• Tidak ada hasil yang ditemukan

H. Tindak lanjut program bantu tambahan

12. Pengalaman Publikasi :

1 Pengaruh LED terhadap kandungan asam askorbat pada bunga brokoli, 2014

Yogyakarta, 10 Maret 2016 Ketua Tim,

31 b. Biodata Anggota Tim Pengusul

1. Nama : Ir Bambang Heri Isnawan, MP

2. NIK : 19650814199409133021

3. Jenis kelamin : Laki-Laki

4. Alamat rumah : Patalan Utara KG II / 719 RT 39 RW 08 Kotagede, Telp. : 0818468094

5. Pangkat/Jabatan : Penata Muda Tingkat I / IIIb. 6. Institusi : Fakultas Pertanian UMY.

7. Alamat kantor : Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul 8. Bidang keahlian : Agronomi / Produksi Tanaman

9. Pendidikan :

Jenjang pendidikan Tempat Tahun selesai

Gelar Bidang Studi

S-1 Pertanian UGM 1991 Ir Budidaya

Pertanian/

Produksi Tanaman

S-2 Pertanian UGM 1999 MP Ilmu-ilmu

Pertanian / Agronomi 10. Pengalaman Penelitian :

1. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kabupaten Sleman, program PNPM Mandiri Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sleman

2. Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kabupaten Gunungkkidul, program PNPM Mandiri Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul 3 Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kabupaten Sumba Timur , program

PNPM Mandiri Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sleman 11. Pengalaman Pelatihan dan Pengabdian :

1 Nara sumber pada Siaran Forum Konsultasi Kabar Desa (FKKD) 2 Pelatihan Perancangan Percobaan : SAS Portable di Fakultas Pertanian

UGM

3 Lokakarya Perancangan Percobaan: R v.3.1.2. dan Analisis Lintas (Path analysis) di Lab Biometrika Fakultas Pertanian UGM

4 Training of Design Thinking and Sustainable Innovation Project in Singapore Polytechnic, Singapore

5 Pelatihan Geograpyc Information System: ArcGIS, Google Earth, dan GlobalMapper di Fakultas Pertanian UGM

Yogyakarta, 10 Maret 2016 Anggota Tim,

32

LAMPIRAN 2. Denah Lokasi Desa Giripurwo

Gambar 1. Peta Administrasi Desa Giripurwo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, DIY

33 Lampiran 3. Dokumentasi

Observasi ke kebun singkong di Dusun Karangnongko, melakukan diskusi dan ikut membantu proses pengupasan singkong dengan para petani singkong

34

Proses pembuatan Patilo dan praktek pembuatan kue putu dari bahan tepung mokaf sebelum dipresentasikan ke Ibu PKK Padukahan Karangnongko, tempat di rumah Ibu Sulis Dusun Jlumbang

36

Presentasi tembuatan tepung mokaf dan pembuatan aneka olahan makanan yang berbahan dari tepung mokaf ke Ibu PKK Padukuhan Karangnongko, tempat Balai Padukuhan Karangnongko

38 Lampiran 4. Materi Pelatihan pembuatan Patilo

39 PATILO UBIKAYU Bahan-bahan : 1. Ubi Kayu 2. Ketumbar 3. Cabe 4. Gula Pasir 5. Soda Kue 6. Garam 7. Penyedap rasa

8. Minyak goreng (pilih minyak yang baru dengan kualitas cukup baik)

Peralatan :

1. Ember plastik/baskom/bakul bambu 2. Pisau

3. Parut

4. Saringan (kain saring/kain kasa) 5. Nyiru/keleong

6. Alat pemberasan

7. Alat cetak (lapak/tatakan gelas plastik, gelang-gelang bambu tebal +1/3 cm atau loyang) 8. Kompor

9. Wajan/sigon untuk menggoreng 10. Rombong/alat pengukus

11. Para-para/tampah dari bambu (kelabang) 12. Kantong plastik untuk mengemas

13. Gunting

14. Timbangan, dan beberapa alat pendukung lainnya.

Cara pembuatan :

1. Persiapan bahan :

Pilih ubi kayu yang masih segar, paling lama 2 hari setelah dipanen, tidak cacat, serta tidak terinfeksi hama dan penyakit.

2. Pengupasan : Ubi kayu yang telah dipilih dikupas kulitnya secara manual dengan pisau yang tajam.

40

3. Pencucian : Ubi kayu yang telah dikupas, secepatnya dicuci dengan air dalam bak pencucian, tujuannya untuk menghilangkan sisa kotoran yang masih melekat , menghilangkan getah atau lendir yang mengandung enzim, untuk pencucian dapat menggunakan sikat cuci.

4. Perendaman : Setelah dicuci ubi kayu direndam satu hari satu malam agar tetap bersih dan putih selama menunggu proses pemarutan. Untuk mendapatkan kualitas tepung yang baik, putih, dan tahan lama disimpan, maka kedalam air perendaman, dapat ditambahkan larutan kapur tohor (50 g kapur tohor dalam 1 liter air). Apabila kita mendapatkan ubi kayu dari jenis yang berasa pahit, maka untuk memnghilangkan rasa pahitnya, sebelum diparut, perlu terlebih dulu dilakukan perendaman dalam air garam ( 50 g garam dalam 1 liter air) selama 24 jam.

5. Pemarutan : Setelah di rendam, tahap selanjutnya adalah pemarutan. Pemarutan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat pemarut secara manual ataupun dengan mesin pemarut. Hasil pemarutan ditampung kedalam ember plastik atau bakul.

6. Penyantanan : Setelah diparut dilakukan penyantanan untuk memisahkan air, pati, dan ampas ubi kayu. Penyantanan dilakukan dengan cara menambah air bersih pada ubi kayu yang telah diparut, meremas-remasnya dan kemudian menyaringnya dengan kain kasa, sama seperti yang dilakukan pada proses penyantanan kelapa. Penyantanan ini dilakukan sebanyak 2-3 kali, sehingga air hasil perasan terlihat bening. Air hasil perasan ditampung dalam bak-bak penampungan atau ember plastik untuk diendapkan selama 1 malam, sedangkan ampas ubi kayu sisa perasan, dimasukkan ke dalam ember/bakul untuk diperam.

7. Pengendapan : Pengendapan, setelah air hasil perasan diendapkan selama 1 malam, maka akan terbentuk 2 lapisan pada hasil perasan tersebut. Lapisan atas terlihat bening dan jernih, karena terdiri atas air. Adapun lapisan yang bawah yang berupa pati ubi kayu atau tapioka, akan terlihat hijau kekuning-kuningan pada permukaannya dan putih bersih pada bagian bawahnya. Selanjutnya , lapisan yang berupa air (lapisan atas) dan bagian permukaan dari lapisan bawah yang berwarna hijau kekuning-kuningan secara hati-hati dibuang. Kemudian, pati yang berwarna putih bersih diambil dengan sendok kayu, dan dihancurkan dengan cara meremasnya, Pati yang masih basah tersebut segera ditempatkan pada nyiru/keleong, dan dijemur di bawah sinar matahari, sehingga kering dan menjadi tepung.

8. Pemeraman : Sementara pati ubi kayu dijemur, ampas ubi kayu dimasukkan ke dalam bakul atau ember besar yang telah dialasi dengan plastik atau daun pisang. Untuk menjaga kebersihan perlu ditutup dengan plastik atau daun pisang, dan diikat seperlunya. Selama pemeraman tersebut, akan terjadi fermentasi dan timbul rasa asam.

41

9. Pemberian bumbu : Langkah berikutnya, pati ubi kayu yang sudah dijemur dan ampas ubi kayu yang sudah diperam selama 3 hari dicampur menjadi satu, kemudian ke dalamnya ditambahkan bumbu-bumbu penyedap yang berupa bawang putih, ketumbar, cabai, dan garam. Adonan diaduk rata hingga menjadi adonan yang dapat dipulung. Sebagai pariasi, sebagian adonan dapat dibuat asin atau manis tanpa penambahan cabai. Agar lebih menarik, dapat juga ditambah dengan pewarna merah jambu. Untuk mendapatkan patilo yang berbumbu, yaitu mempunyai rasa pedas, gurih/asin, ataupun manis, maka dibawah ini disampaikan perbandingan bahan-bahan tambahan yang diperlukan. Apabila masih dirasa kurang pedas, asin, atau manis dapat ditambah sendiri sesuai dengan rasa yang dikehendaki. Untuk setiap 5 kg ubi kayu parut , diperlukan bumbu-bumbu sebagai berikut : a. Rasa asin

Bumbu-bumbu yang harus ditambahkan adalah sebagai berikut. a. Bawang putih 14,0 siung

b. Ketumbar 2,0 sm c. Garam 2,5 sm b. Rasa manis

Bumbu-bumbu yang harus ditambahkan adalah sebagai berikut. a. Gula Pasir 0,5 kg

b. Garam 2,5 sm c. Rasa pedas

Bumbu-bumbu yang harus ditambahkan adalah sebagai berikut. a. Cabai merah 100 g

b. Bawang putih 14,0 siung c. Ketumbar 2,0 sm d. Garam 2,5 sm 10. Pemberasan

Pemberasan atau penggelintiran merupakan suatu tahapan proses yang dilakukan dengan tujuan membentuk adonan patilo tersebut menjadi butir-butir yang menyerupai beras. Pemberasan dilakukan dengan cara sebagai berikut.

Ambil segenggam adonan dan bentuk bulatan, kemudian taruh di atas alat pemberasan, yang terbuat dari potongan seng dengan permukaan yang telah dilubangi menggunakan paku.

Selanjutnya, gesekan adonan tersebut sambil sedikit ditekan sampai adonan dalam genggaman habis, dan berubah, dan berubah menjadi butiran-butiran menyerupai beras yang akan jatuh di bawah alat pemberasan.

42

Adonan yang berbentuk menyerupai beras tersebut ditampung terlebih dahulu dengan baskom yang telah ditempatkan di bawah alat pemberasan. Pemberasan dilakukan hingga adonan habis.

11. Pencetakan

Pencetakan bertujuan untuk membuat patilo berbentuk bundar, hingga menyerupai rengginan yang terbuat dari beras ketan. Sebagai alat pencetak patilo, dapat digunakan bambu utuh yang dipotong-potong setebal + 1/3 tebal cetakan, atau ke dalam loyang hingga ketebalan + 30 mm, dan kemudian dimasukkan ke dalam dandang, lalu dikukus. Apabila pencetakan dilakukan dengan menggunakan tatakan gelas, maka setelah pencetakan dilakukan, tatakan gelas yang telah berisi adonan tersebut diatur di dalam dandang dan dikukus.

Agar lebih efisien tempat, maka tatakan dapat diatur dengan cara ditumpuk berselang-seling, Namun, apabila digunakan cetakan yang berupa gelang-gelang bambu tersebut harus diletakkan terlebih dahulu diatas suatu alas, yang dapat dibuat dari seng atau anyaman bambu yang dipotong sesuai dengan bentuk dan ukuran dandang yang akan digunakan, atau loyang-loyang yang berbentuk dan berukuran sesuai dengan dandang pula. Selanjutnya, ke dalam gelang-gelang bambu tersebut ditaburkan adonan patilo berbentuk beras sesuai dengan ketebalan yang telah ditentukan. Setelah pencetakan, gelang-gelang atau tatakan yang telah diisi dengan adonan tersebut segera dimasukkan ke dalam dandang bersama dengan alasnya, dan dikukus.

12. Pengukusan

Pengukusan cukup dilakukan selama + 5 menit sampai butiran adonan berbentuk beras berubah menjadi keruh dan lengket. Lembaran patilo yang masih panas dan basah diangkat dari cetakan, dan diatur di atas para-para atau tampah (kelabang) yang tebuat dari bambu, yang telah dialasi dengan plastik, Kemudian dijemur di bawah sinar matahari.

13. Pengeringan,

Patilo basah yang sudah dikukus dan dilepas dari cetakan. Harus segera dikeringkan dengan cara diletakkan di atas para-para yang dialasi dengan plastik, tikar, atau anyaman bambu, dan dijemur dibawah sinar matahari. Proses pengeringan pada perinsipnyaialah untuk penguapan air semaksimal mungkin dari makanan, sehingga bahan makanan tersebut dapat dapat awet atau tahan lama, mudah dalam pengemasan dan pengangkutannya.

Dalam proses pengeringan, faktor yang sangat perlu diperhatikan adalah tingkat kebersihan, cara pengeringan harus diusahakan sedemikian rupa agar terhindar dari pencemaran yang dapat ditimbulkan baik oleh serangga, debu, ataupun kotoran lainnya. Untuk mempercepat proses pengeringan dan mendapatkan hasil pengeringaan yang merata, patilo basah harus di balik-balik secara teratur. Penjemuran sebaiknya dilakukan sejak matahari terbit. Pengeringan dengan penjemuran merupakan cara yang paling murah dan telah banyak dilakukan sejak dahulu oleh nenek moyang kita. Akan tetapi, kendala yang dihadapi dalam pengeringan cara ini adalah keadaan cuaca. Apabila proses pengeringan atau

43

penjemuran dilakukan pada musim hujan, maka pengeringan akan menjadi lambat. Proses pengeringan yang lambat ini akan menyebabkan bahan makanan yang hendak dikeringkan menjadi rusak, bau, berjamur, ataupun busuk sebelum mencapai tingkat kekeringan yang dikehendaki. Disamping dengan cara penjemuran diatas, proses pengeringan dapat pula dilakukan dengan menggunakan oven atau alat pengering tenaga matahari yang dapat dibuat dengan cara sederhana.

14. Pengemasan,

Setelah proses pengeringan selesai, kita mendapatkan patilo mentah kering yang siap untuk dipasarkan baik dalam kondisi mentah ataupun dengan digoreng terlebih dahulu. Baik patilo mentah maupun yang sudah digoreng, perlu dilakukan pengemasan untuk

mempertahankan mutu selama penyimpanan serta mempermudah dalam

pengangkutan.Pengemasan dapan menggunakan kantong plastik. 15. Penggorengan,

Selain dijual dalam bentuk mentah kering, kita juga dapat menjual patilo dalam bentuk patilo goreng yang telah siap dinikmati. Untuk mmendapatkan patilo goreng yang enak, maka patilo harus digoreng dengan minyak goreng yang banyak serta dalam kondisi yang panas. Penggorengan jangan terlalu lama, sehingga dapat dihasilkan patilo dengan warna putih bersih, mekar, dan matang secara merata.

Dokumen terkait