yang mengatakan, "Suatu ketika kami berada di dekat Khalifah Umar
r.a., dia memakai baju yang ada empat buah tambalan, lalu dia
mem-bacakan
firman-Nya,
'Dan
buah-buahan
serta
rumput-rumputan' (Abasa: 31). Lalu dia berkata, 'Apakah al-ab itu?'
Dia menjawab sen-diri pertanyaannya, 'Ini hal yang dipaksakan, tiada
dosa bagimu bila tidak mengetahuinya'."
Semua riwayat di atas diinterpretasikan bahwa sesungguhnya ke-dua sahabat tersebut (Abu Bakar r.a. dan Umar r.a.) hanya ingin me-ngetahui rahasia yang terkandung di dalam al-ab ini, mengingat pe-ngertian lahiriahnya yang menunjukkan bahwa al-ab adalah suatu je-nis tumbuh-tumbuhan bumi sudah jelas dan tidak samar lagi, seperti dalam firman lainnya, yaitu:
Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu dan anggur. (Abasa: 27-28)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'-qub ibnu Ibrahim dan Ibnu Ulayyah, dari Ayyub, dari Ibnu Abu Mu-laikah, bahwa Ibnu Abbas pemah ditanya mengenai makna suatu ayat 'seandainya seseorang di antara kalian ditanya mengenainya, niscaya dia akan menjawabnya'. Akan tetapi, Ibnu Abbas menolak dan tidak mau menjawabnya. Asar ini berpredikat sahih.
Abu Ubaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, dari Ayyub, dari Ibnu Abu Mulaikah yang mencerita-kan, "Seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas tentang pengertian suatu hari yang lamanya seribu tahun." Tetapi Ibnu Abbas r.a. balik bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan suatu hari yang lamanya li-ma puluh ribu tahun?" Lelaki tersebut berkata, "Sesungguhnya aku bertanya kepadamu agar kamu menceritakan jawabannya kepadaku." Lalu Ibnu Abbas berkata, "Keduanya merupakan dua hari yang dise-but oleh Allah di dalam Kitab-Nya. Allah lebih mengetahui tentang keduanya." Ternyata Ibnu Abbas menolak untuk mengatakan sesuatu dalam Kitabullah hal-hal yang tidak ia ketahui.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Ya'qub (yakni Ibnu Ibrahim), telah menceritakan kepada mereka Ibnu Ulayyah, dari Mahdi ibnu Maimun, dari Al-Walid ibnu Muslim yang menceritakan bahwa Talq ibnu Habib pernah datang kepada Jundub ibnu Abdullah, lalu bertanya kepadanya tentang makna sebuah ayat dari Al-Qur'an. Maka Jundub ibnu Abdullah berkata, "Aku merasa berdosa bila kamu mau mendengarkannya dariku dan tidak mau ber-
anjak dariku." Atau dia mengatakan, "Aku merasa berdosa bila kamu mau duduk denganku."
Malik meriwayatkan dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnul Mu-sayyab, bahwa dia pernah ditanya mengenai tafsir suatu ayat Al-Qur-'an, lalu dia menjawab, "Sesungguhnya kami tidak pernah mengata-kan suatu pendapat pun dari diri kami sendiri dalam Al-Qur'an."
Al-Lais meriwayatkan dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnu Musayyab, bahwa dia tidak pemah berbicara mengenai Al-Qur'an ke-cuali hal-hal yang telah dimakluminya.
Syu'bah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah yang pemah ber-cerita bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Sa'id ibnul Mu-sayyab tentang makna suatu ayat dari Al-Qur'an. Maka Sa'id ibnul Musayyab menjawab, "Janganlah kamu bertanya kepadaku mengenai Al-Qur'an, tetapi bertanyalah kepada orang yang menduga bahwa ba-ginya tiada sesuatu pun dari Al-Qur'an yang samar." Yang dia mak-sudkan adalah Ikrimah.
Ibnu Syauzab mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Yazid yang pernah mengatakan bahwa kami pernah berta-nya kepada Sa'id ibnul Musayyab mengenai masalah halal dan ha-ram, dia adalah orang yang paling alim mengenainya. Akan tetapi, bi-la kami bertanya kepadanya tentang tafsir suatu ayat dari Al-Qur'an, maka ia diam, seakan-akan tidak mendengar pertanyaan kami.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ah-mad ibnu Abdah Ad-Dabbi, Hammad ibnu Zaid, Ubaidillah ibnu Umar yang pernah mengatakan, "Aku menjumpai para ahli fiqih kota Madinah, dan ternyata mereka menganggap dosa besar orang yang menafsirkan Al-Qur'an dengan pendapatnya sendiri. Di antara mereka ialah Salim ibnu Abdullah, Al-Qasim ibnu Muhammad, Sa'id ibnul Musayyab, dan Nafi'."
Abu Ubaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul-lah ibnu Saleh, dari Lais, dari Hisyam ibnu Urwah yang pernah me-ngatakan, "Aku belum pemah mendengar ayahku menakwilkan suatu ayat pun dari Kitabullah."
Ayyub dan Ibnu Aun serta Hisyam Ad-Dustuwai telah meriwa-yatkan dari Muhammad ibnu Sirin yang pemah mengatakan bahwa dia pernah bertanya kepada Ubaidah (yakni As-Salmani) tentang
makna suatu ayat dari Al-Qur'an, maka As-Salmani menjawab, "Orang-orang yang mengetahui latar belakang Al-Qur'an diturunkan telah tiada, maka bertakwalah kepada Allah dan tetaplah kamu pada jalan yang lurus."
Abu Ubaid mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Mu'az, dari Ibnu Aun, dari Abdullah ibnu Muslim ibnu Yasar, dari ayahnya yang menceritakan, "Apabila kamu berbicara mengenai sua-tu
Kalamullah, maka berhentilah sebelum kamu melihat pembicaraan yang sebelum dan sesudahnya."
Telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Mugirah, dari Ibrahim yang pernah mengatakan, "Teman-teman kami selalu meng-hindari tafsir dan merasa takut terhadapnya."
Syu'bah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abus Safar, bahwa Asy-Sya'bi pernah mengatakan, "Demi Allah, tiada suatu ayat pun melainkan aku pernah menanyakan tentang maknanya. Akan tetapi, jawabannya merupakan riwayat dari Allah Swt."
Abu Ubaid pemah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim, Amr ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq yang telah berkata, "Hindarilah tafsir oleh kalian, karena sesungguh-nya tafsir itu tiada lain merupakan riwayat dari Allah" (yakni dengan Al-Qur'an lagi).
Asar-asar yang sahih ini dan lainnya yang sejenis dari para imam ulama Salaf mengandung makna yang menyatakan bahwa mereka merasa keberatan berbicara tentang tafsir tanpa ada pengetahuan pada mereka. Adapun orang yang membicarakan tentang tafsir yang dia ketahui makna lugawi dan syar'i-nya, tidak ada dosa baginya. Telah diriwayatkan dari mereka dan yang lainnya berbagai pendapat menge-nai tafsir, tetapi tidak ada pertentangan karena mereka berbicara ten-tang apa yang mereka ketahui, dan mereka diam tidak membicarakan hal-hal yang tidak mereka ketahui. Hal seperti inilah yang wajib dila-kukan oleh setiap orang, sebagaimana diwajibkan atas seseorang un-tuk diam tidak membicarakan hal yang tidak ia ketahui, maka diwa-jibkan pula baginya menjawab pertanyaan apa yang dia ketahui, kare-na ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya. (Ali Imran: 187)
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dise-butkan:
Barang siapa ditanya mengenai suatu ilmu, lalu dia menyembu-nyikannya, niscaya mulutnya akan disumbat dengan kendali dari api di hari kiamat nanti.
Mengenai hadis yang diriwayatkan Abu Ja'far ibnu Jarir, bahwa telah menceritakan kepada kami Abbas ibnu Abdul Azim, Muhammad ibnu Khalid ibnu Asamah, Abu Ja'far ibnu Muhammad Az-Zubairi, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang mengatakan, "Nabi Saw. tidak pernah menafsirkan se-suatu dari Al-Qur'an kecuali hanya beberapa bilangan ayat saja yang pemah diajarkan oleh Malaikat Jibril kepadanya." Kemudian Abu Ja'far meriwayatkannya pula dari Abu Bakar Muhammad ibnu Yazid At-Tartusi, dari Ma'an ibnu Isa, dari Ja'far ibnu Khalid, dari Hisyam dengan lafaz yang sama. Maka kedua hadis tersebut berpredikat
mun-kar lagi garib.
Ja'far yang disebutkan di atas adalah Ibnu Muhammad ibnu Kha-lid ibnuz Zubair ibnu Awwam Al-Qurasyi Az-Zubairi. Menurut Imam Bukhari, hadisnya itu tidak terpakai; sedangkan menurut penilaian Al-Hafiz Abul Fat-h Al-Azdi, hadisnya berpredikat munkar.
Akan tetapi, Al-Imam Abu Ja'far memberikan komentar yang ke-simpulannya mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut termasuk hal-hal yang tidak dapat diketahui kecuali berdasarkan pemberitahuan dari Allah Swt. yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepadanya. Penda-pat ini merupakan takwil yang benar seandainya hadis yang dimaksud berpredikat sahih. Karena sesungguhnya ada sebagian dari Al-Qur'an yang maknanya hanya diketahui oleh Allah saja, sebagian hanya di-ketahui oleh ulama, sebagian dapat diketahui oleh orang Arab melalui bahasa mereka, dan sebagian tidak dimaafkan bagi seseorang bila ti-
dak mengetahuinya, seperti yang telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas da-lam riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muam-mal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abuz Zanad, bah-wa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Tafsir itu ada empat macam, ya-itu tafsir yang diketahui oleh orang Arab melalui bahasanya, tafsir yang tidak dimaafkan bagi seseorang bila tidak mengetahuinya, tafsir yang hanya diketahui oleh ulama, dan tafsir yang tiada seorang pun mengetahui maknanya kecuali hanya Allah."
Ibnu Jarir mengatakan, "Hadis seperti itu telah diriwayatkan pula, hanya di dalam sanadnya masih ada sesuatu yang perlu dipertimbang-kan." Hadis tersebut adalah seperti berikut: Telah menceritakan kepa-daku Yunus ibnu Abdul A'la As-Sadfi, telah menceritakan kepada ka-mi Ibnu Wahb, bahwa ia pernah mendengar Amr ibnul Hars menceri-takan sebuah hadis dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh maula Ummu Hani', dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, "Al-Qur'an diturunkan terdiri atas empat kelompok, yaitu halal dan haram yang tidak dapat dimaafkan bagi seseorang bila tidak mengeta-huinya, tafsir yang dapat diketahui oleh orang Arab, tafsir yang hanya diketahui oleh ulama, dan mutasyabih yang tidak diketahui kecuali hanya oleh Allah Swt. Barang siapa mengakui mengetahui yang mutasyabih —selain Allah—, dia adalah dusta."
Pertimbangan yang diisyaratkan Ibnu Jarir sehubungan dengan sanadnya ialah dari segi Muhammad ibnus Saib Al-Kalbi, karena se-sungguhnya dia adalah orang yang matruk (tidak terpakai) hadisnya. Akan tetapi, adakalanya dia memang matruk, hanya hadis ini diduga
marfu1, dan barangkali hadis ini adalah perkataan Ibnu Abbas sendiri, seperti yang telah disebutkan di atas tadi.