• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

“Kayu” sawit memiliki struktur anatomi yang berbeda dengan kayu pada umumnya. Kayunya tersusun atas ikatan pembuluh dan jaringan parenkim dasar. Keduanya menentukan sifat-sifat kayu yang dihasilkan (Tomlinson 1961). Pada penelitian tahap pertama, distribusi ikatan pembuluh menurun dari tepi ke pusat batang sehingga pada bagian tepi batang memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih tinggi dibandingkan pada pusat batang, sebaliknya pada ketinggian batang distribusi ikatan pembuluh meningkat tanpa disertai peningkatan kerapatan dan sifat mekanisnya. Bakar et al. (1999) merekomendasikan untuk memanfaatkan 1/3 bagian luar batang kelapa sawit untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan kontruksi ringan dan furniture. Terbatasnya biomassa sawit tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai produk kayu laminasi.

Kayu laminasi merupakan produk panel yang diperoleh dengan cara merekatkan papan-papan dengan arah serat sejajar. Kayu laminasi untuk tujuan kontruksi memerlukan jenis perekat yang mampu merekat dengan kuat dan tahan lama. Salah satu jenis perekat yang saat ini mulai berkembang dan sedang diminati adalah perekat isosianat. Schollenberger (1990) dalam ulasannya mengungkapkan kelebihan yang dimiliki perekat isosianat. Perekat jenis ini juga memiliki beberapa keuntungan seperti yang diungkapkan oleh Langenberg et al.

(2010). Karakteristik perekatannya yang berbeda dengan perekat lain dimana perekat ini mempunyai potensi untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan- bahan yang memiliki gugus-gugus hidroksil aktif (Marra 1992, Lay & Cranley 1994).

“Kayu” sawit sebagai bahan produk laminasi dengan karakteristik yang berbeda dengan kayu biasa akan memiliki karakter yang berbeda pula terutama dalam sifat keterekatannya dengan bahan perekat yang digunakan. Distribusi dan karakteristik ikatan pembuluh diduga juga akan memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat keterekatan “kayu” sawit. Sifat keterekatan veneer“kayu” sawit dan

berbagai perekat berbasis formaldehid telah dilaporkan oleh Sulaiman et al

(2009). Sifat keterekatan ini dapat dilihat dengan menguji keterbasahan kayu melalui pengukuran sudut kontak, keteguhan geser rekat dan kerusakan yang terjadi pada bidang yang direkat (bidang geser), delaminasi kayu, dan pengujian

SEM untuk mengamati interaksi perekat dengan bahan yang direkat. Keberhasilan perekat dalam mengikat bahan yang direkat juga dipengaruhi jumlah perekat yang digunakan (berat labur) dan lamanya pengempaan selama proses pembuatan produk kayu laminasi.

Karakteristik “kayu” sawit dengan perekat isosianat sebagai produk kayu laminasi pada variasi ketinggian termasuk didalamnya distribusi ikatan pembuluhnya, berat labur perekat dan waktu kempa belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat keterbasahan perekat isosianat pada “kayu” kelapa sawit dan karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit berdasarkan posisi ketinggian, lamanya pengempaan dan berat labur perekat isosianat. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi penting berapa

17 tentang waktu kempa yang diperlukan dan berat labur perekat isosianat dalam pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit.

Bahan Dan Metode Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang kelapa sawit varietas tenera dari 2 pohon berumur 20 tahun yang berasal dari PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN 7) Lampung. Perekat yang digunakan adalah perekat isosianat yang diproduksi oleh PT. KoyoBond Indonesia. Karakteristik perekat ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Table 3.1 Karakteristik perekat isosianat dan crosslinker

Isosianat Crosslinker (Hardener)

Penampilan Cairan Putih Cairan coklat kehitaman

Viskositas pada 25oC (ps) 150 ± 30 1.5 ± 0.2

Kadar padatan (%) 43 ± 3 -

pH 7 ± 1 0.03 – 0.05

Sumber: PT. KoyoBond Indonesia

Pembuatan sortimen (lamina)

Sepertiga bagian batang kelapa sawit terluar digergaji dengan mesin gergaji pita (bandsaw) menjadi sortimen-sortimen. Sortimen contoh uji yang digunakan berasal dari berbagai ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m). Sortimen-sortimen tersebut dikeringkan sampai kadar air udara (12 sampai 14%). Sortimen-sortimen tersebut kemudian digergaji dengan ukuran 1000 mm (p) x 60 mm (l) x 15 mm (t).

Uji keterbasahan kayu

Pengujian keterbasahan kayu dilakukan dengan pengukuran sudut kontak (contact angle) antara cairan (air destilat dan perekat isosianat) dengan permukaan papan. Pengujian ini mengacu pada Sulaiman et al.(2009). Permukaan sortimen ditetesi dengan cairan sebanyak 10 ml kemudian dilakukan perekaman dari sisi samping dengan kamera digital yang dilengkapi perekam waktu (time recorder). Pengukuran sudut kontak dilakukan selama 120 detik dengan selang waktu 10 detik. Hasil pemotretan sudut kontak dianalisis dengan software scion image.

Pengujian ini dilakukan 3 ulangan. Pembuatan kayu laminasi

Sortimen-sortimen lamina disusun menjadi kayu laminasi 2 lapis dengan ukuran dimensi seperti pada Gambar 3.1. Kayu laminasi direkat dengan perekat isosianat yang terdiri dari dua komponen (base resin dan hardener) yang dicampur dengan perbandingan 100:15. Berat labur perekat yang digunakan bervariasi yaitu 200 g m-2, 250 g m-2, 300 g m-2. Pelaburan dilakukan pada kedua permukaan kayu (double spread). Tekanan kempa dingin yang digunakan adalah 10 kg cm-2. Pengempaan kayu dilakukan selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Sebelum dilakukan pengujian, kayu laminasi dikondisikan selama 1 minggu.

18

Gambar 3.1 Sketsa kayu laminasi 2 lapis Uji kadar air dan kerapatan

Contoh uji kadar air dan kerapatan kayu laminasi kelapa sawit berukuran 6 cm x 6 cm x 3 cm. Metode pengujian mengacu pada Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Kadar

air dan kerapatan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Uji keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu

Ukuran contoh uji keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu (Gambar 3.2) dengan luas bidang geser 6.25 cm2.Metode pengujian mengacu pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Keteguhan rekat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kerusakan kayu diperkirakan mulai 0 sampai 100 persen pada bidang rekat/geser. Kerekatannya dianalisis pada setiap contoh uji dan diklasifikasikan menjadi 4 kategori: sangat baik (80 sampai 100%), baik (60 sampai 79%), buruk (40 sampai 59%), dan sangat buruk (0 sampai 39%) (Alamsyah et al. 2007). Contoh uji yang kerekatannya sangat baik dan baik mengindikasikan penetrasi perekat paling baik dan mudah perekatannya.

Gambar 3.2 Contoh uji keteguhan geser rekat (satuan: mm); JPIC (2007)

Uji MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR, contoh uji yang digunakan berukuran 50 cm (p) x 6 cm (l) x 3 cm (t) dengan jarak sangga tidak kurang dari 14 kali tebalnya. Metode pengujian keteguhan lentur dengan metode one point loading dengan

19 beban terpusat (Gambar 3.3). Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah

Universal Testing Machine (UTM) Instron tipe 330.

Gambar 3.3 Contoh uji dan pengujian MOE dan MOR metode one point loading

dengan beban terpusat di tengah batang.

Nilai MOE dan MOR dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

Dimana:

ΔP = Beban pada batas proporsional (kg cm-2) Δy = Defleksi pada batas proporsional (cm)

l = Jarak sangga (cm)

b = Lebar penampang kayu laminasi (cm)

h = Tebal penampang kayu laminasi (cm)

P = Beban maksimum (kg cm-2) Uji delaminasi rendaman air

Uji delainasi digunakan untuk menentukan daya tahan perekat dalam produk kayu laminasi. Ukuran contoh uji dan metode pengujian mengacu pada

Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Contoh uji delaminasi sesuai dengan penampang lintang kayu laminasi dengan panjang 75 mm. Contoh uji direndam dalam air dingin pada suhu ruang selama 24 jam, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 70 ± 3oC dengan ventilasi udara yang baik selama tidak kurang dari 24 jam. Rasio delaminasi tidak diperkenankan lebih dari 5% dan tidak boleh lebih dari ¼ panjang garis rekat. Rasio delaminasi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

20

Uji delaminasi rendaman air mendidih-dingin

Ukuran contoh uji sama seperti pengujian delaminasi yang direndam dalam air. Pengujian delaminasi mengacu pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Contoh uji direndam dalam air mendidih selama 4 jam dan kemudian direndam dalam air dingin pada suhu ruang selama 1 jam, dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven berventilasi baik pada suhu 70 ± 3 oC selama tidak kurang dari 24 jam. Standar yang diperkenankan pada pengujian ini sama seperti pengujian delaminasi rendaman air.

Scanning Electron Microscopy (SEM)

Pengamatan sub-mikroskopis kayu dilakukan dengan SEM (Scanning

Electron Microscope) JEOL JSM-6360LA. Gambar SEM direkam dengan

detektor elektron sekunder menggunakan tegangan percepatan berkas elektron utama 10 kV. Sebelum pengukuran semua sampel dilapisi dengan emas untuk memungkinkan konduktivitas listrik yang cukup.

Analisis data

Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel: variabel A adalah posisi ketinggian yang terdiri dari 3 taraf yaitu 2 m (A2), 4 m (A4) dan 6 m (A6), variabel B adalah berat labur perekat yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 200 g m-2 (B2), 250 g m-2 (B25) dan 300 g m-2 (B3). Variabel T adalah waktu kempa yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 1 jam (T1), 2 jam (T1) dan 3 jam (T3). Untuk mendeteksi pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap respon pengamatan digunakan analisis ragam dengan menggunakan model rancangan percobaan acak lengkap faktorial 3 x 3 x 3 dengan 3 ulangan. Model linier rancangan percobaan tersebut adalah:

dimana i (1,2,3): taraf posisi ketinggian (distribusi ikatan pembuluh), j

(1,2,3): taraf berat labur perekat, k (1,2,3): taraf waktu kempa, l (1,2,3): ulangan. Apabila hasil uji F menunjukkan ada pengaruh nyata secara statistik (pada α = 5%), selanjutnya dilakukan uji Duncan.

Untuk menghasilkan model pendugaan variabel-variabel tersebut terhadap sifat fisis dan mekanis kayu laminasi, dilakukan analisis regresi menggunakan metode stepwise regression, yaitu suatu metode regresi linier berganda yang mampu menyeleksi sejumlah variabel dari sekian banyak yang berpengaruh signifikan terhadap informasi tertentu.

Hasil Dan Pembahasan Karakteristik kayu lamina batang kelapa sawit

Sifat fisis (kerapatan) dan sifat mekanis (MOE) kayu lamina dari batang kelapa sawit memiliki nilai yang bervariasi (Tabel 3.2). Kadar air keseimbangan (kering udara) lamina batang kelapa sawit pada berbagai ketinggian pada batang umumnya sebesar 12%. Kadar air ini sudah memenuhi standar Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 untuk

21 digunakan sebagai bahan baku kayu laminasi yang mensyaratkan kurang dari 15%.

Tabel 3.2 Karakteristik lamina batang kelapa sawit

Ketinggian (m)

Karakteristik Jml Ikatan

Pembuluh/cm2 Kadar Air (%)

Kerapatan (g.cm- 3 ) MOE (kg.cm -2 ) 2 76 ± 0.68 12.40 ± 0.31 0.36 ± 0.008 30087.46 ± 383.10 4 122 ± 0.82 12.37 ± 0.18 0.34 ± 0.007 25520.07 ± 205.96 6 132 ± 0.73 12.33 ± 0.18 0.28 ± 0.005 16404.04 ± 120.02 *) nilai simpangan baku

Distribusi ikatan pembuluh lamina yang diambil dari ketiga ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m) meningkat seiring dengan meningkatnya posisi ketinggian pada batang kelapa sawit sebagaimana pada penelitian tahap pertama (Darwis et al.

2013). Sebaliknya, nilai kerapatan maupun MOE-nya menurun dengan semakin tingginya posisi pada batang.

Keterbasahan “kayu” sawit (sudut kontak)

Keterbasahan adalah kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan yang akan ditarik oleh permukaan mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra 1992). Keterbasahan kayu dapat diperoleh dengan mengukur sudut kontak antara garis rekat cair dengan permukaan kayu. Sudut kontak lebih kecil dari 90o menunjukkan keterbasahan yang tinggi dimana cairan membasahi permukaan dengan baik. Sudut kontak yang lebih besar dari 90o menunjukkan keterbasahannya rendah dimana cairan tidak membasahi permukaan dengan baik (Yuan dan Lee, 2013). Sudut kontak air dan isosianat pada “kayu” sawit ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Isosianat

Air

0 detik 60 detik 120 detik

Gambar 3.4 Sudut kontak isosianat dan air pada permukaan batang kelapa sawit pada 0 detik, 60 detik dan 120 detik.

Sudut kotak menurun seiring dengan lamanya pembasahan air maupun perekat isosianat pada permukaan “kayu” kelapa sawit (Gambar 3.5). Sudut kontak awal (0 detik) pengukuran antara air dengan permukaan “kayu” kelapa sawit sebesar 81.45o (2 m), 80.56o (4 m), 80.13o (6 m) dan isosianat 89.15o (2 m), 89.05o (4 m), 88.77o (6 m) menurun menjadi 39.49o (2 m), 38.35o (4 m), 37.71o (6 m) untuk air dan 52.16o (2 m), 51.48o (4 m), 50.94o (6 m) untuk perekat isosianat pada akhir pengamatan (120 detik).

22

(a)

(b)

Gambar 3.5 Sudut kontak (a) air dan (b) perekat isosianat pada permukaan batang kelapa sawit yang diambil dari ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.5, sudut kontak air dan perekat isosianat menurun dengan cepat pada 10 detik pertama pada proses pembasahan, kemudian secara perlahan menurun. Air maupun perekat isosianat memiliki sifat keterbasahan yang baik pada “kayu” kelapa sawit karena nilai sudut kontaknya di bawah 90o. Sudut kontak air dengan “kayu” kelapa sawit lebih rendah dibandingkan dengan perekat isosianat. Pada ketinggian berbeda, nilai sudut kontak menurun dengan semakin tingginya posisi contoh uji yang diambil dari batang kelapa sawit. Hal ini disebabkan “kayu” bagian atas lebih porous dibandingkan bagian bawah batang. Menurut Rahayu (2001) porsi zat “kayu” batang kelapa sawit bagian tepi cenderung berkurang dari bagian pangkal ke bagian ¾ tinggi batang. Rendahnya porsi zat kayu dibandingkan rongga mengindikasikan “kayu” batang kelapa sawit semakin porous.

23 Kadar air dan kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit

Kadar air kayu laminasi pada perbagai kombinasi perlakuan berkisar antara 12.25% sampai 12.62%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar airnya telah mencapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai kadar air pada berbagai perlakuan maupun kombinasinya tidak berbeda nyata (Gambar 3.6).

Gambar 3.6 Nilai kadar air kayu laminasi kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda

Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit pada berbagai kombinasi perlakuan berkisar antara 0.23 sampai 0.37 g cm-3. Nilai tertinggi pada kayu laminasi yang bahan laminanya dari ketinggian 2 m dengan berat labur perekat 300 g m-2 dan dikempa selama 3 jam. Nilai terendah diperoleh pada kayu laminasi dari lamina di ketinggian 6 m yang direkat dengan berat labur perekat 200 g m-2 dan dikempa selama 1 dan 2 jam (Gambar 3.7).

Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit menurun seiring dengan meningkatnya ketinggian bahan yang diambil dari batang kelapa sawit. Berdasarkan penelitian Lim dan Khoo (1986) dilaporkan bahwa jumlah ikatan pembuluh meningkat dari pangkal ke ujung, namun sifat fisis mekanisnya justru menurun. Hal ini juga diperkuat dari hasil penelitian tahap pertama mengenai pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap nilai kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit. Sel-sel penyusun ikatan pembuluh pada bagian ujung masih berumur muda dibandingkan bagian di bawahnya dan dalam pertumbuhannya masih dipengaruhi oleh meristem pucuk. Sel-sel muda tentu memiliki sifat-sifat yang berbeda dibandingkan sel-sel dewasa. Hal ini diperkuat hasil penelitian Rahayu (2001) yang meneliti batang kelapa sawit umur 27 tahun dimana berat jenis ikatan pembuluh menurun dari pangkal (0.58), tengah (0.44) dan ujung batang (0.38). Penurunan nilai berat jenis maupun kerapatan batang kelapa sawit juga berkaitan dengan porositasnya dimana besarnya menurun dari pangkal sampai ¾ tinggi batang.

24

Gambar 3.7 Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda

Hasil uji sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kadar air dan kerapatan berturut-turut disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.

Tabel 3.3 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kadar air kayu laminasi dari batang kelapa sawit

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat db

Kuadrat

Tengah F-hitung Prob.

Perlakuan 0.822 26 0.032 0.454 0.985

Posisi Ketinggian 0.050 2 0.025 0.357 0.702

Waktu Kempa 0.082 2 0.041 0.587 0.559

Berat Labur 0.056 2 0.028 0.403 0.671

Posisi * Waktu Kempa 0.124 4 0.031 0.445 0.776 Posisi * Berat Labur 0.132 4 0.033 0.475 0.754 Waktu kempa * Berat Labur 0.061 4 0.015 0.218 0.927 Posisi * Waktu kempa * Berat

Labur

0.317 8 0.040 0.569 0.799

Galat 3.763 54 0.070

Total 4.584 80

Tabel 3.4 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kerapatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat Db

Kuadrat

Tengah F-hitung Prob.

Perlakuan 0.109 26 0.004 52.602 0.000

Posisi Ketinggian 0.109 2 0.054 682.724 0.000

Waktu Kempa 5.662E-5 2 2.831E-5 0.355 0.703

Berat Labur 8.417E-5 2 4.209E-5 0.527 0.593

Posisi * Waktu Kempa 1.657E-5 4 4.142E-6 0.052 0.995 Posisi * Berat Labur 1.190E-5 4 2.975E-6 0.037 0.997 Waktu kempa * Berat Labur 1.086E-6 4 2.716E-7 0.003 1.000 Posisi * Waktu kempa * Berat

Labur

4.617E-6 8 5.772E-7 0.007 1.000

Galat 0.004 54 7.981E-5

25 Berdasarkan Tabel 3.3, kadar air kayu laminasi batang kelapa sawit tidak berbeda nyata antar perlakuan maupun kombinasinya, sedangkan pada Tabel 3.4, nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit dipengaruhi oleh posisi ketinggian (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Oleh karena itu untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar taraf perlakuan posisi ketinggian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah pada ketinggian 2 m (0.37 g cm-3), 4 m (0.34 g cm-3), dan 6 m (0.28 g cm-3) menunjukkan perbedaan satu dengan yang lainnya.

Hubungan antara variabel tak bebas (kerapatan) dan variabel bebas (posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat) dapat dilihat persamaan regresi linier berganda yang terbentuk. Berdasarkan metode stepwise, hanya variabel ketinggian yang berpengaruh terhadap nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit sehingga diperoleh persamaan regresi linier yang menunjukkan pengaruh variabel ketinggian (XT) terhadap nilai kerapatan kayu laminasi batang

kelapa sawit sebagai berikut:

Y(kerapatan) = 0.417 - 0.022XT R2 = 96%

Berdasarkan persamaan regresi linier tersebut dapat diketahui bahwa variabel posisi ketinggian berbanding terbalik dengan kerapatan (hubungan negatif). Semakin tinggi posisi pada batang kelapa sawit, kerapatannya semakin rendah.

Keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit Keteguhan geser rekat adalah referensi yang sering digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan perekat dengan kayu solid karena itu merupakan tegangan interfasial antar permukaan pada kondisi tertentu (Pizzo et al. 2003). Hasil penelitian menunjukkan keteguhan geser rekat kayu laminasi sawit dengan perekat isosianat dipengaruhi oleh posisi ketinggian batang dan berat labur perekat (Gambar 3.8). Sifat keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit yang menggunakan bahan dari bagian pangkal lebih tinggi dibandingkan bahan yang diambil dari bagian tengah maupun ujung batang. Hal ini disebabkan karakteristik sel-sel penyusunnya yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi sehingga berpengaruh langsung pada nilai kekuatannya.

Berat labur perekat yang digunakan juga berpengaruh terhadap keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit. Kayu laminasi dengan berat labur perekat 300 g m-2, keteguhan geser rekatnya cenderung lebih tinggi dibandingkan berat labur 200 g m-2 dan 250 g m-2. Berat labur 200 g m-2 dan 250 g m-2 kurang cukup sehingga hasilnya kurang tersebar merata dibandingkan dengan berat labur 300 g m-2 pada permukaan “kayu” sawit (Gambar 3.9). Hal ini terkait dengan permukaan “kayu” sawit yang kasar sebagaimana dilaporkan Nordin et al. (2013). Sifat pengerjaan (permesinan) “kayu” sawit dan kekasaran permukaannya telah diteliti secara mendalam oleh Way et al. (2010). Kurang meratanya perekat yang dilaburkan pada permukaan kayu menyebabkan ada bagian-bagian permukaan kayu yang tidak saling merekat (River 1994). Faust & Rice (1986) melaporkan permukaan veneer yang halus, keteguhan rekatnya 33% lebih tinggi dibandingkan permukaan yang kasar. Lamina atau finir yang permukaannya kasar akan mengurangi kontak antara kayu dan substrat sehingga garis rekatnya rendah dan sifat kekuatannya juga rendah (Dundar et al. 2008).

26

Gambar 3.8 Nilai keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda

Gambar 3.9 Kemerataan bahan perekat (warna putih) pada permukaan batang kelapa sawit: a) 200 g m-2, 250 g m-2 ,dan c) 300 g m-2

Hasil uji sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit disajikan pada Tabel 3.5. Berdasarkan Tabel 3.5 menunjukan bahwa variabel posisi ketinggian dan berat labur perekat isosianat berpengaruh terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keteguhan geser pada taraf perlakuan posisi ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m) berbeda satu sama lainnya. Pada taraf perlakuan berat labur perekat, keteguhan geser pada taraf berat labur 200 g m-2 dan 250 g m-2 tidak berbeda namun berbeda dengan taraf berat labur 300 g m-2.

a

c b

27 Tabel 3.5 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat db

Kuadrat

Tengah F-hitung Prob.

Perlakuan 1616.562 26 62.175 142.361 0.000

Posisi Ketinggian 1602.864 2 801.432 1835.013 0.000

Waktu Kempa 0.134 2 0.067 0.153 0.858

Berat Labur 11.870 2 5.935 13.589 0.000

Posisi * Waktu Kempa 0.032 4 0.008 0.018 0.999 Posisi * Berat Labur 1.536 4 0.384 0.879 0.482 Waktu kempa * Berat Labur 0.072 4 0.018 0.041 0.997 Posisi * Waktu kempa * Berat

Labur

0.053 8 0.007 0.015 1.000

Galat 23.584 54 0.437

Total 1640.146 80

Hubungan variabel posisi ketinggian (XT) dan besarnya berat labur (XBL)

terhadap keteguhan geser dapat dilihat dari persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y(KG) = 29.121 – 2.606 XT + 0.009 XBL R2 = 90%

Berdasarkan persamaan regresi berganda di atas dapat diketahui bahwa variabel posisi ketinggian berbanding terbalik terhadap keteguhan geser rekat (hubungan negatif), sedangkan variabel berat labur menunjukkan pengaruh sebaliknya (hubungan positif).

Nilai kerusakan yang rendah pada kayu laminasi dengan berat labur 200 g m-2 pada bagian pangkal (2 m) sedangkan kerusakan yang besar dengan berat labur 300 g m-2 sebesar 100% pada berbagai posisi pada batang (Gambar 3.10).

Gambar 3.10 Nilai persentase kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda Kerusakan pada bidang gesernya terjadi pada “kayu” sawit bukan pada bidang rekatnya. Hal ini menunjukkan bahwa perekat isosianat mempunyai kemampuan yang baik sampai sangat baik dalam mengikat “kayu” sawit. Gambar bidang geser dengan kamera biasa (Gambar 3.11a) menunjukkan kerusakan pada bidang geser terjadi pada “kayu” sawit. Mikrograf optik menunjukkan kerusakan tersebut terjadi pada jaringan parenkim kayu penyusunnya (Gambar 3.11b),

28

sedangkan ikatan pembuluh pada bidang gesernya tidak mengalami kerusakan (Gambar 3.10c). Hal ini disebabkan jaringan parenkim memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan ikatan pembuluh. Selain itu, sel-sel parenkim ini memiliki dinding yang tipis sehingga mudah mengalami kerusakan apabila dikenai gaya tekan. Interaksi antara perekat isosianat dan “kayu” sawit diamati dari mikrograf SEM (Gambar 3.11d). Perekat mampu mengikat kedua permukaan “kayu” sawit dengan baik. Pada mikrograf SEM terlihat ikatan pembuluh dan sel- sel parenkim mengalami pemadatan akibat proses pengempaan. Selain itu pengempaan ini menyebabkan ikatan pembuluh sebagian terlihat terpisah dengan jaringan dasar parenkimnya (Gambar 3.11b). Hal tersebut ikut menyebabkan rendahnya kekuatan geser kayu laminasi sawit.

Gambar 3.11 Kerusakan kayu terjadi pada bidang geser (a). Pada bidang transversal, kerusakan “kayu” terjadi pada jaringan parenkim (b) Kerusakan juga terjadi pada ikatan pembuluh pada bidang longitudinal (c). Mikrograf SEM pada bidang transversal menunjukkan bahwa perekat isosianat merekat dengan baik (d). Hasil uji sidik ragam pengaruh variabel posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap nilai kerusakan kayu disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kerusakan kayu laminasi dari batang kelapa sawit

Sumber Keragaman Jumlah

Kuadrat db

Kuadrat

Tengah F-hitung Prob.

Perlakuan 1126.543a 26 43.329 3.052 0.000

Posisi Ketinggian 328.395 2 164.198 11.565 0.000

Waktu Kempa 17.284 2 8.642 0.609 0.548

Berat Labur 363.580 2 181.790 12.804 0.000

Posisi * Waktu Kempa 19.753 4 4.938 0.348 0.844

Posisi * Berat Labur 356.790 4 89.198 6.283 0.000

Waktu kempa * Berat Labur 12.346 4 3.086 0.217 0.928 Posisi * Waktu kempa * Berat

Labur

28.395 8 3.549 0.250 0.979

Galat 766.667 54 14.198

29 Berdasarkan Tabel 3.6, variabel posisi ketinggian dan berat labur serta kombinasi kedua variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap kerusakan kayu laminasi dari batang kelapa sawit (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kerusakan kayu pada taraf perlakuan posisi ketinggian (2 m) berbeda dengan pada ketinggian 4 m dan 6 m. Pada taraf perlakuan berat labur perekat, kerusakan kayu pada taraf berat labur 200 g m-2 berbeda dengan berat labur 250 g m-2 dan 300 g m-2. Uji Duncan untuk kombinasi

Dokumen terkait