Ringkasan
Penelitian isolasi protoplas, fusi protoplas, dan regenerasi hasil fusi antara jeruk siam Simadu dengan Mandarin Satsuma untuk mendapatkan hibrida baru antara jeruk siam Simadu dengan Mandarin Satsuma.Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi sel dan Jaringan BB-Biogen Bogor dari bulan Februari – juni 2008. Dari hail penelitian diperoleh bahwa jenis enzim, konsentrasi, dan kombinasi enzim yang digunakan sangat berpengaruh dalam keberhasilan isolasi protoplas. Kombinasi enzim selulase Onozuka R10-Yakult 1% dengan maserozim R10-Yakult 1% dalam larutan CPW yang dimurnikan dengan campuran sukrosa 25% dengan manitol 13% dapat menghasilkan protoplas dengan densitas 15.7x105 protoplas/g kalus dan 13.0x105 protoplas/g daun. Konsentrasi PEG yang digunakan untuk menginduksi fusi protoplas dari kalus jeruk siam Simadu dengan protoplas mesopil daun in vitro
berpengaruh terhadap jumlah rata-rata protoplas berfusi yang dihasilkan. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari induksi fusi dengan PEG 4% adalah 3.3 fusan yang hetero fusi, 5 fusan yang homo fusi dan multi fusi. Rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan dari induksi fusi dengan PEG 30% adalah 4.7 fusan hetero fusi, 6.7 fusan homo fusi, dan 7.7 fusan multi fusi. Frekuwensi fusi meningkat menjadi 4.3 fusan hetero fusi, 6.7 fusan homofusi, dan 7.7 multi fusi dari induksi PEG 4% serta menjadi 5.7 fusan hetero fusi, 7.7 fusan homo fusi, dan 6.3 fusan multi fusi dari induksi fusi dengan PEG 30%. Keberhasilan regenerasi protoplas hasil fusi pada media kultur yang digunakan dipengaruhi oleh konsentrasi PEG yang digunakan untuk induksi terjadinya fusi. Protoplas yang yang difusikan dengan PEG 4% dapat beregenerasi membentuk dinding sel, melakukan pembelahan sel, koloni sel, mikro kalus, dan embrio somatik pada media, sedangkan protoplas yang difusikan dengan PEG 30% hanya dapat beregenerasi membentuk didnding sel dan pembelahan sel. Penambahan ABA 0.5 mg/l pada media MW dapat mendewasakan embrio somatik dan GA3 0.5 mg/l dapat menginduksi perkecambahan embrio somatik menjadi plantlet dengan efisisensi perkecambahan sebesar 76%.
Kata kunci: Isolasi protoplas, fusi protoplas, regenerasi fusan, jeruk siam Simadu, dan Mandarin Satsuma.
PROTOPLAST ISOLATION AND FUSION AND FUSAN REGENERATION BETWEEN SIMADU TANGERINE WITH SATSUMA MANDARIN
Abstract
Research protoplast isolation, protoplast fusion and regeneration of fusion between Simadu tangerines with Satsuma Mandarin to get a new hybrid seedless. The study was conducted in the laboratory of Cell and tissue Biology, BB BIOGEN Bogor, from February - June 2008. The result showed that protoplasts from embryogenic callus of Simadu tangerine and in vitro leaf of mandarin Satsuma can be isolated in large numbers by using a combination of cellulase Onozuka R10, Yakult Yakult% 1% with R10 Maserozim in CPW solution. Protoplasts are purified with a mixture of 25% sucrose with 13% mannitol. Protoplast density produced from embryogenic callus is 15.7x105 protoplasts / g callus and 13x105 protoplasts/ g in vitro leaf. The concentration of PEG used to induce fusion between mesophyll protoplasts mandarin Satsuma and siam Simadu callus affect the average number of protoplasts fusion. Average number of protoplasts were fused by using PEG 4% are 3.3 hetero fusion, 5.0 homo fusion and multi-fusion. Average number of protoplasts were fused by using PEG 30% are 4.7 hetero fusion, 6.7 homo fusion 6.7 and 7.7multi-fusion. The success of fusan regeneration on regeneration medium is influenced by PEG concentration used for induction of fusion. Protoplasts were fused with PEG only 4%, which can regenerate to form cell walls, making cell division, colony cells, micro-callus and somatic embryo. Protoplasts were fused with PEG 30% can only be regenerated to form the cell wall and cell division. Giving light to the culture after 2 weeks may accelerate cell division that can form colonies of cells. Dilutions of cell suspension with the same medium (without 2, 4-D) can accelerate the growth and development of the protoplasts formed colonies of cells, micro-callus and somatic embryos. MW medium is best used in the fusion because it can encourage of somatic embryos directly. Addition of ABA 0.5 mg / l in the media can produce somatic embryos and GA3 0.5 mg / l can germinate mature somatic embryos to plantlets with 76% germination efficiency.
Keywords : Protoplast isolation, protoplast fusion, fusan regeneration, siam Simadu, and Mandarin Satsuma
Pendahuluan
Trend kebutuhan pasar dunia secara global akan buah jeruk yang dikonsumsi segar saat ini dan masa mendatang adalah perlu memenuhi kategori buah yang tidak berbiji (seedless), mudah dikupas (easy peeling) dan mempunyai tipe mandarin dengan warna yang menarik (pigmented). Jeruk siam Pontianak dan Simadu adalah dua dari jenis jeruk batang atas komersial (scion) yang banyak dikenal di Indonesia. Akan tetapi kedua jenis jeruk tersebut masih mempunyai biji yang relatif banyak (15- 23 biji per buah) dan warna (pigmented) belum begitu menarik sehingga kalah bersaing dengan jeruk produk negara lain. Untuk menghindari tekanan buah jeruk impor tersebut maka diperlukan sentuhan inovasi teknologi terhadap jeruk lokal tersebut untuk meningkatkan kualitas buah sehingga dapat diterima dan bersaing di pasar global (Husni 2007).
Untuk mendapatkan tanaman jeruk yang mempunyai karakter buah seedless
pada tanaman jeruk sudah dimulai dilakukan beberapa dekade yang lalu melalui pemuliaan konvensional. Satsuma mandarin (C. Unshiu Marc.) adalah merupakan jenis jeruk yang secara alami mempunyai sifat seedless (Kunittake et al. 1991; Spiegel-Roy and Goldschmidt 1996). Sifat seedless tersebut telah terbukti disebabkan oleh pollennya yang steril (male strility) yang termasuk dalam cytoplasmic male strility biasa disebut dengan istilah CMS (Yamamoto et al. 1997). Untuk memindahkan sifat CMS tersebut dari jeruk mandarin Satsuma kepada kultivar jeruk siam Simadu sangat sulit dilakukan melalui pemuliaan konvensional karena adanya faktor genetik pembatas (incompatible). Oleh karena itu perlu dicari cara lain untuk memindahkan sifat seedless dari jeruk mandarin Satsuma ke kultivar jeruk lainnya.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah teknik fusi protoplas (Grosser et al. 1996; Moriguchi et al. 1996; Grosser and Gemitter 2005). Pada tanaman jeruk, teknik fusi protoplas mulai berkembang setelah Ohgawara et al.
(1985) melaporkan keberhasilannya mendapatkan hibrida somatik antara C. sinensis
dengan Poncirus tripoliata yang secara genetik inkompatibel. Semenjak itu, teknik tersebut banyak digunakan dalam program pemuliaan tanaman jeruk di dunia seperti
di Jepang oleh Kobayashi et al. (1988), Israel oleh Vardi et al. (1987), Amerika Serikat oleh Grosser dan Gemitter (1990), dan di Prancis oleh Ollitrault dan Luro (1996). Pada saat ini telah diperoleh lebih dari 40 kombinasi dari 250 jenis tetua jeruk melalui fusi protoplas (Grosser et al. 2000; Cabasson et al. 2001; Guo et al.
2004).
Beberapa hasil penelitian yang telah menggunakan teknologi fusi protoplas untuk perbaikan tanaman jeruk antara lain adalah fusi protoplas antara C. unshiu
dengan C. sinensis (Yamamoto dan Kobayashi 1995; Guo et al. 2004; Xu et al. 2006; Cai et al. 2007) dan C. sinensis dengan Clausena lansium (Fu et al. 2003). De Carvalho Costa et al. (2003) juga telah menggunakan teknologi fusi protoplas untuk mendapatkan tanaman jeruk batang bawah yang toleran terhadap citrus blight, tristeza virus dan phytopthora dan Tusa et al. (2000) untuk ketahanan terhadap infeksi Phoma tracheiphila. Calixto et al. (2004) mendapatkan hibrida somatik dari
C. sinensis dengan C. grandis yang toleran terhadap virus Citrus tristeza,
Phytophthora, dan berpotensi digunakan sebagai batang bawah. Cai et al. (2007) juga menggunakan teknologi fusi protoplas untuk mendapatkan tanaman jeruk yang
seedless hasil fusi antara C. unshiu dengan C. grandis dan C. sinensis. Untuk itu maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan hibrida baru dari jeruk siam kultivar Simadu dengan jeruk mandarin kultivar Satsuma.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor dari bulan Februari-Juni tahun 2008. Penelitian terdiri dari tiga tahap penelitian yang saling berhubungan yaitu: 1)isolasi protoplas, 2)fusi protoplas, dan 3)regenerasi protoplas hasil fusi.
Gambar 19. Penampakan kalus embriogenik dan daun in vitro yang digunakan sebagai sumber protoplas (A= kalus embriogenik dari jeruk siam Simadu dan B= daun in vitro dari jeruk mandarin Satsuma).
Isolasi protoplas
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas pada penelitian ini adalah kalus embriogenik dari jeruk siam kultivar Simadu dan daun in vitro dari tanaman jeruk mandarin Satsuma (Gambar 19). Metode isolasi protoplas yang digunakan adalah metode isolasi yang terbaik dari hasil penelitian sebelumnya (penelitian 2) menggunakan larutan kombinasi selulase Onozuka RS10-Yakult 1% dengan macerozim RS10-Yakult 1% dalam larutan CPW (0.7 M manitol, 24.5 mM CaCl2, 0.92 mM NaH2PO4, dan 6.15 mM MES. Inkubasi dalam larutan enzim dilakukan selama 16 jam dalam keadaan gelap (tanpa cahaya). Pemurnian protoplas dilakukan dengan campuran larutan sukrosa 25% dengan manitol 13%.
Fusi protoplas
Induksi fusi dengan PEG dilakukan dengan metode fusi protoplas dari hasil penelitian sebelumnya (penelitian 3) menggunakan PEG 4% dan 30% dengan cara menambahkan 25 µ l larutan PEG di empat titik di sekeliling suspensi protoplas yang telah dicampur dengan waktu induksi fusi selama 15 menit. Pengamatan dilakukan secara mikroskopik (in verted) dengan cara menghitung jumlah, persentase protoplas yang mengalami fusi, dan tipe fusi yang dihasilkan (hetro fusi, homo fusi, dan multi fusi) setelah diberi perlakuan PEG.
B A
Peningkatan frekuensi fusi
Untuk meningkatkan terjadinya frekuensi fusi juga menggunakan metode yang terbaik dari hasil penelitian sebelumnya (penelitian 3) dengan cara menambahkan 200 µl larutan pencuci (0.5 M manitol + 0.5 mM CaCl2).
Kultur protoplas hasil fusi
Kultur protoplas dilakukan dengan metoda Sihachakr (1998) dan Husni et al.
(2004). Setelah dilakukan penetapan jumlah protoplas maka protoplas ditaburkan dalam cawan petri (∅ 50 mm x 15 mm) yang masing-masing berisi 5 ml media cair dengan densitas 104 protoplas/ml. Kultur diinkubasi dalam keadaan gelap tanpa cahaya dalam inkubator yang suhunya diatur pada temperatur 25 0
Media awal pertumbuhan protoplas yang digunakan adalah empat jenis media dasar yaitu KM, VKM, MW, dan MT ( Tabel Lampiran 3 dan 4). Sedangkan zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah 0.1 mg/l 2,4_D + 3 mg/l BA + 500 mg/l EM + 50 g/l sukrosa. Kemasaman media (pH) ditetapkan pada kisaran 5.7-5.8. Media diseterilkan dengan filter ukuran 0.22 µm. Kultur disimpan dalam inkubator dalam keadan gelap tanpa cahaya pada suhu 25
C sampai terjadi pembentukan dinding sel (1-2 minggu). Setelah terjadi pembelahan sel membentuk koloni sel, kultur dipindahkan dan diberi cahaya dengan intensitas 1000 lux selama 16 jam sehingga terbentuk koloni sel yang lebih banyak.
0
C sampai terjadi pembentukan dinding sel dan pembelahan sel selama dua minggu. Setelah terjadi pembentukan dinding dan pembelahan sel, maka kultur dipindahkan ke ruang kultur yang diberi cahaya dengan intensitas 1000 lux selama 16 jam sampai terbentuk koloni sel. Pengamatan dilakukan secara mikroskopis dengan mikroskop inverted (Olymphus) dengan cara menggoyang kultur terlebih dahulu secara perlahan sehingga protoplas/sel merata keseluruh cawan petri. Kemudian dilakukan penghitungan protoplas yang dapat membentuk dinding sel dan sel yang telah melakukan pembelahan setiap bidang pandang pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap persentasi kemampuan protoplas beregenerasi membentuk dinding sel dan koloni sel setiap bidang pandang.
Pengenceran kultur
Pengenceran media dilakukan dengan tujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan sel membentuk koloni sel dan mikrokalus. Pengenceran dilakukan dengan cara membagi 3 suspensi protoplas/sel setiap cawan petri ke cawan petri baru yang telah berisi media dasar yang sama (KM, VKM, MW dan MT), tetapi komposisi zat pengatur tumbuh yang ditambahkan hanya 3 mg/l BA (hasil penelitian 1). Kultur diinkubasi kembali pada ruang inkubasi yang diberikan cahaya dengan intensitas 1000 lux selama 16 jam sampai terbentuk mikrokalus dan kalus. Pengamatan dilakukan terhadap banyaknya rata-rata jumlah mikrokalus setiap minggu setelah pengenceran, tipe kalus yang dihasilkan, dan rata-rata jumlah embrio somatik yang dihasilkan.
Regenerasi tunas
Regenerasi tunas dilakukan dengan cara memindahkan struktur embrio somatik yang terbentuk secara langsung dalam media pengenceran. Struktur embrio somatik yang diperoleh dipindahkan pada media baru yang dipadatkan dengan penambahan 0.5 mg/l ABA pada media MW untuk pendewasaan dan 0.5 mg/l GA3
Setiap botol di masukkan 8 embrio somatik fase globular ke dalam setiap botol kultur dan diulang sebanyak 5 kali sehingga diperoleh 40 botol kultur dari semua perlakuan. Semua kultur disimpan di ruang kultur dengan penyinaran dengan intensitas 1000 lux selama 16 jam dengan suhu 23 - 27
untuk perkecambahan. Pendewasaan embrio somatik dilakukan dengan cara memindahkan struktur globuler yang diperoleh ke media pendewasaan strukruktur globular menjadi fase hati dan torpedo.
0
C. Pengecambahan embrio somatik dewasa dilakukan dengan cara memindahkan embrio somatik dewasa ke media perkecambahan. Pengamatan dilakukan terhadap persentase keberhasilan perkembangan embrio somatik fase globuler menjadi fase hati, torpedo dan kotiledon serta perkecambahan embrio somatik menjadi individu baru yang lengkap mempunyai tunas dan akar (plantlet). Untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangan regeneran (klon), setiap embrio somatik diisolasi dan dipindahkan
dalam botol kultur yang berisi media MW tanpa penambahan zat pengatur tumbuh untuk mendorong pertumuhan dan perkembangannya sehingga lebih sempurna.
Hasil dan Pembahasan Isolasi protoplas
Jenis sumber protoplas, komposisi larutan enzim, lama inkubasi dalam larutan enzim dan larutan purifikasi yang digunakan dalam isolasi protoplas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap jumlah dan viabilitas protoplas yang dihasilkan. Metode isolasi protoplas yang digunakan pada penelitian ini adalah metode yang terbaik dari hasil penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitin sebelumnya, kombinasi enzim selulase Onozuka R10-Yakult 1% dan maserozim R10-Yakult 1% dalam larutan CPW terbukti baik digunakan untuk mengisolasi protoplas dari kalus dan daun tanaman jeruk (hasil penelitian 2). Inkubasi dalam larutan enzim juga digunakan selama 16 jam dalam keadaan gelap dan dimurnikan dengan campuran manitol 13% dan sukrosa 25% untuk mengapungkan protoplas (hasil penelitian 3). Dari hasil isolasi protoplas yang dilakukan menggunakan metodologi dari hasil penelitian sebelumnya diperoleh bahwa rata-rata jumlah protoplas yang dihasilkan juga cukup tingi (Tabel 17). Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa densitas protoplas yang dihasilkan dari kalus embriogenik lebih banyak dari pada protoplas yang dihasilkan dari daun in vitro. Hal ini disebabkan oleh adanya lignin di jaringan daun sehingga aktifitas enzim kelompok pektinase seperti meserozim lebih sulit mendegradasi zat pektin yang berada diantara sel yang satu dengan sel lainnya sehingga sel yang satu dengan sel lainnya menjadi terpisah (sel tungga l). Rata-rata Tabel 17. Produksi protoplas dari kalus dan mesofil daun menggunakan kombinasi
enzim Selualse 1%+ Maserozim 1% yang diinkubasi selama 16 jam dan dimurnikan dengan campuran 25% sukrosa+13% manitol dalam larutan CPW.
Sumber protoplas Rata-rata jumlah protoplas
(protoplas/g sumber protoplas) Kalus embriogenik Mesofil daun 15.7x105 13.0x10 ± 8.0 5 ± 9.8
.
Gambar 20. Isolasi protoplas mesofil daun mandarin satsuma dan kalus jeruk siam simadu dengan kombinasi enzim selulase 1%+maserozim 1% yang dimurnikan dengan larutan sukrosa 25% + manitol 13% (A dan C= mesofil daun dan protoplas yang dihasilkan, B dan D=kalus embriogenik dan protoplas yang dihasilkan) perbesaran 20x.
jumlah protoplas yang dihasilkan dari kalus embriogenik adalah sebanyak 15.7x105 protoplas/g kalus dan 13.0x105
Selain itu, dari gambar protoplas tersebut juga terlihat adanya perbedaan kepadatan isi protoplas yang mencirikan sel tua dan muda. Protoplas yang berasal dari sel muda mempunyai vakuola yang lebih kecil daripada vakuola sel dewasa. Besar kecilnya vakuola sel yang dihasilkan juga akan berpengaruh terhadap terjadinya fusi. Protoplas yang megandung vakuola yang besar akan lebih sulit berfusi sehingga jumlah protoplas hasil fusi yang dihasilkan juga berbeda.
protoplas/g daun yang dihasilkan dari mesofil daun. Protoplas yang dihasilkan dari mesofil daun berwarna kehijauan karena adanya klorofil sedangkan protoplas yang berasal dari kalus tidak berwarna hijau karena kalus belum mengandung klorofil (Gambar 20). Viabilitasnya juga sangat baik yang ditandai dengan bentuk protoplasnya berbentuk bulat sempurna.
C D
Fusi protoplas
Keberhasilan dalam menginduksi terjadinya fusi protoplas sangat tergantung dari kadar konsentrasi dan periode inkubasi yang digunakan dalam larutan PEG. Konsentrasi dan lama inkubasi yang digunakan dalam penelitian ini untuk memacu terjadinya fusi adalah PEG 4% dan 30% yang diberikan pada 4 titik yang berlawanan disekitar suspensi protoplas dengan waktu inkubasi dalam larutan PEG selama 15 menit (hasil penelitian 3).
Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan lebih banyak dari induksi fusi dengan PEG 30% dari pada induksi fusi dengan PEG 4% (Gambar 21). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan dari induksi fusi dengn PEG 30% lebih banyak dari rata-rata jumlah protoplas berfusi dari induk si PEG 4%. Rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan dari induksi fusi dengan PEG 4% adalah 3.3 fusan yang hetero fusi, 5 fusan yang homo fusi dan multi fusi. Sedangkan rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan dari induksi fusi dengan PEG 30% adalah 4.7 fusan yang hetero fusi, 6.7 fusan yang homo fusi, dan 7.7 fusan. Penambahan larutan pencuci (0.5 M manitol+0.5 mM CaCl2
3,3 5 5 4,7 6,7 7,7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Ju m la h p ro to p la s berf us i 4% 30% Konsentrasi PEG Hetero fusi Homo fusi Multi fusi ) setelah 15 menit induksi fusi juga dapat meningkatkan frekuwensi fusi baik dari induksi fusi dengan PEG 4% maupun induksi fusi dengan PEG 30% kecuali multi fusi dari PEG 30%
Gambar 21. Pengaruh konsentrasi PEG (4% dan 30%) terhadap keberhasilan fusi (hetero, homo, dan multi fusi) protoplas jeruk siam Simadu dengan mandarin Satsuma, inkubasi 15 menit
4,3 6,7 7,7 5,7 7,7 6,3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Jum la h pr o to pl a s be rf us i 4% 30% Konsentrasi PEG Hetero fusi Homo fusi Multi fusi
Gambar 22. Peningkatan jumlah protoplas berfusi setelah penambahan larutan pencuci ke dalam suspensi protoplas yang telah difusi selama 15 menit dengan PEG 4 dan 30%.
(Gambar 22). Adanya peningkatan frekuwensi fusi tersebut disebabkan oleh adanya CaCl2 dalam larutan pencuci yang digunakan. Frekuensi fusi protoplas dapat meningkat apabila pada suspensi protoplas yang difusikan dengan PEG di cuci dengan larutan pencuci atau hipotonik. Adanya ion Ca2+
Penampakan protoplas fusi yang hetero fusi, homo fusi dan multi fusi jelas terlihat karena adanya perbedan warna protoplas yang digunakan (Gambar 23). Berdasarkan gambar 23 jelas terlihat bahwa protoplas yang berfusi dari dua jenis protoplas yang berbeda (hetero fusi) terlihat adanya penyatuan dari dua jenis protoplas yang berwarna hijau dengan yang tidak berwarna yang berasal dari
tinggi dalam larutan hipotonik juga dapat meningkatkan frekuensi fusi antar protoplas (Kao dan Michayluk 1975; Veilleux et al. 2005). Dengan bertambahnya frekuwensi fusi yang diperoleh akan memberikan peluang lebih tinggi untuk mendapatkan hibrida somatik yang dihasilkan setelah dikulturkan. Rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan setelah penambahan larutan pencuci dari induksi fusi dengan PEG 4% adalah menjadi 4.3 fusan yang hetero fusi, 6.7 yang homo fusi, dan 7.7 yang multi fusi. Sedangkan rata-rata jumlah protoplas berfusi yang dihasilkan dari induksi fusi dengan PEG 30% adalah menjadi 5.7 fusan yang hetero fusi, 7.7 fusan yang homo fusi, dan 6.3 fusan yang multi fusi.
Gambar 23. Penampakan keadaan suspensi protoplas pada saat penambahan PEG (A) dan jenis fusi yang dihasilkan dari protoplas yang diinduksi dengan PEG selama 15 menit (B =hetero fusi, C=homo fusi, D=multi fusi, dan E= total fusi).
protoplas mesofil daun dan kalus. Demikian juga halnya yang homo fusi memperlihatkan penggabungan dari dua protoplas yang berwarna hijau yang berasal dari dua protoplas mesofil daun. Multi fusi ditunjukkan oleh penggabungan tiga protoplas berwarna hijau yang berasal dari mesofil daun. Dari tipe hasil fusi yang dihasilkan juga akan menghasilkan regeneran yang mempunyai variasi genetik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Regenerasi protoplas hasil fusi
Komposisi zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam medium merupakan faktor sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan protoplas. Protoplas yang ditanaman di dalam media kultur akan membentuk diding sel sehingga membentuk sel yang sempurna yang dapat membelah dan memperbanyak diri
A B
C D
PEG
sehingga terbentuk koloni sel. Tahap pertama kesuksesan di dalam kultur protoplas adalah keberhasilan protoplas membentuk dinding sel yang baru dan keberhasilan protoplas atau sel yang baru melakukan pembelahan mitosis. Keberhasilan regenerasi dinding sel tanaman dari protoplas merupakan tahap yang sangat sulit dan sering mendapatkan hasil yang berbeda jika diulang pada waktu dan tempat yang berbeda (Evan dan Bravo 1983). Biosintesis dari dinding sel bervariasi tergantung material tanaman yang digunakan sebagai sumber protoplas. Sintesis dinding sel protoplas memerlukan adanya penyediaan sumber karbon yang mudah dimetabolisasikan seperti sukrosa dan penambahan osmolytikum dalam media kultur (Carlson et al. 1995).
Gautheret (1977) mengatakan bahwa dinding sel protoplas dapat terbentuk apabila enzim yang melarutkan dinding sel pada saat isolasi protoplas harus dihilangkan dengan cara mencucinya dengan larutan pencuci sampai hilang. Dalam media kultur perlu ditambahkan suatu osmotic stabilizer atau zat anti pecah karena protoplas belum mempunyai dinding sel. Untuk pembentukan dinding sel biasanya ditambahkan manitol atau sukrosa secukupnya. Pembentukan dinding sel protoplas juga ditentukan oleh adanya auksin dan sitokinin yang mempengaruhi pembentukan permukaan dinding.
Protoplas biasanya dikulturkan dalam medium cair pada erlenmeyer atau cawan petri dalam jumlah sedikit dalam bentuk tetesan (Bawa dan Torrey 1971; Constabel 1982). Umumnya untuk merangsang pembelahan, protoplas harus ditanam dalam kerapatan tidak lebih dari 104
Hasil kultur protoplas yang dilakukan setelah difusi denga PEG 4 % dan 30% selama 15 menit memperlihatkan bahwa protoplas dapat melakukan regenerasi dinding sel pada minggu pertama pengamatan setelah kultur pada semua media kultur yang digunakan (Tabel 18). Hal ini diduga disebabkan karena jumlah sukroksa yang