• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT I A. Definisi

Dalam dokumen Laporan Kasus Besar Dhf Grade i Mutcatz (Halaman 27-42)

Bagan Permasalahan

1. DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT I A. Definisi

Demam Berdarah Dengue Derajat I adalah Penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang manifestasinya adalah demam tinggi mendadak, terus-menerus dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif .(1,8)

Gambar 1. Patogenesis demam Berdarah dengue(1)

B.1. Demam Berdarah Dengue

aktivasi koagulasi Agregasi trombosit

Komplek virus antibodi

respon antibodi anamnestik  Replikasi virus

Secondary heterelogous dengue infection

aktivasi komplemen Pengeluaran platelet

faktor III Penghancuran

trombosit oleh RES

Aktivasi faktor  Hageman Koagulopati konsumtif  Trombositopenia FDP↑

Faktor pembekuan ↓ Permeabilitas

kapiler ↑ anafilatoksin Sistim kinin Gangguan fungsi trombosit kinin

a. Klinis 1.Demam

Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40o C dan dapat terjadi kejang demam. Pada umumnya ditemukan sindrom trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.

2. Tanda-tanda perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopeni dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Manifestasi perdarahan paling ringan yaitu uji torniquet positif pada hari-hari pertama demam. Manifestasi perdarahan yang paling sering yaitu petekie yang tersebar di ekstremitas dan dahi atau seluruh tubuh. Perdarahan spontan lainnya berupa purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.(9,10)

3.Hepatomegali ( pembesaran hati )

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan  penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak  teraba menjadi teraba, atau dari just palpable menjadi lebih besar dari 2-4 cm, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Namun derajat  pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, tetapi nyeri tekan di daerah ulu hati, berhubungan dengan adanya perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.

Manifestasi syok pada anak terdiri dari :

* Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung, sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi yang tidak mencukupi dan mengakibatkan  peninggian aktivitas simpatikus secara refleks.

* Penderita kelihatan lesu, gelisah dan lambat laun kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor dan koma, hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi cerebral.

* Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan kecil, sampai tidak teraba oleh karena kolaps sirkulasi.

* Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.

* Oliguri sampai anuri karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis.(9)

b. Kriteria laboratoris :

Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan dan mendukung ke arah suatu demam berdarah dengue (DBD) adalah :

a.Trombositopenia (100.00/ml atau kurang)

 b.Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau lebih

Dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau  peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. * Pemeriksaan lain yang dapat mendukung ke arah suatu DBD :

a.Serologi

1. Test H.I ( Hemaglutinasi Inhibisi Test)

2. Test Pengikatan Komplemen ( Complement Fixation Test ) 3. Test Netralisasi ( Neutralization Test )

4. Test Mac Elisa (Ig M Capture enzyme-linked Immunosorbent Assay) 5. Test Ig G Elisa Indirek 

b.X – Foto Thorax

Derajat penyakit (WHO,1997)

1. Derajat I : Demam diertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet

2. Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau  perdarahan lain

3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi,yaitu nadi cepat dan lembut,tekanan nadi menurun (20mmhg atau kurang) atau hipotensi,sianosis sekitar mulut,kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah

4. Derajat IV : Syok berat, nadi dan tensi tak terukur 

Pada penderita ini didiagnosis Demam Berdarah Dengue derajat I  berdasarkan kriteria WHO (1997) dan Departemen Kesehatan RI, yaitu :

1. Adanya demam tinggi mendadak terus menerus tanpa sebab yang jelas selama 6 hari.

2. Manifestasi perdarahan hanya uji torniquet 3. Adanya hepatomegali 2 cm bawah arcus costa

Laboratorium : trombositopenia (trombosit 79.000/mm3) Pada perjalanan  penyakitnya ditemukan penurunan trombosit yang membaik setelah dikelola.

Pemeriksaan penunjang lain bahwa penderita ini memang benar terserang DBD adalah dengan pemeriksaan serologis. Pada hari pertama perawatan pasien dilakukan test serologis dan didapatkan hasil yaitu IgG Dengue (+).

Diagnosis pemeriksaan penunjang lainnya yaitu X – Foto Thorax AP Supine dan RLD diusulkan untuk menemukan adanya efusi pleura. Efusi pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan  perembesan plasma, dimana perembesan plasma ini mengakibatkan adanya cairan didalam rongga pleura dan berlangsung singkat yaitu selama 24-48 jam. (6) dalam kasus ini pada hari kedua perawatan dilakukan X-Foto Thorax AP Supine dan RLD didapatkan hasil efusi pleura kanan PEI : 4.

Status gizi seseorang pada dasarnya merupakan keadaan orang tersebut sebagai refleksi konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh.

Penilaian status gizi dapat dilakukan secara :

1. Perhitungan antropometri yang disesuaikan dengan standar NCHS 2. Anamnesis untuk melihat asupan diet

3. Klinis dengan melihat data, ada tidaknya tanda-tanda kurang gizi 4. Laboratorium dengan melihat kadar Hb, protein dan kolesterol

Klasifikasi status gizi yang digunakan yaitu pengukuran antropometri  berdasarkan kriteria WHO-NCHS.

 Tabel 1. Klasifikasi menurut WHO-NCHS

BB/U TB/U BB/U

Gizi baik 80 - 110 >95 90 – 110 KEP ringan 70 – 80 90 – 95 80 – 90 KEP sedang 60 – 70 85 – 90 70 – 80

KEP berat <60 <85 <70

Pada kasus ini gizi baik perawakan normal

2. PENGELOLAAN

Untuk dapat menanggulangi dan mengatasi masalah yang dihadapi  penderita ini, maka dibutuhkan penanganan secara menyeluruh dan komprehensif.

Maka dari itu perlu pengelolaan secara promotif, preventif, kuratif. Kuratif, meliputi :

1. Aspek Medika mentosa

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.

Pada waktu datang ke UGD penderita dalam keadaan panas tinggi dan lemah. Dari hasil laboratorium darah rutin di UGD didapatkan trombositopenia sehingga penderita diberikan infus RL 3 cc/kg BB/jam. Dari hasil evaluasi menunjukkan adanya perbaikan yaitu anak tampak tenang, nadi kuat, tekanan darah stabil. Pemeriksaan nilai trombosit pertama-tama menunjukan penurunan kemudian meningkat cepat pada pemeriksaan serial ke-6. Pada hari pertama  perawatan anak diberikan infus D5 ½ NS 480/20/5 tpm sebagai maintenance karena anak didiagnosa sebagai tersangsa infeksi virus dengue, kemudian di hari ke-2 perawatan anak didiagnosa DHF grade I dan anak diberikan infus RL 3 cc/kg BB/jam selama 6 jam kemudian dievaluasi dengan melihat hasil laboratorium terutama kadar hemoatokrit.

 b. Terapi medikamentosa

Pemberian antibiotik pada DBD diberikan atas indikasi apabila terdapat komplikasi bakterial. Pemberian vitamin pada DBD juga sebenarnya tidak perlu, karena dari penelitian terbaru didapatkan hasil bahwa vitamin terutama vitamin C ternyata tidak dapat memperbaiki fragilitas pembuluh darah. (8,9). Sejak hari ke-1  peroral diberikan parasetamol 500 mg /4-6 jam jika t ≥ 38 oC

c. Pemantauan

Pemantauan keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda syok dan nilai laboratorium hemoglobin, hematokrit dan trombositopeni penderita ini telah dilakukan dengan baik. Selama 3 hari  perawatan, suhu tubuh menurun dan tidak terjadi kenaikan suhu tubuh yang  berarti. Tidak terjadi komplikasi dan tidak terjadi syok, tanda vital baik, jumlah

trombosit mencapai normal pada hari ke-4 perawatan.

 Namun pada pasien ini mengingat hari hari rawan untuk terjadinya syok  sudah terlalui maka pemantauan yang lebih penting untuk dilakukan adalah terhadap kemungkinan terjadinya repolling, yaitu terjadinya reabsorbsi cairan ekstravaskuler pada fase konvalesen. Hal ini dapat menyebabkan edema paru dan distress pernapasan, terutama bila cairan intravena masih terus diberikan. (10) Oleh sebab itu pemantauan terutama pemeriksaan fisik thorak harus dilakukan seteliti

mungkin, terutama bila pemeriksaan penunjang lainnya yang membutuhkan biaya tinggi tidak dilakukan.

2. Aspek dietetik 

Pada prinsipnya dietetik peroral pada penderita DBD bukan merupakan kontra indikasi bahkan sangat dianjurkan terutama untuk mengembalikan keseimbangan cairan tubuh. Pada hari ke-1 sampai 4 penderita ini diberikan diet 3 x nasi, 3 x 200 cc susu, dan menghindari makan makanan yang berwarna merah atau coklat.

Pada hari pertama perawatan asupan cairan diberikan lebih banyak untuk  mencegah terjadinya syok akibat hipovolemik (mempercepat pengembalian keseimbangan cairan). Pada hari perawatan selanjutnya kebutuhan cairan lewat infus dikurangi dan akhirnya dihentikan. Kemudian asupan cairan sepenuhnya  berasal dari asupan makanan peroral. Demikian pula dengan kebutuhan kalori dan  proteinnya

Promotif dan Preventif 

Kedua orang tua dijelaskan tentang penyakit DBD serta cara-cara yang dapat dilakukan dalam rangka pemberantasan dan pencegahan penyakit tersebut. a. Penjelasan tentang penyakit DBD meliputi :

Penyebab dari penyakit ini adalah virus dengue yang ditularkan dengan  perantaraan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk tersebut hitam berbintik-bintik   putih di seluruh tubuh dan kaki, berkeliaran pada waktu siang sampai sore hari

yaitu kurang lebih pukul 10.00 sampai pukul 17.00 dan lebih suka pada tempat genangan air yang bersih. Dijelaskan pula bahwa penyakit tersebut sangat  berbahaya karena dapat mematikan.

 b. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk dengan cara : i. Pemasangan kasa nyamuk, sehingga nyamuk tidak akan masuk ke rumah. ii. Menggunakan mosquito repellent atau insektisida bentuk spray.

c. Pemberantasan vektor jangka panjang / pemberantasan sarang nyamuk (PSN) iii. Menutup tempat-tempat penyimpanan air 

iv. Mengubur barang-barang bekas seperti kaleng, botol atau ban bekas serta semua barang bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang.

v. Menguras bak mandi / tempat menampung air. E. PROGNOSIS

Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah baik (ad  bonam) oleh karena tidak terjadi dan tidak ada komplikasi yang berat serta

keadaan pasien membaik.

Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah baik (a d bonam) yang nampak dari keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan berkala dari Hb, Ht, trombosit menunjukkan perbaikan dan stabil.

Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad fungsionum) adalah baik (ad  bonam) karena tidak ada ancaman adanya sekuele ataupun kecacatan tubuh.

Tetapi dalam hal ini perlu diperhatikan juga sosial ekonomi, pendidikan, dan perilaku kesehatan penderita. Walaupun setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit kondisi penderita cukup baik, dengan sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang dari orang tuanya ditambah lingkungan rumah dengan sanitasi yang  buruk sangat memungkinkan bagi penderita untuk mengalami infeksi ulangan

BAB IV RINGKASAN

Pada tulisan ini telah dilaporkan kasus seorang anak dengan Demam Berdarah Dengue Derajat I dan Gizi Baik dengan pembahasan diagnosis,  pengelolaan dan prognosisnya.

Telah dilaporkan seorang anak perempuan 14 tahun, berat badan 42,00 kg,  panjang badan 150 cm, pada anamnesis diperoleh bahwa anak panas tinggi, mendadak, terus-menerus tanpa sebab yang jelas, terdapat nyeri kepala (+), nyeri sendi (+) dan nyeri otot (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39,10C. Pada  pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopeni. Diagnosis DBD Derajat I

ditegakkan berdasarkan kriteria WHO dan DepKes RI.

Status gizi perlu diperhatikan karena pada anak-anak merupakan kelompok  rawan gizi. Pada penderita ini berdasarkan kriteri WHO-NCHS termasuk dalam gizi baik perawakan normal. Pengelolaan penderita ini telah dilakukan sesuai dengan program ruangan. Dalam perjalanan pnyakitnya penderita tidak  mengalami komplikasi sepert syok, keadaan umum penderita cepat membaik  sehingga pada hari ke-4 perawatan sudah diperbolehkan pulang.

Edukasi yang diberikan pada orang tua penderita berupa pencegahan dan  pemberantasan penyakit untuk mencegah penularan DBD dengan 3 M, yakni : Menutup tempat penampungan air, Membersihkan/ menguras bak mandi, Mengubur barang-barang bekas, serta membersihkan diri penderita dan lingkungannya. Selain itu perlu diperhatikan juga beberapa faktor diantaranya tentang pemberian imunisasi ulang untuk segera dilakukan, agar penderita mendapat imunitas tubuh terhadap penyakit. Selain itu juga sosial ekonomi,  pendidikan, dan perilaku kesehatan penderita. Walaupun setelah mendapatkan  perawatan di rumah sakit kondisi penderita cukup baik, dengan sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang dari orang tuanya ditambah lingkungan rumah dengan sanitasi yang buruk sangat memungkinkan bagi penderita untuk  mengalami infeksi ulangan yang bahkan mungkin lebih berat daripada sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarto, Machfudz, Yuwono, Setokosoemo.

Penelitian Entomologik Untuk Menentukan Peranan Sekolah sebagai Sumber  Penularan Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Ngawi Jawa Timur> Majalah Parasitologi Indonesia, 1991; 4 : 35 – 40.

2. Rampengan T.H., Laurentz I.R. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997 : 135-57.

3. Sachro ADB. Demam Berdarah Dengue di

Semarang. Cermin Dunia Kedoktaeran, 1992 : 81-6.

4. Hadinegoro S.R, Soegianto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana demem Berdarah Dengue/ Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Departemen Kesehatan Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular  dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999 ; 1-32; 40-55.

5. Notoatmodjo S. Malnutrisi Energi Protein. Dalam : Sastrosubroto H, Hendarto T A, Santoso S, eds. Pedoman Pelayanan Medik  Anak Rumah Sakit Dr. Kariadi. Swmrang : Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP / RSDK, 1989; 13-9.

6. Sumarmo, Wydia MS. Dengue Hemorrhagic Fever  

Klinis, Dignosis dan Pengobatan. Dalam : Sumarmo, Tjokronegoro, editor  Demam Berdarah Dengue Sepuluh Tahun Penelitian Pada Anak di Jakarta. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1985: 1 – 17.

7. Hasyimi. Pemeriksaan Laboratorium Penderita Demam Berdarah Dengue: Mengapa Uji HI. Media Litbangkes, 1992; IV: 13 – 6.

8. Hendarwanto. Dengue. Di dalam : Sjaifoellah Noer, Sarwono Waspadji, A Muin Rachman dkk, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1997 : 417-26.

9. Pudjiadi S,. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak ; edisi Ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1997.

10. Sri Rezeki, Soegeng Soegijanto, Suharyono Wuryadi, Thomas Suroso, editors.. Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue. Edisi pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1999.

Dalam dokumen Laporan Kasus Besar Dhf Grade i Mutcatz (Halaman 27-42)

Dokumen terkait