak-anak seperti sawanan, kesambet,demam tinggi, dan gangguan makhluk gaib. Pemberian sesaji nerupakan ritualitas yang dilakukan di rumahnya pada saat-saat tertentu, misalnya hanya pada malam jum’at sebagai bentuk rasa syukur kepada arwah nenek moyang terdahulu. Di desa Mbah Nonong merupakan seseorang yang mempunyai peran dalam mengarahkan ritual temu pengantin, tingkeban, mendem ari-ari dan masa selapan dalam adat Jawa.

3. Nama : Mbah Lamiah Usia : 90 tahun keatas Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Mbah Lamiah adalah seorang nenek yang dituakan dan dihormati karena dirinya merupakan orang yang sudah lama tinggal di dusun 11 Desa Tanah tinggi. Dia tidak mengetahui berapa usianya sendiri, tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia serta tidak mengenal aksara ini mengungkapkan bahwa dirinya adalah seorang transmigran asal pulau jawa yang datang untuk mencari nafkah di desa ini. Dia menjelaskan bahwa dahulu dia dan almarhum suaminya adalah transmigran yang dikirim untuk membuka lahan pertanian dari tanah kosong pada masa penjajahan Belanda. Pekerjaan sebagai petani sekarang sudah digantikan oleh anak dan cucunya.

Mbah Lamiah menjelaskan adat dan kebiasaan budaya Jawa masih dekat dengan kehidupannya sehari-hari, misalnya dari cara berpakaian yang masih mengenakan kain batik dan kebaya sederhana masih digunakannya sehari-hari, baik untuk kegiatan yang bersifat formal ataupun kegiatan rumah tangganya. Dia mengaku pernah berobat kepada dukun perewangan sebagai seorang yang dapat mengobati masalah sakitnya. Pengalaman sakit tersebut merupakan salah satu pengetahuan terhadap penyakit yang disebabkan oleh makhluk gaib yang pernah dia alami. Dia pernah berobat ke dokter untuk menjelaskan sakit apa yang dia alami, akan tetapi dokter tersebut tidak mengetahui sakit yang diderita oleh Mbah Lamiah ini. Alternatif lain sebagai sarana pengobatan adalah berobat ke dukun. Menurut penjelasan dukun, penyakit yang diderita Mbah Lamiah ini bukan penyakit biasa, melainkan penyakit yang disebabkan oleh makhluk gaib, sehingga penyelesaiannya harus secara gaib. Hal-hal yang dilakukan sesuai dengan syarat dan saran dukun dalam menyampaikan proses pengobatannya. Dia mengakui kesembuhannya setelah berobat ke dukun.

4. Nama : Atik Usia : 42 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan buruh tani

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

Ibu Atik merupakan anak ketiga dari Mbah Nonong. ia merupakan anak perempuan yang ada dalam keluarganya. Dia tinggal tidak jauh dari tempat tinggal Ibunya. Dia tinggal di Desa Tanah Tinggi ini sejak lahir sampai sekarang. Ibu Atik memiliki 2 orang anak yang masing-masing berumur 8 dan 4 tahun. Pekerjaannya adalah ibu rumah tangga sekaligus sebagai buruh tani seperti buruh cabut bibit padi, tanam bibit padi, dan buruh cabut rumput di sawah. Pekerjaannya sebagai buruh tani hanya mendapatkan 25 ribu rupiah dalam setiap kali waktu kerja. Suaminya hanya pulang 4 bulan sekali dari pekerjaan di wilayah lain, sehingga kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi setelah 4 bulan dari penghasilan suaminya. Kegiatan selain bekerja di sawah, dia juga sering membantu pekerjaan ibunya. Ibu Atik ini juga selalu mengikuti saran dan pendapat ibunya terhadap pengetahuan sakit yang terjadi pada anak-anaknya.

Pengalaman terhadap tradisi dan kebudayaan Jawa sangat diterapkan dalam kehidupannya, sejak lahir hingga dia mempunyai anak sudah dekat dengan tradisi dan adat Jawa. Contohnya pernikahannya dilakukan melalui ritual adat, melakukan ritual Tingkeban pada masa kehamilan pertamanya usia 7 bulan, menjalankan pantangan- pantangan yang tabu pada masa kehamilan, melahirkan dengan berbagai pengobatan

tradisional berupa minuman hasil dari rempah-rempah, pemakaian pilis untuk dia dan anaknya, dan berbagai ritualitas sebagai bentuk penanggal balah atau bencana pada masa-masa awal melahirkan.

5. Nama : Warsiah

Usia : 51 tahun keatas

Pekerjaan : Buruh cuci dan buruh tani Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak tamat Sekolah Dasar (SD)

Ibu Warsiah adalah seorang yang tinggal di dusun 11 desa tanah tinggi. Tinggal di Desa Tanah Tinggi sudah lebih dari 30 tahun. Ibu yang berprofesi sebagai buruh tani ini memiliki 4 orang anak yang terdiri dari 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Selain buruh tani, dia juga bekerja sebagai buruh cuci baju. Pekerjaannya sebagai buruh tani dikerjakanya hanya musim pertanian saja, sedangkan pekerjaannya sebagai buruh cuci dikerjakan setiap hari. Penghasilan dari buruh cuci dibayar setiap bulan yaitu 300 ribu, dan pendapatan dari buruh tani yaitu 25 ribu setiap hari kerja.

Pengalaman pengobatan tradisional diperoleh dari saran tetangga dan saudaranya yang pernah mempunyai masalah sakit yang sama, yaitu penyakit pada anaknya. Penyakit tersebut merupakan sakit sawan, yang hanya dapat dijelaskan melalui perantara dukun kampung atau dukun perewangan yang ada di desa ini. Menurutnya penyakit ini lazim diderita anak-anak yang berusia 1 sampai 5 tahun. Berdasarkan penjelasan dukun, seorang anak yang berusia 1 sampai 5 tahun sangat

sentitif terhadap sesuatu yang berhubungan dengan dunia gaib, sehingga harus mendapatkan suatu ritual tolak balah untuk menjauhkan anak dari sakit yang disebabkan oleh hal-hal gaib. Ritual among-among juga dilakukan sebagai bentuk syukur, jika anak tersebut sudah sembuh.

6. Nama : Sawen

Usia : 39 tahun keatas Pekerjaan : Wiraswsta

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

Ibu Sawen adalah salah satu warga yang bertempat tinggal di dusun 9 desa tanah tinggi. Dia merupakan keluarga yang memiliki garis keturunan petani. Ibu Sawen memiliki usaha sampingan dengan membuka kedai kecil-kecilan. Suaminya berprofesi sebagai petani tetap yang merupakan penghasilan utama keluarganya. Pada awalnya dia tinggal di luar wilayah desa, kemudian pindah ke desa ini. Ibu Sawen memiliki 2 orang anak. Dia tinggal di Desa Tanah Tinggi sudah hampir 10 tahun. Kebudayaan Jawa sudah dilakukannya sejak dia lahir hingga sekarang. Dia menganggap budaya hanya sekedar tradisi yang hanya dijalankan oleh orang tuanya. Pada awalnya pengalaman sakit yang dialami keluarganya hanya percaya kepada kesehatan fisik seperti penyakit batuk,pilek, demam, pusing,dan masuk angin. Dia tidak percaya kepada hal-hal yang bersifat gaib dan tidak masuk akal, karena semua penyakit itu dapat diobati dengan bantuan dokter dan obat-obatan yang dapat dibelinya di kedai ataupun apotek. Pada akhirnya dia mempercayai bahwa penyakit

dapat disebabkan oleh makhluk gaib, yang membuat anaknya sakit. Akibat sakit tersebut tidak dapat disembuhkan dokter, kemudian ibu Sawen mendapat saran dari tetangga dan orang tuanya agar anaknya dibawa berobat ke dukun. Melalui perintah dan saran dukun, dengan menggunakan syarat-syarat tertentu yang harus dijalani oleh keluarga Ibu Sawen, seperti memberikan sesaji, menyiapkan upah-upah,dankenduri. Dengan melalui saran dari dukun setelah beberapa hari diobati akhirnya anaknya mulai sembuh dan tidak mengalami sakit lagi.

7. Nama : Wagini Usia : 35 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Wagini adalah salah satu warga yang bertempat tinggal di dusun 9 Desa Tanah Tinggi. Dia lahir dan tinggal di desa Tanah Tinggi bersama dengan orang tuanya. Penghasilan keluarganya hanya mengandalkan gaji dari suaminya yang berprofesi sebagai buruh tani dan buruh bangunan. Dia memiliki 3 orang dan salah satu anaknya masih berusia balita. Penghasilan setiap bulan suaminya tidak menentu, dikarenakan pekerjaannya hanya tergantung pada banyaknya borongan dalam pembangunan rumah dan suaminya akan bekerja menjadi buruh tani untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Peranan kebudayaan Jawa sudah dilakukannya dari kehamilannya memasuki usia 3 bulan. Pada masa ini pola-pola kebudayaan sudah diterapkan oleh Wagini dan suaminya yang harus menjalankan pantangan dan saran-saran dari penerapan konsepsi budaya Jawa pada masa kehamilan seperti, larangan ibu hamil keluar rumah sembarangan, membawa benda-benda seperti gunting, kaca, paku serta tanaman rempah seperti kunyit, bengle dan garam yang harus di bawa terus yang diyakini sebagai benda pengusir makhluk gaib. Ritual pada masa 7 bulan kehamilan dalam konsep budaya seperti tingkeban juga pernah dilakukan oleh Wagini. Ritual ini merupakan acara yang wajib dilakukan pada kehamilan pertama bagi masyarakat suku Jawa yang mempunyai arti mempererat persaudaraan dalam menyambut anggota keluarga baru.

8. Nama : Ki Sarjan Usia : 84 tahun keatas

Pekerjaan : Petani dan dukun kampung

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Rakyat

Ki Sarjan adalah seorang dukun kampung yang sudah lama tinggal di dusun 6 desa tanah tinggi dan hidup bersama dengan anak dan cucunya. Dusun 6 merupakan daerah yang berada di lingkungan perumahan yang dikelilingi oleh persawahan dan terletak di wilayah pinggiran desa. Dia pindah ke desa ini pada umur 20 tahun sampai sekarang. Dia merupakan imigran dari Jawa Timur yang sudah menjadi warga desa ini. Pekerjaan sehari-hari adalah seorang petani dan juga merupakan salah satu dukun

desa yang masih ada di desa tanah tinggi ini. Kegiatan yang dilakukan sebagai dukun adalah memberikan nasihat dan saran kepada masyarakat agar tidak melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan celaka, melanggar aturan adat, dan tidak berbuat sembarangan. Melakukan wiwitan adalah kegiatan yang dilakukannya pada masa- masa tertentu dan menjadi seorang yang sering mengatasi permasalahan kesehatan anak-anak serta gejala gangguan kepada makhluk halus dan sejenisnya.

Ki Sarjan merupakan orang yang dihormati dan rendah hati di desa. Pekerjaannya sebagai dukun tidak ada bedanya dengan masyarakat pada umumnya. Orang-orang yang mau berobat ataupun berkonsultasi, merupakan masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Ki Sarjan tidak meminta bayaran atas jasanya, dan dia menjelaskan bahwa pasien yang diobati hanya berdasarkan kemampuan ekonomi masyarakat. Pengalamannya mendapatkan ilmu pengobatan sebagai dukun didapatkannya dari almarhum ayahnya. Berawal dari membantu pekerjaan ayahnya dan terus-menerus sampai akhirnya diwariskan ilmu pengetahuan dari ayahnya. Penyakit yang sering diobati adalah kesurupan, kesambet, guna-guna, gangguan makhluk gaib, sawanan, dan penyakit pada anak-anak yang tidak bisa diobati dengan pengobatan biasa. Beberapa ritual kebudayaan Jawa yang masih dijalaninya sampai sekarang adalah memberikan sajen dan menggunakan jimat. Ki Sarjan juga dianggap sebagai juru pawang pada acara-acara tertentu yang diadakan di desa.

9. Nama : Manisem Usia : 43 tahun keatas Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Jawa Agama : Islam

Pendidikan : Tamatan Sekolah Dasar (SD)

Ibu Manisem merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal di dusun 10 desa tanah tinggi. Ibu yang hidup sederhana serta tinggal dengan suami dan ketiga orang anaknya. Penghasilan keluarganya hanya mengandalkan dari profesinya suaminya yaitu petani yang memiliki lahan pertanian. Pendapatan keluarganya mencapai 2 juta per bulannya. Ibu Manisem memiliki pengalaman tentang sakit, serta cara pengobatan terhadap kehamilan dan pasca kehamilan atau bersalin pada dirinya. Ibu ini menjelaskan pada saat melahirkan anaknya, bahwa masih ada adat ataupun istiadat kebudayaan jawa yang masih dipakainya walaupun pengobatan modern juga ia gunakan. Pada saat dirinya melahirkan, ia dibantu oleh bidan dan juga dukun beranak. Kerja sama ini terjadi sehingga perlunya pengobatan tradisional dengan pengobatan modern untuk melancarkan proses persalinan Ibu Manisem.

Ibu Manisem mengungkapkan hal-hal apa saja yang dilakukan oleh si dukun sebagai pengobatan yang dilakukan seperti membasuh perutnya dengan air putih dan di oleskan secara perlahan, memberi semangat pada Ibu Manisem, memijat bagian tubuh tertentu padanya. setelah hal-hal tersebut dilakukan sang dukun, sang bayi pun lahir dengan selamat. Peran bidan hanya sebagai fasilitator pelengkapan dan pengawas terhadap pasca proses persalinan yang dilakukan oleh dukun beranak.Ibu Manisem memaparkan kegiatan yang lazim pada budaya jawa yang dilakukannya, seperti pembedongan sang bayi, memberikan pilis pada diri sendiri dan bayinya, meminum jamu khusus pasca persalinan, memberikan obat Tapel weteng yaitu obat

yang di berikan pada bagian perut yang berupa obat lulur yang terbuat dari bahan- bahan seperti jeruk nipis, minyak goreng, kapur sirih, dan dilumuri bedak dan melakukan bengkungan terhadap dirinya yang berguna untuk mengencangkan perut pasca melahirkan. 10.Nama : Leginem Usia : 32 Pekerjaan : guru Suku : Jawa Agama : Islam

Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Ibu Leginem adalah warga yang tinggal di dusun 11 desa tanah tinggi yang memiliki dua anak yang berusia 10 dan 3 tahun. Ibu ini merupakan seorang guru honorer di sekolah dasar (SD) yang berada di desa tanah tanggi. Pekerjaan suaminya hanya wiraswasta yang membuka bengkel servis sepeda motor yang berada tepat di depan rumahnya. Penghasilan per bulan hanya Rp 400.000, dan pendapatan suaminya hanya 1 juta. Dalam kehidupannya, ia mengakui bahwa seringkali pengalamannya terhadap budaya khususnya budaya Jawa ia tampilkan. Ia mengakui sejak dirinya hamil hingga melahirkan ia selalu disuguhi oleh upacara-upacara adat. Upacara- upacara tersebut seperti selamatan, kenduri, sesajian, tingkeban dan lain-lain. Kegiatan tersebut dilakukan agar nilai-nilai budaya masih dapat dipertahankan sebagai tradisi sebagai identitas mereka dan sebagai penguat hubungan persaudaraan, baik bagi saudara kandung atau lingkungan sekitarnya. Pengetahuannya terhadap arti sakit terlihat dari kegiatannya yang pernah berobat dan berkonsultasi dengan dukun

sebagai pusat informasi pengalaman sakit yang pernah anak dan Ibu Leginem alami selama hidupnya. Pengalaman tersebut didapatkannya sesuai dengan arahan dari orang tuanya dan masyarakat disekitarnya.

Ibu Leginem juga menjelaskan bagaimana budaya juga memiliki peran dalam kehidupan sosial. Dalam budaya sudah mengatur bagaimana adab dalam bertindak agar tidak menyalahi aturan, Misalnya aturan tentang kencing yang sembarangan akan mengakibat gangguan oleh makhluk halus, serta melanggar kegiatan yang dianggap tabu. Ia juga kepercayaan terhadap suatu yang supranatural ini dalam menyebabkan akibat yang ditimbulkan seperti penyakit yang diderita oleh seseorang, dikarenakan telah melanggar adat dan istiadat yang ada. Ibu Leginem percaya selama manusia tidak melanggar aturan yang, maka tidak akan mengalami hal-hal yang menyebabkan sakit.

11.Nama : Mulianti Usia : 45 tahun keatas Pekerjaan : Petani

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : Tidak Tamat sekolah

Ibu Mulianti adalah salah satu warga Desa Tanah Tinggi yang tinggal di dusun 9. Dia hidup bersama satu anaknya yang berusia 15 tahun. Ibu Mulianti merupakan seorang janda yang hanya mengandalkan penghasilan sehari-harinya dari pertanian. Kesehariannya hanya diisi dengan mengerjakan pekerjaan pertanian di

lahan orang lain untuk mendapatkan upah dari kegiatannya tersebut dan juga sebagai petani penyewa. Penghasilannya dalam sebulan hanya 1 juta untuk setiap masa panen.

Peran orang tua dalam mensosialisasikan adat dan budaya telah lama diberikan oleh orang tua Ibu Mulianti. Proses ini dilakukan dari Ibu Mulianti lahir dan sampai mempunyai anak, pengenalan arti sakit dari pengalamannya mengatasi segala kondisi sakit yang wajar ataupun gangguan sakit yang tidak wajar. Bagi Ibu Mulianti, sakit yang dapat disembuhkan oleh dokter dan obat yang dibelinya di warung merupakan sakit yang wajar, dan jika sakit yang tidak dapat disembuhkan oleh pengobatan tersebut, maka inilah yang di anggap sebagai sakit yang tidak wajar. Ibu Mulianti mengaku pernah mengkosultasikan kesehatannya dengan dokter dan juga dukun. Kesehariannya bila dirinya mengalami sakit, dia pernah mencoba mengobati secara tradisional, misalnya meramu dan membuat obat sendiri dari bahan alam yang ada di sekitarnya. Keahliannya dalam meramu obat didapatkannya dari saran orang tua dan kerabat dekatnya dan masih diterapkan sampai sekarang. Ramuan tersebut seperti wedang jahe, beras kencur, ramuan obat sakit panas, ramuan obat untuk alergi atau biduren, ramuan untuk luka borok.

12.Nama : Ningsih Usia : 27 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Ningsih adalah seorang ibu muda yang tinggal bersama suami dan mertuanya. Dia tinggal di dusun 9 Desa Tanah Tinggi. Dia sudah tinggal di desa ini dari lahir hingga sekarang. Pekerjaan sehari-harinya hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga serta merawat anaknya yang baru berumur lima tahun. Pekerjaan suaminya hanya petani tetap dan penghasilannya hanya berdasarkan hasil panen setiap masa pengerjaan lahan pertanian. Adat dan Budaya Jawa sudah dikerjakan dari masa dia masih anak-anak sampai jadi seorang ibu. Orang tua dan mertuanya berperan sebagai agen sosialisasinya dalam mengenal adat dan budaya Jawa yang dia jalani. Peran orang tuanya seperti mengajari ritual tingkeban dan ritual kelahiran anak. pengalaman tentang kehamilan serta persalianannya, mengatasi penyakit anaknya, gejala-gejala yang ditimbulkan dari penyakit anak pada umumnya.

Dia mengakui kurang berpengalaman dirinya merawat dan menjaga anaknya yang sangat mengandalkan bantuan mertuanya. Ningsih juga mengakui bahwa setiap tindakan yang harus dilakukannya terhadap sang anak harus mengikuti aturan dan perintah sang ibu mertuanya, misalnya membuat ramuan pupuk dan pilis pada pasca persalinan. Pupuk yaitu ramuan yang berupa campuran tanaman rempah delingo dan bengle yang di kunyah dalam mulut sang ibu lalu dikeluarkan dari mulut kemudian dicampurkan bedak dan ditempelkan tepat di ubun-ubun kepala si bayi. Hal ini berfungsi sebagai pembuat aroma wangi terhadap kepala si bayi dan juga sebagai penutup ubun-ubun bayi yang masih rapuh agar cepat mengeras.

Dokumen terkait