• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Transformasi Penampang Kayu Laminasi Kelapa Sawit Menggunakan Model Distribusi Ikatan Pembuluh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Transformasi Penampang Kayu Laminasi Kelapa Sawit Menggunakan Model Distribusi Ikatan Pembuluh"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TRANSFORMASI PENAMPANG

KAYU LAMINASI KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN

MODEL DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH

ATMAWI DARWIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul analisis transformasi penampang kayu laminasi kelapa sawit menggunakan model distribusi ikatan pembuluh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Atmawi Darwis

(4)

RINGKASAN

ATMAWI DARWIS. Analisis Transformasi Penampang Kayu Laminasi Kelapa Sawit Menggunakan Model Distribusi Ikatan Pembuluh. Dibimbing oleh MUHAMMAD YUSRAM MASSIJAYA, NARESWORO NUGROHO, EKA MULYA ALAMSYAH.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu jenis tanaman yang tergolong dalam tumbuhan monokotil. Struktur anatomi batang kelapa sawit tersusun atas ikatan pembuluh dan parenkim sebagai jaringan dasarnya. Kedua komponen tersebut dapat mempengaruhi karakteristik kayunya. Dilihat dari penampang lintang batang, pola ikatan pembuluh tidak merata, dimana secara kontinyu menurun dari tepi ke pusat batang. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu model matematis hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan karakteristik “kayu” dari batang kelapa sawit dan menggunakan model ini dalam mentransformasi penampang kayu laminasi dari batang kelapa sawit.

Penelitian ini terdiri atas empat tahap. Tahap pertama pengamatan pengaruh distribusi ikatan pembuluh pada arah horisontal/radial (tepi ke pusat batang) dan vertikal/longitudinal (pangkal ke ujung) batang kelapa sawit terhadap karakteristik “kayu” (kerapatan dan sifat mekanis). Tahap kedua adalah karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Variabel-variabel yang digunakan dalam tahap ini adalah posisi ketinggian “kayu” pada batang kelapa sawit (2 m, 4 m, 6 m), berat labur (200 g m-2, 250 g m-2, 300 g m-2) dan lama pengempaan ( 1 jam, 2 jam, 3 jam). Tahap ketiga adalah pengaruh ketebalan lamina kelapa sawit yang diambil mulai dari bagian tepi batang terhadap karakteristik kayu laminasinya. Bahan baku lamina yang digunakan diambil dari ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m dengan ketebalan 6 cm, 3 cm, 2 cm, dan 1,5 cm. Berat Labur dan waktu kempa yang digunakan dalam tahap ini mengacu pada tahap kedua. Dimensi penampang kayu laminasi yang dibuat 6 cm x 6 cm. Penelitian tahap ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh ketebalan lamina terhadap karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Penelitian tahap terakhir adalah menganalisa sifat kekakuan/modulus elastisitas kayu laminasi dari batang kelapa sawit secara matematis dengan metode Transformed Cross Section

(TCS) berdasarkan distribusi ikatan pembuluh yang diperoleh dari tahap pertama dan tahap ketiga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi ikatan pembuluh dapat diasumsikan sebagai fungsi jarak dari tepi ke pusat batang dan dinyatakan dalam persamaan regresi non linier (power). Karakteristik “kayu” kelapa sawit dipengaruhi oleh distribusi ikatan pembuluhnya. Pada arah horisontal, semakin besar jumlah distribusi ikatan pembuluhnya, kerapatan dan sifat mekanisnya akan semakin tinggi, sedangkan pada arah vertikal menunjukkan fenomena yang sebaliknya. Hubungan ini dapat dimodelkan dalam persamaan regresi linier berganda yaitu: y = 0.221 – 0.023x1 + 0.001x2 ; R2 = 82% (kerapatan), y = 11609 –

2517x1 + 132x2; R2 = 70% (MOE), y = 76.710 – 13.942x1 + 0.852x2 ; R2 = 71%

(MOR), y = 42.944 – 7.577x1 + 0.422x2 ; R2 = 69% (kekuatan tekan sejajar serat), y = 50.950 – 8.413x1 + 0.523x2 ; R2 = 77% (kekerasan), y = 11.189 – 2.413x1 +

(5)

sawit, x1 adalah ketinggian batang asal contoh uji, x2 adalah distribusi ikatan pembuluh.

Sifat keterekatan “kayu” kelapa sawit dengan isosianat sebagai perekatnya menunjukkan sudut kontak yang dihasilkan dibawah 90o dan mengindikasikan bahwa perekat ini layak digunakan sebagai bahan perekat kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Pengujian karakteristik kayu laminasi 2 lapis (kekuatan geser rekat, kerusakan kayu dan rasio delaminasi) diperoleh hasil terbaiknya dengan berat labur 300 g m-2, sedangkan waktu kempa yang dibutuhkan selama 1 jam.

Karakteristik kayu laminasi batang kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh sifat bahan baku lamina yang digunakan. Semakin tipis lamina yang diambil dari bagian tepi batang kelapa sawit, semakin banyak jumlah ikatan pembuluh. Hal ini menyebabkan kerapatan dan kekakuan laminanya juga semakin besar. Pada ketinggian yang berbeda, menunjukkan fenomena yang sebaliknya sebagaimana pada penelitian tahap pertama. Hubungan ini ditunjukkan dengan persamaan regresi linier yMOE = 177864xkerapatan – 32225 (R2 = 82%) dan yMOE = 1.0466xMOE

lamina + 1748.5 (R2= 95%). Kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit 1.03 –

1.35 kali kerapatan balok utuh. MOE kayu laminasi batang kelapa sawit 1.54 – 1.66 kali MOE balok utuh, sedangkan MOR-nya sebesar 1.22 – 1.46 kali MOR

balok utuhnya dan keteguhan geser kayu laminasi batang kelapa sawit 0.86 – 1.43 kali keteguhan geser balok utuhnya.

Nilai MOE memiliki hubungan linieritas dengan distribusi ikatan pembuluh. Oleh sebab itu, rasio distribusi ikatan pembuluh dapat dipergunakan sebagai pengganti rasio modulus elastisitas untuk digunakan dalam mentransformasi penampang melintang (Transformed Cross Section) kayu laminasi dari batang kelapa sawit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai teoritis dari model yang diturunkan ternyata tidak jauh berbeda dengan nilai empirisnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi Pearson yang sangat tinggi sebesar 94%.

Berdasarkan hasil pengujian karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit, ternyata kekuatan geser, MOR dan MOE belum memenuhi Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007), sedangkan kadar air dan rasio delaminasi telah memenuhi standar. Hal ini diduga karena umur kelapa sawit yang digunakan masih muda (20 tahun).

(6)

SUMMARY

ATMAWI DARWIS. Transformation cross section analysis of oil palm wood laminate used distribution of vascular bundles model. Supervised by MUHAMMAD YUSRAM MASSIJAYA, NARESWORO NUGROHO, EKA MULYA ALAMSYAH.

Palm oil (Elaeis guineensis Jacq.) is one types of plants belonged to monocot plants. In general, the anatomical structure of the trunk is composed of vascular bundles and parenchyma as essentially network. Basically, both of these components affect the characteristics of the wood. Based on the function, vascular bundles serve as the supporting structure and the transport system, while the parenchyma is the food storage elements. In a cross-sectional trunk, uneven pattern of vascular bundles is generated which continuously decreases from the outer to the center of the stem so that it will directly affect the characteristics of the "wood". The purpose of this research are to find a mathematical model of the relationship between the distribution of vascular bundles with a characteristic "wood" oil palm trunks and use this model in the transformed cross section of laminated wood oil palm trunk.

This study consists of four stages. The first stage of observation influences the distribution of vascular bundles in the direction of the horizontal/radial (outer to the center of the stem) and vertical/longitudinal (base to top) of oil palm trunks on the characteristics of the "wood" (density and mechanical properties). The second phase is laminated wood characteristics of oil palm trunk. The variables used in this phase is the height position "wood" on the oil palm trunk (2 m, 4 m, 6 m), glue rate (200 g m-2, 250 g m-2, 300 g m-2) and press time (1 hour, 2 hours, 3 made of laminated wood 6 cm by 6 cm. This phase of research aims to analyze the influence of the thickness of the lamina of the laminate wood characteristics of oil palm trunk. The last stage of the research is to analyze the modulus of elasticity laminate of oil palm trunk with methods Transformed Cross Section (TCS) based on the distribution of vascular bundles obtained from the first and the third stage.

(7)

the characteristic of "wood" palm oil, x1 is the origin of the stem height of the

sample, x2is the distribution of vascular bundles.

The wettability properties of oil palm wood with isocyanate adhesive shows the resulting contact angle below 90 ° and indicates that the adhesive is fit for use as an adhesive laminate of oil palm trunk. Testing characteristics of laminate 2 layer (shear strength adhesive, wood failure and delamination ratio) obtained the best results with glue rate of 300 g m-2, while the press time required for 1 hour.

Characteristics of glulam of OPT influenced by the properties of the laminae. The thinner the laminae taken from the outer part of OPT, the more distribution of the vascular bundles. This causes the density and stiffness of the laminae to also get bigger. At different heights opposite phenomenon occurred as in the earlier study. This relationship is shown by the linear regression equation

yMOE = 177864xkerapatan - 32225 (R2 = 82%) and yMOE = 1.0466xMOE lamina + 1748.5

(R2 = 95%). The density of oil palm wood laminated 1.03 to 1.35 times of the density of a solid beam. MOE of oil palm wood laminated 1.54 - 1.66 times of MOE solid beams, while it’s MOR for 1.22 to 1.46 times of MOR beam shear strength of solid and shear strength of oil palm wood laminated 0.86 – 1.43 times of shear strength of solid beams. Based on this, oil palm “wood” laminate produced from thin laminae taken from the bottom of the stem will have higher properties.

Value of wood bending (MOE) is closely related to the distribution of the vascular bundles. Therefore, the ratio of distribution of vascular bundles can be used as a substitute for the ratio of modulus of elasticity in transformed cross section analysis of oil palm “wood” laminated. The result shows theoretical value of derived model was not different from the empirical value one. This proved by a very high Pearson correlation values at 94%.

Based on the results of testing glulam of OPT characteristics testing, apparently not all of them meet the Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Moisture content and the ratio of delamination have met these standards, while the shear strength, MOR and MOE have not.

(8)

Hak cipta milik IPB, tahun 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,atau tinjauan suatu masalah;dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Mayor Teknologi Serat dan Komposit

ANALISIS TRANSFORMASI PENAMPANG

KAYU LAMINASI KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN

MODEL DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH

ATMAWI DARWIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada ujian tertutup: 1. Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS 2. Dr Ir Saptahari M Soegiri Poetra Penguji pada ujian terbuka: 1. Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS

(11)

Judul Disertasi: Analisis Transformasi Penampang Kayu Laminasi Kelapa Sawit Menggunakan Model Distribusi Ikatan Pembuluh

Nama : Atmawi Darwis

NIM : E262100031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Muh Yusram Massijaya, MS Ketua

Dr Ir Naresworo Nugroho, MS Anggota

Eka Mulya Alamsyah, SHut MAgr PhD Anggota

Diketahui oleh

Ketua Mayor

Teknologi Serat dan Komposit

I Nyoman Jaya Wistara, PhD

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 28 Juli 2015

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 sampai April 2014 adalah Biokomposit dengan judul Analisis Transformasi Penampang Kayu Laminasi Kelapa Sawit Menggunakan Model Distribusi Ikatan Pembuluh.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof Dr Ir Muh Yusram Massijaya, MS selaku ketua komisi pembimbing beserta anggota komisi pembimbing Dr Ir Naresworo Nugroho, MS dan Eka Mulya Alamsyah, SHut MAgr PhD yang telah dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik;

2. Pimpinan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Ketua Program Studi/Mayor Teknologi Serat dan Komposit beserta staf atas pelayanannya yang baik;

3. Prof Dr Ir Wasrin Syafi’i, dan Dr Wahyu Dwianto selaku penguji kualifikasi; Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS dan Dr Ir Saptahari M Soegiri Poetra selaku penguji ujian tertutup; Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS dan Krisdianto, SHut MSc PhD selaku penguji ujian promosi atas saran, kritik dan arahannya;

4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan bantuan studi melalui BPPS tahun 2010;

5. Rektor Universitas Winaya Mukti dan Institut Teknologi Bandung yang telah mengijinkan penulis untuk mengikuti tugas belajar pada Program Doktor, Sekolah Pascasarjana IPB;

6. Dr Ichsan Suwandhi, SHut MP, Dr Ir Tati Karliati, MSi dan Dr Effendi Tri Bahtiar, SHut MSi atas bantuan dan kerjasamanya.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar penulis, keluarga besar Departemen Hasil Hutan, teman-teman program pasca sarjana IPB serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(13)

DAFTAR ISI

2. PENGARUH DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH TERHADAP

KERAPATAN DAN SIFAT MEKANIS BATANG KELAPA SAWIT

Pendahuluan 7

Bahan dan Metode 7

Hasil dan Pembahasan 9

Simpulan 15

3. KARAKTERISTIK KAYU LAMINASI BATANG KELAPA SAWIT DENGAN PEREKAT ISOSIANAT

Pendahuluan 16

Bahan dan Metode 17

Hasil dan Pembahasan 20

Simpulan 35

4. PENGARUH KETEBALAN LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK KAYU LAMINASI BATANG KELAPA SAWIT

Pendahuluan 36

Bahan dan Metode 37

Hasil dan Pembahasan 38

Simpulan 46

(14)

DAFTAR TABEL

2.1 Persamaan regresi non linier yang dibentuk dari hubungan antara jarak (x) dari tepi ke pusat batang dengan distribusi ikatan

pembuluh (y) pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m 11 2.2 Ringkasan nilai koefisien regresi dan probabilitas hubungan

antara distribusi ikatan pembuluh (x2) pada berbagai ketinggian

(x1) dengan kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit 13 3.1 Karakteristik perekat isosianat dan cross linker 17

3.2 Karakteristik lamina batang kelapa sawit 21

3.3 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kadar air kayu laminasi dari

batang kelapa sawit 24

3.4 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kerapatan kayu laminasi dari

batang kelapa sawit 24

3.5 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap keteguhan geser kayu laminasi

dari batang kelapa sawit 27

3.6 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kerusakan kayu laminasi dari

batang kelapa sawit 28

3.7 Keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu laminasi batang

kelapa sawit 29

3.8 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap delaminasi air dingin kayu

laminasi dari batang kelapa sawit 31

3.9 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap delaminasi air mendidih

kayu laminasi dari batang kelapa sawit 31

3.10 Rasio delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit 32 3.11 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat

labur perekat isosianat terhadap MOE kayu laminasi dari batang

kelapa sawit 34

3.12 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap MOR kayu laminasi dari batang

kelapa sawit 34

3.13 MOE dan MOR kayu laminasi batang kelapa sawit 35

4.1 Karakteristik lamina batang kelapa sawit 38

4.2 Hubungan antara Kerapatan (ρ) kayu utuh dengan kayu laminasi

dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit 40

4.3 Hubungan antara MOE dan MOR kayu utuh dengan kayu

laminasi dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit 42 4.4 Hubungan antara keteguhan geser kayu utuh dengan kayu

laminasi dari lamina bagian tepi batang kelapa sawit 44 4.5 Analisis sidik ragam karakteristik kayu laminasi batang kelapa

sawit 45

(15)

5.1 Fungsi regresi non linier power untuk distribusi ikatan pembuluh

pada batang kelapa sawit 51

5.2 Sifat-sifat penampang lamina batang kelapa sawit dengan model

transformasi power 60

5.3 Ringkasan sifat-sifat penampang tertansformasi non linier

(power) kayu solid dan kayu laminasi batang kelapa sawit 64 5.4 Hasil korelasi pearson dan uji t-student data berpasangan untuk

(16)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Diagram alir tahapan penelitian analisis transformasi penampang kayu laminasi kelapa sawit menggunakan model distribusi ikatan

pembuluh 6

2.1 Pengambilan contoh uji (a) potongan memanjang, dan (b)

potongan melintang 8

2.2 Photo makroskopis distribusi ikatan pembuluh pada penampang

lintang batang kelapa sawit 10

2.3 Plot distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke pusat batang kelapa

sawit pada ketinggian 2m, 4m, dan 6m 10

2.4 Rata-rata kerapatan, sifat mekanis dan distribusi ikatan pembuluh

dari tepi sampai pusat batang pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m 12 2.5 Pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan sifat

mekanis batang kelapa sawit pada ketinggian 2, 4, dan 6 meter 14

3.1 Sketsa kayu laminasi 2 lapis 18

3.2 Contoh uji keteguhan geser (satuan: mm); JPIC (2007) 18 3.3 Contoh uji dan pengujian MOE dan MOR metode one point

loading dengan beban terpusat di tengah batang 19

3.4 Sudut kontak isosianat dan air pada permukaan batang kelapa

sawit pada 0 detik, 60 detik dan 120 detik 21

3.5 Sudut kontak (a) air dan (b) perekat isosianat pada permukaan batang kelapa sawit yang diambil dari ketinggian 2 m, 4 m, dan

6 m 22

3.6 Nilai kadar air kayu laminasi kelapa sawit pada posisi ketinggian,

berat labur dan waktu kempa yang berbeda 23

3.7 Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi

ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda 24 3.8 Nilai keteguhan geser kayu laminasi batang kelapa sawit pada

posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda 26 3.9 Kemerataan bahan perekat (warna putih) pada permukaan

batang kelapa sawit: a) 200 g m-2, 250 g m-2 ,dan c) 300 g m-2 26 3.10 Nilai persentase kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit

pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang

berbeda 27

3.11 Kerusakan kayu terjadi pada bidang geser (a). Pada bidang transversal, kerusakan kayu terjadi pada jaringan parenkim (b) Kerusakan juga terjadi pada ikatan pembuluh pada bidang longitudinal (c). Mikrograf SEM pada bidang transversal

menunjukkan bahwa perekat isosianat merekat dengan baik (d) 28 3.12 Nilai rasio delaminasi rendam air (a) dan rendam air mendidih

(b) kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian,

berat labur dan waktu kempa yang berbeda 30

3.13 Nilai MOE kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi

ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda 33 3.14 Nilai MOR kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi

(17)

4.1 Ketebalan lamina yang digunakan dan konfigurasi struktur

lapisan kayu laminasi batang kelapa sawit 37

4.2 Kadar air kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit

dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm 37

4.3 Kerapatan kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa sawit

dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm 40

4.4 Keteguhan lentur kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa

sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm 41 4.5 Keteguhan patah kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa

sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm 41 4.6 Kurva beban-defleksi kayu laminasi kelapa sawit dan kayu utuh

hasil pengujian pada ketinggian 2, 4, dan 6 m. 42 4.7 Keteguhan Geser kayu utuh dan kayu laminasi batang kelapa

sawit dengan ketebalan lamina 3, 2, dan 1.5 cm 43 4.8 Delaminasi kayu laminasi batang kelapa sawit a) sebelum

direndam, b) setelah direndam air, dan c) setelah di oven. Angka 2, 3 dan 4 menunjukkan jumlah lamina penyusun kayu laminasi.

Tanda panah menunjukkan garis rekat 45

5.1 Photo makroskopis penampang melintang batang kelapa sawit 51 5.2 Bentuk dan dimensi penampang tertransformasi power lamina

batang kelapa sawit dengan ketebalan dan ketinggian yang

berbeda 53

5.3 Sketsa pemodelan power untuk analisa sifat penampang lamina

batang kelapa sawit 54

5.4 Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu utuh batang kelapa sawit (60.00 mm x 60.00

mm) 60

5.5 Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi kayu solid batang kelapa sawit (60.00 mm x

60.00 mm) 60

5.6 Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier

(power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 2 lapis 61 5.7 Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang

tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 2

lapis 61

5.8 Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier

(power) konfigurasi 2 lapis 62

5.9 Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier

(power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 3 lapis 62 5.10 Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang

tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 3

lapis 62

5.11 Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier

(power) konfigurasi 3 lapis 62

5.12 Ilustrasi lebar penampang tertransformasi model non linier (power) dari kayu laminasi batang kelapa sawit 4 lapis

(18)

5.13 Ilustrasi posisi centroid masing-masing bagian penampang tertransformasi konfigurasi kayu laminasi batang kelapa sawit 4 lapis

63

5.14 Ilustrasi posisi centroid penampang tertransformasi non linier

(power) konfigurasi 4 lapis 64

5.15 Hasil pengujian lentur kayu laminasi batang kelapa sawit 65 5.16 Regresi linier validasi hasil teoritis model transformasi power

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dikelola oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman primadona subsektor perkebunan. Hal ini terlihat dengan semakin bertambahnya luas perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, hingga tahun 2013 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 10.6 juta hektar (BPS 2014).

Berdasarkan morfologi buahnya, terdapat tiga varietas kelapa sawit, yaitu dura, pisifera, dan tenera. Varietas yang banyak dibudidayakan adalah tenera yang merupakan hasil persilangan antara dura dan pisifera. Varietas ini memiliki persentase daging per buahnya mencapai 95% dan kandungan minyak per tandannya 28% (Allorerung et al. 2010).

Dalam pengelolaan perkebunan sawit, batas umur produktif pohonnya relatif pendek yaitu antara 25 sampai 30 tahun. Setelah mencapai umur tersebut, pohon secara teknis harus ditebang dan diremajakan kembali. Sejalan dengan percepatan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang dimulai sekitar tahun 1980, maka pada saat ini maupun yang akan datang telah banyak perkebunan kelapa sawit yang memasuki umur untuk diremajakan. Menurut Badrun (2010), secara rata-rata pada waktunya nanti perlu diremajakan sekitar 250 ribu ha/tahun. Berdasarkan perhitungan pada waktu peremajaan masih terdapat sekitar 75% dari jumlah tegakan sebanyak 128 pohon/ha dengan volume rata-rata 1.72 m3/batang, maka ketersediaan limbah batang kayu kelapa sawit tua sekitar 170 m3/ha. Hal ini menunjukkan potensi limbah batang kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan secara lestari sebagai substitusi bahan baku industri perkayuan sekitar 42.5 juta m3/tahun. Bagian batang merupakan porsi terbesar ketiga setelah pelepah daun dan tandan buah kosong (Anis et al. 2008). Bagian tanaman ini belum termanfaatkan dan potensinya cukup besar. Bahkan, ketika dilakukan peremajaan perkebunan kelapa sawit, batang-batang kelapa sawit ini hanya menjadi limbah yang tak termanfaatkan. Seiring dengan laju pertumbuhan perkebunan kelapa sawit yang pesat, limbah dari batang kelapa sawit menimbulkan berbagai permasalahan terutama dalam pengelolaannya.

Morfologi batang kelapa sawit mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan diantaranya batangnya yang lurus dan silindris dengan tapper

yang kecil (0-12%), serta kelingkaran (roundness) penampang lintang batang yang mendekati sempurna (94.6%). Berdasarkan sifat-sifat tersebut akan menjadi lebih mudah dalam penggergajian dan pengupasan menjadi veneer (Bakar et al.

2008).

(20)

2

pembuluh. Jumlah ikatan pembuluh semakin berkurang dari bagian tepi ke pusat batang.

Berdasarkan sifat keawetan alaminya, batang kelapa sawit tergolong sangat rendah (Bakar et al 2008). Hal ini berkaitan dengan eksistensi gula dan pati dalam jaringan parenkim. Banyaknya gula dan pati yang terkandung dalam batang kelapa sawit menyebabkannya disukai oleh agen-agen biologis perusak “kayu”.

Berdasarkan sifat fisis dan mekanisnya, “kayu” sawit yang dapat dimanfaatkan untuk komponen furniture dan bahan kontruksi ringan hanya pada beberapa sentimeter dari bagian pinggir batang dan beberapa meter diatas pangkal batang (Prayitno 1995). Hal ini juga didukung oleh Bakar et al. (1999) yang menyatakan bahwa 1/3 bagian terluar diameter dan ¾ bagian terbawah dari tinggi batang kelapa sawit dapat termanfaatkan sebagai alternatif pengganti kayu. “Kayu” pada bagian tepi batang sawit memiliki sifat fisis dan mekanis yang tertinggi dibandingkan bagian dalamnya.

Keterbatasan dimensi sortimen yang dihasilkan dari limbah batang kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang menghambat penggunaannya sebagai bahan kontruksi bangunan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memanfaatkannya menjadi produk kayu laminasi (glue laminated timber/glulam).

Kayu laminasi merupakan produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina dan merekatnya membentuk penampang yang diinginkan (Serrano 2003). Lebih lanjut dikatakan bahwa keuntungan penggunaan kayu laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri yang lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Keuntungan utama dari pembuatan kayu laminasi adalah dapat menghasilkan kayu besar dari kayu berdimensi kecil dengan kualitas rendah.

Perekat merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan kayu laminasi. Salah satu perekat yang digunakan dalam pembuatan produk ini adalah perekat berbasis isosianat. Perekat ini memiliki kekuatan rekat yang baik dengan bahan-bahan yang mengandung atom hidrogen aktif karena mampu membentuk ikatan kimia. Selain itu perekat ini mudah membasahi dan menembus ke dalam struktur berpori untuk membentuk ikatan mekanik yang kuat (Schollenberger 1990).

Sifat keterekatan antara perekat dan kayu penting untuk diketahui dalam pembuatan kayu laminasi. Sifat ini dapat diketahui dengan menguji sifat keterbasahan antara perekat dan kayu dengan mengukur sudut kontak antara keduanya. Pengujian lainnya adalah uji delaminasi, sifat keteguhan geser, serta interaksi antara perekat dengan kayu setelah dijadikan kayu laminasi. Studi sifat keterbasahan kayu sawit (veneer) telah dilakukan dengan perekat berbasis formaldehida (Sulaiman et al. 2009). Penelitian sifat keterbasahan kayu sawit dengan perekat isosianat masih minim informasinya.

(21)

3 dari batang sawit merupakan langkah penting dalam memperoleh informasi dasar untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pembuatan kayu laminasi merupakan salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan dimensi sortimen yang dapat dihasilkan dari limbah batang kelapa sawit.

Karakteristik kayu laminasi ditentukan oleh sifat-sifat lamina penyusunnya seperti sifat kekakuannya (MOE). Sebagai produk biologis, lamina-lamina yang dihasilkan batang kelapa sawit memiliki variabilitas sifat yang tinggi. Sifat kekakuan kayu laminasi dapat diprediksi nilainya dengan menggunakan metode analisis transformasi penampang melintang (Transformed Cross Section). Metode ini digunakan untuk mentransformasi/merubah bentuk penampang aktual kayu laminasi menjadi bentuk penampang imajiner fiktif. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan geometri masing-masing bahan dengan rasio modulus elastisitas terhadap modulus bahan dasar, menciptakan bentuk fiksi bahan homogen dan menghasilkan penampang berbahan tunggal.

Perumusan Masalah

Ikatan pembuluh dalam batang sawit terdistribusi tidak merata baik dari tepi ke pusat batang maupun dari pangkal ke ujung batang. Distribusi yang dimaksud adalah jumlah ikatan pembuluh per satuan luas. Distribusi ikatan pembuluh dan kaitannya dengan sifat-sifat batang sawit belum dikaji lebih mendalam. Hubungan antara distribusi ikatan pembuluh pada batang dan sifat fisis dan mekanisnya perlu dikaji lebih lanjut sejauh mana keterkaitannya dengan membuat suatu model matematika dalam bentuk persamaan regresi.

Sifat keterekatan antara bahan yang direkat dengan perekat menjadi salah satu pertimbangan penting dalam pembuatan produk kayu laminasi. Penelitian sifat keterekatan “kayu” sawit dengan perekat isosianat masih minim, sehingga perlu dilakukan penelitian sebagai bahan informasi pemanfaatannya dalam pembuatan produk kayu laminasi dari batang sawit.

Pertimbangan yang penting diperhatikan dalam pemanfaatan kayu sebagai bahan kontruksi salah satunya adalah sifat mekanisnya. Sifat keteguhan lentur (MOE) dan keteguhan patah (MOR) kayu laminasi menjadi perhatian yang sangat penting untuk tujuan konstruksi. Teknologi laminasi kayu dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan sifat mekanis tersebut dengan mengatur pola pelapisannya. Dengan mengatur pola pelapisan kayu laminasi diharapkan dapat menghasilkan sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan kayu utuh. Penempatan lamina bagian luar yang lebih kuat akan meningkatkan sifat kekuatan kayu laminasi dibandingkan kayu solid/utuhnya (Bodig & Jayne 1993). Pemanfaatan “kayu” batang kelapa sawit bagian tepi sebagai bahan kayu laminasi belum banyak dilakukan. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut mengingat bahwa pada bagian tepi memiliki kekuatan yang lebih baik dibandingkan bagian dalam sehingga dapat dijadikan bahan kontruksi (Prayitno 1995, Bakar et al. 1999).

(22)

4

penampang lintang (Transformed Cross Section) kayu laminasi dari batang kelapa sawit berdasarkan distribusi ikatan pembuluhnya dikaji dalam penelitian ini.

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan

sifat mekanis pada berbagai kedalaman dan ketinggian batang kelapa sawit 2. Seberapa besar pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap karakteristik

kayu laminasi dari batang kelapa sawit berperekat isosianat.

3. Seberapa besar pengaruh ketebalan lamina yang diambil dari bagian tepi batang kelapa sawit terhadap kerapatan dan sifat mekanis kayu laminasinya. 4. Seberapa besar kemampuan model distribusi ikatan pembuluh dapat digunakan

dalam analisis transformasi penampang laminasi kayu kelapa sawit. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu model matematis hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan karakteristik “kayu” dari batang kelapa sawit dan menggunakan model ini dalam mentransformasi penampang kayu laminasi dari batang kelapa sawit.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang hubungan antara karakteristik batang kelapa sawit dengan distribusi ikatan pembuluh dalam bentuk model matematik. Model yang terbentuk diharapkan dapat digunakan untuk menduga kerapatan dan sifat mekanis “kayu” dari batang kelapa sawit. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi dasar dalam pemanfaatan batang kelapa sawit untuk dijadikan produk kayu laminasi. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat menambah informasi dari teori dan metodologi yang telah ada dalam analisis transformasi penampang kayu laminasi khususnya dari tumbuhan monokotil.

Hipotesis Penelitian

1. Distribusi ikatan pembuluh dalam batang kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap karakteristik batang kelapa sawit maupun kayu laminasinya

2. Distribusi ikatan pembuluh berpengaruh nyata terhadap sifat keterekatan dan karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit

3. Ketebalan lamina yang diambil mulai dari tepi batang kelapa sawit akan mempengaruhi karakteristik kayu laminasinya

4. Distribusi ikatan pembuluh dapat menggantikan MOE laminanya dalam analisis transformasi penampang lintang kayu laminasi kelapa sawit

Novelty Penelitian

1. Model matematis hubungan antara distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis “kayu” batang kelapa sawit.

(23)

5 Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini terdiri dari empat tahap yang meliputi pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit, sifat keterekatan kayu kelapa sawit dengan perekat isosianat, karakteristik kayu laminasi dari batang kelapa sawit dan analisis distribusi ikatan pembuluh dengan

Transformed Cross Section (TCS). Penelitian tahap pertama untuk mengetahui pengaruh distribusi ikatan pembuluh dalam batang kelapa sawit terhadap kerapatan dan sifat mekanisnya. Hasil penelitian tahap pertama ini dapat dijadikan sebagai dasar dan informasi awal dalam menentukan lamina dalam pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit.

Pada penelitian tahap kedua, sifat keterekatan antara perekat dengan bahan yang direkat merupakan informasi penting dalam pembuatan produk laminasi. Sifat-sifat tersebut antara lain dapat dilihat dari sifat keterbasahan perekat terhadap permukaan kayu dengan menentukan sudut kontaknya, uji delaminasi, keteguhan geser dan interaksi perekat dengan bahan yang direkat. Pada penelitian tahap kedua ini, posisi ketinggian, berat labur dan lamanya tekanan dijadikan variabel dalam penelitian, sedangkan besarnya tekanan kempa dan lamanya pengondisian kayu lamina disesuaikan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan perekat isosianat. Selain sifat-sifat yang berkaitan dengan keterekatan bahan dan perekat, penelitian ini juga menguji kadar air, kerapatan, MOE dan MOR.

Sifat mekanis kayu laminasi dari batang kelapa sawit ditentukan oleh distribusi ikatan pembuluh dan pola susunan laminanya serta karakteristik lamina penyusunnya. Pada penelitian tahap ketiga, ketebalan lamina kelapa sawit pada bagian tepi/pinggir batang dan ketinggian bahan lamina yang diambil dari batang pohonnya akan dijadikan variabel utama untuk mengetahui karakteristik kayu laminasi kelapa sawit yang dihasilkan.

Penelitian tahap keempat menitikberatkan pada analisis transformasi penampang kayu laminasi batang kelapa sawit berdasarkan distribusi ikatan pembuluh. Metode transformasi penampang ini dapat digunakan sebagai salah satu analisis yang cukup memadai untuk menduga kekuatan lentur (MOE) kayu laminasi. Pada tahap ini ingin diketahui apakah distribusi ikatan pembuluh dapat menggantikan MOE lamina penyusunnya yang biasanya digunakan dalam analisis penampang lintang kayu laminasi dari batang kelapa sawit.

(24)

6

(25)

7

2

PENGARUH DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH

TERHADAP KERAPATAN DAN SIFAT MEKANIS

BATANG KELAPA SAWIT

Pendahuluan

Kelapa sawit termasuk jenis tanaman monokotil. Batangnya merupakan material non kayu yang berlignosellulosa (Hashim et al 2011). Struktur anatominya berbeda dengan kayu pada umumnya (Tomimura 1992). Komponen utama penyusun batang kelapa sawit adalah ikatan pembuluh dan jaringan parenkim. Kedua komponen ini berperan penting terhadap sifat-sifat dasar batang kelapa sawit (Tomlinson 1961).

Ikatan pembuluh dalam batang menyebar secara tidak merata. Ikatan pembuluh terkonsentrasi pada bagian tepi dan menyebar pada bagian tengah batang (Bakar 2008). Berdasarkan posisi kedalaman dalam batang (horizontal), distribusi ikatan pembuluh menurun ke arah tengah batang (Shirley 2002, Erwinsyah 2008) sedangkan dari pangkal ke ujung batang (vertikal) distribusinya cenderung meningkat (Lim dan Khoo 1986).

Distribusi ikatan pembuluh dijadikan sebagai salah satu parameter yang mempengaruhi sifat fisis maupun mekanis kayu sawit khususnya pada posisi kedalaman pada batang. Kerapatan dan sifat mekanis “kayu” sawit cenderung meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah ikatan pembuluhnya (Khoo

et al. 1991, Balfas 2006, Ratanawilai et al. 2006, Erwinsyah 2008. Namun kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan analisis pada arah horizontal (kedalaman batang) saja pada tiap-tiap ketinggian tertentu.

Lim dan Khoo (1986) melaporkan bahwa distribusi ikatan pembuluh meningkat dari pangkal ke ujung, namun sifat fisis mekanisnya justru menurun. Sel-sel penyusun ikatan pembuluh pada bagian ujung masih berumur muda dibandingkan bagian di bawahnya dan dalam pertumbuhannya masih dipengaruhi oleh meristem pucuk. Sel-sel muda tentu memiliki sifat-sifat yang berbeda dibandingkan sel-sel dewasa. Oleh karena itu selain dipengaruhi distribusi ikatan pembuluh, kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit juga dipengaruhi oleh karakteristik ikatan pembuluh itu sendiri. Batang sawit bagian ujung dapat memiliki proporsi ikatan pembuluh yang lebih banyak daripada bagian pangkal, namun oleh karena ikatan pembuluh disusun oleh sel-sel muda maka kerapatan dan sifat mekanis batang sawit bagian ujung lebih rendah dibandingkan bagian pangkal. Tujuan penelitian ini adalah pembuatan suatu model matematis mengenai distribusi ikatan pembuluh pada arah radial (dari tepi ke pusat batang) serta hubungan distribusi iaktan pembuluh terhadap karakteristik batang kelapa sawit pada ketinggian 2 m, 4 m dan 6 m.

Bahan dan Metode

Bahan

(26)

8

Nusantara VII (PTPN 7) Lampung. Tinggi dan diameter pohon adalah 8 m dan 60 cm (dengan kulit).

Pembuatan contoh uji dan pengujian sifat fisis mekanis

Bahan uji yang digunakan berasal dari berbagai kedalaman maupun ketinggian batang kelapa sawit. Sampel diambil mulai dari 2 m, 4 m, dan 6 m dari pangkal batang kelapa sawit. Sampel pengamatan dari setiap ketinggian dipilih lagi berdasarkan kedalaman dari tepi ke arah tengah batang dengan jarak kelipatan 2.5 cm. Sampel untuk menghitung distribusi ikatan pembuluh berupa cakram piringan dengan ketebalan 5 cm (Gambar 2.1). Ukuran sampel sifat fisis (kerapatan) dan mekanis (MOE, MOR, kekuatan tekan sejajar serat, kekerasan, dan keteguhan geser sejajar serat) serta pengujiannya mengacu pada British Standard 373 (BSI 1957). Jumlah contoh uji sebanyak 48 per parameter sifat kayu. Pengujian sifat mekanis dengan menggunakan Universal Testing Machine

(UTM) merek Instron 330. Sampel yang diuji dikondisikan sampai kadar air kering udara (±14%).

(a) (b)

Gambar 2.1 Pengambilan contoh uji (a) potongan memanjang, dan (b) potongan melintang

Perhitungan distribusi ikatan pembuluh

Distribusi ikatan pembuluh didefinisikan sebagai jumlah ikatan pembuluh per satuan luas (cm2). Perhitungannya dengan menggunakan kaca pembesar (lup) perbesaran 10x. Luas pengamatan dalam bentuk segi empat sama sisi (1 x 1 cm). Pengamatan dimulai dari bagian tepi ke arah pusat pada ketinggian 2 m, 4 m dan 6 m.

Analisis data

(27)

9 m, 4 m, dan 6m. Penentuan model matematis dalam hal ini persamaan regresi berdasarkan pola sebaran data pengamatan (scatter plot data).

Model matematis selanjutnya adalah untuk menjelaskan hubungan antara posisi ketinggian pada batang dan distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis kayu kelapa sawit. Sebuah model regresi linier berganda kemudian dicoba untuk mengestimasi pengaruh distribusi ikatan pembuluh pada berbagai ketinggian terhadap kerapatan dan sifat mekanis batang sawit. Model yang dibangun adalah:

y = a + b1x1 + b2x2+ ε

di mana:

y = kerapatan atau sifat mekanis (MOE, MOR, kekuatan tekan sejajar serat, kekerasan, dan keteguhan geser sejajar serat)

x1 = posisi ketinggian

(28)

10

berkas pembuluh. Pada bagian dalam batang, berkas pembuluh kurang rapat, semua berkas memutar secara seragam, dan dari bawah ke atas berbentuk heliks mengikuti arah spiral filotaksis.

Kulit Batang

Gambar 2.2. Photo makroskopis distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke bagian dalam pada penampang lintang batang kelapa sawit

Gambar 2.3 Plot distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke pusat batang kelapa sawit pada ketinggian 2m, 4m, dan 6m.

(29)

11 Tabel 2.1. Persamaan regresi non linier yang dibentuk dari hubungan antara jarak (x) dari tepi ke pusat batang dengan distribusi ikatan pembuluh (y) pada ketinggian 2 m, 4 m, dan 6 m.

No Model Persamaan

Regresi

Kelapa Sawit 1 Kelapa Sawit 2

2 m 2 m

Untuk melihat keterandalan model digunakan koefisien determinasi (R2) yang menjelaskan seberapa besar presentase sumbangan pengaruh variabel independen (jarak) terhadap variabel dependen (distribusi ikatan pembuluh). Dengan demikian, semakin besar nilai R2, semakin besar sumbangan pengaruh variabel independen (jarak) terhadap variabel dependen (distribusi ikatan pembuluh). Berdasarkan nilai koefisien diterminasinya, maka persamaan regresi yang dipilih adalah persamaan regresi non linier power.

Hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan jarak contoh uji dari tepi ke pusat batang memiliki korelasi yang lebih tinggi (82%) dibandingkan dengan ketinggian pada batang (25%). Hal ini menjelaskan bahwa perubahan jarak dari tepi ke pusat batang (posisi horisontal) dengan distribusi ikatan pembuluh memiliki hubungan yang lebih erat dibandingkan perubahannya dalam posisi vertikal (pangkal ke ujung).

Hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit

(30)

12

yang tebal ini menunjukkan kandungan selulosa yang lebih tinggi dan menjadikan bahan materialnya menjadi lebih kuat (Shirley 2002).

(31)

13 besar dibandingkan pada jaringan parenkim yaitu 42.51% dan 9.03% (Abe et al.

2013). Dengan demikian maka semakin tinggi proporsi ikatan pembuluh dalam batang sawit, α-sellulosa yang terkandung semakin tinggi pula. Sel serat merupakan komponen penyusun ikatan pembuluh terbesar dibandingkan yang lainnya sehingga sangat mempengaruhi berat jenis ikatan pembuluhnya. Dinding sel sekunder serat tersusun dari beberapa lapisan (multy layers) berketebalan yang berbeda-beda. Fenomena ini pada umumnya ditemukan pada tanaman dari golongan palmae. Dinding sel sekunder yang berlapis-lapis, menurut Parthasarathy & Klotz (1976) ada indikasi bahwa protoplasma dalam sel sekundernya hidup dalam jangka waktu yang panjang. Jumlah lapisan dinding sel menurun dari tepi ke pusat batang (Shirley 2002). Hal tersebut menyebabkan kayu sawit bagian tepi memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian dalam. Komposisi sel yang unik seperti itu (bagian luar lebih kuat daripada bagian dalam) merupakan contoh pengaturan alami yang memberikan momen inersia maksimum pada batang untuk mencegah terjadinya gejala tekuk dan lendutan sehingga batang lebih kuat menahan beban selama hidupnya.

Pada arah vertikal, distribusi ikatan pembuluh meningkat dari pangkal ke ujung namun kerapatan dan sifat mekanisnya menurun. Menurut Lim dan Khoo (1986) hal ini disebabkan oleh umur ikatan pembuluh bagian ujung lebih muda daripada bagian pangkal. Pertumbuhan sel bagian ujung masih dipengaruhi oleh meristem pucuk sehingga belum terdiferensiasi sempurna. Selain itu penurunan kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit dipengaruhi oleh berat jenis ikatan pembuluh. Berat jenis ikatan pembuluh menurun dari pangkal ke ujung batang (Rahayu 2001). Berdasarkan kajian dari anatomi, jumlah lapisan dinding sel serat meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung batang. Semakin tebal dinding selnya maka kadar selulosa juga semakin banyak sehingga kekuatan bahannya juga semakin tinggi (Shirley 2002).

Hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit dapat dimodelkan secara matematis dalam bentuk regresi linier berganda. Model tersebut mampu menjelaskan sebagian besar variasi sifat fisis mekanis batang sawit dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 68.9% – 83.3% (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Ringkasan nilai koefisien regresi dan probabilitas hubungan antara distribusi ikatan pembuluh (x2) pada berbagai ketinggian (x1) dengan

Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob. Koefisien Prob.

(32)

14

Seperti terlihat pada Tabel 2.2, kedua variabel yang diukur (distribusi ikatan pembuluh dan posisi ketinggian asal contoh uji) memberikan pengaruh nyata pada kerapatan dan sifat mekanis (MOE, MOR, kekuatan tekan sejajar serat, kekerasan, dan keteguhan geser sejajar serat) batang kelapa sawit. Gambar 2.5 merupakan penjabaran dari model regresi yang diperoleh, kurva hubungan distribusi ikatan pembuluh dengan kerapatan dan sifat mekanis untuk kayu sawit bagian ujung selalu berada di bawah kurva bagian pangkal. Batang sawit bagian ujung memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih rendah daripada bagian pangkal meskipun distribusi ikatan pembuluhnya dapat lebih banyak.

(33)

15 Simpulan

1. Distribusi ikatan pembuluh dari tepi ke arah pusat batang cenderung menurun, sebaliknya meningkat pada ketinggian batang. Berdasarkan kedalaman pada batang, pola distribusinya ini dapat dimodelkan dalam regresi non linier power.

(34)

16

3

KARAKTERISTIK KAYU LAMINASI BATANG KELAPA

SAWIT DENGAN PEREKAT ISOSIANAT

Pendahuluan

“Kayu” sawit memiliki struktur anatomi yang berbeda dengan kayu pada umumnya. Kayunya tersusun atas ikatan pembuluh dan jaringan parenkim dasar. Keduanya menentukan sifat-sifat kayu yang dihasilkan (Tomlinson 1961). Pada penelitian tahap pertama, distribusi ikatan pembuluh menurun dari tepi ke pusat batang sehingga pada bagian tepi batang memiliki kerapatan dan sifat mekanis yang lebih tinggi dibandingkan pada pusat batang, sebaliknya pada ketinggian batang distribusi ikatan pembuluh meningkat tanpa disertai peningkatan kerapatan dan sifat mekanisnya. Bakar et al. (1999) merekomendasikan untuk memanfaatkan 1/3 bagian luar batang kelapa sawit untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan kontruksi ringan dan furniture. Terbatasnya biomassa sawit tersebut memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai produk kayu laminasi.

Kayu laminasi merupakan produk panel yang diperoleh dengan cara merekatkan papan-papan dengan arah serat sejajar. Kayu laminasi untuk tujuan kontruksi memerlukan jenis perekat yang mampu merekat dengan kuat dan tahan lama. Salah satu jenis perekat yang saat ini mulai berkembang dan sedang diminati adalah perekat isosianat. Schollenberger (1990) dalam ulasannya mengungkapkan kelebihan yang dimiliki perekat isosianat. Perekat jenis ini juga memiliki beberapa keuntungan seperti yang diungkapkan oleh Langenberg et al.

(2010). Karakteristik perekatannya yang berbeda dengan perekat lain dimana perekat ini mempunyai potensi untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan-bahan yang memiliki gugus-gugus hidroksil aktif (Marra 1992, Lay & Cranley 1994).

“Kayu” sawit sebagai bahan produk laminasi dengan karakteristik yang berbeda dengan kayu biasa akan memiliki karakter yang berbeda pula terutama dalam sifat keterekatannya dengan bahan perekat yang digunakan. Distribusi dan karakteristik ikatan pembuluh diduga juga akan memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat keterekatan “kayu” sawit. Sifat keterekatan veneer“kayu” sawit dan

berbagai perekat berbasis formaldehid telah dilaporkan oleh Sulaiman et al

(2009). Sifat keterekatan ini dapat dilihat dengan menguji keterbasahan kayu melalui pengukuran sudut kontak, keteguhan geser rekat dan kerusakan yang terjadi pada bidang yang direkat (bidang geser), delaminasi kayu, dan pengujian

SEM untuk mengamati interaksi perekat dengan bahan yang direkat. Keberhasilan perekat dalam mengikat bahan yang direkat juga dipengaruhi jumlah perekat yang digunakan (berat labur) dan lamanya pengempaan selama proses pembuatan produk kayu laminasi.

(35)

17 tentang waktu kempa yang diperlukan dan berat labur perekat isosianat dalam pembuatan kayu laminasi dari batang kelapa sawit.

Bahan Dan Metode

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang kelapa sawit varietas tenera dari 2 pohon berumur 20 tahun yang berasal dari PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN 7) Lampung. Perekat yang digunakan adalah perekat isosianat yang diproduksi oleh PT. KoyoBond Indonesia. Karakteristik perekat ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Table 3.1 Karakteristik perekat isosianat dan crosslinker

Isosianat Crosslinker (Hardener)

Penampilan Cairan Putih Cairan coklat kehitaman

Viskositas pada 25oC (ps) 150 ± 30 1.5 ± 0.2

Kadar padatan (%) 43 ± 3 -

pH 7 ± 1 0.03 – 0.05

Sumber: PT. KoyoBond Indonesia

Pembuatan sortimen (lamina)

Sepertiga bagian batang kelapa sawit terluar digergaji dengan mesin gergaji pita (bandsaw) menjadi sortimen-sortimen. Sortimen contoh uji yang digunakan berasal dari berbagai ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m). Sortimen-sortimen tersebut dikeringkan sampai kadar air udara (12 sampai 14%). Sortimen-sortimen tersebut kemudian digergaji dengan ukuran 1000 mm (p) x 60 mm (l) x 15 mm (t).

Uji keterbasahan kayu

Pengujian keterbasahan kayu dilakukan dengan pengukuran sudut kontak (contact angle) antara cairan (air destilat dan perekat isosianat) dengan permukaan papan. Pengujian ini mengacu pada Sulaiman et al.(2009). Permukaan sortimen ditetesi dengan cairan sebanyak 10 ml kemudian dilakukan perekaman dari sisi samping dengan kamera digital yang dilengkapi perekam waktu (time recorder). Pengukuran sudut kontak dilakukan selama 120 detik dengan selang waktu 10 detik. Hasil pemotretan sudut kontak dianalisis dengan software scion image.

Pengujian ini dilakukan 3 ulangan. Pembuatan kayu laminasi

(36)

18

Gambar 3.1 Sketsa kayu laminasi 2 lapis Uji kadar air dan kerapatan

Contoh uji kadar air dan kerapatan kayu laminasi kelapa sawit berukuran 6 cm x 6 cm x 3 cm. Metode pengujian mengacu pada Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Kadar

air dan kerapatan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Uji keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu

Ukuran contoh uji keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu (Gambar 3.2) dengan luas bidang geser 6.25 cm2.Metode pengujian mengacu pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Keteguhan rekat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kerusakan kayu diperkirakan mulai 0 sampai 100 persen pada bidang rekat/geser. Kerekatannya dianalisis pada setiap contoh uji dan diklasifikasikan menjadi 4 kategori: sangat baik (80 sampai 100%), baik (60 sampai 79%), buruk (40 sampai 59%), dan sangat buruk (0 sampai 39%) (Alamsyah et al. 2007). Contoh uji yang kerekatannya sangat baik dan baik mengindikasikan penetrasi perekat paling baik dan mudah perekatannya.

Gambar 3.2 Contoh uji keteguhan geser rekat (satuan: mm); JPIC (2007)

Uji MOE dan MOR

(37)

19 beban terpusat (Gambar 3.3). Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah

Universal Testing Machine (UTM) Instron tipe 330.

Gambar 3.3 Contoh uji dan pengujian MOE dan MOR metode one point loading

dengan beban terpusat di tengah batang.

Nilai MOE dan MOR dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

Dimana:

ΔP = Beban pada batas proporsional (kg cm-2) Δy = Defleksi pada batas proporsional (cm)

l = Jarak sangga (cm)

b = Lebar penampang kayu laminasi (cm)

h = Tebal penampang kayu laminasi (cm)

P = Beban maksimum (kg cm-2) Uji delaminasi rendaman air

Uji delainasi digunakan untuk menentukan daya tahan perekat dalam produk kayu laminasi. Ukuran contoh uji dan metode pengujian mengacu pada

(38)

20

Uji delaminasi rendaman air mendidih-dingin

Ukuran contoh uji sama seperti pengujian delaminasi yang direndam dalam air. Pengujian delaminasi mengacu pada Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 1152 (JPIC 2007). Contoh uji direndam dalam air mendidih selama 4 jam dan kemudian direndam dalam air dingin pada suhu ruang selama 1 jam, dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven berventilasi baik pada suhu 70 ± 3 oC selama tidak kurang dari 24 jam. Standar yang diperkenankan pada pengujian ini sama seperti pengujian delaminasi rendaman air.

Scanning Electron Microscopy (SEM)

Pengamatan sub-mikroskopis kayu dilakukan dengan SEM (Scanning

Electron Microscope) JEOL JSM-6360LA. Gambar SEM direkam dengan

detektor elektron sekunder menggunakan tegangan percepatan berkas elektron utama 10 kV. Sebelum pengukuran semua sampel dilapisi dengan emas untuk memungkinkan konduktivitas listrik yang cukup.

Analisis data

Dalam penelitian ini digunakan tiga variabel: variabel A adalah posisi ketinggian yang terdiri dari 3 taraf yaitu 2 m (A2), 4 m (A4) dan 6 m (A6), variabel B adalah berat labur perekat yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 200 g m-2 (B2), 250 g m-2 (B25) dan 300 g m-2 (B3). Variabel T adalah waktu kempa yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 1 jam (T1), 2 jam (T1) dan 3 jam (T3). Untuk mendeteksi pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap respon pengamatan digunakan analisis ragam dengan menggunakan model rancangan percobaan acak lengkap faktorial 3 x 3 x 3 dengan 3 ulangan. Model linier rancangan percobaan tersebut adalah:

dimana i (1,2,3): taraf posisi ketinggian (distribusi ikatan pembuluh), j

(1,2,3): taraf berat labur perekat, k (1,2,3): taraf waktu kempa, l (1,2,3): ulangan. Apabila hasil uji F menunjukkan ada pengaruh nyata secara statistik (pada α = 5%), selanjutnya dilakukan uji Duncan.

Untuk menghasilkan model pendugaan variabel-variabel tersebut terhadap sifat fisis dan mekanis kayu laminasi, dilakukan analisis regresi menggunakan metode stepwise regression, yaitu suatu metode regresi linier berganda yang mampu menyeleksi sejumlah variabel dari sekian banyak yang berpengaruh signifikan terhadap informasi tertentu.

Hasil Dan Pembahasan

Karakteristik kayu lamina batang kelapa sawit

(39)

21 digunakan sebagai bahan baku kayu laminasi yang mensyaratkan kurang dari 15%.

Tabel 3.2 Karakteristik lamina batang kelapa sawit

Ketinggian

Distribusi ikatan pembuluh lamina yang diambil dari ketiga ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m) meningkat seiring dengan meningkatnya posisi ketinggian pada batang kelapa sawit sebagaimana pada penelitian tahap pertama (Darwis et al.

2013). Sebaliknya, nilai kerapatan maupun MOE-nya menurun dengan semakin tingginya posisi pada batang.

Keterbasahan “kayu” sawit (sudut kontak)

Keterbasahan adalah kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan yang akan ditarik oleh permukaan mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra 1992). Keterbasahan kayu dapat diperoleh dengan mengukur sudut kontak antara garis rekat cair dengan permukaan kayu. Sudut kontak lebih kecil dari 90o menunjukkan keterbasahan yang tinggi dimana cairan membasahi permukaan dengan baik. Sudut kontak yang lebih besar dari 90o menunjukkan keterbasahannya rendah dimana cairan tidak membasahi permukaan dengan baik (Yuan dan Lee, 2013). Sudut kontak air dan isosianat pada “kayu” sawit ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Isosianat

Air

0 detik 60 detik 120 detik

Gambar 3.4 Sudut kontak isosianat dan air pada permukaan batang kelapa sawit pada 0 detik, 60 detik dan 120 detik.

(40)

22

(a)

(b)

(41)

23 Kadar air dan kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit

Kadar air kayu laminasi pada perbagai kombinasi perlakuan berkisar antara 12.25% sampai 12.62%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar airnya telah mencapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai kadar air pada berbagai perlakuan maupun kombinasinya tidak berbeda nyata (Gambar 3.6).

Gambar 3.6 Nilai kadar air kayu laminasi kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda

Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit pada berbagai kombinasi perlakuan berkisar antara 0.23 sampai 0.37 g cm-3. Nilai tertinggi pada kayu laminasi yang bahan laminanya dari ketinggian 2 m dengan berat labur perekat 300 g m-2 dan dikempa selama 3 jam. Nilai terendah diperoleh pada kayu laminasi dari lamina di ketinggian 6 m yang direkat dengan berat labur perekat 200 g m-2 dan dikempa selama 1 dan 2 jam (Gambar 3.7).

(42)

24

Gambar 3.7 Nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda

Hasil uji sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kadar air dan kerapatan berturut-turut disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.

Tabel 3.3 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap kadar air kayu laminasi dari batang kelapa sawit

(43)

25 Berdasarkan Tabel 3.3, kadar air kayu laminasi batang kelapa sawit tidak berbeda nyata antar perlakuan maupun kombinasinya, sedangkan pada Tabel 3.4, nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit dipengaruhi oleh posisi ketinggian (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Oleh karena itu untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar taraf perlakuan posisi ketinggian dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji wilayah berganda Duncan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah pada ketinggian 2 m (0.37 g cm-3), 4 m (0.34 g cm-3), dan 6 m (0.28 g cm-3) menunjukkan perbedaan satu dengan yang lainnya.

Hubungan antara variabel tak bebas (kerapatan) dan variabel bebas (posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat) dapat dilihat persamaan regresi linier berganda yang terbentuk. Berdasarkan metode stepwise, hanya variabel ketinggian yang berpengaruh terhadap nilai kerapatan kayu laminasi batang kelapa sawit sehingga diperoleh persamaan regresi linier yang menunjukkan pengaruh variabel ketinggian (XT) terhadap nilai kerapatan kayu laminasi batang

kelapa sawit sebagai berikut:

Y(kerapatan) = 0.417 - 0.022XT R2 = 96%

Berdasarkan persamaan regresi linier tersebut dapat diketahui bahwa variabel posisi ketinggian berbanding terbalik dengan kerapatan (hubungan negatif). Semakin tinggi posisi pada batang kelapa sawit, kerapatannya semakin rendah.

Keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit

Keteguhan geser rekat adalah referensi yang sering digunakan untuk mengevaluasi kekuatan ikatan perekat dengan kayu solid karena itu merupakan tegangan interfasial antar permukaan pada kondisi tertentu (Pizzo et al. 2003). Hasil penelitian menunjukkan keteguhan geser rekat kayu laminasi sawit dengan perekat isosianat dipengaruhi oleh posisi ketinggian batang dan berat labur perekat (Gambar 3.8). Sifat keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit yang menggunakan bahan dari bagian pangkal lebih tinggi dibandingkan bahan yang diambil dari bagian tengah maupun ujung batang. Hal ini disebabkan karakteristik sel-sel penyusunnya yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi sehingga berpengaruh langsung pada nilai kekuatannya.

(44)

26

Gambar 3.8 Nilai keteguhan geser rekat kayu laminasi batang kelapa sawit pada posisi ketinggian, berat labur dan waktu kempa yang berbeda

Gambar 3.9 Kemerataan bahan perekat (warna putih) pada permukaan batang kelapa sawit: a) 200 g m-2, 250 g m-2 ,dan c) 300 g m-2

Hasil uji sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit disajikan pada Tabel 3.5. Berdasarkan Tabel 3.5 menunjukan bahwa variabel posisi ketinggian dan berat labur perekat isosianat berpengaruh terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa keteguhan geser pada taraf perlakuan posisi ketinggian (2 m, 4 m, dan 6 m) berbeda satu sama lainnya. Pada taraf perlakuan berat labur perekat, keteguhan geser pada taraf berat labur 200 g m-2 dan 250 g m-2 tidak berbeda namun berbeda dengan taraf berat labur 300 g m-2.

a

(45)

27 Tabel 3.5 Sidik ragam pengaruh posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap keteguhan geser kayu laminasi dari batang kelapa sawit

Posisi Ketinggian 1602.864 2 801.432 1835.013 0.000

Waktu Kempa 0.134 2 0.067 0.153 0.858

terhadap keteguhan geser dapat dilihat dari persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y(KG) = 29.121 – 2.606 XT + 0.009 XBL R2 = 90%

Berdasarkan persamaan regresi berganda di atas dapat diketahui bahwa variabel posisi ketinggian berbanding terbalik terhadap keteguhan geser rekat (hubungan negatif), sedangkan variabel berat labur menunjukkan pengaruh sebaliknya (hubungan positif).

Nilai kerusakan yang rendah pada kayu laminasi dengan berat labur 200 g m-2 pada bagian pangkal (2 m) sedangkan kerusakan yang besar dengan berat labur 300 g m-2 sebesar 100% pada berbagai posisi pada batang (Gambar 3.10).

(46)

28

sedangkan ikatan pembuluh pada bidang gesernya tidak mengalami kerusakan (Gambar 3.10c). Hal ini disebabkan jaringan parenkim memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan ikatan pembuluh. Selain itu, sel-sel parenkim ini memiliki dinding yang tipis sehingga mudah mengalami kerusakan apabila dikenai gaya tekan. Interaksi antara perekat isosianat dan “kayu” sawit diamati dari mikrograf SEM (Gambar 3.11d). Perekat mampu mengikat kedua permukaan “kayu” sawit dengan baik. Pada mikrograf SEM terlihat ikatan pembuluh dan sel-sel parenkim mengalami pemadatan akibat proses pengempaan. Selain itu pengempaan ini menyebabkan ikatan pembuluh sebagian terlihat terpisah dengan jaringan dasar parenkimnya (Gambar 3.11b). Hal tersebut ikut menyebabkan rendahnya kekuatan geser kayu laminasi sawit.

Gambar 3.11 Kerusakan kayu terjadi pada bidang geser (a). Pada bidang transversal, kerusakan “kayu” terjadi pada jaringan parenkim (b) Kerusakan juga terjadi pada ikatan pembuluh pada bidang longitudinal (c). Mikrograf SEM pada bidang transversal menunjukkan bahwa perekat isosianat merekat dengan baik (d). Hasil uji sidik ragam pengaruh variabel posisi ketinggian, waktu kempa dan berat labur perekat isosianat terhadap nilai kerusakan kayu disajikan pada Tabel 3.6.

(47)

29 Berdasarkan Tabel 3.6, variabel posisi ketinggian dan berat labur serta kombinasi kedua variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap kerusakan kayu laminasi dari batang kelapa sawit (nilai sig. = 0.00 < 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kerusakan kayu pada taraf perlakuan posisi ketinggian (2 m) berbeda dengan pada ketinggian 4 m dan 6 m. Pada taraf perlakuan berat labur perekat, kerusakan kayu pada taraf berat labur 200 g m-2 berbeda dengan berat labur 250 g m-2 dan 300 g m-2. Uji Duncan untuk kombinasi perlakuan antara posisi ketinggian dan berat labur perekat disajikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Keteguhan geser rekat dan kerusakan kayu laminasi batang kelapa sawit Ketinggian (m)

Sebuah model hubungan semua variabel bebas (posisi ketinggian, berat labur dan lamanya pengempaan) terhadap variabel tak bebas (kerusakan kayu) dinyatakan dalam persamaan regresi. Hasil pengolahan regresi dengan metode

stepwise menunjukkan bahwa variabel ketinggian (XT) dan berat labur (XBL) yang

berpengaruh terhadap nilai kerusakan kayu dan dinyatakan dalam persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.4  Rata-rata kerapatan, sifat mekanis dan distribusi ikatan pembuluh
Tabel 2.2  Ringkasan nilai koefisien regresi dan probabilitas hubungan antara distribusi ikatan pembuluh (x2) pada berbagai ketinggian (x1) dengan kerapatan dan sifat mekanis kayu sawit
Gambar 2.5  Pengaruh distribusi ikatan pembuluh terhadap kerapatan dan sifat mekanis batang kelapa sawit pada ketinggian 2, 4, dan 6 meter
Gambar 3.1 Sketsa kayu laminasi 2 lapis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sebuah perceraian masyarakat Madura mempunyai suatu kebiasaan yang menarik yaitu terdapat sebuah tradisi atau kegiatan masyarakat khususnya yang dilakukan oleh istri,

Sanallisten tehtävien näkökulmasta projektin aikana tuetaan koodin vaihtamista, jossa ratkaisuprosessi kulkee luonnollisen kielen kautta kuviokielelle, ja tämän kautta

The objective of this experiment was to determine the influence of long-term (22 and 23 years) conservation tillage and N fertilization on soil carbon storage and CO 2 -C emission

Anak sekolah sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan seorang anak oleh karena itu diperlukan asupan makanan yang mengandung gizi seimbang, agar proses tersebut tidak

Varietas jagung bernutrisi beta karoten tinggi yang telah dilepas dengan nama Provit A1 dan Provit A2 dibentuk melalui seleksi antarpopulasi berasal dari populasi Obatanpa (Pro-

tersebut ke dalam penelitian dengan judul : “ Analisis Pengaruh Profitabilitas (ROE) Industri dan Rasio Leverage Keuangan Tertimbang Terhadap “ ROE “

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) seberapa besar penilaian kinerja keuangan ditinjau dari rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas