• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demikianlah kesimpulan pendapat Ibnu jarir secara terarah, tetapi tidak seperti apa yang dikemukakan oleh Abul Aliyah, karena Abul

Aliyah menduga bahwa huruf tersebut menunjukkan makna anu dan

dan yang sejenis dengannya —termasuk lafaz musytarakah dalam peristilahan— sesungguhnya menunjukkan kepada suatu makna da-lam Al-Qur'an berdasarkan konteks sebelumnya. Jika mengartikannya menurut keseluruhan makna yang dikandungnya jika diperlukan, ma-ka hal ini merupakan masalah yang masih diperselisihkan di kalangan para ulama usul, pembahasannya bukan termasuk ke dalam subyek dari kitab ini.

Selain itu menunjukkan masing-masing makna lafaz ummah

da-lam konteks kalimat dilakukan berdasarkan idiom. Penunjukan makna suatu huruf kepada suatu isim dapat pula diartikan menunjukkan mak-na isim yang lain dengan meniadakan keutamaan antara yang satu de-ngan yang lain dalam hal taqdir atau idmar, baik menurut idiom atau-pun lainnya. Pengertian seperti ini tidak dapat dimengerti melainkan melalui tauqif {petunjuk dan syara'). Permasalahan huruf ini merupa-kan masalah yang diperselisihkan dan tiada suatu kesepakatan pun hingga dapat dijadikan sebagai ketentuan hukum.

Mengenai syawahid yang mereka kemukakan untuk memperkuat kebenaran pendapat yang mengatakan bahwa mengucapkan suatu hu-ruf dapat diartikan sebagai petunjuk tentang huruf berikutnya dalam kalimat yang dimaksud, hal ini dapat dimengerti melalui konteks pembicaraan. Permasalahannya berbeda amat jauh dengan huruf-hu-ruf yang mengawali surat-surat Al-Qur'an. Di antara yang mereka ja-dikan sebagai syahid ialah perkataan seorang penyair:

Kami katakan, "Berhentilah kamu demi kami. Maka dia

(se-akan-akan) menjawab, "Aku berhenti." Janganlah kamu menduga bahwa kami lupa untuk memacu(mu).

Makna yang dimaksud dari huruf qaf ialah waqaftu (aku berhenti). Demikian pula ucapan penyair lainnya, yaitu:

Tiada kemenangan atas orang yang teraniaya, mengapa dia ti-dak berbuat; apabila dia berbuat, niscaya tubuhnya akan didera.

Ibnu Jarir mengatakan, seakan-akan penyair bermaksud mengatakan,

"Iza yaf alu kaza wa kaia" (Bila dia melakukan anu dan anu). Ma-ka dalam hal ini dia cukup hanya dengan menyebutkan ya dari lafaz

yafalu. Penyair lainnya mengatakan:

Perbuatan baik akan menghasilkan kebaikan; dan jika jahat, ma-ka balasannya jahat pula; dan kejahatan itu tidak akan terjadi kecuali jika kamu menghendakinya.

Penyair mengatakan, "Dan jika jahat, maka balasannya jahat pula. Kejahatan itu tidaklah dikehendaki kecuali jika kamu menghendaki-nya." Kedua lafaz tersebut cukup dimengerti hanya dengan menye-butkan huruf fa dan ta dari kedua kalimat tersebut. Hanya saja pengertian ini dapat diterka melalui konteks kalimat.

Al-Qurtubi mengatakan sehubungan dengan hadis yang mengata-

Barang siapa yang ikut membantu membunuh seorang muslim dengan sepotong kalimat, hingga akhir hadis.

Menurut Sufyan, makna yang dimaksud ialah "bila seseorang menga-takan uq dengan maksud uqtul (bunuhlah dia)".

Khasif mengatakan dari Mujahid bahwa sesungguhnya semua fa-watihus suwar itu —seperti qaf, sad, ha mim, ta sin mim, alif lam ra,

dan lain-lainnya— merupakan huruf hijai'. Sebagian ahli bahasa Arab mengatakan bahwa fawatihus suwar itu merupakan huruf-huruf

mu'ja/ejaan yang dengan menyebutkan sebagian darinya yang ada dalam permulaan surat sudah dianggap cukup untuk menunjukkan hu-ruf-huruf lainnya yang merupakan kelengkapan dari seluruhnya yang berjumlah dua puluh delapan huruf. Perihalnya sama dengan ucapan seseorang, "Anakku menulis a-b-c-d," makna yang dimaksud ialah semua huruf ejaan yang dua puluh delapan. Sudah dianggap cukup untuk menunjukkan yang lainnya hanya dengan menyebutkan sebagi-annya, demikian yang dikemukakan Ibnu Jarir.

Menurut pendapat kami semua huruf yang disebut di dalam per-mulaan surat-surat Al-Qur'an dengan membuang huruf yang ber-ulang-ulang semuanya berjumlah empat belas, yaitu alif, lam, mim, sad, ra, kaf ha, ya, 'ain, ta, sin, ha, qaf, dan nun. Kesemuanya dapat dihimpun dalam ucapan, "Nassun hakimun qati'un lahu sirrun" (Ini adalah nas yang pasti dari Tuhan Yang Mahabijaksana, mengandung rahasia). Semuanya itu separo dari bilangan huruf ejaan yang ada, dengan pengertian bahwa yang tersebut di dalamnya berkedudukan lebih besar daripada yang tidak disebut. Penjelasan mengenai masalah ini termasuk ke dalam disiplin ilmu lasrif

Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa semua huruf yang empat be-las ini mengandung berbagai jenis huruf, di antaranya ada yang

mah-mus, majhur, rakhwah, syadidah, mutabbaqah, maftuhah, musta'li-yah, munkhafidah, ada pula huruf qalqalah. Selanjutnya Az-Za-makhsyari menerangkan secara rinci, kemudian ia mengatakan, "Ma-hasuci Allah yang kebijaksanaan-Nya Mahateliti dalam segala se-suatu."

Semua jenis yang terhitung jumlahnya ini menjadi banyak de-ngan menyebutkan sebagian darinya, sebagaimana yang diketahui bahwa hal yang paling pokok dan paling besar bagi sesuatu mendu duki status keseluruhannya. Berdasarkan pengertian ini sebagian ula-ma meringkasnya dalam suatu kalimat, tidak diragukan lagi semua huruf (yang ada dalam fawatihus suwar) ini tidak sekali-kali diturun-kan oleh Allah Swt. secara cuma-cuma/tiada gunanya. Mengenai orang yang berpendapat bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat hal yang bersifat

ta'abbud semata tanpa ada makna sama sekali, sesungguhnya dia sangat keliru.

Berdasarkan kesimpulan dari semua itu, dapat dikatakan bahwa huruf-huruf tersebut memang mempunyai maknanya sendiri. Jika ada berita dari orang yang terpelihara dari dosa (yakni Nabi Saw.), maka kita mengikuti apa yang dikatakannya; jika tidak ada, kita hanya me-ngembalikannya kepada Allah Swt. dan mengucapkan:

Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabih, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. (Ali Imran: 7)

Tiada kesepakatan ulama sehubungan dengan masalah fawatihus su-war ini atas sesuatu yang tertentu, melainkan mereka masih berselisih pendapat. Untuk itu, barang siapa yang menganggap kuat suatu pen-dapat dari kalangan mereka dengan mengetahui dalilnya, ia boleh mengikutinya; tetapi jika tidak, hendaklah dia bersikap diarn hingga jelas baginya.

Semua yang telah dikemukakan merupakan suatu pembahasan, dan pembahasan lain mengenai hikmah yang terkandung di dalam pe-nyebutan huruf-huruf disebutkan pada permulaan surat. Hikmah apa-kah yang terkandung di dalamnya tanpa memandang segi makna yang terkandung di dalamnya?

Sebagian ulama mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut disebut sebagai pengenal permulaan surat-surat Demikian pendapat Ibnu ja-rir. tetapi pcndapat ini lemah karena keputusannya dapat dilakukan tanpa huruf-huruf tersebut bagi surat yang tidak mengandungnya; juga bagi surat yang di dalamnya disebut basmalah, baik secara bacaan maupun tulisan.

Menurut ulama lain, huruf-huruf tersebut diletakkan pada permu-laan surat untuk membuka pendengaran kaum musyrik bila mereka saling berpesan di antara sesamanya agar berpaling dari Al-Qur'an. Apabila pendengaran mereka sudah siap menerimanya, barulah diba-cakan kepada mereka apa yang tersusun sesudahnya. Demikian menu-rut riwayat Ibnu Jarir pula, tetapi pendapat ini pun dinilai lemah; se-bab jika memang demikian maksudnya, niscaya huruf-huruf tersebut pasti ada pada permulaan setiap surat Al-Qur'an, bukan pada sebagi-annya saja, bahkan kebanyakan dari surat Al-Qur'an tidaklah demiki-an. Seandainya memang demikian, sudah selayaknya hal itu disebut pada tiap permulaan pembicaraan bersama mereka (kaum musyrik), tanpa memandang apakah pada pembukaan surat atau pada selainnya.

Selain itu sesungguhnya surat Al-Baqarah ini bersama surat yang mengiringinya —yakni surat Ali Imran— adalah Madaniyah;

kedua-nya mengandung khitab (perintah) bukan ditujukan kepada kaum musyrik. Dengan adanya alasan ini, batallah pendapat yang mereka sebut itu.

Ulama lain berpendapat, sesungguhnya huruf-huruf tersebut dike-mukakan pada permulaan surat yang mengandungnya hanyalah untuk menerangkan mukjizat Al-Qur'an. Dengan kata lain, semua makhluk tidak akan mampu menentangnya dengan membuat hal yang semisal dengannya, sekalipun Al-Qur'an terdiri atas huruf-huruf ejaan itu yang biasa mereka gunakan dalam pembicaraan. Pendapat ini diriwa-yatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab Tafsir-nya, dari Mubarrad dan se-jumlah ulama ahli tahqiq. Al-Qurtubi meriwayatkan pula hal yang se-misal dari Al-Farra dan Qutrub, kemudian ditetapkan oleh Az-Za-makhsyari di dalam Tafsir Kasysyaf-nya dan ia mendukungnya de-ngan dukungan sepenuhnya. Hal yang sama diikuti pula oleh Abul Abbas ibnu Taimiyyah dan guru kami —Abul Hajjaj Al-Mazi— yang telah menceritakannya kepadaku, dari Ibnu Taimiyyah.

Az-Zamakhsyari mengatakan, sesungguhnya huruf-huruf tersebut tidak disebutkan pada permulaan Al-Qur'an secara keseluruhan, dan sesungguhnya huruf-huruf tersebut diulang-ulang (dalam berbagai su-rat) tiada lain hanya untuk menunjukkan makna tantangan dan ce-moohan yang lebih keras. Perihalnya sama saja dengan pengulangan banyak kisahnya dan secara jelas pula tantangan ini dikemukakan oleh Al-Qur'an di berbagai tempatnya. Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa di antaranya ada yang disebut dengan satu huruf, misalnya sad, nun, dan

qaf, ada yang terdiri atas dua huruf, misalnya ha mim; tiga huruf seperti

alif lam mim; dan empat huruf, seperti alif lam mim ra dan alif lam m'im sad; serta lima huruf, seperti kaf ha ya 'ain sad dan ha mim 'ain sin, qaf

karena bentuk kalimat yang mereka gunakan seperti itu, di antaranya ada yang terdiri atas satu huruf, dua huruf, tiga huruf, empat huruf, dan lima huruf, tiada yang lebih dari lima huruf.

Menurut kami, mengingat hal tersebut setiap surat yang dimulai dengan huruf-huruf itu pasti di dalamnya disebutkan keunggulan dari Al-Qur'an dan keterangan mengenai mukjizatnya serta keagungannya. Hal ini dapat diketahui melalui penelitian, dan memang hal ini terjadi pada dua puluh sembilan surat.

Alif lam mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya.